Waktu sudah menunjuk angka sepuluh pagi. Thania dan Hans sudah di jalan menuju taman kota di mana orang yang ingin bertemu dengannya sudah di sana."Dia barusan chat aku lagi. Katanya sudah di taman. Dia lebih dulu datang dari kita," ucap Thania kepada lelaki itu."Bagus dong. Karena kamu nggak perlu nunggu lagi kalau dia sudah tiba di sana lebih dulu."Thania mengangguk pelan. "Iya. Tapi, aku kok deg-degan banget, yaa. Andai dia kasih tahu siapa dia sebenarnya, mungkin aku nggak segugup ini." Thania menghela napasnya dengan panjang.Hans menggenggam tangan perempuan itu seraya melajukan mobilnya. Menenangkan Thania sebab dirinya sendiri yang menyetujui bertemu dengan orang tersebut."Kamu harus tenang, nggak boleh nervous. Karena setelah kamu bertemu dengannya, kamu akan tahu apa yang dia inginkan dari kamu."Thania tersenyum kecil. Ia kemudian menganggukkan kepalanya dan menghela napasnya dengan panjang. Harus bisa biasa saja meski sebenarnya itu sulit.Satu pesan masuk dari William
"Kamu mau bunuh aku, huh? Itu di depan banyak mobil, Mas. Ini bukan jalanan milik kamu!" teriak Thania yang ketakutan kala William melajukan mobilnya seperti kesetanan.Namun, lelaki itu tak mengubris sedikit pun ucapan Thania. Teriakan itu sudah tak dihiraukan lagi olehnya. Ia yang tak ingin menyakiti Thania lagi dengan tangannya, lantas harus menahannya agar tidak kebablasan.Sebab sudah ia limpahkan semuanya pada Hans hingga membuat lelaki itu babak belur bukan main karena ulahnya. Bahkan kini sudah dibawa ke rumah sakit oleh dua bodyguard William."KIta bicarakan ini di rumah. Kamu sudah keterlaluan, Thania!" ucapnya penuh dengan penekanan.Thania menghela napas kasar. "Seolah-olah merasa paling tersakiti padahal karena ulah sendiri," sindirnya kemudian.William menolehkan kepalanya dengan rahang mengeras dan juga menggertakan giginya menatap tajam wajah Thania.Ia kembali fokus pada laju mobilnya yang mungkin hanya butuh satu jam saja sampai ke Jakarta mengingat kecepatan yang Wi
Lima belas menit kemudian, Thania sudah tiba di rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang IGD. Para dokter dan perawat bergegas masuk ke dalam untuk memeriksa kondisi Thania yang tengah mengalami pendarahan.Sementara William harus menunggu di luar dengan wajah paniknya. Ia tak tahu mengapa Thania mengeluarkan darah di pangkal pahanya."Apa yang terjadi pada kamu, Thania? Kenapa kamu mengalami pendarahan? Kamu sedang hamil? Tapi, kenapa kamu tidak memberi tahu aku soal ini?" gumamnya sembari menatap ke dalam ruang IGD di mana Thania masih diperiksa oleh tim medis.Amar yang tak sengaja melihat William tengah berdiri sembari menatap ke dalam. Membuat lelaki itu mengerutkan dahi lalu menghampiri lelaki itu."Selamat siang, Pak William," sapa Amar kepada lelaki itu.William menoleh. "Ya," ucapnya dengan pelan."Apa yang terjadi, Pak?" tanyanya lalu menoleh ke dalam. Mengerutkan keningnya lagi kala melihat Thania tengah diperiksa oleh beberapa tim medis di dalam."Apa yang terjadi pada ist
Dua hari kemudian. Hans sadarkan diri dari kritisnya setelah empat puluh delapan jam tak sadarkan diri karena luka di wajahnya yang telah dilakukan oleh William karena telah membawa Thania bahkan mungkin ia tahu semuanya.Hans menghela napasnya dengan pelan kemudian menoleh ke arah samping di mana Cintya tengah tidur di sampingnya dengan tangan ia jadikan sebagai alas."Dek?" panggil Hans dengan suara pelannya. "Sejak kapan kamu di sini?" tanyanya ingin tahu.Perempuan itu kemudian mengadahkan kepalanya dan langsung menoleh ke arah sang kakak. "Kak. Akhirnya Kakak siuman juga. Udah dari Kakak masuk rumah sakit aku di sini. Aku panggil dokter dulu, yaa."Namun, Hans menahan tangan Cyntia agar jangan dulu pergi. "Sudah berapa lama, aku di sini? Mami dan Papi tahu, aku di sini?"Cyntia menghela napasnya. "Nggak, Kak. Aku nggak mau bikin jantung Papi kambuh lagi kalau kasih tahu Kakak ada di sini. Mami apalagi. Dia nggak akan peduli juga apalagi kalau tahu Kakak kayak gini karena ulah sua
Hans tersenyum mendengar rencana indah yang diberikan Amar kepadanya. "Bagus juga, rencana elo. Big thank you, udah cari informasi yang sangat penting dan berguna ini, Mar. Gue nggak tahu kalau itu masalahnya."Yang gue tahu dari Thania adalah, hubungan William dan Mhika ditentang oleh keluarganya. Dan Thania pun nggak tahu kalau itu permasalahannya. Gue harap Thania mau bersabar."Amar menganggukkan kepalanya. "Gue akan selalu bantu elo, Hans. Karena elo udah banyak banget bantu gue waktu di Amerika. Nggak ada teman sebaik elo di sana waktu itu. Bahkan menggratiskan gue tinggal di apartemen elo."Hans tersenyum tipis mendengarnya. "Sebagai sesama warga asing di sana, harus saling membantu, Mar. Gue minta tolong sekali lagi ke elo, untuk menemui Thania sebelum dia pulang ke rumahnya.""Iya, Hans. Elo tenang aja. Gue akan nemui Thania dan bilang kalau elo udah baikan. Juga kasih tahu kalau elo akan ambil dia dari William. Itu kan, yang ingin elo sampaikan ke dia?"Hans mengangguk. "Iya
"Katakan, Pak Dony. Saya ingin mendengarnya." Thania tampaknya sudah tak sabar ingin mendengar apa yang akan disampaikan Dony kepadanya.Dony kemudian menghela napasnya dengan panjang seraya menatap wajah Thania dengan lekat."Tuan Hans ingin bertemu dengan Anda usai tiba di Jakarta. Kami memililki ide akan hal itu. Anda pun tahu, Tuan William akhir-akhir ini sangat sibuk bahkan akan bepergian ke luar kota atau negeri."Jadi, ada banyak waktu untuk Anda bertemu dengan Tuan Hans nanti. Saya akan membantu Tuan Hans untuk menemui Anda di sini tanpa diketahui oleh Tuan William. Itu pun jika Anda setuju dengan usul saya."Thania langsung menganggukkan kepalanya setelah diberi tahu akan membantu Hans untuk bertemu dengannya."Saya akan menyetujuinya jika memang itu tidak akan membahayakan dia, Pak. Saya ingin bertemu dengannya meski hanya sebentar. Jadi, tolong usahakan agar bisa membawa Hans kemari, Pak."Thania memohon kepada lelaki itu untuk membantunya bertemu dengan Hans. Dony kemudian
Amar memasuki ruang rawat Thania kala melihat William keluar dari ruangan itu. Melihat Thania yang tengah duduk menyender di sandaran bangsal ia kemudian berdiri di samping perempuan itu seraya mengulas senyumnya."Hans sudah bangun dan dia sudah bisa bicara banyak. Tadi, kami sempat berbincang cukup lama dan dia menanyakan Anda. Tentunya pembahasan kami tak jauh dari Anda," ujar Amar memberi tahu.Thania langsung menoleh cepat ke arah Amar. "Serius? Beneran, itu Hans? Dia sudah bangun dari kritisnya?" tanyanya penuh dengan keterkejutan."Betul, Bu Thania. Hans juga meminta saya untuk memberi tahu hal ini. Dia akan segera ke Jakarta setelah kondisinya membaik dan sebisa mungkin untuk menemui Anda di sini."Apa pun caranya, dia akan mencoba dan berusaha agar bisa bertemu dengan Anda. Dan satu lagi. Jangan pernah merasa sendiri karena Hans akan selalu menemani Anda meski jarak jauh memisahkan kalian berdua."Thania tersenyum lirih. Ia kemudian menganggukkan kepalanya dan menghela napasn
"Katakan, Pak Dony. Saya ingin mendengarnya." Thania tampaknya sudah tak sabar ingin mendengar apa yang akan disampaikan Dony kepadanya.Dony kemudian menghela napasnya dengan panjang seraya menatap wajah Thania dengan lekat."Tuan Hans ingin bertemu dengan Anda usai tiba di Jakarta. Kami memililki ide akan hal itu. Anda pun tahu, Tuan William akhir-akhir ini sangat sibuk bahkan akan bepergian ke luar kota atau negeri."Jadi, ada banyak waktu untuk Anda bertemu dengan Tuan Hans nanti. Saya akan membantu Tuan Hans untuk menemui Anda di sini tanpa diketahui oleh Tuan William. Itu pun jika Anda setuju dengan usul saya."Thania langsung menganggukkan kepalanya setelah diberi tahu akan membantu Hans untuk bertemu dengannya."Saya akan menyetujuinya jika memang itu tidak akan membahayakan dia, Pak. Saya ingin bertemu dengannya meski hanya sebentar. Jadi, tolong usahakan agar bisa membawa Hans kemari, Pak."Thania memohon kepada lelaki itu untuk membantunya bertemu dengan Hans. Dony kemudian