"Baru saja kamu mengatakan kamu nggak bersedia apa?" Tiba-tiba, terdengar suara dingin seseorang dari arah belakang mereka.Begitu mereka mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara, sosok Agam yang tinggi dan tegap sedang melangkahkan kakinya ke arah mereka dengan perlahan.Derry buru-buru tertawa dan berkata, "Agam, kamu sudah datang, ya! Nggak apa-apa! Nggak apa-apa! Tadi kami hanya sedang bercanda dengan Pamela!"Eric melirik Derry sekilas dan berkata, "Dia mengatakan dia nggak bersedia menjadi Nyonya Keluarga Dirgantara, mungkin dia akan mempertimbangkan orang yang lebih hebat darimu!"Agam mengerutkan keningnya dan menatap Derry dengan tatapan benci.Derry menggerak-gerakkan bibirnya dan tertawa canggung. Setelah memelototi Eric, dia bangkit dari tempat duduknya, agar Agam bisa duduk di samping Pamela."Eric, apa ada teman sepertimu yang selalu menjelek-jelekkan teman sendiri? Aku nggak mengatakan kalimat belakang itu!" kata Derry dengan nada mengeluh.Eric berkata dengan serius
Derry bertanya, "Agam, kamu baru saja datang, mau ke mana lagi?"Agam menjawab dengan datar, "Aku keluar menelepon sebentar."Derry juga tidak banyak tanya. Dia mendecakkan lidahnya, lalu berkata kepada Eric, "Menurutmu, apa yang perlu diributkan antara Agam dan Pamela? Perut Pamela saja sudah sebesar itu!"Eric meliriknya sekilas dan berkata, "Urus saja urusanmu sendiri!"Derry terkekeh pelan, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Andra yang sedang meminum anggur sendirian. "Oh ya, Andra, kulihat barusan kamu sangat perhatian pada Pamela! Apa kamu sangat akrab dengannya? Kenapa sebelumnya kami nggak tahu kamu ada hubungan dengannya?"Andra menyunggingkan seulas senyum dan berkata, "Apa aku nggak pernah memberi tahu kalian? Sebenarnya, aku sudah sangat lama mengenal Lala, sebelum aku tahu dia menjalin hubungan dengan Agam."Derry sedikit tertegun, dia merasa ada makna tersirat dalam ucapan Andra. Dia menoleh ke arah Eric dan saling melemparkan pandangan kepada satu sama lain, seolah-ol
Pamela merasa ucapan wanita di hadapannya ini sangat konyol, "Kamu memintaku untuk membukakan jalan untukmu? Memangnya aku menghalangi jalanmu?"Sophia mendekati telinga Pamela dan berbisik, "Kamu nggak menghalangi jalanku, tapi kamu menghalangi jalan cintaku!"Sorot mata jernih Pamela, seakan-akan menunjukkan dirinya baru saja mendengar sebuah lelucon yang tidak masuk akal. "Jalan cintamu nggak ada hubungannya denganku!"Sophia hendak mengucapkan sesuatu lagi, tetapi pada saat itu pula tiba-tiba dia melihat ada sosok bayangan elegan seseorang di belakang Pamela. Dia tersenyum dan berkata, "Andra, kenapa kamu berada di sini?"Andra berjalan menghampiri dua wanita itu. Dia melirik Pamela sejenak, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Sophia dan berkata sambil tersenyum, "Tadi aku keluar untuk menelepon sebentar. Apa yang sedang kalian bicarakan?"Sophia melirik Andra sejenak, lalu melirik Pamela sejenak. Seolah-olah menyadari sesuatu hal, samar-samar senyuman di wajahnya tampak sedikit
Sambil bersandar pada pegangan tangan tangga, Sophia mengalihkan pandangannya ke arah bawah, lebih tepatnya ke arah Pamela dan Andra, lalu berkata, "Hmm, naluriku berkata seperti itu! Aku merasa Pamela selalu bersikap dingin pada orang lain, tapi dia sangat ramah pada Andra. Sepertinya mereka punya topik pembicaraan yang nggak ada habisnya!"Begitu mendengar ucapan Sophia, jari-jari panjang Agam tampak mencengkeram kaki gelas anggurnya dengan kuat, seakan-akan hanya dengan sedikit mengerahkan tenaga lagi saja, gelas itu pasti akan hancur berkeping-keping ....Sophia ingin mengucapkan beberapa patah kata lagi. Namun, begitu dia membuka mulutnya, dia melihat Agam sudah berbalik dan berjalan menuruni tangga ....Dia segera mengejar pria itu dan bertanya, "Agam, kamu mau ke mana?""Kamu bersenang-senang saja, aku masih ada urusan." Agam menyelipkan kedua tangannya di dalam sakunya dan melangkahkan kakinya dengan langkah kaki normal. Namun, aura dingin yang terpancar dari punggungnya, seola
Dari tadi Agam duduk bersandar pada kursi. Saat Pamela baru tersadar kembali, dia tidak melihat pria itu dan mengira sosok bayangan pria itu adalah bayangan sandaran kursi.Setelah Agam sedikit menggerakkan tubuhnya dan pencahayaan di luar kaca mobil terpancar tepat di wajahnya ....Begitu melihat Agam, suasana hati Pamela menjadi makin buruk. Dia mengerutkan keningnya dengan canggung dan berkata, "Ternyata kamu! Aku .... Kenapa aku bisa berada di dalam mobilmu?"Agam meliriknya dan berkata, "Kenapa kamu nggak bertanya pada dirimu sendiri? Mengapa kamu jatuh pingsan tepat di tubuhku?"Sontak saja ucapan pria itu membuat Pamela teringat akan kejadian sebelum dirinya jatuh pingsan. Kala itu, sepertinya ada orang yang menggendongnya dari belakang. Kalau tidak, dia pasti sudah terjatuh ke lantai ....Ternyata orang itu adalah Agam.Bagaimanapun juga, pria di hadapannya ini yang telah membantunya.Pamela berkata pada pria itu dengan nada sedikit sopan, "Maaf, mungkin aku sedikit mengalami h
Dari ekspresi wajahnya, tidak terlihat apa yang sedang dirasakan oleh Agam. Namun, sangat jelas bahwa dia sama sekali tidak berniat untuk melepaskan Pamela. "Kamu lebih memilih untuk memohon padaku daripada berbicara secara baik-baik denganku?"Pamela mengerutkan keningnya dan berkata, "Siapa bilang aku nggak berbicara secara baik-baik denganmu? Bukankah kamu sendiri yang memintaku untuk memohon padamu?!"Agam tertawa dingin dan berkata, "Sejak kapan kamu menjadi begitu penurut? Saat aku memintamu untuk berada di rumah dengan patuh, kenapa kamu nggak mendengar ucapanku?"Pamela terdiam, dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Selain memelototi pria itu, dia juga tidak tahu bagaimana caranya mengekspresikan kemarahannya. Dia tidak bisa melepaskan dirinya dari pelukan pria ini, dia juga tidak bisa melarikan diri dari tempat ini!Melihat ekspresi kesal Pamela, tanpa Agam sadari, kekesalan dalam sorot matanya menghilang tanpa meninggalkan jejak. Dia mengulurkan satu tangannya dan mencu
Agam tetap tidak melepaskannya, melainkan berkata dengan suara rendah, "Aku nggak bermaksud membohongimu. Adapun mengenai pendaftaran pernikahan di luar negeri itu, karena waktu sudah berlalu cukup lama, aku sudah lupa. Setelahnya, karena ingin mendaftarkan pernikahan denganmu di dalam negeri, aku baru mengingat hal itu.""Aku hanya ingin 'menceraikan' Sophia terlebih dahulu, baru menjelaskan semuanya secara detail padamu. Aku takut kalau sebelumnya aku memberitahumu, kamu akan marah dan mengabaikanku. Bagaimanapun juga, kamu sedang hamil. Aku nggak ingin melihatmu bersedih.""Karena aku sendiri juga menyadari bahwa tindakan seperti itu adalah tindakan yang salah."Setelah mendengar ucapan pria itu, Pamela terdiam sangat lama, baru berkata, "Pak Agam, sebenarnya kamu nggak pernah meyakini bahwa aku adalah orang yang bisa mengerti kamu. Sekarang, terlepas dari pernikahanmu dengan Sophia adalah pernikahan asli atau palsu, aku nggak peduli lagi. Di antara kita, nggak ada kepercayaan lagi.
"Hmm, terima kasih banyak, maaf sudah merepotkanmu!"Keduanya pergi ke ruang kamera pengawasan bersama-sama dan meminta petugas keamanan untuk memperlihatkan rekaman kamera pengawasan hotel kepada mereka ....Kemudian, mereka berdua melihat Agam menggendong Pamela dan berjalan keluar dari lokasi perjamuan!Diam-diam, Sophia mengepalkan tangannya dan berkata, "Dasar Agam ini! Jelas-jelas dia yang membawa Pamela pergi, tapi dia malah nggak berbicara jujur pada kita dan membuat kita khawatir setengah mati!"Walaupun dia melontarkan beberapa patah kata itu sambil tersenyum, tetapi senyumannya bahkan lebih tidak enak dipandang dibandingkan ekspresi sedihnya!Sama halnya dengan Sophia, ekspresi wajah Andra juga tidak baik. Sekarang, dia benar-benar tidak berharap Agam memiliki hubungan apa pun lagi dengan Pamela. Alasan yang pertama, dia memang menaruh perasaan pada wanita itu. Alasan yang kedua, saat ini Pamela benar-benar tidak bisa diberi tekanan apa pun. Kalau sampai Agam marah dan meluk
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen