Hantaran Diminta Kembali"Kok, melamun? Kamu dengar ucapanku, nggak?"hardik Rizal dengan suara keras. Lila tersentak dari lamunannya. "Iya, dengar," sahut Lila ragu. Ia tidak yakin Rizal bicara apa. Tapi Lila hafal pria itu memang hanya ingin mengganggunya dan selalu mencari-cari kesalahannya saja. "Aku siapkan makan malam," ucap Lila singkat, gadis itu membungkuk dan mengemasi barang belanjaannya yang tergeletak di meja. Ia memasukkan kembali barang-barang itu ke dalam kantung kreseknya. "Tidak usah masak, aku sedang ingin makan enak hari ini," sahut Rizal sambil menaikkan kedua kakinya di sofa. "Kamu ingin makan apa? Aku masakkan," tanya Lila tidak bersemangat. Rasa nyeri itu masih terasa di kepalanya. "Aku pesan makanan saja, aku tidak ingin selera makanku hilang karena masakanmu nanti tidak sesuai ekspektasiku," Sahut Rizal dengan nada dingin. Lila hanya diam. Ia malas berdebat karena ia merasa lelah. Lila beranjak menuju kamarnya. Lila memandangi ranjang yang rapi
Hantaran Diminta Kembali Rizal membuka pintu kamar. Ia mendekati Lila. "Ada dokter Hendra kemari!" Kata Rizal. Lila membuka matanya. Mengerjap beberapa kali karena terasa panas. Ia merubah posisi tidurnya. Rizal kembali menuju pintu kamar dan membuka lebar, mempersilahkan Dokter Hendra masuk. "Masuk!" Perintah Rizal pada dokter itu. Dokter Hendra memasuki kamar yang luas itu dan mengembangkan senyum lebar. Tatapannya segera tertuju pada ranjang. Ia sedikit heran melihat wanita yang duduk bersandar di ranjang itu. Ada seorang wanita yang duduk bersandar di ranjang besar dan mewah itu. Ia masih muda, Dokter itu mengira usia gadis itu lebih muda sekitar enam tahun di bawah Rizal. Ia tidak mengira istri baru temannya itu seperti gadis muda dengan penampilan yang sederhana. Hendra sangat mengenal Rizal dan Selvi. Wanita itu dan Selvi seperti begitu berbeda, bagai langit dan bumi"Selamat sore nyonya Rizal!" Sapa dokter itu ramah. Lila mengangguk sambil tersenyum. Ia mengi
Hantaran Diminta Kembali"Ada apa?" tanya Rizal menyerbu masuk. Ia mendengar suara benda yang pecah.Rizal melihat Lila berjongkok sambil memunguti pecahan gelas. "Aku mau minum, tapi gelasnya malah jatuh,"Sahut Lila sambil menekan dahinya. "Berdirilah, biar aku bersihkan," Rizal menggamit lengan Lila dan membantunya bangkit. Lila mendesis merasakan nyeri di kepala dan perutnya. "Tidurlah!"Rizal membantu Lila kembali berbaring dan segera menyelimutinya.Lila kembali meringkuk dalam selimut, tubuhnya kembali menggigil. Rizal menghela nafas dalam melihatnya. Rizal segera keluar kamar. Dengan tergesa Rizal menuju dapur. Mencari sesuatu yang tak ditemuinya di dapur itu membuatnya kesal. "Ada apa?" tanya Dokter Hendra mendekat. Yuda mengikuti di belakang. "Lila menjatuhkan gelasnya," sahut Rizal sambil menuang air ke dalam gelas. Ia kembali ke kamar dan membawa minuman untuk Lila. Pelan Rizal meletakkan gelas di meja nakas. Rizal duduk di sisi ranjang. "Kamu mau minum?" Riza
Hantaran Diminta Kembali Rizal melangkah keluar dari ruang direksi dengan langkah lebar. Tangannya membawa tas kerja dan beberapa map, sementara tangan yang lain tetap memegang ponsel yang masih melekat di telinganya. Beberapa map itu lolos dari pegangannya dan berjatuhan di lantai. Yuda mendekati Bosnya dan membantu mengemasi map dan kertas itu. Yuda membantu membawa map menuju ruang kerja Rizal. "Yud, bisa kirim asisten rumah tangga hari ini, nggak?" tanya Rizal masih fokus dengan ponselnya. "Bisa, Pak. Mereka sudah siap," Jawab Yuda lugas. "Bagus nanti antar mereka ke rumah sepulang kerja, ya!" ucap Rizal sambil mendorong pintu ruang kerjanya dengan siku. Karena di tangannya membawa tas dan ponsel yang masih menempel di antara pipi dan telinganya. Yuda mengekori langkah Rizal dan meletakkan tumpukan map di meja. "Lila kemana saja, sih?" Omel Rizal sambil menatap ponselnya. Rizal seketika menoleh. Jadi bosnya itu sedang sibuk menelpon istrinya. "Kenapa, Pak?" tany
Hantaran Diminta Kembali Dengan langkah ringan Rizal keluar dari kantornya. Ia menyapa satpam yang membukakan pintu untuknya. Satpam baru itu tersenyum semringah seolah baru mendapat gaji lemburan karena mendapat sapaan ramah Bos besar. Jarang sekali pria nomer satu di kantor itu bisa menebar senyum ramahnya sepulang kerja. Padahal satpam itu sudah khawatir akan mendapat amarah Rizal setelah membiarkan Aiza memaksa masuk ruang kerja Rizal. Keramahan Rizal hari itu seperti membawa aura baik pada pegawai yang lain. Mereka merasa Rizal berbeda dan lebih ramah. Tak seperti biasanya, angkuh, dingin dan sedikit kejam saat ada yang melakukan kesalahan. "Yud! Aku pulang sendiri, kamu langsung jemput para pekerja itu,"ucap Rizal sambil membuka pintu mobil. Yuda mengangguk ramah dan segera beranjak menuju mobilnya. Mereka segera melaju menuju ke tujuan masing-masing. Rizal memasuki rumah yang tampak sepi. Ia segera menuju kamarnya. Rizal menghela nafas ketika melihat masih a
Hantaran Diminta Kembali Lila melirik Selvi yang menatap piringnya dengan nafas memburu. Lila merasa sedikit kasihan pada wanita itu. "Ayo, buka mulutnya!" ucap Rizal sambil mengarahkan sendok ke mulut Lila."Aku sudah kenyang!" kata Lila dengan tak enak hati. Ia melihat ke arah Selvi, tamunya yang terlihat tak bahagia itu. Tapi Rizal tak berminat menoleh ke sampingnya. "Mbak Selvi mau minum?"tanya Lila sambil menuang air dari pitcher ke gelasnya. Lila tersentak. Selvi tiba-tiba membanting garpu dan pisaunya di atas meja kaca itu hingga menimbulkan suara dentingan yang keras dan membuat semua orang tersentak. "Kamu ngapain, sih!" tegur Rizal dengan nada marah. "Kamu maunya apa? Kenapa kamu tidak memakan makanan dari aku?"Seru Selvi dengan nada marah, air matanya tampak menggenang. Lila pelan mengambil tisu dan melap mulutnya. Ia mulai salah tingkah melihat kejadian yang menegangkan di depannya itu. "Kamu mau memanasi aku dengan memperlakukan wanita itu istimewa, begitu
Hantaran Diminta Kembali "Aku sudah sembuh, kamu enggak usah khawatir!" ucap Lila dengan percaya diri. "Kamu seharusnya tidak perlu memperkerjakan banyak pegawai." Imbuh Lila lagi. "Jadi kamu mau aku memecat salah satu dari mereka?" tanya Rizal serius. "Enggak juga, tapi bagaimana, ya?" sahut Lila bingung menjawab sendiri pertanyaannya."Kamu tidak suka dengan mereka?"tanya Rizal menyelidik. "Enggak juga, mereka sepertinya baik dan masih muda, cantik-cantik lagi!" ucap Lila sambil menghempaskan tubuh di sofa itu. "Kamu pintar memilih pegawai, ya!" sindir Lila tanpa menatap Rizal. "Mereka pegawai yang direkomendasikan Yuda," sahut Rizal menegaskan bahwa para pekerja itu adalah pilihan Yuda. "Oo, i see," gumam Lila sambil manggut-manggut. "Apa Yuda ingin mendekati salah satu dari gadis itu?" tanya Lila setengah berbisik. "Meski saya jomblo, tapi saya tidak berniat menikahi asisten rumah tangga!" sahut Yuda datar. pria itu tiba-tiba muncul di ruangan itu."Sombong, kamu!" ci
Hantaran Diminta Kembalil Lila kembali berbaring. Matanya tak bisa terpejam, ucapan Rizal masih terngiang jelas di telinganya. Apa hukuman yang akan ia terima nanti? Apa Rizal akan mengadu pada orangtuanya? Lama merenung membuat Lila lelah, dan akhirnya Lila tertidur. Rizal merasa pegal, ia merubah posisi tidur. Bergerak dengan wajah sewot karena ia tak kunjung bisa memejamkan mata meski ia merasa sangat lelah. Rizal menoleh pada Lila, dengan nyenyaknya gadis itu tertidur bahkan sampai suara dengkuran halusnya yang terdengar. Rizal menatap gemasBisa-bisanya ia tidur nyenyak setelah dimarahi dan justru Rizal sendiri yang tak bisa tidur karena masih emosi. Rizal mengambil satu guling itu dan ia singkirkan sekenanya. Rizal menepuk pipi Lila"He, tukang tidur, bangun!" seru Rizal menepuk pipi Lila beberapa kali. Cepat Lila menepis tangan Rizal dan membuka mata dengan gelagapan. "Lap itu liurnya!" Seru Rizal kesal. Lila melap ujung bibir dengan tangannya. Gadis itu mengerja
Hantaran Diminta Kembali"Yud, cepat, ya!" seru Rizal dengan gusar. Ia menatap Lila yang nampak duduk dengan gelisah sambil beberapa kali menghembuskan nafas dengan cepat. "Ambil nafas, sayang!" ucap Rizal sambil mengusap keringat di dahi Lila. "Ambil nafas mulu, sudah ngos-ngosan ini!" seru Lila marah sambil melirik dengan tatapan tajam. Rizal bungkam seketika. "Iya, sabar, ya!" ucap Rizal tetap bersikap tenang sambil mengelus pinggang Lila. Dengan cepat Lila melesakkan dirinya dalam pelukan Rizal. Mencoba tenang dan menikmati sensari nyeri dan mulas yang semakin terasa. "Tenang, ya!" kata Rizal kembali sambil melirik ke depan. Jalanan di depan terlihat padat dan gelap. Banyak lampu terlihat di depan mereka, menandakan kondisi jalan yang sedang ramai. Lila diam, merasakan dada suaminya yang berdegub keras tak beraturan. Menandakan pria itu juga panik dan merasakan ketegangan yang sama. "Macet, pak!" keluh Yuda sambil membuang nafas kasar. Ia melirik Lila di jok belakang den
Hantaran Diminta Kembali Lila menajamkan pandangannya saat ia melihat sosok berbaju putih dengan rok lilit batik berwarna hitam itu, terlihat sibuk di antara meja prasmanan. "Yulia!" seru Lila tak percaya. Gadis yang dipanggil segera menoleh dengan cepat dan tampak terkejut. "Lila! Oh ... maaf, Nyonya!" Yulia menyapa dengan gelagapan. Lila tampak terkejut, ia mendekati Yulia dan menggamit lengan Yulia untuk ke pinggir ruangan. "Ngapain manggil Nyonya?" Lila bertanya sambil mendongakkan dagu. Yulia tersenyum kikuk. "Eh, Nyonya-" Yulia menyebut lagi panggilan resmi itu dengan kaku. "Kenapa harus bersikap formal begitu, kalau teman, ya, sapa saja seperti biasa, Mbak," sela Rizal sambil mendekat. "Maaf, Pak, kan para tamu tamu di sini semua orang terhormat," Sahut Yulia malu-malu sambil membenahi celemek kecil yang melingkari pinggangnya. "Saya kok malah sok akrab sama ...." Yulia tidak melanjutkan ucapannya. "Ya ampun! bisa-bisanya, ya kepikiran begitu?"sergah Lila kes
Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri menghadap kaca besar di kamarnya. Ia menipiskan bibir melihat bentuk tubuhnya yang terpantul di kaca itu. Kemudian melempar pandangan ke arah ranjang dengan lelah. Tampak setumpuk baju tergeletak di atas ranjang. "Belum siap, juga?" Rizal berjalan memasuki memasuki kamar dan melihat istrinya itu masih belum bersiap. "Kenapa? Bajunya sudah jelek semua?" Rizal bertanya dengan nada lembut sambil mengamati gaun-gaun itu. "Bukan bajunya yang jelek, aku yang yang terlihat jelek," keluh Lila sambil menatap lagi bayangan dirinya di cermin. Rizal tersenyum menatap wanita yang tengah hamil besar itu. Wanita yang memakai gaun sutra yang flowy itu sudah terlihat begitu anggun dan cantik di matanya. "Kamu cantik dan seksi sekali!" Rizal berkata sambil mengambil selembar scarf untuk Lila. Namun Lila tidak terpengaruh pujian itu. Ia hanya mengira Rizal hanya sedang menghiburnya saja. Menurut Lila, mana ada wanita hamil dengan perut membuncit dan b
Hantaran Diminta Kembali Dimas tersentak, bibirnya sampai terbuka saking terkejutnya. "Bangun, nggak! cari kerja sana!" Sari menghardik sambil menunjukan jari ke pintu ke pintu."Kau tahu aku juga setiap hari pergi melamar kerja," sahut Dimas seraya bangkit dari ranjangnya Ia melihat Sari sudah mengenakan seragam warna khakinya. Wanita hamil itu sudah siap bekerja. "Aku menyuruhmu kerja, bukan hanya mencari kerja!" Sari berseru marah. "Aku kan sudah berusaha, Sari!" Dimas menyahut sambil meruyak rambut dengan kasar. "Berusaha itu ada hasilnya, tapi ini tidak!" Sari memotong dengan suara melengking. "Ingat, aku hampir melahirkan, Mas dan aku masih terus bekerja, bahkan cari obyekan ke sana kemari demi cicilan mobilmu," seru Sari makin emosional. "Iya, iya, aku akan kerja!" Dimas menyahut gusar."Aku seperti ini juga gara-gara kamu!" Dimas balik berteriak dan segera beranjak menuju ke kamar mandi dan menutupnya dengan keras. Bu Eni yang sedang menjemur baju di samping ruma
Hantaran Diminta Kembali Selvi memasuki mobilnya dengan wajah ceria. Sebuah telepon pagi ini membawa kabar yang membuat mood-nya seketika membaik. Tumben pria angkuh itu menelpon, meminta dirinya datang ke kantornya jam sepuluh pagi ini. Rizal tak perlu memohon, Selvi seketika menyanggupi akan datang saat itu juga."Tentu, dengan seneng hati," sahut Selvi dengan nada manja. Selvi melonjak girang, melempar ponsel di atas ranjang dan gegas menuju kamar mandi, memakai baju terbaik dan sedikit mengekspos keindahan tubuhnya, menyemprotkan parfum beraroma seksi seluruh tubuhnya, bahkan ia sibuk memilih sepatu dan tas termahalnya. Semua harus istimewa demi memenuhi panggilan Rizal. "Kamu yakin mau datang memenuhi panggilan Pak Rizal?" Elsa bertanya ragu. Melirik Selvi yang asyik mengemudi sambil bersenandung. "Tentu saja, kapan lagi aku memuaskan rindu pada Zal, kalau tidak mendatanginya pagi ini," sahut Selvi seraya mengibaskan rambut panjangnya. "Entahlah, aku merasa ia akan
Hantaran Diminta Kembali Rizal perlahan membuka pintu kamar. Ia tersenyum melihat sosok yang berbaring di atas ranjang. Lila sudah pulas dengan posisi seenaknya. Kakinya bahkan menggantung begitu saja. Rizal mendekat dan membenahi posisi kaki Lila yang menggantung. Rizal terkejut saat melihat kaki Lila agak bengkak. Diusapnya pelan kaki itu, membuat Lila terusik. Ia hanya menggerakkan kaki dan kembali pulas. Rizal berdiri dan beranjak keluar dari kamar. Rizal segera menuju ruang tengah, karena masih mendengar suara dari televisi dari ruang itu. Ibu dan bapak masih duduk sambil selonjoran di sofa. Rizal dan Lila memang memutuskan menginap di rumah mertuanya itu. "Kenapa belum tidur, Mas?" Bapak bertanya pada menantunya itu. Rizal dengan santai duduk di dekat kaki ibu mertuanya. Bu Eni tersenyum, kebiasaan Rizal saat kecil dulu masih tak berubah hingga ia menjadi dewasa."Belum ngantuk, Pak," sahut Rizal sambil menoleh pada ibu yang kini membenahi letak jilbabnya. "Buk,
Hantaran Diminta Kembali Lila menyalami para tamunya dengan wajah ceria. Sementara para mereka mengucapkan terima kasih dan mendoakan kebaikan untuk Lila. Para tamu mendapat hidangan yang berlimpah dan mendapat sufenir yang mewah.Lila dan Rizal telah menjamu tamunya dengan baik. Mereka tidak membedakan antara tamu relasi Rizal atau para warga kampung dan keluarga, semua berbaur bersama dalam satu ruangan. Hanya berbeda tempat antara tamu pria dan wanita saja. Satu hal yang tak akan mereka lupakan dalam acara itu adalah upaya Sari yang hampir mencelakai Lila dengan mencoba mencampur pil penggugur kandungan itu pada minuman Lila. Para tamu dan tetangga kini sibuk bergunjing, bagaimana nasib Sari setelah ini, apakah wanita hamil itu akan mendekam di penjara untuk waktu yang lama. "Kalau aku yang jadi Lila, akan aku laporkan si Sari ke kantor polisi," bisik Bu Eneng dengan ketus. "Iya, Bu. Ini kejahatan yang direncakanan, efek obat itu berbahaya sekali, Bu!" sahut Bu Ema, wani
Hantaran Diminta Kembali"Pinternya, playing victim!" Yuda berdecak muak. "Aku tidak bersalah!" Sari berteriak histeris mengundang kerumunan para tamu. Mereka merubung, ingin mengetahui perselisihan dua keluarga yang memang sudah sejak lama mereka ketahui itu. Sudah bukan rahasia lagi jika dua keluarga itu tidak akur. Ada yang pro dan kontra, meski tak sedikit yang ikut membenci keluarga Lila karena hasutan Bi Pur dan rasa dengki mereka."Jangan asal menuduh, Mas, kalau tak ada bukti!" Seorang wanita yang merupakan tetangga mereka ikut mendukung. "Bukti ini kurang jelas?" Sentak Yuda menunjukkan pecahan gelas dan butiran tablet yang hampir larut itu. "Pasti ada orang lain yang meletakkan di sana, dan kebetulan Sari yang mengambilkan minuman untuk Lila!" seru Bi Pur berang. "Maksud baik dibalas fitnah!" imbuh Bi Pur memanaskan suasana. "Sungguh aku tidak bersalah, Bu, aku difitnah!" Sari menangis tersedu-sedu sambil bersimpuh. Para tamu yang kebanyakan ibu-ibu itu merasa jat
Hantaran Diminta Kembali Sari takjub melihat suasana acara empat bulanan itu, Kemeriahannya seperti sebuah pesta pernikahan. "Duh, ini berlebihan! mereka mau pamer kalau sudah jadi keluarga sultan!" Bi Pur bergumam nyinyir.Sari hanya diam, dongkol sekaligus iri melibas hatinya. Acara empat bulanan kehamilan Sari tidak semeriah acara ini, biasa saja. Hanya pengajian ibu-ibu kampung. Mereka memasuki tenda yang penuh hiasan bunga segar itu. Seluruh bagian dan isi tenda yang berhias kelambu satin dengan warna pink dan putih itu tak luput dari perhatian mereka. Lila menjadi seorang ratu dengan pakaian yang indah, duduk di kursi putih dikelilingi bunga dan didampingi, suami, orangtua, mertua, bahkan bahkan ipar dan semua keponakannya yang semua memakai baju bernuansa biru muda. Lila seperti ratu dengan kecantikan paripurna. Rizal terlihat beberapa kali melirik dan tersenyum menatap istrinya. Mereka terlihat sangat bahagia. "Perasaan, si Lila makin cantik, ya?"Salsa, adik bu