Kalana langsung berlutut di lantai, memeluk Revan yang sudah tidak sadarkan diri sambil menangis tersedu-sedu ...."Revan, Revan-ku, bangunlah, sayang! Buka matamu dan lihat Ibu! Maafkan Ibu! Ibu sudah datang terlambat! Revan ... hiks, hiks, hiks ...."Sebagai seorang ibu hamil, begitu melihat pemandangan perpisahan antara ibu dan anak itu, kesedihan langsung menyelimuti hati Pamela.Pada saat bersamaan, dia juga tetap waspada. Dia mendongak dan mengamati gudang itu dengan saksama apakah ada orang di dalam sana ....Hanya dalam sekejap mata, teriakan histeris Kalana menarik perhatian sangat banyak orang."Kalana, apa yang terjadi?"Jason berjalan memasuki dapur dengan cepat. Begitu melihat pemandangan di hadapannya, ekspresinya langsung berubah menjadi serius.Kalana menggendong anak itu sambil terisak. Saking sedihnya, wanita itu seolah-olah sudah hampir kehabisan napasnya. "Kak, Revan ... Revan sudah nggak bernapas lagi. Hiks, hiks, hiks ...."Begitu mendengar ucapan adiknya, Jason s
Sambil berbicara, Kalana mengangkat tangannya yang sedang menopang bagian belakang kepala Revan dan menunjukkan darah di tangannya kepada semua orang. "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu yang menggunakan senjata tajam dalam genggamanmu untuk memukul kepala Revan! Revan masih sangat kecil, kenapa kamu begitu tega melakukan hal itu padanya?!"Pandangan semua orang mengikuti arahan Kalana dan tertuju pada senjata tajam dalam genggaman Pamela. Mereka makin meyakini bahwa Pamela adalah pelakunya!Menghadapi sorot mata penuh amarah orang-orang yang menganggapnya sebagai pelaku, Pamela juga menundukkan kepalanya untuk melihat senjata tajam yang disodorkan oleh Kalana padanya tadi. Dia sudah mengerti.Ini adalah sebuah perangkap, sebuah perangkap yang direncanakan dengan begitu sempurna!Sejak mereka berada di ruang tamu dan Kalana mengundangnya untuk mengobrol di tempat lain, rencana ini sudah berjalan.Hanya saja, awalnya dia tidak terjatuh dalam perangkap. Jadi, Kalana sengaja m
Pamela berkata dengan tenang, "Aku nggak bersalah, kesalahan apa yang harus aku akui?"Jason berkata dengan sorot mata tajam, "Kalau bukan kamu yang melakukannya, kenapa ada senjata tajam dalam genggamanmu?"Pamela mengangkat senjata tajam dalam genggamannya dan berkata, "Oh, maksudmu ini? Nona Kalana yang menyodorkan ini padaku untuk melindungi diriku sendiri!"Jason merasa ucapan wanita itu sama sekali tidak masuk akal. "Pamela, apa saat mengucapkan kata-kata itu, kamu sendiri nggak merasa ucapanmu konyol?"Pamela berkata dengan sorot mata tenang, "Aku hanya berbicara jujur. Kalau kamu merasa kata-kataku konyol, seharusnya kamu sendiri yang bermasalah, Pak Jason."Ekspresi Jason langsung berubah menjadi muram. Dia beranggapan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh wanita itu saat ini bukan hanya ingin lari dari tanggung jawab, melainkan juga sebagai bentuk provokasi terhadap kekuasaan Keluarga Yanuar."Pamela, aku beri kamu satu kesempatan lagi untuk mengakui perbuatanmu. Kalau kamu menga
Setelah mendengar ucapan Kalana, Agam berdiri, lalu berjalan ke arah Pamela dengan aura yang dingin dan kuat.Pandangan Kalana mengikuti pergerakan pria itu. Diam-diam, dia menantikan pria itu melayangkan tamparan keras ke wajah Pamela.Pandangan orang-orang lainnya juga tertuju pada Agam. Dalam lubuk hati mereka, mereka merasa Tuan Keluarga Dirgantara itu akan membantu Nona Kalana menegakkan keadilan.Pria itu memang mengulurkan tangannya.Namun, alih-alih menampar wanita di hadapannya seperti keinginan Kalana, dia menyelipkan beberapa helai rambut yang menghalangi indra penglihatan wanita itu dengan lembut. Kemudian, dia berkata dengan suara rendah dan nada seolah sedikit menyalahkan, "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk nggak berkeliaran sendirian?"Pamela mengerutkan keningnya dan berkata, "Ah, maaf, aku lupa."Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi, pria itu melepaskan mantelnya, lalu menyampirkannya ke bahu Pamela.Jendela di dapur kediaman Keluarga Yanuar terbuka, angin mala
Seorang pelayan wanita yang bersembunyi di belakang kulkas dapur langsung diseret keluar oleh pengawal Keluarga Yanuar."Katakan! Kenapa kamu bersembunyi di belakang sana?!" Pengawal langsung menyeret pelayan wanita itu ke hadapan Jason dan melemparkannya ke lantai.Pelayan wanita yang sudah dalam posisi terjatuh ke lantai itu berkata dengan ekspresi panik, "Tuan ... Tuan Muda! Aku ... aku ... nggak melakukan apa-apa ...."Jason menundukkan kepalanya, menatap pelayan wanita itu dengan sorot mata dingin seolah sedang menginterogasi seseorang.Pengawal itu kembali mewakili majikannya dan bertanya, "Cepat berbicara dengan jujur kepada Tuan Muda! Kalau kamu nggak melakukan apa-apa, kenapa kamu bersembunyi?"Saking ketakutannya, sekujur tubuh pelayan itu bergetar dengan kencang. Dia menundukkan kepalanya dan berkata dengan suara bergetar, "Karena aku takut ...."Melihat pelayan wanita itu berbicara dengan terbata-bata, pengawal itu kembali membentaknya ....Jason mengangkat tangannya, mengh
Pelayan wanita yang memberi kesaksian palsu itu adalah pelayan wanita yang menyuguhkan kopi kepadanya tadi!Karena mengikuti pelayan wanita inilah, dia baru masuk ke dalam dapur.Begitu dia masuk ke dalam dapur, pelayan wanita itu langsung menghilang.Awalnya, dia merasa aneh karena pelayan wanita itu menghilang secara tiba-tiba. Sekarang, dia sudah mengerti. Ternyata, pelayan wanita itu bersembunyi di belakang kulkas terlebih dahulu dan menunggu saat yang tepat untuk memberi kesaksian palsu!'Hah, pelayan wanita itu juga merupakan pion Kalana, benar-benar perangkap yang menarik!'Sekarang, dia memang sulit untuk membela diri, juga tidak ada yang perlu dia katakan lagi. Karena bukti dan saksi tidak menguntungkan dirinya. Dia hanya bisa menyerahkan kasus ini kepada pihak kepolisian untuk menyelidiki kebenaran kasus ini dengan cara profesional dan membuktikan dirinya tidak bersalah.Saat anggota kepolisian dan tim forensik tiba di lokasi tempat kejadian perkara, tentu saja mereka akan me
Melihat Pamela tiba-tiba berjalan menghampirinya, Kalana segera memeluk "mayat" Revan dengan erat dan memasang ekspresi seolah-olah terancam dan berkata dengan terisak, "Pamela, kamu .... Apa yang ingin kamu lakukan? Revan-ku sudah meninggal dunia, apa lagi yang ingin kamu lakukan pada Revan?! Jangan mendekat!"Pamela tidak beromong kosong dengannya lagi, dia langsung menarik lengan Kalana yang sedang memeluk bocah itu dengan erat. "Jangan mengganggu! Aku lihat dulu apakah ada kemungkinan putramu masih bisa diselamatkan!"Kalana tertegun sejenak, lalu makin mewaspadai pergerakan Pamela. Dia berteriak dengan terkejut, "Apa? Kamu mau lihat apakah Revan masih bisa diselamatkan? Pamela, kenapa kamu begitu pandai berakting?!""Jelas-jelas kamu yang sudah membunuh Revan-ku. Sekarang, mendengar kakakku sudah lapor polisi, kamu malah berpura-pura mengatakan mau menyelamatkannya! Apa kamu nggak merasa tindakanmu itu sangat mencurigakan?!""Apa karena anggota kepolisian akan segera datang, maka
Pamela kembali menghampiri Kalana. Dia berencana untuk mengambil alih bocah dalam pelukan Kalana, lalu membaringkan bocah itu dengan rata di lantai ....Kalana memeluk Revan dengan erat. Sambil bersandar dalam pelukan Jason, dia berpura-pura memasang ekspresi menyedihkan. "Jangan sentuh anakku! Pamela, aku mohon padamu, jangan menyakiti anakku lagi!"Pamela sama sekali tidak tertarik menyaksikan akting menyedihkan wanita itu. Tanpa melirik wanita itu sama sekali, dia berkata dengan tenang, "Seharusnya sekarang aku masih bisa menyelamatkan nyawa anak ini. Kalau kamu benar-benar mencintai anakmu, sebaiknya dengarkan aku, baringkan anak ini dengan rata."Tanpa perlu dipertanyakan lagi, tentu saja Kalana tidak akan kooperatif.Dia sama sekali tidak percaya Pamela bisa menyelamatkan anak ini. Biarpun dia percaya, dia sama sekali tidak berharap anak ini hidup lagi!Melihat Kalana enggan kooperatif, Pamela juga tidak berharap wanita yang berpura-pura baik itu memiliki sedikit pun hati nurani