Hamil di Malam Pertama
Bab 1 : Tuduhan Hamil
“Kamu sedang hamil, Vau?” tanya Mas Yuta saat kami baru saja selesai melakukan aktifitas malam pertama, matanya melotot tajam ke arahku.
“Maksud kamu apa, Mas?” Segera kutarik selimut untuk menutupi tubuh.
“Kamu sudah tidak perawan, Vaulin, dan kamu juga sedang hamil. Mengaku saja!” Suara pria yang baru tadi pagi menikahi itu meninggi, wajahnya merah padam, sembari memakai pakaiannya dengan tergesa-gesa.
“Tega sekali kamu menuduhku seperti itu, Mas. Aku masih perawan dan aku juga tidak sedang hamil!” bantahku dengan hati yang terasa teriris karena fitnah keji ini, air mata serasa tak tertahan lagi.
“Jangan berbohong, katakan siapa pria yang menanam bibit haram di rahimmu itu! Aku tak menyangka kalau kamu itu wanita tak benar!” hardiknya lagi dengan mencengkram pundakku.
“Mas, semua yang kamu tuduhkan itu tidak benar!” teriakku kesal dengan air mata yang tak tertahan lagi, sembari memegang tangannya yang kini mencengkram pundakku.
“Jujur saja, Vaulin! Aku tak suka wanita pembohong!” Dia mendorongku kasar.
Mas Yuta duduk di pinggir ranjang dengan memegangi kepalanya, ia terlihat sama terpukulnya denganku tapi di sini aku yang menjadi terdakwa dan jelas saja aku tak terima.
“Mas, aku tak hamil!” ujarku dengan suara yang bergetar dengan sambil memakai lingeri berwarna putih yang tergeletak di atas ranjang.
“Perutmu itu besar, Vaulin, dan aku tahu ... itu hamil. Apalagi kamu juga sudah tak perawan. Tega kamu menipuku!” Pria yang kukenal satu tahun lewat perjodohan hingga akhirnya sama-sama saling suka itu menatapku nanar, ia terlihat sangat murka saat ini.
Kupegangi perut yang katanya membesar ini. Emang sih, perutku terlihat agak berisi dari biasanya. Aku juga telat datang bulan, tapi kukira itu biasa karena aku memang belum pernah berhubungan dengan siapa pun. Intinya aku masih perawan.
“Vaulina binti Lukman Malik, aku jatuhkan talakku kepadamu malam ini juga,” ujarnya lirih yang membuat dada ini menjadi sesak.
“Mas!!!” pekikku dengan sambil turun dari tempat tidur, menatapnya dengan wajah yang semakin dibanjiri air mata.
“Mulai malam ini, kamu bukan istriku lagi! Perceraian resmi akan kuurus besok.” Mas Yuta bangkit dari tempat tidur dan menatapku tajam.
“Mas, kamu kok bisa gegabah begini, aku itu nggak hamil dan kamu bisa membuktikannya. Jangan memperlakukanku seperti ini, Mas!” Kugenggam tangan pria tinggi tegap itu dengan tatapan memohon.
“Maaf, Vaulin, aku tak bisa hidup bersama wanita penipu sepertimu. Bisa-bisanya kamu yang hamil dengan pria lain, tapi malah menikah denganku. Aku tak mengapa jika ada pria lain yang kamu cinta, aku juga tak apa jika kamu membatalkan pernikahan kita waktu itu, daripada harus seperti ini akhirnya ....” Mas Yuta menatapku perih.
“Kita buktikan besok, Mas, aku siap ditest kehamilan ke dokter karena aku memang tak hamil! Kumohon ... cabut perkataan talakmu itu jika aku tak hamil saat ini!” Aku menatapnya tak kalah perih, dada ini sesak atas tuduhan yang tak pernah kulakukan
“Baiklah, kita buktikan besok!” jawabnya dengan melepaskan tanganku darinya, lalu melangkah menuju lemari.
“Kamu mau ke mana, Mas? Kumohon jangan pergi sebelum ada bukti atas tuduhanmu kepadaku!” Aku mengejarnya.
“Jadi maumu apa sekarang, Vaulin? Kita bukan suami istri lagi sekarang, aku harus pergi. Besok pagi aku akan ke sini lagi untuk menjemputmu ke dokter,” jawabnya dengan sambil memasang jaket lalu melangkah menuju pintu.
“Mas, jangan pergi!” Aku mengejarnya ke depan pintu dan menahan tangannya.
Mas Yuta menepis tanganku lalu berlari menuju anak tangga karena kamar kami terletak di lantai atas rumahku. Kukejar dia hingga sampai tangga, dan mensejajari langkahnya.
“Apalagi, Vaulin? Aku mau pergi, besok baru kita ke dokter untuk test kehamilan kamu!” ujarnya dengan berteriak nyaring saat aku menarik tangannya saat turun dari tangga.
“Ada apa ini? Siapa yang hamil?” Mama dan Papa tiba-tiba sudah berada di depan kami.
“Vaulina sudah hamil ternyata, Om, Tante, saya ditipu!” ujar Mas Yuta.
“Maksud kamu apa, Yuta? Bagaimana mungkin Vaulin hamil sedangkan kalian baru saja memulai malam pertama?” Papa menautkan alisnya.
“Maaf, Om, Tante, Vaulin sudah tak tak perawan dan dia juga sedang hamil saat ini, saya tak terima. Saya ingin kami bercerai malam ini juga,” jelas Mas Yuta dengan sambil menundukkan wajah.
“Nggak, Mas, itu tidak benar!” bantahku dengan bergelayut di lengannya.
“Benar, Vaulin, kamu hamil?! Siapa yang menghamilimu?!” Mama menatapku berang.
“Nggak, Ma, tuduhan Mas Yuta tidak benar. Aku masih perawan dan aku juga tak sedang hamil!” Aku membela diri karena itu memang kenyataan.
Mas Yuta menjelaskan kepada Mama dan Papa tentang perutku yang membesar, juga ciri-ciri yang menandakan aku sudah tak perawan lagi.
“Baiklah, kita buktikan tuduhan kamu malam ini juga. Kalau tuduhanku salah, maka kamu harus rujuk kembali dengan Vaulin. Saya rasa semua ini hanya kesalah pahaman saja.” Papa melangkah ke ruang tengah lalu duduk, aku dan Mas Yuta juga Mama mengikutinya.
“Zaki, segera telepon dokter keluarga kita! Suruh datang ke sini malam ini juga!” perintah Papa pada Kak Zaki, saudara angkatku yang ia pungut sejak usia 10tahun itu.
“Baik, Pa!” jawabnya dengan sambil mengeluarkan ponsel.
Satu jam kemudian, Dokter Mayang sudah selesai melakukan pemeriksaan terhadapku. Jantung ini berdebar tak karuan akan hasilnya yang akan ia katakan di ruang tengah nanti, di mana kedua orangtua juga suamiku yang sudah menunggu di sana.
“Bagaimana, Dokter Mayang, hasil pemeriksaan terhadap Vaulina? Apa benar dia sedang hamil?” tanya Papa saat kami telah tiba di ruang tengah.
Aku sangat yakin kalau tak sedang hamil, nggak ada sejarahnya manusia hamil tanpa dibuahi kecuali dalam cerita “Hamil anak ular” karya Evhae Naffae. Itu cerita bergenre fantasi, jadi sah-sah saja hal tak masuk akal pun ada di sana. Laah ... dalam genre drama seperti kisahku ini, sungguh sangat tidak mungkin.
“Mbak Vaulin memang sedang hamil tiga bulan, bayinya sehat. Untuk memastikan lebih akurat lagi, bisa dilakukan USG ke rumah sakit.” Jawaban dari Dokter paruh baya itu membuatku melotot tak percaya akan kenyataan tak masuk akal ini.
Sontak, seluruh mata kini menatap ke arahku. Mas Yuta menatapku sini, begitu juga Mama dan Papa.
“Bagaimana mungkin, Dokter? Aku belum pernah melakukan hubungan dengan siapa pun!" teriakku histeris dengan air mata yang mengucur deras.
"Untuk lebih akuratnya, bisa dilakukan pemeriksaan ke rumah sakit, Mbak Vaulin. Saya mohon maaf, jika diagnosa saya ini salah." Dokter Mayang hanya berani menatapku sekilas.
Mama terlihat menghampiri Dokter Mayang dan mengantarnya ke depan pintu. Tubuhku langsung luruh ke lantai, sambil memegangi perut yang diagnosa hamil ini. Siapa yang sudah menghamiliku? Lalu kenapa aku tak tahu? Apakah aku diperkosa saat tidur?
Bersambung ....
Hamil di Malam Pertama Bab 2 : Talak “Vaulin, hamil sama siapa kamu?!” Suara Papa terdengar menggelegar. “Sungguh memalukan tingkahmu ini!” Aku segera bangkit dan mendekat ke arahnya juga Mas Yuta yang kini menatapku dengan kecewa. Mama menggandeng tanganku, lalu mengajak duduk di sofa ruang tengah, di mana Papa dan suamiku berdiri saat ini. “Ma, Pa, Mas Yuta, percayalah ... aku tak tahu sama sekali masalah kehamilan ini sebab aku memang belum pernah berhubungan dengan siapa pun. Kuharap kalian percaya!” Aku mengedarkan pandangan kepada dua orang di hadapanku, juga Mama yang kini menggenggam erat tangan ini. “Bagaimana mungkin kamu tak tahu siapa yang menghamilimu, Vaulin, bikin malu saja!” teriak Papa lantang berserta tamparan keras yang mendarat di wajah ini. “Papa!” jerit Mama dan Kak Zaki bersamaan, mereka kaget melihat Papa memukulku, sedangkan Mas Yuta, dia tak berekasi sama sekali. “Saya pamit, selesaikanlah masalah ini
Hamil di Malam Pertama Part 3 : Hasil USG Percuma memejamkan mata dengan kondisi kalut begini, sedetik pun aku tak bisa terlelap. Setelah letih menangis, netra ini malah tak luput dari jam di dinding, tak sabar menanti datangnya pagi untuk membuktikan tuduhan hamil dari dua dokter itu. Ketika jarum jam sudah mengarah ke angka 06.00, aku bergegas bangkit dan melangkah ke kamar mandi. Saat aku buang air kecil, organ pembuangan terasa sangat nyeri. Apakah ini bukan tanda keperawanan? Aku kembali teringat akan tuduhan Mas Yuta, tega sekali dia mencampakkan aku seperti ini, air mata langsung terjun dengan bebasnya. Kupejamkan mata ini saat berendam di bak mandi, berusaha menghangatkan tubuh yang semalaman membeku dan bermandikan air mata. Kisah ini terlalu pilu untuk kulewati, andai aku memang benaran sedang hamil. Agghh ... aku tak ingin membayangkan kejadia terburuk itu. *** “Zaki, apa yang kamu lakukan terhadap Vaulin? Aku curiga sem
Hamil di Malam Pertama Bab 4 : Bunuh Diri “Zaki, apa benar kalau kamu yang telah menghamili Vaulin?!” Papa menatap tajam ke arah Kak Zaki, anak angkatnya yang kini sudah berusia 28 tahun itu. Kini semua mata tertuju kepada pria berkemeja cokelat itu, yang kesehariannya bekerja di kantor Papa. Raut wajahnya terlihat menegang, apa benar Kak Zaki yang telah menghamiliku? Aku menanti jawaban dari mulutnya dengan jantung yang berdebar kencang. “Kalau Mama dan Papa mau saya menikahi Vaulin, saya bersedia,” jawabnya dengan menatap ke arah Mama dan Papa. “Nah, kan, akhirnya mengaku juga!” Mama bangkit dari tempat duduknya dan memukul wajah Kak Zaki dengan geram. “Demi Allah, Ma, bukan Zaki yang menghamili Vaulin tapi Zaki bersedia menikahi Vaulin nanti ... jika urusan cerainya dengan Yuta telah beres,” jawab Kak Zaki yang membuat tuduhan Mama luntur seketika. “Jangan bohong kamu! Mengaku saja!” hardik Mama lagi dengan mendaratkan pukul
Hamil di Malam PertamaBab 5 : Surat Cerai“Vaulin, bangun, Nak!”“Ya Tuhan, anakku.”“Dek, sadarlah, jangan tinggalin Kak Zaki!”Terdengar ada banyak suara di dekatku, ada yang memanggil namaku juga ada yang menangis. Apakah aku su-dah ma-ti dan sedang dima-kamkan? Aduh, sakit! Tapi mengapa aku masih merasakan sakit? Agghh ... tubuh ini terasa nyeri dari ujung rambut hingga ujung kaki. Apa kini aku sedang disiksa di ne-ra-ka karena hamil tanpa suami?“Dek, sadarlah!” Itu suara Kak Zaki, kakakku yang paling baik dan selalu mengutamakan kepentinganku.Kutarik napas panjang, lalu membuka mata perlahan dan menatap satu persatu orang yang ada di ruangan ini. Ada Kak Zaki, Mama, Papa juga Mas Yuta yang berdiri paling belakang. Mau apa dia? Bukankan aku sudah ia ceraikan? Aku mendadak muak melihatnya.“Syukurlah, Vaulin, kamu udah siuman. Zaki, cepat panggil dokter ke sini!”
Hamil di Malam PertamaPart 6 : Ingin Membunuhnya“Aku memang sudah tak setuju saat kamu membawa Zaki ke rumah ini, Malik! Akan tetapi kamu tak pernah mau mendengarkan omonganku dan sekarang lihatlah hasil perbuatanmu itu? Putri kita satu-satunya diperkosa secara diam-diam, mungkin Vaulin diberi obat tidur atau semacamnya!”“Dari dulu sampai sekarang pikiranmu masih saja kotor, Della. Tak mungkin Zaki melakukan perbuatan tercela itu kepada adiknya sendiri!”“Apa, adik?! Hah, akhirnya mengaku juga. Filingku selama 18 tahun ini terbukti juga, ternyata Zaki itu memang anak hasil perselingkuhanmu. Pantas saja kamu tak mau menikahkan Zaki dan Vaulin! Entah apa jadinya janin hasil hubungan sedarah itu?”“Della, berhentilah berbicara omong kosong! Kamu memang sakit jiwa, dasar psikopat!”“Hey, kalau aku psikopat, sudah kumutilasi beberapa salingkuhanmu itu, Malik!”‘Brakk&rsqu
Hamil di Malam PertamaBab 7 : Masa Iddah“Mas Yuta!” gumamku saat melihat pria yang menuduhku hamil setelah menggauliku itu.“Siapa, Dek?” Kak Zaki menoleh ke arah tatapanku.Air mata yang sudah mengering tadi mendadak berjatuhan lagi saat melihat mantan suamiku itu bersama wanita lain sedang bersantai di kafe pinggir pantai, walau saat ini mereka terlihat sedang bertengkar. Apa wanita itu pacar barunya? Aku mendadak pilu dan menyesali tragedi hamil anak setan ini.“Ayo pulang ah!” Kak Zaki kembali menggandeng tanganku menuju mobil kami.“Mas Yuta sama siapa itu, Kak? Siapa wanita itu? Apa dia sudah menemukan penggantiku?” Air mata semakin deras saja.“Biar saja, kamu tak perlu memikirkan dia lagi. Ayo kita pulang!” Kak Zaki menarik tanganku untuk masuk ke dalam mobilnya.Kak Zaki mulai menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mas Yuta, aku memang tak perlu memikirk
Hamil di Malam PertamaBab 8 : Menikah Karena AibHari ini Mama dan Papa akan menikahkanku dengan Kak Zaki, katanya demi menutupi aib. Cih, aib! Dikira hanya mereka saja malu akan omongan orang-orang, aku lebih lagi. Kutatap perut yang kian membuncit, yang membuatku kesesahan untuk bergerak dan membuatku risau akan gerakannya di dalam sana, entah anak siapakah dia? Sungguh menyebalkan sekali takdir ini, seenaknya saja Tuhan membuatku hamil tanpa kuketahui siapa pelakunya.‘Cekrek’Terdengar pintu kamarku dibuka seseorang dan itu ternyata Mama yang sekarang sudah mendapat gelar nenek sihir karena sepak terjangnya sekarang, yang masih saja suka marah tak jelas.“Nak, kamu udah mandi?” tanyanya lembut.“Udah, ada apa?” Kulirik tajam dirinya yang terlihat sudah rapi.Kuraih ponsel yang ada di samping bantal dan membuka game favoritku, yang biasa kumainkan setiap detik jika sedang bosan.“Ko
Hamil di Malam PertamaBab 9 : Peralihan Status“Kak, aku numpang tidur di sini, ya? ‘Kan udah sah juga walau masih drama,” ujarku saat Kak Zaki membuka pintu kamarnya setelah gedoran heboh dariku beberapa saat yang lalu.Mama dan Papa yang ternyata ikutan keluar dari kamar dan menatap aneh ke arah kami, tumben sekali mereka akur? Aku melengos kesal. Malam ini ‘kan malam pertamaku bersama Kak Zaki, walau kami masih masa penyesuaian pergantian status, dari saudara menjadi suami-istri. Lucu, bukan? Emang, aku aja geli menjadi pemeran utama dalam drama aneh ini.Kak Zaki terlihat menghela napas panjang tapi menuntunku masuk juga dengan wajahnya yang letih. Nih suami emang nggak ada akhlak, masa dia tidur di kamarnya sendiri tanpa mengajakku tidur bersamanya. Aku ‘kan bosan kalau cuma main game sendirian di kamarku, kalau mabar mungkin akan semakin seru.“Kak, sini ponselnya kudownlodkan game kesukaan aku! Biar kita
Hamil di Malam PertamaExtra Part 5 (Kisah Caroline)Setelah berhasil membobol berangkas milik Erlin, Caroline segera memindahkan uang dan perhiasan itu ke dalam tasnya. Senyum mengembang sambil menatap suami dan madunya yang tertidur dengan pulas karena pengaruh obat tidur racikannya, mantan dokter ahli kandungan. Ia tak menyangka kalau madunya itu menyimpan uangnya di rumah dan kodenya berangkas itu tanggal lahir Rendy—suami mereka.Taklama kemudian, Caroline sudah berada di dalam mobil Erlin dan memacunya pelan untuk keluar dari perkarangan rumah bertingkat dua itu. Tak lupa ia tutup kembali pintu pagar, lalu mulai melajukan mobil hitam itu membelah jalanan. Hatinya begitu puas karena sudah berhasil merampok seluruh uang dan perhiasan milik Erlin, madunya yang tajir melintir namun pelit itu.“Selamat tinggal Erlin, Mas Rendy kuberikan kepadamu. Milikilah dia seutuhanya, sedangkan aku akan memiliki uang, perhiasan juga mobilmu,” lirih
Hamil di Malam PertamaExtra Part 4 (Kisah Caroline)Saat Rendy dan Caroline kembali ke meja mereka, ada seorang pria yang duduk di sana, bersama Erlin.“Nah ini dia Caroline, Mas Rohit. Gimana, dia cantik ‘kan? Cocok ‘kan dia kalau kerja sama Mas Rohit?” Erlin menyunggingkan senyum sambil menunjuk ke arah sang madu yang terlihat sedang kesal itu.“Hmm ... sangat cocok. Mana berkas yang saya suruh siapakan kemarin? Saya akan urus pasport juga kelengkapan lainya,” jawab Rohit, yang bekerja sebagai agen TKW untuk dikirim ke Hongkong. Tatapan matanya menatap Caroline dari atas hingga bawah, ia terpesona akan kecantikan wanita blasteran Jerman itu.“Kalian sedang membicarakan apa ini, Er? Siapa dia?” Rendy menatap sang istri dan pria di hadapannya.“Ini berkasnya sudah saya siapkan, Mas Rohit. Semoga prosesnya cepat.” Erlin segera menyerahkan berkas yang ia keluarkan dari dalam ta
Hamil di Malam PertamaExtra Part 3 (Kisah Caroline)Pukul 13.00, Rendy berserta dua istrinya juga anak kembarnya sudah berangkat menuju restoran. Ternyata Erlin mau merayakan ulang tahun pernikahan mereka sekalian bertemu agency yang menangani tentang TKW yang akan dikirim ke Hongkong dan Rendy tak mengetahui tentang hal itu, dia tahunya mereka akan makan siang bersama hanya untuk merayakan anniversary mereka saja.“Mbak Car, tolongin antar Mona dan Moni ke toilet dong!” perintah Erlin kepada Caroline yang saat itu baru saja hendak menikmati makanan di hadapannya.Caroline meletakkan kembali sendok makanannya lalu menuruti perintah madunya itu, digandengnya dua anak kembar Erlin dan suaminya yang kini berusia 4 tahun itu. Ia menyayangi Mona dan Moni walau membenci mamanya, sebab ia ikut andil dalam merawatnya sejak baru dilahirkan.Taklama kemudian, Caroline sudah menggandeng kedua anak kembar suaminya itu keluar dari toilet. Ia lantas
Hamil di Malam PertamaExtra Part 2 (Kisah Caroline)“Mas, aku nggak minta kamu kerja, aku cuma mau kamu menceraikan Caroline!” pekik Erlin kesal.“Aku tak mau menceraikan siapa pun, aku takkan mau melakukan hal yang dibenci Allah itu. Maafkan aku, Er .... “ Rendy pura-pura sedih sambil duduk di pinggir tempat tidur.“Mas, aku nggak sanggup lagi ... kalau harus terus begini, aku nggak sanggup harus berbagi suami begini. Hatiku sakit, Mas.” Erlin tak dapat lagi menahan tangisnya.Rendy mendekati istri keduanya itu, yang wajahnya tak secantik Caroline. Erlin hanya memiliki tinggi 150 cm saja, sedangkan Caroline 168 cm. Warna kulit keduanya pun jauh berbeda, Caroline berkulit putih, sedangkan Erlin sawo matang. Itu juga alasan Rendy tetap mempertahankan Caroline, ia menikahi Erlin si janda kaya raya itu hanya demi kesejahteraan hidupnya karena Erlin mempuny
Hamil di Malam PertamaExtra Part 1 (Kisah Caroline)Caroline menyeka keringat di dahinya setelah selesai membersikan rumah yang akan mereka kontrakan, yang letaknya berada tepat di sebelah rumah madunya yang kini juga menjadi tempat tinggalnya. Ia tak punya pilihan lain, selain harus menuruti keinginan suaminya yang ingin berpoligami agar mereka bisa tetap hidup. Semua ia lakukan karena rasa cinta yang teramat sangat, yang membuatnya rela diperlakukan seperti pembantu sejak beberapa tahun terakhir ini.“Car, aku lapar.” Pria pengangguran tapi memiliki dua istri itu menghampiri Caroline lalu duduk di depan meja makan.“Hmm ... Mas ... maaf ... aku belum sempat masak,” jawab Caroline.“Ah ... kamu ini, kok belum masak sih?” Rendy—sang suami terlihat berang karena sudah menjadi kebiasaannya setelah bangun tidur, makanan harus sudah terhidang di atas meja.“Aku baru selesai bersihin rumah sebelah,
Hamil di Malam PertamaBab 84 (Tamat)Dengan percaya diri, Willy langsung membeli sebuah cincin dan buket bunga untuk ia berikan kepada Margareta, Mama dari Cris, anak laki-laki yang ia sayangi itu dan ingin menjadi sosok ayah yang baik untuknya. Ia tak peduli akan umur mereka yang terpaut hampir sepuluh tahun itu, yang ia inginkan hanya menyempurnakan agamanya. Ia berharap ridho dan keberkahan dari Yang Maha Kuasa, ia ingin menjadi pelindung untuk keduanya apalagi Cris pernah berkata kepadanya, kalau ia ingin punya ayah meski mamanya sudah baik, namun tetap saja ia menginginkan keluarga yang lengkap.“Mar, maaf ... jika saya lancang tapi ... saya tetap harus mengatakan semua ini, agar kamu tahu kesungguhan ini. Saya ... ingin melamarmu jadi istri, saya ingin menjadi ayah untuk Cris, putramu. Saya ... ingin ... kita bisa
Hamil di Malam PertamaPart 83 : Hilang CintaCinta alias Yuta kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tak menentu, ia sudah lelah menangis dan semuanya takkan kembali seperti semula. Walau menangis darah pun, fisiknya takkan bisa kembali lagi seperti semula.“Apa yang harus kulakukan dengan tubuh ini?” Yuta menatap dirinya di depan cermin, penyesalannya begitu mendalam atas perbuatan yang hanya karena emosi sesaat namun berakibat sangat fatal.Pria dengan bentuk fisik wanita itu menghela napas berat lalu duduk di tempat tidur. Diraihnya ponsel dari dalam tas lalu mulai berselancar di sosial media, mencari informasi tentang pesantren yang dapat ia datangi untuk memulai tobatnya.***Sedan
Hamil di Malam PertamaPart 82 : Putraku Sudah Mati“Kalau Yuta meninggal nanti ... Yuta harap ... bisa diproses sebagai pria walau bentuk tubuh ini sudah berubah. Yuta menyesal melakukan ini semua, Ma.” Cinta alias Yuta kembali menyeka air matanya. “Papa mana, Ma? Yuta mau minta maaf sama dia. Setelah ini, Yuta akan pergi.”“Nak, maafkan Mama juga ... yang tak mensupportmu ketika di penjara ... sehingga kamu menjadi seperti ini. Andai mama tak ikut papamu ke luar negeri dan tetap memperhatikanmu, mungkin kamu takkan mengalami hal-hal buruk itu. Maafkan Mama, Yuta.” Utami memeluk putra tunggalnya itu.“Mama nggak salah, terima kasih sudah mengenali Yuta, Ma.” Cinta alias Yuta mengusap bahu mamanya.Aulian yang sejak beberapa menit yang lalu mendengarkan pembicaraan Utami dan wanita muda yang mengaku Yuta itu mengerutkan dahi, sambil menatap adegan tangis-tangisan itu.“Kamu sakit kanker l
Hamil di Malam PertamaPart 81 : PulangUntuk beberapa saat, kedua Ibu dan anak itu saling tatap.“Mau cari siapa, ya?” tanya Utami, wanita paruh baya yang sudah melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Prayuta Aulian yang kini telah meninggal, begitu kabar yang ia dengan walau tak diketahui di mana makamnya.Cinta alias Yuta langsung menangis dan berlutut di depan kaki mamanya. Utami yang tak mengenali lagi putra semata wayangnya tentu saja keheranan.“Kamu ini siapa? Dan ada apa?” tanya Utami sambil menarik kaki mundur ke belakang.Cinta masih saja berjongkok dengan air mata yang terus mengalir, perasaannya semakin mudah tersentuh layak seorang wanita sejak fisiknya berubah total.“Bangun, Mbak, jangan berjongkok seperti ini! Kamu ini siapa dan ada keperluan apa?” tanya Utami dengan sebuah praduga di kepalanya.Cinta alias Yuta segera bangkit sambil menyeka air matanya, ia menggigit