Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 30**
Sudah hampir seminggu ini aku dan Deva berusaha mencari keberadaan Mira, tentunya dengan bayaran yang setimpal, karena Deva juga butuh uang atas kerja kerasnya selama ini. Aku memilih mengajak serta Deva meskipun harus mengeluarkan uang daripada berjalan sendiri dan tak tau kemana arah tujuannya.
Sejak kepergianku dari rumah, aku hanya sekali menghubungi Arfan, sekedar menanyakan istrinya dan suamiku. Apa mereka sudah bersatu atau belum.
"Mas Bayu masih tinggal di sana, Mbak. Kalau Linda juga masih di sini, dia belum wajib keluar sampai kami resmi bercerai," tuturnya kala itu lewat sambungan telepon.
"Kamu serius mau pisah sama dia?"
"Serius lah, bila perlu aku juga tak akan menganggap Mas Bayu sebagai kakakku lagi. Terlalu kejam, Mbak," ucap Arfan lagi dengan desahan nafas yang dapat kudengar.
"Sabar, kita harus kuat dan bangkit dengan kedua kaki kita sendiri. Jangan sampai mereka ta
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 31(POV Bayu)"Tapi aku juga butuh keturunan, Mas. Kamu itu mandul, sampai kapanpun nggak bakal bisa kasih aku anak." Itulah ucapan Linda yang masih terngiang di kepalaku hingga kini.Ya, aku mandul. Sampai kapanpun tak akan bisa memiliki anak. Tapi aku pun juga tak rela ketika harus melihat Linda pergi dariku. Ia bagai candu bagiku.Cintaku pada Linda mengalahkan segalanya, termasuk rasaku pada Mira, kakaknya. Jahat? Memang, tapi bukankah cinta itu tidak bisa di salahkan?"Lagipula kamu juga akan menikah dengan wanita pilihan orang tuamu," lanjutnya lagi, ketika aku menuntut kesetiaannya."Aku terpaksa, semua kulakukan bukan atas dasar cinta. Kamu tahu sendiri, kan? Keluargaku bangkrut. Dan hanya lewat wanita itu lah keuangan keluargaku akan kembali seperti dulu lagi. Tapi aku mohon dengan sangat, jangan tinggalkan aku," pintaku padanya. Karena sungguh, aku tak rela jika harus berpisah darinya.
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 32**"Nih, pesananmu," ucap Deva sembari menyodorkan semangkuk bubur ayam kesukaanku.Pagi ini kita akan berencana mengunjungi Mira setelah seminggu ini ia tinggal lagi di rumah sakit jiwa. Aku pun juga telah mengajukan berkas-berkas perceraianku dengan Mas Bayu setelah pertimbangan yang matang.Jika dulu aku bersamanya tanpa cinta, maka kini aku juga akan melepasnya tanpa cinta. Cinta bisa datang dengan seiring berjalannya waktu, tapi aku pun yakin bahwa cinta ini akan pudar dengan seiring berjalannya waktu pula. Karena untuk bertahan pun hanya akan menghancurkan diriku sendiri."Terimakasih," sahutku dengan menerima pemberiannya.Sudah seminggu ini pula Deva selalu menemaniku tanpa bayaran. Ia berkata bahwa kini ia hanya akan menjadi temanku, bukan orang suruhanku. Tak enak memang, tapi aku pun juga butuh teman yang bisa menemaniku saat aku butuh."Jangan lupa di aduk dulu, baru dimakan,
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 33**Kupandangi langit jingga di ufuk barat sana saat Deva sedang membeli minum untuk kami berdua. Angin berhembus pelan, menerpa tubuhku yang kian kurus dan kesepian ini. Deva berjalan kearahku dengan membawa dua botol air mineral, dia adalah sosok lelaki yang kuat dan tanggungjawab. Sayang, sampai detik ini dia masih betah menyendiri."Nih, minum lah," ucap Deva seraya menyodorkan minuman dingin itu padaku.Aku tersenyum dan meraih botol yang ia sodorkan. Kembali aku menatap pertunjukan indah di langit senja. Sepasang burung berterbangan menambah indahnya warna jingga di ufuk sana."Sini aku bukain, kamu lama banget," ucap Deva saat aku tak kunjung membuka botol minumanku."Aku bisa sendiri, Deva." Aku menatapnya sekilas dengan bibir mengerucut."Kamu kenapa? Kambuh lagi diemnya. Mau ikutan kaya Mira?" ledek Deva tak lucu."Apaan, sih. Kamu moga-mogain aku depresi? Gila? Git
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 34**"Ada apa? Cepat katakan, aku sibuk," lanjutku dengan nada malas, berhubungan dengannya bak menyiram air garam ke atas luka yang baru saja hampir kering ini."Em ... Anu, aku ... Mau m-minta m-maaf. Juga ... Aku ingin kamu mencabut perceraian kita,"Kedua mataku membelalak mendengar penuturannya, jika dia minta maaf aku sudah pasti memaafkannya, tapi untuk mencabut berkas perceraian itu adalah hal yang mustahil."Sudah aku maafkan," jawabku ketus."Apa? Kamu serius? Berarti kita rujuk?" tanyanya lagi dengan suara menggebu.Dahiku mengernyit, maunya apa, sih?"Rujuk? Memangnya aku mengatakan hal itu?""Terus? Katanya kamu udah maafin aku?"Huufftt haaahhBicara sama Mas Bayu memang harus menggunakan otot, harus detail."Memaafkan bukan berarti rujuk, kan? Lagian aku kasian sama kekasih gelapmu itu. Udah nemenin sejauh ini terus mau kamu tin
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 35**"Kita lihat saja, begitu kita bisa membuktikan kebenaran ucapan Mira. Linda dan Bayu pasti akan langsung masuk penjara," lanjut Deva yakin, membuat hatiku girang.Tak sabar rasanya bisa menjerat mereka berdua di dalam penjara. Karena aku tak bisa berbuat banyak tanpa bukti-bukti yang kuat."Baiklah, besok biarkan aku ke tempat Mira. Semoga saja kesehatannya lebih baik lagi, dan aku bisa mengorek informasi lebih dalam darinya," ucapku kemudian."Aku temani?"Kualihkan pandangan darinya, takut jika nantinya pandanganku akan menjadi momok menakutkan bagiku."Em ... Tidak usah. Aku bisa sendiri. Mungkin aku akan kesana pulang kerja. Lebih baik kamu cari informasi dimana Linda dan Rio berada," jawabku.Deva terlihat kecewa, tapi aku sungguh tak ingin ada orang yang salah faham dengan kedekatan kami. Biarlah aku menjaga jarak dengannya jika memang itu yang terbaik."Yasudah, a
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 36**Kupandang Mira lekat yang masih terdiam memandang keluar jendela. Aku yakin, dia bukan tidak dengar dengan semua penuturan Linda, tapi dia hanya tidak ingin menjawab. Selain itu, aku juga yakin bahwa Mira akan sembuh dan bisa membantuku menjerat Linda serta Mas Bayu.Wajahnya cantik, hanya memang tak secantik Linda yang perawatan penuh, tubuhnya juga kurus tak seperti Linda yang sintal. Wajar, jika Mas Bayu sampai menduakan cinta kami hanya untuk Linda.Kuhembuskan nafas kasar, lalu mendekatinya dan duduk di sisi ranjang sepertinya."Hai ... Mira," sapaku pelan, tapi lagi-lagi tak ada jawaban darinya.Aku lantas berdiri dan mengambil sisir di atas nakas miliknya, tanganku dengan telaten menyisiri rambutnya yang kusut. Andai saja ia terawat pasti akan lebih cantik dari ini."Cepatlah sembuh, Mir. Kami semua menunggu jawabanmu," ungkapku pelan.Tanganku seketika terhenti ketika k
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 37**Ba'da Maghrib Deva baru sampai di rumahku, katanya ada kepentingan mendadak sehingga ia tak bisa segera datang ke rumah. Kami baru saja selesai Sholat Maghrib ketika Deva mengucap salam di depan pintu. Aku lantas membukakan pintu untuknya, lalu menyuruhnya masuk dan ikut makan malam bersamaku dan kedua orang tuaku."Tidak usah repot-repot, aku makan nanti aja di rumah," ucapnya pelan saat aku mengjaknya ke ruang makan."Tidak apa-apa. Ayo ... Nanti Bapak marah, loh. Lagian juga cuma makan," ajakku lagi."Deva, ayo sini. Nggak usah malu, cuma makan aja kok. Nggak apa-apa," teriak Bapak dari arah ruang makan.Deva menggaruk kepalanya asal, lalu tersenyum dan berjalan di belakangku. Persis seperti anak muda yang tengah malu saat bertemu dengan orang tua kekasihnya. Lucu sekali.Hingga akhirnya kami makan dengan hangat, Bapak pun juga tak terlihat kaku pada Deva. Membuatku merasa nyaman d
Hancur Karena Notifikasi M-bankingPart 38**Pertemuanku kemarin sore dengan Jihan membuat kepalaku sedikit pening. Aku tak tahu harus memulai semuanya dari mana, Deva pun juga terlihat kesulitan dalam hal ini.Hampir semalaman aku tak bisa tidur karena memikirkan bagaimana caranya bisa meyakinkan Mira agar ia mau berkata sejujurnya dan menceritakan detail peristiwa yang ia ketahui.Kupegang kepalaku yang masih sedikit pening, berusaha bangkit dari ranjang meski aku baru tidur beberapa jam karena harus berangkat kerja seperti biasa. Jika dulu aku selalu bersemangat ketika akan berangkat kerja, sekarang aku menjadi sedikit tak bersemangat karena ada Adit di puskesmas.Tokk tokk tokkKudengar daun pintu kamar di ketok oleh seseorang dari luar, pasti itu Ibu atau kalau tidak Mbak di rumah.Aku lantas bangkit dan membuka pintu perlahan, rupanya Ibu lah yang berdiri di depan pintu dengan membawa senampan sarapan untukku."Bu,