Bab 39~Pindah Kamar
Mobil sport milik Zhang Yuze memasuki gerbang Mension pribadinya, lalu menutup sendiri setelah si pemilik berada di dalam. Kedua orang pengendara itu keluar dari mobil kemudian melangkahkan kaki memasuki rumah tersebut."Malam ini kamu pindah ke kamarku. Pindahkan barang-barangmu sebelum Kakek datang!"Xia Lien refleks menoleh. "Hah? Kakek mau ke sini? Kenapa gak ngomong?""Ini aku ngomong," sahut Zhang Yuze."Tapi ini telat, dodol. Seharusnya dari kemarin-kemarin kamu ngomong biar aku bisa berbenah atau pulang lebih awal. Kalau gini 'kan aku capek harus beresin dengan cepat. Mana barang-barangku banyak lagi," keluh Xia Lien."Makanya aku bilang nanti aja beresinnya. Aku bantu, deh!" cetusnya."Baiklah, sekarang aku harus masak dulu. Umm, Kakek suka dimasakin apa nih?""Masak aja apa yang ada," sahutnya singkat.Xia Lien mendengus. "Ish, ini pertama kalinya Kakek ke rumah kitaBab 40~Adik? "Eh?" Xia Lien lantas menoleh ke belakang tanpa melepas pelukannya. "argh, putar balik!" Zhang Yuze hanya tertawa menuruti sambil mengangkat kedua tangan ke atas. "Hahaha, kamu itu lucu ya. Aku nggak boleh lihat tapi masih bisa merasakannya, lho!" "Brengsek, preman mesum!" umpat Xia Lien. Seketika Zhang Yuze marah. "Lepas!" Xia Lien menggeleng. "Denger ya Nona Xia, kamu yang langsung memelukku karena takut aku melihat tubuhmu. Lalu sekarang, kamu menyalahkan ku karena aku merasakannya. Yang salah sebenarnya siapa? Aku atau kamu?" "Tapi tetap saja, kamu__" Bertepatan itu bel terdengar nyaring. Ada tamu yang datang malam itu dan mungkin tamu tersebut tamu yang sedang ditunggunya. Keduanya panik namun bingung dengan kondisi saat ini. "Gimana ini? Itu pasti Kakek," "Ya udah, lepasin pelukannya biar aku buka pintu dulu! Takut Kakek nunggu lama," usul Zhang Yuze. "Tapi kamu me
Bab 41~KecelakaanBrummmMotor sport itu melaju sangat kencang setelah keluar dari gerbang mansion pribadi milik Zhang Yuze. Xia Lien mengendarai di atas kecepatan rata-rata karena hatinya sedang kesal.Bagaimana tidak? Melihat suaminya sedang berciuman panas seketika darahnya mendidih naik hingga ubun-ubun. Apakah Xia Lien cemburu? Tidak, dia bukan siapa-siapa! tepis keras Xia Lien.Namun, bayangan kemesraan itu terus terngiang di pikiran dan menarik pelupuk mata. "Argh, sial!" erang Xia Lien sembari memacu kendaraannya dengan cepat. Motor sport merah tersebut melesat melewati beberapa kendaraan di depannya. "Zhang Yuze brengsek, preman sialan. Aku benci kamu!" teriak Xia Lien layaknya kesetanan. Ia seperti orang tidak waras yang berteriak seiring raungan mesin motor. Entahlah saat ini motor tersebut mengarah ke mana sebab Xia Lien sendiri tak tahu arah tujuan. Yang ada dipikirannya saat
Bab 42~Amarah Xia LongZhang Yuze berlari ke dalam setelah kakinya menapak di pelataran rumah sakit kota. Ia tidak peduli teguran orang-orang saat dirinya memarkirkan mobil sembarangan. Yang ada dipikirannya saat ini adalah keselamatan Xia Lien. "Suster, di mana ruangan Xia Lien? Maksudku korban kecelakaan yang dibawa tadi," Napas Zhang Yuze masih terengah ketika bertanya pada suster jaga. "Nona tadi dibawa ke UGD. Silahkan ke sebelah sana!" Suster menunjukan jalan kepada Zhang Yuze. Pria itu segera berlari kembali mengikuti arah petunjuk suster tadi. Ketika sampai di IGD, dia bertemu polisi yang menghubunginya tadi sedang bersama seorang dokter. "Dok, bagaimana keadaannya?" tanya Zhang Yuze langsung. Polisi dan dokter menoleh. "Anda ...?" "Suaminya Xia Lien, Zhang Yuze." Ia mengulurkan tangan ke arah polisi dan dokter yang langsung menjabat tangannya.Dokter pun menjelaskan kondisi Xia Lien saat ini. "Kondisi pasie
Bab 43~Izin MenemuiSelama dua hari Xia Lien belum sadarkan diri. Gadis itu terbaring lemah dengan kepala terbalut perban dan selang infus di tangan kiri. Kondisinya mulai stabil setelah keluar dari masa kritis, tapi gadis itu seolah lelah menghadapi kenyataan hidupan hingga tak sadarkan diri sampai saat ini. Xia Long menggenggam tangan adiknya dengan mata berkaca. Sungguh, pemandangan saat ini membuat hatinya sakit bagai teriris sembilu. Bayangkan saja, ia hampir kehilangan adik semata wayangnya, keluarga satu-satunya yang dimiliki di dunia ini. Xia Long menangis. Xiao Mei menepuk pundak pria itu lembut sembari berkata, "Along, istirahatlah! Aku akan menjaganya untukmu," ujarnya tulus. Namun, Xia Long menggelengkan kepala, menolak kebaikan yang ditawarkan Xiao Mei padanya. "Aku tidak akan meninggalkan adikku barang sedetik saja," cetusnya. "Tapi Along, pikirkan juga kesehatanmu! Sudah dua hari dua malam kamu menun
Bab 44~Merindukanmu.Saat ini dokter Peter tengah memeriksa kondisi kesehatan Xia Lien dengan seksama. Pasalnya, setelah siuman Xia Lien tidak mengenali siapapun yang ada di sekelilingnya kecuali sang kakak.Raut wajahnya menunjukan kebingungan. Ia terlihat depresi ketika orang-orang bertanya kenapa dan ada apa. "Bagaimana, Dok? Apa yang salah?" Zhang Yuze bertanya tak sabar. Dokter Peter menatap wajah semua orang satu-persatu, kemudian membacakan hasil CT scene Xia Lien. "Benturan keras yang dialami Nona Xia akibat kecelakaan tempo hari itu mengakibatkan amnesia. Bisa sementara bisa juga selamanya, tergantung kondisi pasien." Jelasnya. "Amnesia? Lalu, bagaimana cara menyembuhkannya?" Serempak mereka bertanya. "Dengan terapi rangsangan otak, seperti mengingatkan kenangan-kenangan manis bersamanya atau kenangan masa kecilnya. Itu akan sangat membantu," jelas dokter lagi.Semua orang terdiam, memikirkan penjelasan dokt
Bab 45~Mendekati"Lien'er sayang, aku merindukanmu!" Gu Xi berteriak seraya berlari masuk ke rumah Xia Long tanpa permisi. Ia mencari keberadaan Xia Lien di kamar dan di ruangan lainnya namun tak ketemu. "Eh, di mana dia? Kenapa nggak ada?"Kakinya berbalik melangkah kembali ke luar menemui Xia Long yang sedang sibuk mengeluarkan barang belanjaan dari dalam mobil. Ketika pria itu sedang berbelanja keperluan sehari-hari di pasar swalayan terdekat, tak sengaja bertemu Gu Xi yang sedang membeli sesuatu juga di sana. Karena berpapasan, Xia Long pun tak bisa menghindari gadis cerewet pengagumnya itu. Gu Xi mengajak Xia Long berbelanja bersama sambil mengobrol. Gadis itu terkejut setelah mengetahui kabar kecelakaan Xia Lien. Sudah sebulan lebih Gu Xi berada di Paris. Ponselnya tak bisa dihubungi sebab dirinya sedang sibuk mengurus pekerjaan karena perusahaannya baru saja menandatangani kerjasama dengan perusahaan lain di kota tersebut.
Bab 46~Menunggumu. Hari ini begitu cerah, langit biru dihiasi awan putih di atas sana. Bunga bermekaran indah dengan burung-burung berkicau ria. Suasana saat ini mewakili perasaan Gu Xi yang sedang ceria sebab saat ini ia berada di mobil Xia Long, tepatnya di kursi samping kemudi. Senyum manis terlukis indah di wajah cantiknya. Gu Xi benar-benar menikmati kebersamaannya bersama pria idamannya sejak kecil, Xia Long. Pria dingin dengan sejuta penida di matanya. "Mau makan di mana?" Xia Long bertanya tapi tak direspon. Pria itu segera menoleh karena yang diajak bicara hanya diam tak menjawab, tepatnya tersenyum sendiri. "Xixi!" "Eh, iya. Ada apa, Kak?" Gu Xi balik bertanya. Xia Long mendesah pelan, lalu kembali menatap jalanan. "Aku akan mampir dulu ke Rumah Sakit sebentar sebelum mengantarmu ke kantor. Nggak apa-apa, 'kan?!" Ia mengganti perkataan sebelumnya. "Oh, nggak apa-apa! Aku nggak buru-buru, kok! Santai aja," sahutnya
Bab 47~Mulai BertemanHari sudah mulai senja, nampak dari langit yang berubah warna menjadi jingga. Xia Lien terus menatap jalanan dari balkon kamarnya, menantikan kedatangan kakak ataupun temannya namun tak kunjung pulang juga. Dering ponsel menyita perhatiannya. Dengan mata berbinar, ia segera menjawab panggilan di gawai pintarnya. "Iya, Kak. Kenapa Kakak belum pulang? Dari tadi aku nungguin, lho!" cerocosnya langsung bertanya. "Maafin Kakak, Dek! Sepertinya malam ini nggak akan pulang ke rumah. Kakak ada urusan di luar kota, mungkin beberapa hari baru bisa pulang." kata Xia Long."Tugas ke luar kota? Kenapa mendadak? Tadi pagi Kakak nggak ngomong apa-apa?!" tanya Xia Lien kecewa."Iya, mendadak. Makanya Kakak hubungi kamu secepatnya ketika baru sampai sini," sahutnya sedikit berbohong. "Maaf, ya!" Xia Lien terdiam sejenak sebelum mengangguk pasrah. Lenguhan terdengar jelas. "Ya udah kalau begitu, tapi Kakak harus jaga diri