Hari itu juga, kamar utama yang dahulu ditempati Tuan Besar Kim dan Rosa, dibongkar. Mulai dari perabotan, kertas dinding, karpet dan tirai, ditukar dengan yang baru.
Rosa melihat itu semua dengan gigit jari, di dekat pintu kamar utama.
"Mulai hari ini, kamu gunakan kamar pengantin kami. Aku sudah memerintah untuk mengganti semuanya dengan yang baru," ujar Leo yang berdiri di samping Rosa.
"Apakah itu artinya, kamu akan tidur di kamar ini bersama wanita jalang itu?" tanya Rosa, terkejut.
"Bukankah seharusnya alasan wanita itu memilih kamar ini, agar tidak berbagi kamar denganmu?" tanya Rosa, penasaran.
"Suami istri harus berbagi kamar bukan? Lagipula dengan semua yang dia terima, ia harus bersedia terikat denganku!" jawab Leo dingin. Ia tidak pernah menyukai Rosa, tetapi saat ini ia dan ibu tirinya itu, berdiri di sisi yang sama.
"Bagus! BAGUS! Buat dia tidak tahan tinggal di rumah ini. Buat dia mengangkat kakin
Jenna memalingkan wajah dan berjalan, menjauhi Leo.Leo, menurunkan tangan dan memasukkan kedua tangan di saku celana, menunggu bagaimana reaksi Jenna."Apakah kamu keberatan, jika aku tidur di kamar ini?" tanya Leo.Jenna yang berusaha menenangkan perasaannya, memasang raut wajah tenang dan berbalik menatap Leonel seraya berkata, "Tidak! Silakan."Ada atau tidak, keberadaan Leo tidak akan memperngaruhinya. Ya, begitulah yang terjadi selama ini.Leo mengangguk puas dan berjalan ke arah kamar mandi.Jenna berjalan ke arah ruang pakaian yang lain dan melihat ke dalam, ternyata semua pakaian suaminya sudah memenuhi ruangan itu. Jenna sadar ini akan sulit, tetapi ia akan bertahan.Naik ke atas ranjang dan menarik selimut, untuk menutup tubuhnya. Jenna berusaha memejamkan mata. Leo setelah selesai mandi, meninggalkan kamar.Seperti biasa, Jenna akan memeluk botol kaca itu dan berusaha tidur.
Punggung Jenna, menegang. Kedekatan ini amat mengganggu, tetapi Jenna tidak ingin menunjukkan bahwa ia terpengaruh."Tentu," jawab Jenna."Bisakah, lepaskan aku sekarang?" tanya Jenna langsung, dengan punggung yang masih menempel pada dada bidang Leonel Kim."Tentu," jawab Leo, sambil melepaskan lengan Jenna. Namun, sebelum istrinya melangkah pergi, Leo menyusupkan lengannya di pinggang ramping itu."Ayo," ajak Leo yang menuntun Jenna agar berjalan bersama dengannya.Menekan amarah yang mulai menjalari punggung, Jenna akhirnya melangkah dengan lengan Leo yang memeluk pinggangnya.Di depan kediaman, supir sudah menunggu dan membukakan pintu mobil untuk mereka.Leo mempersilakan Jenna masuk terlebih dahulu dan ia yang menutup pintu mobil, sebelum melangkah ke sisi pintu yang lain, duduk di samping Jenna.Siku tangan Leo disandarkan pada sisi pintu mobil dan menopang wajahnya yang menatap
"Selamat siang," sapa Jenna, saat melangkah ke dalam ruang rapat.Meja panjang dengan deretan kursi di kedua sisi meja yang sebagian sudah ditempati, oleh para dewan direksi. Jenna mengenal mereka semua, sebelumnya ia sering mendampingi Leonel Kim saat rapat penting seperti ini, diadakan.Dengan penuh percaya diri, Jenna melangkah ke arah di mana kursi utama berada. Kursi yang dulu ditempati oleh mendiang Tuan Besar Kim. Saat ini, Jenna berhak. Sebab, ia memiliki porsi saham terbesar.Yura menarik kursi dan mempersilakan Jenna, untuk duduk.Jenna duduk dengan Leonel sudah duduk di sebelah kanannya."Selamat siang dan terima kasih, atas kehadirannya. Tidak banyak yang perlu disampaikan, aku yakin kalian semua sudah mendapatkan pemberitahuan terkait warisan yang aku terima."Jenna langsung ke inti permasalahan. Ia tidak ingin berlama-lama, sebab tatapan semua orang terlihat jelas sedang menilai dirinya. Jika itu s
Tepat saat bibir Leo hendak mendarat di bibirnya, Jenna langsung memalingkan wajah. Ya, bibir Leo mendarat di pipi Jenna. Untuk sesaat mereka berdua membeku, seperti itu. Sama-sama hanya mampu mendengar detak jantung masing-masing, yang menggila. Hanya saja, apa yang dirasakan mereka berdua, berbeda. Leo, terbakar gairah. Sedangkan, Jenna terbakar amarah. DRITTT! DRITTT! DRITTT! Ponsel Leo yang diletakkan di meja, di hadapan sofa bergetar, ada panggilan masuk. Perhatian Leo teralihkan dan kesempatan itu diambil Jenna untuk menyelinap keluar dari kurungan lengan kokoh, suaminya itu. Leo menegakkan tubuh dan dengan kedua tangan, menyisir rambutnya ke belakang, sebelum melangkah ke arah meja di dekat sofa. Anya. Panggilan dari Anya. Ya, Leo beberapa hari ini sama sekali tidak teringat akan wanita itu. Sedikit kesal, karena panggilan ini masuk dan mengganggu kedekatan tadi. "Halo." [Kamu
Hari pertama di perusahaan sebagai petinggi, membuat Jenna amat sibuk. Satu persatu kepala departemen, datang menemuinya. Ada yang langsung melemparkan dokumen yang ditolak, tepat di hadapan Jenna, ada yang langsung memaki dengan kata-kata kasar.Apa yang dapat diharapkan? Tidak ada yang menghormati dirinya, walaupun berada di kedudukan ini. Apakah Jenna, takut? Tidak. Ia segera menghubungi pengacara, agar mewakili dirinya untuk membuat laporan di kepolisian. Kata kasar, cacian dan hinaan, semua direkam dalam ponselnya. Jenna yakin, mereka tidak akan berkelakuan seperti itu dengan kamera pengawas yang menyala di ruangan ini. Ia yakin, para petinggi itu sudah memikirkan konsekuensi itu. Hanya saja, Jenna tidaklah bodoh.Direktur Pemasaran, pria paruh baya dengan perut buncit, akhirnya datang ke hadapannya. Jenna yakin, ini adalah yang terburuk, jadi ia sudah mempersiapkan diri.Bersandar di kursi kerja dan menatap tajam, ke arah pria itu.
"Yura, kamu pulang duluan. Masih ada beberapa dokumen yang hendak dikoreksi," ujar Jenna sedikit terkejut, saat melihat waktu sudah menunjuk hampir pukul 7 malam."Tidak apa-apa, aku akan menemani Nyonya.""Pulanglah, aku hampir selesai. Jangan biarkan putrimu menunggu sendirian di rumah," balas Jenna. Ya, Yura adalah seorang ibu tunggal, sang suami meninggal karena sakit dan saat ini ia hidup berdua dengan putrinya yang sudah berusia 12 tahun."Terima kasih, Nyonya. Jika begitu, aku permisi."Jenna mengangguk.Setelah Yura meninggalkan ruang kerja, Jenna kembali berkutat dengan tumpukan dokumen. Ini bagus, setidaknya Jenna memiliki kesibukan dan pikirannya tidak melayang jauh. Pekerjaan ini, membantu pikirannya teralihkan.Tiga puluh menit kembali berlalu dan Jenna, berhasil menyelesaikan dokumen terakhir. Menutup map dan meregangkan tubuh. Jenna mengangkat kedua tangannya tinggi, untuk melemaskan otot-ototnya. Ada s
Jenna tidak menjawab dan menarik tangannya, agar terlepas dari genggaman Leo. Apa yang dapat diharapkan dari janji itu? Tidak ada. Ia tidak berharap apa pun. Saat ini, hanya Jenna yang dapat melindungi dirinya sendiri."Di sana. Aku ingin makan di sana," seru Jenna, sambil menunjuk ke sisi kanan badan jalan."Kamu yakin? Padahal aku ingin mengajakmu makan malam di restoran Perancis," tanya Leo."Aku yakin."Lalu, Leo membelokkan mobilnya dan berhenti di bahu jalan.Jenna menatap ke arah restoran cepat saji yang menyediakan ayam goreng. Saat hamil, ia sempat ngidam makanan ini. Namun, semua penderitaan membuatnya tidak lagi memiliki selera makan. Saat ini, setidaknya ia ingin merasakan makanan itu, walaupun sudah tidak hamil.Mereka turun dari mobil dan masuk ke dalam restoran yang cukup ramai. Jenna memesan paket makanan komplit, yang bahkan ia tidak yakin apakah dapat menghabiskannya atau tidak.Du
Di klub malam ternama, tepatnya di ruang VVIP, Leo mengajaknya bertemu. Awalnya, Anya mengira pria itu akan berbaikan dengannya. Namun, apa yang terjadi membuat Anya berang."Seperti yang kau tahu, aku sudah menikah dan aku hanya ingin menjalankan tanggung jawabku dengan benar!""T-Tapi, tapi mengapa kita harus putus? Jangan bilang kamu berusaha menjadi suami yang baik," seru Anya dengan nada penuh ejekan."Aku hanya ingin menjadi suami yang bertanggung jawab dan selingkuh, tidak pantas dilakukan," tegas Leo.Ha ha ha!Anya tertawa penuh ejekan dan berkata, "Bukankah ini sudah amat terlambat? Harusnya kamu lakukan itu saat baru menikah! Apakah kamu kira istrimu akan memberikan penghargaan untukmu, karena bertingkah setia?""CUKUP! Aku memutuskan hubungan kita dan tidak butuh komentar apa pun darimu!" tegur Leo yang mulai emosi."Aku tidak pernah diputuskan! Dan saat ini, aku semakin tidak ingin putus deng