Pada sore harinya, Riti pulang ke rumah Tama sesuai janji. Jasin yang menjemput dan pria itu memberinya banyak nasihat.
“Sebaiknya Nona tidak membuat banyak masalah, Tuan Tama sudah memiliki persoalan di perusahaan, pasti akan repot kalau Nona menambahnya ...!” kata Jasin, ia menyampaikan arahan dengan lembut dan sopan, saat Riti berada di kendaraan.Riti pun mengangguk.Meskipun ia heran kenapa Jasin tiba-tiba memberinya nasihat demikian, tapi ia tetap mendengar dan memakluminya. Sebab seperti itulah kasih sayang seorang ayah pada anaknya. Ia tidak ingin anaknya mengalami sesuatu yang buruk.Sesampainya di rumah, Riti menunggu Tama di kamarnya, tapi ia heran karena laki-laki itu tidak juga pulang. Ia bertanya pada Sima dan semua orang, tetap, mereka semua kompak dengan mengatakan hal yang sama.“Saya tidak tahu, Nona!”Bahkan, sampai keesokan harinya Tama tidak menampakkan batang hidungnya. Riti sadar kalau dirinya tidak diinginkan, karena Tama memang awalnya mau menikahi Yuna. Namun, ia tetap penasaran dengan pria yang sudah menjadi suaminya.Riti menatap dirinya di depan cermin, dan mulai menggunakan beberapa macam produk kecantikan yang disediakan Sima. Semua sudah ada sejak kemarin, tapi ia tidak menyentuhnya. Mulai sekarang ia harus rajin merawat diri agar Tama mau meliriknya dan tidak lagi memikirkan Yuna.“Ini merek yang bagus!” gumam Riti, ia tahu beberapa merek produk kecantikan itu sangat mahal harganya.“Apa laki-laki itu benar-benar kaya? Eum ... kalau memang iya, seharusnya dia tidak menggunakan hutang ayah sebagai jaminannya! Dasar pembohong!” gumamnya lagi, sambil bersolek. Tidak ada satu pun perhiasan yang melekat di tubuhnya. Tidak akan ada orang yang percaya kalau ia menikahi pria kaya.Saat pernikahan itu, Yuna sempat membisikkan padanya tentang, jumlah hutang ayahnya yang setara dengan harga satu buah Ferari terbaru. Ini artinya, Riti berharga cukup mahal. Namun, yang terpenting adalah ia sudah melindungi ayahnya, agar tidak dipenjara atau membayar hutang dengan nyawa.Setelah beberapa hari tinggal di rumah itu, Riti selalu diminta oleh Sima, untuk menghabiskan makan dalam jumlah yang banyak. Semua untuk kesehatan dan menjaga kebugaran tubuhnya.Riti pun protes setiap kali Sima menyuguhkan makanan itu kepadanya. Ia seperti sengaja digemukkan dan setelah itu siap untuk dipotong. Ia merasa bahwa, dengan cara seperti itulah Tama menyiksa dirinya.Pagi itu, seperti biasa Riti tengah menikmati sarapannya di dalam kamar.Riti hampir tidak pernah pergi ke area lain, setiap kali datang dan pergi. Hanya tiga tempat yang ia lewati sebelum ke kamarnya, yaitu halaman ruang tamu dan ruang makan serta, tidak pernah lebih dari itu. Riti tidak melihat ada ruangan lain di sekitarnya.“Bibi, kalau aku boleh tahu, berapa umur suamiku?” tanya Riti, mencoba mengobrol dengan Sima. Dua wanita itu duduk bersebelahan.Sima menatap Riti dengan tatapan aneh, ia heran, masa ada seorang istri yang tidak tahu berapa umur suaminya.“Apa Anda tidak melihat tanggal lahir Tuan di akta nikah kalian?” jawabnya.Seketika Riti menepuk jidatnya dan bergumam, “Bodoh sekali, aku meninggalkannya begitu saja di atas meja!”Tanpa Riti ketahui, Tama sudah mengamankan akta nikahnya.“Usia Tuan belum sampai 40 tahun dan ingat mulai sekarang tanggal lahirnya, 27 Juni! Tama sebentar lagi tepat berusia 38 tahun!”“Oh! Itu jaraknya hanya satu hari dari kelahiran Leri!” Riti mengucapkan nama Leri dengan wajah berbinar. Dia adalah tipe pria idaman Riti, yang akan merayakan ulang tahunnya besok. Riti tidak perlu meminta izin pada Tama, untuk pergi ke pesta. Lagi pula, ia tidak akan tinggal sampai larut malam.“Siapa Leri? Jangan sebut nama pria lain di rumah ini, atau Tuan Tama akan marah!” Sima berkata dengan tegas, apa pun hubungan Riti dengan pria yang disebutkannya tadi, ia tidak peduli.“Baiklah, aku tidak akan menyebutkan nama itu lagi, tapi mulai besok, aku tidak mau makan sebanyak ini!”“Anda harus makan, sebab itu perintah Tuan! Hari ini aku sudah menyiapkan makan siang, Anda harus menghabiskannya!”Riti tertegun, seraya memikirkan kenapa Tama memintanya untuk banyak makan, ini akan membuatnya gemuk dan ia tidak suka. Ia kesal, ia merasa Tama sama sekali tidak berhak mengatur dirinya sebab ia hanya suami sementara. Namun, ia gagal menyalurkan kemarahannya karena Tama tidak muncul juga sampai lebih dari dua pekan lamanya.“Awas saja kalau dia muncul!” gumamnya lirih.Gadis itu merasa jenuh, sudah setiap malam bersolek tapi lelaki yang ditunggunya tidak muncul juga.Sementara Jojo selalu bertingkah aneh sejak kejadian penagih hutang waktu itu. Pria itu menjauh darinya dan hanya bicara jika perlu saja.Jojo bisa memaklumi jika melihat Riti di antar jemput oleh mobil mewah oleh sopir. Namun, berbeda dengan rekan-rekan kerjanya, yang menilai Riti menjadi istri simpanan seseorang. Mereka tidak ada yang percaya kalau Riti sudah menikah, karena tidak menerima undangan pernikahannya.Hal yang paling menjengjelkan adalah saat mengajak Jojo untuk datang ke pesta ulang tahun Leri. Namun, dengan sopan pria itu menolak, alasannya tidak dibuat-buat, ia kebetulan sedang sakit.Sebelum pergi ke pesta, Riti mengunjungi ibunya dan menunjukkan sebuah kado kecil yang akan ia berikan pada Leri. Sang ibu mengenal laki-laki itu dengan baik, ia adalah teman Riti.“Ibu, ini hadiah pertama dan terakhirku untuk Leri, sepertinya mulai sekarang aku harus merelakan cintaku pergi ... Kalaupun aku tetap bersikeras menyukainya, itu tidak akan sama!”“Kenapa?” tanya Tina dengan suara yang rendah dan lemah. Ia terus saja terpejam saat bicara. Ia tahu anak perempuannya itu sudah bekerja keras, hingga bisa memiliki uang yang cukup untuk biaya rumah sakit dan membeli hadiah.Riti tidak mau melukai hati sang ibu hingga ia tidak mengatakan kalau dirinya sudah menikah. Hati Tina pasti akan sangat terluka karena Riti tidak memberitahukan pernikahannya. Coba bayangkan apa yang akan terjadi jika ibunya tahu atas dasar apa pernikahannya itu. “Karena aku akan berhenti bekerja di toserba, aku sekarang sudah punya ijazah dan beberapa sertifikat, aku yakin akan banyak kantor yang mau menerimaku! Aku tidak mungkin menenggelamkan perasaanku terus menerus pada pria yang sama. Aku ingin merubah masa depanku, Bu! Aku juga ingin membawa ibu ke rumah sakit yang jauh lebih bagus di luar negeri!” “Tidak perlu! Aku mungkin tidak lama hidup lagi!” “Ibu jangan bilang seperti itu, aku tidak punya siapa-siapa lagi selain Ibu!” Riti berkata sambil memeluk ibunya dan air mata mulai mengalir di pipinya.Tina seraya mengusap tangan Riti dengan lembut, dalam hatinya terus menerus berdoa agar anaknya menikah dengan seorang laki-laki yang baik dan bertanggung jawab, memiliki ana
“Huuu ... cinta satu malam! Cinta satu malam! Cinta satu malam” teriak orang-orang. “Apa kamu bercanda? Kamu tidak sopan, Leri! Padahal kamu memiliki Sarah di sini!” seru Riti kesal. “Jadi, kalau Sarah tidak ada maka kamu mau?” rayu Leri seraya maju satu langkah. “Tidak!” tegas Riti seraya menggoyangkan tangannya dan mundur. “Huuu ....!” “Sok suci! Seperti inilah Riti, teman-teman! Dia merasa yang paling suci!” pekik Leri pada semua orang.“Huuu ...!” Sebagian orang merekam dan berteriak. Setelah itu, biasanya mereka akan menayangkannya di sosial media, hingga menyebar. Lalu, akan membicarakan kejadian yang seru itu selama satu pekan penuh atau sampai mereka bosan. “Leri! Omong kosong apa yang kamu katakan, Leri? Hah!” pekik Riti. Ia kecewa setelah berusaha mempercantik diri dan menghabiskan sisa uangnya di salon, tapi justru direndahkan oleh Leri. Riti ingin sekali menangis, tapi ia bertahan sekuat hati dan mengharapkan Jojo. Pria itu sering membelanya, tapi ia tidak
Riti tercengang saat melihat siapa yang memukul Leri kali ini. Itu adalah Tama yang datang dengan gagahnya. Ia tidak menyadari sejak kapan pria itu di sana untuk membelanya. Padahal pria itu menghilang cukup lama.Tama muncul dengan penampilan segar yang memesona mata wanita. Meskipun Tama bukan tipe laki-laki idaman Riti karena tapi ia sangat terkesan, karena Tama terlihat begitu tampan. Ia mencukur habis semua kumis, cambang dan jenggotnya. Rambutnya juga bergaya ala anak muda. Ia tidak terlihat seperti pria yang hampir berusia 40 tahun. Dahulu, Leri begitu memikat karena tubuh yang atletis, berkulit coklat kemerahan dan tampan. Pria itu sangat menawan. Namun, kini setelah melihat penampakan Tama, seketika bayangan Leri lenyap begitu saja dari hatinya. “Ayo pulang!” kata Tama sambil meraih tangan istrinya yang masih tercengang dan menatap Tama penuh kekaguman. “Jadi, dia simpananmu? Hah?” kata Leri sambil berdiri sempoyongan dan mengusap darah di pipinya. Tangan Tama yang p
Riti terbangun saat mobil berhenti, dan langsung melepaskan bantal kecil di lehernya. Ia menebak kalau Tama yang melakukan hal manis itu kepadanya.“Tidur saja kalau masih mengantuk!” kata Tama sambil melepaskan sabuk pengaman. Riti menggelengkan kepalanya dan melepaskan sabuk pengaman juga, dan melihat sekelilingnya.“Siapa yang sakit?” katanya peduli, sambil mengerutkan keningnya, rumah sakit itu pernah ia lihat di internet. “Tidak ada!” jawab Tama sambil melangkahkan kakinya keluar mobil. Riti mengikutinya dengan isi kepala penuh tanya.Mereka memasuki sebuah ruangan yang dijaga oleh dua orang pria, ukurannya juga terbesar di antara ruang lain di lantai paling atas. Ada lift dan lorong khusus untuk keadaan darurat bagi para pasien VIP di lantai itu. Riti tercengang, melihat perlengkapan di dalam kamar perawatan rumah sakit itu, yang mirip hotel bintang lima. Bahkan, ada taman kecil dekat jendela. Ada seorang wanita tua duduk di kursi roda, tengah melihat pemandangan malam
Setelah Tama pergi, Riti merebahkan diri di tempat yang sama yaitu tadi digunakan oleh Tama. Ada aroma pria itu tertinggal di sana, sambil meraba bibir yang tadi diciumnya.Namun, ia menyangsikan cinta yang terucap dari mulut Tama. Mungkin itu hanya untuk menyenangkan ibunya saja. Meskipun begitu, ia berharap bisa tinggal di sana walau sementara agar tidak bertemu lagi dengan Leri. Akan tetapi, itu sebuah dilema, karena ia masih memikirkan ibunya.Riti tertidur dengan cepat karena mengantuk dan perjalanan yang melelahkan. Ditambah dengan kejadian yang ingin segera ia lupakan.Sementara di balik tirai, Tama mengambil selimut di lemari dan tidur di sofa bed yang dekat dengan tempat tidur ibunya. Beberapa saat setelah Tama memejamkan matanya, seorang perawat masuk dan mendekati wanita tua di kursi roda depan langkah sopan dan perlahan. “Ibu Delizah, apa Anda mau tidur sekarang, aku akan membantu Anda!” kata perawat.“Aku belum mau tidur, tunggu dua jam lagi, aku akan memanggilmu
Mereka turun ke lantai dasar dengan menggunakan lift seperti kemarin. Tidak ada orang lain yang melewati tempat itu, selain keluarga dari pasien VIP. Sementara sopir sudah siap menunggu dan membukakan pintu mobil untuk mereka. Tama duduk dengan melihat ke jendela. Sementara Riti duduk di sampingnya dengan gelisah, ia tidak percaya diri karena penampilannya. “Apa kita akan pulang? Aku lapar!” kata Riti dengan wajah memelas pada Tama. “Iya! Aku tahu!” kata Tama dengan wajah datarnya. Sebenarnya ia juga lapar, tapi rumah sakit tidak menyediakan makanan untuk dirinya dan tidak ingin makan pula di sana. Ia tidak nyaman sebab aroma rumah sakit itu tidak membuatnya berselera. Melihat sikap Tama, Riti semakin yakin, kalau pria itu hanya bicara cinta di depan ibunya. Tidak mungkin ia bersikap begitu datar pada wanita yang dicintainya. Ia tidak memiliki gairah, setiap kali Riti mengajaknya bercinta. Dalam cinta itu ada hasrat untuk saling memiliki, memuaskan dan membahagiakan, tapi sikap
“Bagaimana makanannya, apa ini enak?” Tama bertanya lagi. Riti tersenyum dan berkata, “Enak! Apa kamu yang memasak sendiri, karena hotel ini milikmu?” Riti hanya menebak.“Ya!”“Oh! Sepertinya aku kalah denganmu!” Tama kecewa dengan jawaban Riti padahal, ia berharap wanita itu memuji usahanya. Namun, ia bisa bersabar dan ahli dalam menguasai ilmu sabarnya. Jadi, ia hanya perlu waktu sedikit lagi. Saat Riti mandi, ia memasuki dapur hotel dan mulai membuat roti panggang dengan isian daging dan sayuran. Semua koki dan chef tidak berani mengusik, mereka tahu jika Tama memasak, itu tandanya ia sedang mengalihkan perasaannya.“Kamu mau tahu kenapa aku memasak untukmu?” Tama bertanya lagi.“Bukan untukku, tapi untuk kita, Iya, kan?” Riti balik bertanya dan Tama mengangguk membenarkannya. “Tapi kamu bisa mengatakan alasannya, eum .... misalnya karena di hotel ini kekurangan pelayan!” Riti berkata lagi, sambil tertawa. Tama diam dan menyandarkan badannya. Ia senang melihat istrin
“Yuna? Kamu di sini juga?” tanya Riti terlihat gugup saat bertemu saudaranya. Yuna tertegun sejenak saat melihat Tama yang menggamit tangan Riti agar lebih dekat. Pria itu posesif dan terlihat berbeda, dan sama sekali tidak menakutkan.“Ya! Aku mau syuting besok di sekitar sini!” katanya.“Kamu meneleponku tadi, ada apa?” Riti kembali bertanya, “Maaf, aku tidak sempat mengangkatnya!” “Ya, aku ingin bertanya soal Ibu! Bagaimana keadaannya? Apa kamu meninggalkannya dan bersenang-senang di sini?” jawab Yuna, dengan ketus. Ucapannya menyudutkan, seolah-olah Riti sangat bersalah.Riti heran, kenapa Yuna begitu perhatian pada ibunya, padahal, selama mereka berpisah, kakaknya itu hampir tidak pernah menanyakan keadaan ibu mereka.“Kemarin Ibu baik-baik saja, tapi hari ini aku belum melihatnya!” kata Riti jujur.Tama menepuk kepala Riti dengan lembut seolah memberi isyarat bahwa, semua dalam kendalinya dan akan baik-baik saja.Yuna cemburu dengan sikap Tama yang begitu lembut pada a
“Apa aku salah menjadi orang seperti itu?” Tama dia meski dia tidak tahan, ia hanya melirik istrinya yang tertawa geli di sampingnya. Riti menahan tawanya saat melihat ibu dan anak yang beradu argumen karena berbeda pandangan. “Riti, bagaimana pendapatmu kalau suamimu kehilangan semua kekayaannya dan kamu terpaksa hidup di desa seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan?” tanya Deliza dengan tatapan serius kepada menantunya. Riti tahu bahwa Tama memang kehilangan kekayaannya selama mereka bersembunyi di desa. Namun, Iya juga tahu bahwa sekarang Tama kembali memiliki semua perusahaannya. “Apa Ibu kira hidup di desa itu susah? Itu tidak sulit, lebih sulit lagi saat aku harus hidup sendiri dan mengurus ibuku!” “Oh!” gumam Deliza, “Maafkan aku soal ibumu, Riti, Aku senang bertemu denganmu, dan aku lebih senang lagi setelah tahu bahwa kamu adalah, anak dari saudaraku!” “Aku mengerti! Tapi, Bu! hidup di desa itu sangat menyenangkan dan di sana semua orang hidup seperti
Tama kembali menemui Riti dan ibunya di rumah sakit yang menjadi rumah mereka. Sementara itu Jasin sudah kembali ke perusahaan dan menenangkan semua pemegang saham. Lalu, ia menyelesaikan masalah di sana satu persatu. Tentu saja ia bekerja sama dengan semua teman dan orang-orang kepercayaan Tama, hingga keadaan Grup Unitama dan perusahaan-perusahaan Pratama, kembali seperti semula. Hando sebentar lagi akan mendapatkan jadwal sidangnya, dan sudah dipastikan hukuman seumur hidup yang akan diterimanya. Kerusakan yang dilakukannya di berbagai tempat, juga memberatkan pasal-pasal yang dituduhkan padanya. Demikian juga Sony ia mendapatkan pengadilan juga, tapi ia tidak di hukum dengan hukuman seumur hidup. Ia mendapatkan hukuman 20 tahun penjara. Wisa sangat bersedih, karenanya, secara tidak sengaja wanita itu mengucapkan kekhawatirannya, “Sony, Bagaimana kalau kamu dihukum selama itu Bagaimana jika terjadi apa-apa denganku dan anakmu Listi?” katanya sambil menangis. Dari
“Kalau begitu, aku tarik kata-kataku kalau dia baik!” kata Riti dan Tama tertawa.“Tidak boleh bilang laki-laki lain itu baik, kecuali aku, oke?” kata Tama sambil mencium istrinya.Setelah itu Tama mengajak Dion pergi ke tempat yang pernah ia gunakan untuk menyekap Sony. Mereka pergi diiringi dengan beberapa pengawal Tama. Tentu saja Jasin ikut bersama dengan mereka. Sony terlihat kurus dan luka-lukanya belum sembuh sempurna, masih banyak bekas luka yang diakibatkan oleh pukulan dari Tama. Pria itu hanya diam dan pasrah akan dibawa ke mana pun juga.Tama langsung membawa Sony ke lokasi yang sudah dibagikan, oleh orang tak di kenal yang menghubunginya. Ternyata ia adalah seorang pria bertubuh kurus yang mengaku sebagai adik sepupu ibunya.Di tempat itu mereka merekam pengakuan Sony dan mengirimkannya pada Brawijaya. Tentu saja disertai ancaman.Mereka ingin agar Hando, anak bungsunya itu, mau mengaku dan mengembalikan semua aset milik Tama yang sudah diambilnya. Jika tidak, maka
Keesokan harinya, Tama memuaskan istrinya hingga seharian penuh, dengan berbelanja di kota. Ia membeli apa pun yang diinginkannya. Terakhir mereka menyewa sebuah salon dan memanjakan tubuh hanya berdua dengan pelayanan VIP yang pernah ada.Riti sangat bahagia dan bersyukur dengan kemanjaan yang diberikan Tama. Sungguh, menghabiskan sepanjang sore dengan dipijat, itu hal yang luar biasa. Apalagi ia melakukannya berdua dengan suami tercinta.Mereka selesai dipijat dan melakukan rangkaian pelayanan di salon sampai puas. Baik Tama dan Riti kini terlihat segar kembali, dan acara di akhiri dengan makan malam. Setelah itu, mereka memutuskan untuk menginap di hotel karena besok akan melanjutkan perjalanan menengok Delizah.Keesokan harinya, saat sepasang suami istri itu tiba di kamar Delisa, yang terdapat di sebuah rumah sakit swasta, mereka melihat wanita paruh baya itu, dalam keadaan baik-baik saja. Riti ingin menghabiskan beberapa hari bersama ibu mertuanya dan sang suami pun setuj
“Bukannya kamu mau berhenti peduli? Atau sebenarnya kamu ini terlalu cerdik, sengaja membuat syarat-syarat itu, karena kamu tahu Hando akan membuat kekacauan?” Jasin balik bertanya.“Jas, aku hanya penasaran! Awalnya aku hanya tidak mau keuntungan proyek kita berada di tangannya semuanya! Enak saja dia!”Jasin pergi dari rumah itu dan kembali ke kota seorang diri, demi memuaskan keinginan Tama untuk mencari informasi. Ia juga untuk sementara tidak mengaktifkan ponselnya. Oleh karena itu ia menemui beberapa orang secara langsung. Dari pertemuan dengan mereka, ia tahu bahwa ada beberapa investor yang ternyata akrab dengan anggota keluarga Prapanca. Mereka ini yang memiliki ide untuk menarik uangnya dan mereka tahu bersamaan dengan kejadian Hando yang pergi ke kantor pusat grup Pratama.Mengetahui hal itu, Jasin senagaja makan malam sambil mengikuti salah satu anggota keluarga Prapanca yang mengadakan pertemuan dengan para pemegang saham ini.Jasin mendengar sendiri strategi mereka
“Ibuku itu sama seperti aku! Jadi untuk apa aku berharap pada keluarga itu?”Tiba-tiba perang kesedihan di hati Tama, dirinya dan istrinya tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama dikucilkan dari keluarganya.“Tapi, Tama! Apa kira-kira yang dilakukan oleh ibu dan Dion, saat kalian bertemu sebulan yang lalu?” Jasin berusaha menginformasikan dugaannya tentang, sikap Dion dan Delizah saat mereka bertemu dikuburan Tina.“Memangnya apa yang bisa dilakukan dua orang itu? Baru kemarin kamu bilang kalau Dion itu bekerja menjadi satpam!”“Ya, dia itu bukan satpam biasa, dia seorang informan juga!”“Kenapa baru bilang sekarang?”“Aku pikir itu tidak penting!” kata Jasin sambil mengingat kembali informasi tentang Dion. Tidak banyak yang ia dapatkan, selain informasi tentang tanggal lahir, orang tua, tempat tinggal dan pekerjaannya. Namun, setelah menyelidiki lebih lanjut, ternyata Dion orang yang hampir sama dengan dirinya. Dahulu, mereka juga pernah bekerja sama, tapi kemudian Dion membat
“Apa Ibu dan Ayah masih mengingatku?” tanya Deliza, dengan menahan air matanya sekuat tenaga.Ibunya menghambur dalam pelukannya, mana ada ibu yang rela melihat kondisi anaknya hingga terlihat lebih tua dari dirinya. Delizah tahu jika ilmunya sangat merasa bersalah karena penampilannya itu. “Ibu jangan kuatir aku baik-baik saja aku tidak selama yang ibu kira, selama ini aku sudah bertahan tanpa kalian jadi apa yang aku alami sekarang bukanlah apa-apa!” kata Delizah sambil menepuk bahu ibu yang sedang memeluknya. “Maafkan Ibu dan Ayahmu yang tak berguna ini, yang tidak mampu membela di hadapan kakakmu saat itu!”“Ibu tidak perlu meminta maaf padaku, aku tetap akan menjadi anak ibu untuk selamanya! Sekarang lihatlah, mungkin kita tidak akan lama lagi kembali bersatu seperti dulu, kita hanya perlu menyelesaikan masalah ini bukan?”Sang ibu mengangguk dan mengusap air matanya, setelah itu Deliza melambaikan tangan. Ia dan Dion terus berlalu, sambil mendorong kursi rodanya sampai ke
Tanpa sepengetahuan Tama dan Riti, dua orang itu pergi menuju ke rumah keluarga Prapanca.Saat Delizah dan Dion tiba di kediaman keluarga itu, mereka tidak mengalami hambatan yang berarti. Para pengawal yang ada di sana mempersilahkan mereka, karena Deliza dan Dion memakai tanda kebesaran keluarga itu di pakaiannya. Mereka memang orang-orang terbuang dan memilih untuk, keluar dari keanggotaan keluarga terpandang. Namun, bukan berarti kedua belah pihak saling melupakan. “Sudah aku duga, kalian akan datang ke sini juga pada akhirnya!” kata Prapanca, ia muncul setelah dua tahunnya menunggu satu jam lamanya. Namun, Deliza dan Dion merasa lega karena orang tua itu, akhirnya mau menemui mereka setelah sekian lama.“Kakek! Haruskah aku berlutut padamu, untuk meminta maaf atas kekeliruanku?” kata Deliza.“Ya! Memohonlah dan berlututlah!” kata Prapanca.Deliza berlagak begitu kesulitan turun dari kursi roda, hingga dua orang pengawalnya membantunya untuk, bisa berlutut dengan posisi
Setelah kedatangan Dion hari itu, Tama dan istrinya pergi ke kota di mana ibunya berada. Namun, setelah sampai di sana para penjaga mengatakan jika ibunya sedang berkunjung ke rumah keluarganya. Riti khawatir jika ibu mertuanya pergi ke keluarga besar Prapanca. Sehingga ia mencoba menghubungi Dion untuk menanyakan kebenarannya.“Halo! Dion, apa kamu tahu, ibu Deli pergi ke keluarga Prapanca?” “Aku tidak tahu, aku belum siap mengatakan semuanya pada Bibi Deliza!” Kata dion dari balik telepon.“Jadi kamu belum menemui Ibu Deliza?” “Riti, seharusnya kamu dan suamimu lah yang harus mengatakan secara langsung pada ibu mertuamu itu! Bilang padaku kalau kamu menemuinya aku akan datang juga!”Sementara Tama masih mencoba menghubungi ibunya tapi tidak bisa juga.Akhirnya Rity mengusulkan agar mereka pergi menengok makam ibunya. Kebetulan ia sudah lama tidak ke sana. Laki-laki itu pun setuju dan langsung mengadakan perjalanan ke pemakaman Ibu mertuanya. Tak lupa mereka membawa rangk