Olivia dibawa ke ruang interogasi selama lebih dari 20 menit.Saat polisi tersebut keluar dari ruang interogasi, Ervin pergi membicarakan hal ini dengannya untuk sesaat. Kemudian, Ervin kembali dan melaporkan hasil interogasi pada Agam dan Nyonya Frida dengan jujur."Tuan, Nyonya, pihak kepolisian sudah menyelidiki hal ini. Kejadian hari ini memang direncanakan oleh Nona Olivia dan pria bernama Dikra Sambada itu.""Dari alat komunikasi mereka, pihak kepolisian menemukan bukti kedua orang itu saling menghubungi. Awalnya, mereka bersepakat untuk membawa Nona Pamela ke pusat perbelanjaan itu, lalu membuat Nona Pamela jatuh pingsan dan membawanya ke hotel untuk menjebaknya.""Sedangkan Nona Pamela nggak sengaja kehilangan ponsel dan dompetnya, lalu dipungut oleh seorang wanita dengan pakaian yang sama dengan Nona Pamela. Tapi, Dikra salah kenal. Dikra menutupi kepala wanita itu dengan karung, lalu membuatnya pingsan dan membawanya ke hotel.""Satu-satunya hal yang harus disyukuri adalah ke
Olivia seketika terdiam. Dia menggertakkan giginya dengan penuh amarah dan berkata, "Kalau begitu, kamu juga licik dan menjijikkan! Di hadapan Kakak dan Nenek, kamu berpura-pura polos, tapi di belakang, kamu ternyata selicik rubah, menyusun rencana selangkah demi selangkah!"Pamela tersenyum dan berkata, "Aku memang polos, tapi juga licik. Sifatku banyak, orang baik akan melihat sifat baikku dan orang jahat akan melihat sifatku yang jahat. Nona Olivia, sebelum kamu memarahiku, sebaiknya kamu pikirkan dulu perbuatanmu sendiri. Oke?"Gadis muda ini jelas-jelas memiliki wajah secantik bidadari, tetapi dia malah tersenyum dengan sangat kejam, layaknya iblis. Dia tidak akan melewatkan satu pun kejahatan yang dilakukan orang lain pada dirinya.Tanpa disadari, Olivia merinding ketakutan. "Dasar wanita jahat! Kamu ... kamu kejam sekali!"Dengan ekspresi heran, Pamela berkata, "Aku jahat atau nggak, semuanya tergantung perlakuanmu padaku. Sebelumnya, aku sudah pernah memperingatkanmu supaya ngg
Sekarang adalah saatnya untuk membahas inti masalahnya. Pamela menatap Olivia, ekspresinya yang malas menjadi lebih serius."Aku membicarakan hal-hal ini padamu hanya untuk memberitahumu bahwa kamu sama sekali nggak perlu melakukan hal-hal aneh hanya untuk mengusirku dari Keluarga Dirgantara. Pada saatnya, aku akan pergi sendiri. Walaupun kamu menyuruhku untuk tetap tinggal, aku tetap akan pergi!" kata Pamela.Olivia tercengang sesaat. Dia merasa kebingungan. "Pada saatnya? Kapan?"Pamela mengangkat alisnya dan berkata, "Kamu nggak tahu, ya? Kakakmu menikahiku hanya untuk meredakan kondisi kakekmu. Tiga bulan kemudian, saat kondisi kakekmu sudah menjadi stabil, aku dan kakakmu akan bercerai. Pada saat itu, aku akan menyingkir, kamu bisa membiarkan siapa pun yang kamu inginkan menjadi kakak iparmu!"Olivia mengernyit, dia tidak sepenuhnya memercayai ucapan Pamela. "Atas dasar apa aku percaya kalau kamu benar-benar akan pergi pada saatnya? Huh, jangan mencoba untuk menipuku! Semua wanita
Agam menatap Pamela dan menjawab, "Nenek baik-baik saja dan sudah diantar pulang oleh Ervin."Pamela menganggukkan kepalanya dengan tenang sambil berkata, "Ya, yang penting Nenek baik-baik saja! Kalau begitu, aku pergi dulu, ya. Sampai jumpa, Paman!"Seusai berbicara, dia berbalik dan terus berjalan ke depan. Setelah berjalan beberapa langkah, dia berhenti lagi dan menoleh sambil bertanya dengan heran, "Paman, kenapa kamu masih mengikutiku?"Agam bertanya balik dengan heran, "Bukankah hari ini Nona Pamela akan traktir makan?"Pamela tertawa dengan canggung dan berkata, "Aku mau traktir Nenek makan dan sekalian bawa Paman! Sekarang, Nenek nggak bisa pergi, nggak jadi traktir, deh!"Huh, sekalian bawa dia?Ekspresi Agam menjadi masam. Dia tertawa sinis, lalu berkata, "Kalau begitu, biar aku yang traktir, kita tetap harus makan."Pamela tidak tertarik dengan ajakan ini, dia pun melambaikan tangannya untuk menolak. "Paman pergi sendiri saja. Aku sudah punya janji!" katanya.Agam memicingka
Gedung Haplin adalah gedung serbaguna yang sering dipilih oleh para murid untuk mengadakan pertemuan.Bagi para pengusaha yang berkuasa dan anak-anak orang kaya, tempat seperti ini tampak sangat aneh dan kekanak-kanakan.Derry mengamati dekorasi yang norak di dalam gedung serbaguna itu dengan tidak puas dan mendecakkan lidahnya.Dia berkata, "Agam, sejak kapan kamu menjadi begitu kekanak-kanakan? Kamu ingin datang ke tempat yang disukai anak kecil seperti ini?"Di dalam ruangan privat, Agam duduk di sofa yang tidak nyaman dan melirik Derry sekilas sambil berkata, "Kalau kamu nggak ingin minum di sini, kita bisa pergi ke tempat yang kamu inginkan."Derry mengangkat bahunya dan berkata, "Sudah datang juga!"Eric menghampiri Agam dan memberikan segelas anggur pada Agam. Dia bersulang dengan Agam dengan elegan, lalu minum seteguk dan berkata pada Derry, "Baik itu bar maupun kelab, lokasi itu nggak penting, tempat ini juga lumayan baru bagi kita!""Benar juga!" Derry tertawa, dia juga duduk
Begitu pintunya ditutup, imajinasi Agam makin liar ....Agam menundukkan kepalanya dan menyalakan sebatang rokok. Dia bersandar di dinding sambil merokok, asap rokok berkepul-kepul....Di dalam ruangan itu, musik elektronik bercampur dengan pencahayaan yang keren, suasananya sangat ramai dan berisik."Kak Pamela, apa rencanamu setelah lulus kuliah?" tanya Ricky.Meskipun jarak antara mereka sangat dekat, Ricky masih harus berteriak supaya orang di sampingnya bisa mendengar ucapannya.Setelah mendengar pertanyaan adik kelasnya dengan jelas, Pamela duduk dengan tegak dan menjawab dengan suara keras, "Belum tahu! Tapi, Ricky, kamu bukan lulusan tahun ini, kenapa kamu menghadiri pertemuan ini?"Ricky menjawab dengan malu-malu, "Emm ... beberapa teman dekatku adalah lulusan tahun ini, jadi mereka menyuruhku datang juga ...."Pamela menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia sudah mengerti.Namun, Ricky sebenarnya datang khusus untuk melihatnya.Setelah Pamela lulus, dia tidak akan bis
Ricky menjawab dengan canggung, "Emm ... saya ... saya adik kelasnya Kak Pamela ...."Agam menatap Ricky dengan tatapan sinis sambil berkata, "Kamu memintaku untuk menyerahkannya dengan tenang padamu, seorang adik kelas yang memiliki niat lain terhadapnya?"Ricky seketika tersipu malu. Kemudian, dia mengernyit. Dengan emosi anak muda yang berapi-api, dia pun merasa marah karena dicurigai seperti itu."Saya akui, saya memang menyukai Kak Pamela! Tapi, saya bukan bajingan, saya nggak akan melakukan hal yang nggak bermoral pada Kak Pamela. Saya akan sangat menghormati Kak Pamela!" kata Ricky dengan kesal.Agam memicingkan matanya. Dia mengambil gelas koktail yang dipegang Pamela dan menggoyangkannya, lalu tersenyum kecil sambil berkata, "Kamu nggak malu, berani menyatakan perasaanmu padanya di hadapanku?""Saya ...." Wajah Ricky memerah, dia terlihat sangat malu.Melihat temannya yang kewalahan seperti ini, Pamela mengernyit dan berdiri sambil berkata, "Paman, aku janji, aku nggak akan mi
"Wah, serius?""Terima kasih, Pamela!""Pamela, kamu terlalu murah hati!"Mata Pamela seketika terbelalak. Dia menatap Agam dengan tatapan terkejut dan kesal ....Sialan! Agam sudah gila, ya?Kata siapa dia mau traktir?Jelas-jelas biaya pertemuan ini dibayar dengan sistem bagi rata!Hari ini, lebih dari 100 orang makan dan minum di tempat ini. Tahukah Agam sebanyak apa uang yang harus Pamela bayar?Melihat ekspresi kesal gadis ini, Agam tersenyum kecil. Dia menarik kembali tangan di kepala gadis ini dan memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya, lalu berjalan keluar dengan elegan.Setelah pria ini keluar, semua teman Pamela menjadi terkagum-kagum dengan Pamela yang akan mentraktir mereka. Para wanita mengelilinginya sambil menanyakan tentang pria tampan itu. Pamela hanya menjawab dengan seadanya.Sedangkan para pria sama sekali tidak berani mendekatinya. Bagaimanapun, wali dari murid cantik ini berada di ruangan di seberang, jadi mereka juga tidak berani melakukan apa pun ....S
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen