Part 2
~~~~~~
Hariku kembali berwarna setelah kehadiran Nurma, perempuan manis yang kini sedang menikmati kesendiriannya pasca kandasnya hubungannya yang pertama dengan suaminya, Bayu. Ya, Bayu namanya. Laki-laki tak beradab yang tega mempermainkan perasaan Nurma begitu dalam.
Ah ... Andai saja ia bertemu denganku lebih dulu, pasti aku tidak akan mengecewakan wanita seperti Nurma. Namun, tak masalah, karena tanpa rasa sakit itu mungkin kini aku tak akan tahu bahwa sesungguhnya Nurma adalah wanita yang kuat dan tangguh.
Kutatap wajah mungilnya dari balik kaca mobil, ia berjalan pelan menghampiri mobil yang berhasil kulunasi dengan bayaran yang kuterima darinya, yaitu mencari tahu tentang masalalu mantan suami dan iparnya.
Hari ini ia terlihat lebih segar, dengan memakai atasan warna hijau muda, celana jins dan tas selempang kecil terpasang di bahunya. Ia juga tak pernah lupa mengenakan jam tangan kecil di lengan kirinya, meskipun kecil tapi aku bisa
Part 3~~~~~~Jika biasanya aku selalu semangat setiap kali jam kerja Nurma selesai, tapi tidak kali ini. Itu semua karena Yosy memaksaku untuk bertemu dengannya. Ya ... Tepat saat aku akan bertemu dengan Nurma. Padahal tahu sendiri kan, saat-saat bersama Nurma itu sangatlah aku nanti. Tapi Yosy merusak segalanya."Va, kamu nggak pulang?" ucap Nesa, wanita yang meminta bantuanku untuk menyelidiki dimana ayahnya yang pergi tanpa kabar selama sebulan ini."Bentar deh. Kamu duluan aja, jangan lupa kirimin berkas-berkas bokap kamu, ya. Kalau bisa besok mau aku kerjain," jawabku singkat dengan dijawab anggukan kepala olehnya.Kubuka benda pipih di saku celanaku. Pukul setengah dua belas, sedangkan Nurma pulang pukul satu.[Nur, seandainya kamu jemput Mira sendiri bisa nggak? Sama Bu Maryam aja? Aku mendadak ada urusan penting nih]Dengan lesu kukirim pesan singkat itu pada Nurma. Semoga saja ia tak keberatan dengan permintaanku.[Ba
Part 4~~~~~~Untuk beberapa saat tubuhku membeku setelah mendengar penuturan Nurma, bahwa seorang teman yang ia ceritakan juga bernama Yosy. Sama seperti wanita yang kini mengikat cinta denganku."Va, kamu kenapa?" tanya Nurma membuyarkan lamunanku."Ah ... Maaf, aku tidak sengaja. Tiba-tiba saja kepalaku pening," kilahku dengan memijit pelan pelipisku."Gantian aku yang nyetir, ya? Kamu duduk aja di sini,""Nggak usah, aku masih kuat," jawabku lantas menginjak pedal gas pelan. Masih terngiang jelas di telingaku saat Nurma menceritakan detail tentang temannya yang juga bernama Yosy."Nur, mengenai temanmu tadi, emang namanya Yosy siapa?" tanyaku sedikit penasaran, aku hanya ingin memastikan bahwa Yosy yang ia ceritakan bukanlah Yosy yang kukenal."Oh, tadi. Namanya Yosy Maharani. Kamu kenal?"DeghYosy Maharani? Sama persis dengan Yosy yang siang tadi sudah memaksaku untuk memenuhi semua kemauannya.Astaga
Part 5~~~~~"Adit! Tunggu. Sudah cukup kamu memperlakukanku seperti ini. Entah apa yang mendasari rasa bencimu hingga kini kamu merasa sangat dendam kepadaku, tapi aku mohon, maafkan aku, lupakan ... Mari kita hidup dengan lembaran baru," tandas Nurma saat kami berpapasan dengan seorang pria yang beberapa kali bertemu denganku dan Nurma.Pria yang disebut sebagai Adit itu menoleh, sesaat setelah ia dengan sengaja menabrak bahu Nurma kasar. Suasana ramai parkiran rumah sakit tak menjadikannya diam dan tak mencari gara-gara dengan Nurma."Jika memang kamu menginginkanku tak menemui dan ada di depan matamu lagi, akan aku lakukan, tapi tolong ... Jangan bersikap seperti anak kecil seperti ini. Toh semua sudah berlalu, tak seharusnya kita terus terjerat pada kenangan masa lalu." Nurma kembali berceloteh, membuatku semakin bingung dengan mereka berdua. Sebenarnya, ada hubungan apa?Tanpa menjawab perkataan Nurma, pria itu melengos dan pergi meninggalkan
Part 6~~~~~~Aku bagai orang b*doh yang sedang dipergoki tengah bertelanjang di depan umum. Ya, aku merasa sangat malu dan serasa tak punya harga diri ketika Nurma bercengkerama manis dengan Yosy, tunanganku.Andai saja aku dapat memutar waktu, pasti aku akan lebih dulu melepas Yosy meski apapun terjadi daripada harus seperti ini. Aku tak beda jauh dengan Bayu yang menjalani hubungan dengan dua wanita sekaligus, dan mereka pun saling kenal.Entah, apa yang akan Nurma lakukan jika ia tahu bahwa aku ini adalah tunangan Yosy."Kamu ngapain di sini?" Kudengar samar Yosy bertanya pada Nurma.Dengan sengaja aku berdiri dibalik tembok tempat mereka bertemu, aku takut jika mereka membicarakan tentangku. Lebih baik aku jujur daripada mereka harus tahu dengan cara seperti ini."Tadi jenguk ibunya temenku. Kamu ngapain di sini? Siapa yang sakit?""Oh ... Ini, calon mertuaku masuk rumah sakit. Penyakit jantungnya kambuh," sahut Yosy
Part 7~~~~~~Selama perjalanan, Yosy terlihat menekuk wajahnya. Ia juga terus menatap ke luar jendela mobil. Entah, apa yang sedang ia pikirkan. Tak biasanya dia bersikal seperti itu. Tapi tak apalah, apa peduliku?Kau sungguh merebut akal sehatkuTentang cinta dan pengertiannyaSampai 'ku tak jadi diriku sendiri'Tuk mendapatkan hatimuCinta tulus yang ada di hatikuMembutakan semua logikaDan apa yang akhirnya kuterimaTernyata 'ku hanya pelarianmuSeharusnya 'ku mundur sajaSaat pertama kau beriku rasaRasa cinta yang ternyata tak bisaTak bisa 'tuk memilihSatu di antara dua hatiCinta tulus yang ada di hatikuMembutakan semua logikaDan apa yang akhirnya kuterimaTernyata 'ku hanya pelarianmuSeharusnya 'ku mundur sajaSaat pertama kau beriku rasaRasa cinta yang ternyata tak bisaTak bisa 'tuk memilihSatu di antara dua hatiSeharusnya 'ku mundur
Part 8~~~~~~Kami saling terdiam untuk beberapa saat, tak sekali pun netra ini mampu menatap Nurma. Sudah pasti setelah ini aku akan kehilangan Nurma. Ah, kenapa nasibku selalu saja seperti ini."Nur, maaf, aku mau bicara," ucap Yosy memecah keheningan.Nurma terlihat mendongakkan kepala, sedangkan degub jantungku semakin tak terkendali."Ya, bicara lah."Singkat dan dingin, Nurma menjawab perkataan Yosy, tak seperti Nurma yang biasa kukenal."Em ... Setelah pertemuan kita beberapa saat yang lalu, aku kini sadar, bahwa semua ini salah. Aku tak seharusnya seperti ini," kata Yosy yang membuatku semakin bingung."Ada apa? Katakan saja, bukankah kita adalah teman baik?""Ya, karena itulah. Aku sangat menyayangimu, bahkan telah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri." Yosy menatap Nurma lekat, entah apa artinya, "aku sadar aku telah salah memaksakan kehendak seperti ini. Dia, pantas bahagia meski tak bersamaku," lanjut Yosy
Part 9~~~~~~Pada akhirnya aku menuruti kemauan Adit dengan bertemu dengannya di sebuah cafe yang tak terlalu jauh. Aku ingin tahu bagaimana sebenarnya kisahnya dengan Nurma sehingga mereka terlihat seperti orang yang sedang bermusuhan.Kulangkahkan kakiku menyusuri cafe Brilian yang tak terlalu luas ini sembari menengok keberadaan Adit. Entah hal apa yang ia ingin bicarakan hingga katanya tak dapat dibicarakan lewat telepon.Hingga pada akhirnya kedua netraku menangkap sosok Adit tengah duduk di pojok dengan memegang cangkir kopi hitam yang terlihat masih mengepulkan asap panas. Tergesa aku lantas menemuinya, karena setelah ini aku berencana akan bertemu Andro untuk sebuah pekerjaan."Adit," sapaku ketika telah sampai di sampingnya.Ia terkejut, lalu menggeser cangkir kopinya dan mempersilahkanku duduk. Ia terlihat lebih santai hari ini, tidak garang seperti biasanya."Em, ada apa mengajakku ketemu?" tanyaku langsung pada intinya.
Janda Terhormat**"Tolong jauhi pria itu. Dia ayah dari anak saya!"Tubuhku terperanjat saat seorang perempuan berparas cantik, rambut lurus sebahu berdiri tepat di depanku yang sedang duduk menunggu taksi online. Tatapannya garang, seolah memendam kebencian dalam manik matanya."Kamu sudah berani-beraninya merebut kasih sayang cinta pertama anakku! Dasar wanita lakn*t!"Ada apa ini? Siapa sebenarnya wanita ini. Bahkan sebelum ini aku sama sekali tak mengenalnya."Mbak, Anda salah orang?""Tidak. Saya tidak salah orang. Anda lah orang yang telah merebut pria itu dari anakku."Lagi-lagi dahiku mengernyit. Wanita ini sangat aneh, bahkan dia berteriak dengan lantangnya di halaman puskesmas yang masih ramai beberapa pegawai yang lalu-lalang hendak pulang.Aku lantas berdiri, lalu menatap wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepala?"Mbak, tolong. Jangan asal tuduh. Anda siapa? Apa hubungannya saya dengan ana
Janda Terhormat (39)Extra Part.."Pakeettt ...."Kutajamkan indera pendengaranku. Sepertinya ada seorang kurir yang mengantarkan paket di depan sana.Aku lantas berdiri dan membukakan pintu depan. Rupanya Pak Amin, satpam di rumahku hendak membawakan paket itu ke dalam rumah."Maaf, Bu. Ada paket," katanya.Aku tersenyum, lalu mengambil bungkusan itu dari tangannya. "Terimakasih, Pak," kataku lalu kembali masuk ke dalam rumah dan hendak membuka paket itu.Aku sedikit heran, karena setahuku aku sama sekali tidak mempunyai paket atau barang yang kubeli melalui online. Shima masih sekolah hari ini, jadi aku hanya di rumah sendirian.Kubuka perlahan paket yang tak kutahu dari siapa itu. Ukurannya besar, tapi tak terlalu berat. Sebetulnya aku sedikit khawatir, takut jika ternyata ini adalah sesuatu yang membahayakanku ataupun keluargaku karena memang paket ini ditujukan untukku, tertera nama dan nomor ponselku. Besar kemungkinan, orang yang mengirimkan paket ini adalah orang yang tela
Janda Terhormat (38).."Kenalkan, ini Adis, calon istriku," ucap Deva membuatku dan Adit terkejut.Secepat itu dia mendapatkan calon istri?Wanita itu mengulurkan tangannya padaku, lalu kusambut dengan senyuman lebar. Tak masalah bagiku Deva telah mendapatkan penggantiku, toh memang ini yang aku inginkan."Nurma ...." Dia tersenyum, manis sekali."Dia anak dari guru ngajiku, ayahnya memintaku untuk menikahinya. Jadi kuputuskan untuk menikah dua minggu lagi. Dan aku harap, kalian jadi anggota yang turut serta mengurus semua acaraku nanti, ya," tutur Deva menerangkan, bahwa ternyata wanita itu adalah anak dari seorang guru tempatnya belajar soal agama. Mungkin bisa jadi dia dan Adis bertaaruf, itulah sebabnya mereka langsung akan menikah."Tentu, kami akan menjadi orang pertama yang akan mengurus acara pernikahan kalian. Tenanf saja," terang Adit dengan gembira.Aku lantas menganggukkan kepala, setuju dengan kata-kata Adit bahwa kami akan membantu semua acara pernikahannya. Aku senang,
Janda Terhormat (37)...Hari ini kami bertiga berencana pergi ke kebun binatang. Tak lain, itu semua untuk menyenangkan hati anak perempuan kami, Shima. Sedari pagi dia sudah sangat antusias dengan liburan kami kali ini.Sudah seminggu ini aku resmi tinggal di rumah Adit, menemani tumbuh kembang Shima sembari belajar menjadi istri yang baik dari sebelumnya. Jika kemarin aku gagal dalam pernikahan, tapi kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Sebisa mungkin pernikahan ini harus menjadi yang terakhir di hidupku."Bundaaa ... Ayo berangkat," teriak Shima dari ruang tamu ketika aku tengah menyiapkan bekal.Ya, sejak aku resmi menjadi ibunya dia memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan aku yang meminta, melainkan dia sendiri yang memanggilku seperti itu.Tak masalah, toh semua panggilan itu tetap bagus, terlebih jika ditujukan kepada orang tersayang. Adit pun juga setuju ketika Shima ingin memanggilku dengan sebutan bunda."Iya, sebentar, Sayang. Panggil papamu, sudah siap belum," jawabku dar
Janda Terhormat (36)..Tiga bulan kemudian ...."Bagaimana para saksi? Sah?" ucap penghulu menggema di ruangan yang telah di dekor dengan nuansa warna pastel ini.Dadaku bergemuruh, ketika kutunggu jawaban dari para saksi yang duduk di samping penghulu. Kulihat butiran bening sebesar jagung juga memenuhi dahi Adit yang tengah duduk di sampingku dengan berjabat tangan dengan penghulu.Ya, hari ini adalah hari pernikahanku dan ayah mewakilkan kepada penghulu karena tak kuasa menikahkanku sendiri. Seketika tubuhku terasa ringan ketika para saksi mengatakan kata 'SAH' secara serempak. Adit mengulurkan tangannya, lalu kusambut dengan menciumnya penuh takzim. Hatiku sejuk, ketika bibirku menyentuh punggung tangan Adit yang kini telah menjadi suamiku.Akhirnya, kesendirianku selama ini terbayar sudah dengan acara hari ini. Kekosongan dalam hatiku beberapa tahun ini telah terisi dengan hadirnya sosok Adit di sampingku saat ini.Adit lantas mengambil kotak cincin, lalu memasangkannya di jari
Janda Terhormat (35).."Hallo, Tante ...." sapa Shima begitu sampai di rumahku.Aku sengaja menunggunya di teras, selain tak ada pekerjaan juga karena memang aku sangat senang begitu Shima akan kemari. Meskipun dia tidak ada ikatan darah denganku, tapi rasa sayangku melebihi apapun padanya. Mungkin jika aku memiliki seorang anak, rasaku akan seperti ini juga."Hallo, Sayang," sapaku dengan mencium pipinya singkat.Adit berdiri di belakang Shima, lalu mengelus singkat puncak kepala anaknya itu. Tak kusangka, sebentar lagi Shima akan menjadi anakku. Semoga saja aku bisa menjadi seorang ibu yang baik untuknya."Kamu nggak sibuk, Nur?" tanya Adit begitu Shima telah melepaskan pelukannya dari tubuhku.Aku menggeleng singkat lalu menatapnya, "enggak, emangnya kenapa?""Kalau kamu sibuk, Shima nggak aku tinggalin."Mendengar penuturannya aku lantas mencebik. "Enggak lah. Kalau aku sibuk mana mungkin sekarang santai-santai di sini," jawabku dengan sedikit cemberut."Ya siapa tahu kamu sedang
Janda Terhormat (34).."Bagas gimana, Nur?" tanya Adit ketika aku telah berada di dalam mobilnya.Aku yang semula masih melamun lantas menoleh kearahnya. "Em ... Dia udah mendingan. Semoga saja dalam waktu dekat ini kondisinya semakin membaik."Kuhela nafas panjang, "sedih rasanya melihat ada orang yang sampai sedepresi itu hanya karena kegagalan cinta."Adit justru terkekeh, "untung aja kamu dulu enggak, ya?""Maksud kamu?""Ya, untung aja kamu nggak depresi setelah kegagalam cintamu yang berkali-kali itu. Kamu kan bucin parah sama suamimu dulu," ucapnya meledek.Aku hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Memang benar kata Adit, dulu aku terlalu cinta dengan mantan suamiku. Hingga rasanya duniaku telah tertutup dengan semua sikap manisnya yang palsu.Tak hanya sekali, aku seakan terombang-ambing dalam dunia percintaan tak hanya sekali. Dengan Deva sekalipun. Saat itu hatiku sempat patah, rapuh dan seakan tak ingin membuka hati lagi sampai pada akhirnya soso
Janda Terhormat (33)..Aku masih berdiri dengan seluruh tubuhku bergetar. Ya, sejujurnya saja aku juga takut kalau Bagas beralih menyerangku. Hanya saja aku tak punya pilihan lain ketika Della pun sedang ada di posisi sulit.Kuhembuskan nafasku panjang, berusaha menenangkan diriku untuk berusaha mendekati Bagas. Sebenarnya dia tidak jahat, hanya saja saat ini pikirannya sedang terguncang. Jadi wajar jika dia bersikap demikian."Bagas, tolong lepaskan pecahan vas itu dari tanganmu," kataku lembut.Entah kenapa Bagas bisa kambuh seperti ini. Aku belum sempat mencari tahu penyebabnya, yang penting sekarang adalah aku menyelamatkan Della terlebih dahulu.Bagas masih terdiam, memandangku tanpa menurunkan vas bunga dari hadapan Della. Aku maju selangkah demi selangkah mendekatinya.Meskipun Della memberi isyarat agar aku tak mendekat, tapi rasa kemanusiaanku tetap berjalan di depan. Terlebih, aku tahu bahwa sebe
Janda Terhormat (32)..Hari ini mungkin bisa kukatakan adalah hari yang sangat bahagia untukku. Dimana hari ini, Adit menyatakan perasaannya langsung di depan kedua orang tuaku.Ya, setelah kemarin siang aku juga mengutarakan perasaanku bahwa aku pun juga memiliki rasa padanya. Malam ini dia datang dengan di temani Shima, anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi anakku juga."Nak Adit. Terimakasih kamu sudah mau menerima kekurangan dan keburukan Nurma. Bapak dan Ibu tidak bisa berbuat banyak untuk kalian. Semua hal kami serahkan pada kalian," tutur ayahku menasehati.Aku dan Adit saling berpandangan, tapi kini aku sudah mulai membiasakan diri untuk tidak terlihat gugup di depannya. Padahal sebelum ini, aku sama sekali tidak canggung ataupun gugup jika sedang berada di dekatnya. Namun entah kenapa, sekarang justru seperti ini."Baik, Pak. Terimakasih juga, Bapak dan Ibu mau menerima saya. Semoga kedepannya kita bisa menjadi keluarga
Janda Terhormat (31)..Dear Nurma ....Hai, semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan seperti pecundang yang tak berani menghampirimu secara langsung, atau mengatakan hal ini secara langsung padamu.Nurma, maaf jika kehadiranku selama ini selalu mengganggu harimu, membuat hidupmu seakan penuh dengan tekanan. Kini aku sadar, bahwa aku tidak bisa memaksakan apa yang kuinginkan. Aku salah ... Dan sangat berdosa.Tidak sepantasnya, aku memaksa cintaku pada Adit. Atau menginginkan agar Adit kembali lagi padaku. Sejujurnya, aku melakukan semua itu semata-mata bukan karena aku terlalu tergila-gila atau terobsesi pada Adit, melainkan semua itu hanya kujadikan pelarian atas kisah cintaku dengan Bang Dewa.Sekarang kamu tahu, bagaimana rusaknya hidupku, kan? Mengenai skandalku dengan Bang Dewa hingga akhirnya aku keguguran. Rasanya hidupku sangat hina, ketika aku telah menyia-nyiakan pria sebaik Adit. Bahkan kini kamu pu