Ariel menurunkan jendela agar udara dalam mobil berganti."Kalau kamu ingin berkencan, Kakak bisa menemanimu bermain sebentar, tapi kalau kamu mau menikah, carilah orang lain," kata Ariel."Aku cuma mau kamu!" kata Justin dengan keras kepala.Dia benar-benar tidak bisa mengerti. Biasanya wanita yang mendesak ingin menikah, takut pria berpindah hati dan tidak bertanggung jawab, mengapa yang terjadi justru sebaliknya?Ariel berkata dengan santai, "Aku nggak pernah berencana menikah. Kamu salah cari orang.""Inikah yang disebut kumpul kebo?" tanya Justin, dia mengerutkan kening, kemudian berkata, "Nggak apa-apa kalau nggak mau menikah, kalau begitu kita pacaran selamanya, kamu nggak boleh sama pria lain."Ariel melihat tatapan serius Justin, lalu mengomentari, "Jangan naif!""Aku sangat serius, aku ..." kata Justin.Sebelum Justin selesai bicara, Ariel mematikan rokoknya dan keluar dari mobil, karena dia melihat Agam memapah Pamela keluar dari kantor polisi!Justin sempat kesal karena dia
Olivia membantu Nyonya Frida keluar dan kebetulan melihat apa yang baru saja terjadi. Dia bertanya dengan bingung, "Kak, kenapa Pamela ingin tinggal di rumah Keluarga Yanuar? Apa kamu nggak takut Jason akan punya pemikiran yang nggak-nggak terhadap kakak ipar?"Nyonya Frida merasa kekhawatiran cucunya itu benar. Bagaimana Agam bisa membiarkan Pamela dibawa pergi oleh kedua orang itu?Agam tidak menjelaskan terlalu banyak dan hanya berkata, "Dia nggak akan melakukannya."Olivia khawatir. "Kenapa nggak? Dia juga pria! Kak, kamu nggak boleh memercayai pria lain dengan begitu mudah!"Adsila jarang merasa Olivia benar dan mengangguk setuju. "Benar. Paman, akhirnya hubungan kalian sudah mereda, kenapa kamu nggak mengambil kesempatan ini untuk membawa bibi pulang? Tunggu apa lagi!?"Saat melihat seseorang mendukungnya, Olivia merasa kekhawatirannya benar. "Benar! Kak, pergi dan bawa pulang kakak iparku!"Agam mengerutkan kening. "Oke, temani Kakek dan Nenek masuk ke mobil dan pulang dulu."Te
Melihat kalung itu, mata pria berambut perak itu membelalak. Dia bersandar di meja di ruang interogasi dan gagal mengendalikan emosi yang menggebu-gebu. Dia berdiri dan berteriak, "Kembalikan kalung itu!"Dia berkelana kembali ke reruntuhan untuk menemukan kalung itu yang merupakan peninggalan dari ibunya dan satu-satunya foto bersama ibunya.Polisi di luar mendengar keributan itu dan bergegas masuk untuk menenangkan pria berambut perak itu. "Diamlah!"Pria berambut perak itu menggertakkan gigi dan menatap Agam. "Kembalikan kalung itu!"Agam hanya menggoyangkan kalung itu dengan acuh tak acuh. "Sekarang sudah mau beri tahu aku siapa dalangnya?"Pria berambut perak itu memamerkan giginya. "Nggak ada dalangnya, cuma aku yang ingin membunuhmu!"Agam percaya niat membunuh orang ini terhadapnya adalah benar.Nama orang ini adalah Robert dan dia adalah salah satu anak haram dari ayahnya di tahun-tahun awalnya, juga saudara tirinya.Robert tidak bersekolah selama beberapa tahun dan telah menj
Beberapa detik kemudian, pria itu membalas: "Biasanya orang tua nggak makan pada jam segini. Nggak masalah kalau kamu nggak mau keluar menemuiku. Minta saja pelayan Keluarga Yanuar untuk keluar dan ambil!"Pamela mengerutkan kening. Dia mengenal Agam. Kalau tidak mengambil barangnya, Agam tidak akan pergi ....Heh, terserah dia saja!Selalu memaksakan kehendaknya sendiri, tidak mendengarkan pendapat orang lain dan menekan orang lain....Di depan pintu masuk rumah Keluarga Yanuar.Agam keluar dari mobil, memasukkan tangannya ke dalam saku celananya dan melihat ke arah halaman Keluarga Yanuar sambil menunggu orang di dalam keluar untuk mengambil sesuatu.Ervin juga turun dari mobil dan mengikuti tuan mudanya sambil membawa bungkusan barbeku di tangannya.Sebelum anggota Keluarga Yanuar keluar, sebuah mobil dengan lampu sorot tinggi datang dari kejauhan ....Cahayanya yang menyilaukan membuat orang sulit membuka mata.Mobil berhenti di depan pintu gerbang rumah Keluarga Yanuar. Setelah m
Agam mengulurkan tangan dan membantu Pamela menaikan sweter di bahunya dengan lembut."Ervin beli banyak, jadi seharusnya cukup untuk kalian makan. Oke, kembalilah dan makan selagi panas!"Pamela menatap tatapan lembut pria itu beberapa saat. "Terima kasih sudah mengeluarkan uang."Agam mengerutkan kening, sikap gadis ini menjadi makin sopan padanya.Akan tetapi, lebih baik bersikap sopan daripada mengabaikannya.Pamela hendak kembali membawa barbeku, lalu teringat sesuatu dan berkata kepada pria itu, "Oh ya, Pak Agam, terimalah uang dari lukisan itu sebelumnya!"Agam mengerutkan kening. "Apakah kamu harus menjelaskannya padaku?"Pamela berkata, "Semuanya harus setimpal. Sejauh ini, kamu adalah kamu dan aku adalah aku."Sorot mata Agam menjadi gelap, wajahnya menjadi muram dan nada suaranya menjadi agak kasar. "Masuklah dan makan dulu, lalu istirahat lebih awal setelah makan!"Pamela mengerutkan bibirnya dan berkata, "Pak Agam, kembalilah lebih awal dan hati-hati di jalan!"Agam berbal
Andra berjalan di sampingnya sambil berpikir sejenak sebelum berkata dengan ragu, "Lala, aku baru saja melihat Agam datang untuk memberimu makan malam dan kamu menerimanya! Jadi, kamu bersiap untuk berdamai dengan Agam?"Ekspresi Pamela agak membeku dan dia tidak langsung menjawab pertanyaan Andra. "Tuan Muda Andra, mau makan barbeku?"Andra, "..."Meski Pamela tidak menjawab secara langsung, dia sudah menebak jawabannya....Kembali ke ruang tamu Keluarga Yanuar, semua orang langsung merasa lapar dan bersemangat begitu mencium aroma barbeku.Pamela menyerahkan barbeku kepada Adsila. "Kalian makan dulu, aku akan ke kamar mandi."Adsila menerima barbeku dan melihatnya. "Bibi, apakah ini hadiah dari paman?"Pamela tidak menjawab, hanya berbalik dan berjalan ke kamar mandi."Siapa lagi kalau bukan Kak Agam!" Justin berdiri untuk mengambil bungkusan barbeku dan membukanya dengan penuh semangat sebelum mengeluarkan tusuk sate daging dan menyerahkannya kepada Ariel dulu.Ariel menerimanya ta
Adsila mengakui dengan jujur, "Ya, seharusnya Pak Marlon. Kami datang bersama. Dia dan Bu Ariel akan mengantarku pulang."Akhirnya Albert bertanya, "Adsila, apa hubunganmu dengan Pak Marlon?"Adsila tertegun dan merasa agak tidak enak. "Albert, kenapa kamu menanyakan hal itu? aku nggak punya hubungan apa pun dengan Pak Marlon!"Albert berkata, "Kalau nggak ada, kenapa dia begitu peduli padamu? Kudengar beberapa rekan di perusahaan bilang kamu datang ke perusahaan hanya untuk Pak Marlon? Apakah itu benar?"Adsila mengaku, "Ya ... aku pergi ke Perusahaan Vasant karena dia."Albert merasa sangat kecewa setelah menerima jawaban tulus dari pacarnya, tetapi dia merasa tenang karena kejujuran pacarnya. "Adsila, terima kasih telah bersedia mengatakan yang sebenarnya kepadaku. Sekarang kamu masih suka Pak Marlon?"Sebenarnya Adsila ingin menghindari pertanyaan ini. "Entah aku menyukainya atau nggak, aku nggak mungkin bersamanya. Albert, aku sudah setuju untuk menerimamu, jadi aku akan serius de
Ekspresi Andra agak datar, kemudian sudut bibirnya terangkat dengan sinis. "Jadi kamu sebagai kakaknya akan mengabaikan perselisihan keluarga dan membiarkan adikmu menikah dengan keluarga musuh?"Jason berkata dengan raut wajah serius, "Nggak mudah bagiku untuk menemukan Pamela dan aku juga nggak mau membuatnya nggak bahagia. Aku akan memberikan apa pun yang dia inginkan. Walaupun dia menikah dengan Keluarga Dirgantara, itu akan tetap terjadi di bawah pengawasanku. Kalau Agam berani menindasnya lagi, aku akan langsung membunuhnya!"Andra memandang Jason beberapa saat, lalu bertingkah seolah ketakutan. "Punya kakak ipar sepertimu sungguh menakutkan!"Jason tidak berpikir demikian. "Kalau takut, menjauhlah dariku!"Andra tersenyum. "Jason, sebagai teman, apakah kamu akan menganggapku sebagai adik iparmu? Aku akan memperlakukan Pamela lebih baik daripada Agam."Jason langsung menyentak, "Dia nggak menyukaimu."Senyuman di wajah Andra membeku, lalu mengangkat bahunya. "Hanya karena sekaran
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen