“Ya, kamu memang cerdas, Tama!” kata JasinTama masih ingat—di pesta ulang tahun Rodi malam itu—bagaimana Delizah memberontak dan berhasil melarikan diri, dari cengkeraman pengawal Brawijaya. Walaupun, ia ditodong dengan pisau, tapi Delizah justru berhasil menggunakan pisau itu, untuk melawan mereka.Sementara Tama dicekal oleh empat orang berbadan kekar lainnya. Kalau hanya melawan satu atau dua orang, Tama bisa mengatasinya sendirian, tapi melawan empat sampai enam orang sekaligus ia masih membutuhkan bantuan. Sementara ia tidak membawa pengawal karena tidak mengira akan diperlakukan demikian.Karena pergulatan sengit itulah, Delizah mendapatkan luka di wajahnya. Ia lalu kembali ke sisi Tama untuk membelanya, meski dengan wajah yang berlumuran darah. Ia melarang anaknya mengembalikan saham Haruna dengan cuma-cuma, kepada mantan mertua.Tidak ada orang yang menyangka akan kekuatan wanita yang terlihat tua itu, saat melawan pengawal. Kekuatannya muncul dan amarahnya meningkat begi
“Aku hanya ingin memastikan sesuatu, agar dia tidak macam-macam dengan Riti!” kata Tama sambil membuka pintu mobil. “Bagaimana dengan dirimu sendiri?” tanya Jasin. Tama tidak menjawabnya dan berlalu begitu saja. Ia berjalan dengan tenang memasuki pintu yang sudah terbuka, untuk menemui pemilik rumah. Para penjaga mempersilakannya masuk, setelah Tama mengenalkan diri sebagai anggota keluarga. Ia langsung duduk di kursi tamu, bersikap seolah-olah dialah pemiliknya. Walaupun, ia tidak pernah tinggal di sana, tapi rumah itu tempat tinggal ayahnya juga. “Ada urusan apa kamu ke mari?” tanya wanita paruh baya, dengan baju tidur yang masih melekat di tubuhnya. Ia biasa dipanggil Wisa. Sehari yang lalu, ia baru saja pulang dari luar negeri karena urusan bisnis, untuk mempersiapkan hari ulang tahun Rodi. Antara percaya dan tidak, ketika ia melihat Tama duduk dengan santai di ruang tamunya. Para pelayan sengaja membangunkan tidurnya karena Tama yang memaksa. Akhirnya setelah beberapa lama,
“Nenek!” seru Tama.Meskipun tidak suka, ia tetap bersikap hormat dan kembali duduk di kursinya semula.Wanita tua itu pun duduk dan langsung menyimpan tas mewahnya di atas meja. Lalu, meminta Tama melihat sebuah CD yang terlihat usang.“Apa itu?” Tama bertanya tanpa menyentuh benda yang ada di hadapannya, sambil bersandar dan melipat kedua tangannya di depan dada. Sebenarnya ia enggan.“Apa kamu tidak ingin tahu bagaimana kematian ayahmu? Dalam CD itu ada rekamanya!” kata Neli, ia sengaja menemui Tama dan sudah mencarinya dari semalam. Kebetulan ia melihatnya datang di restoran yang sama, untuk makan. Jadi, ia menunggu cucunya itu sampai selesai. Ia akan mencari dukungan dan berharap Tama berada dipihaknya.“Untuk apa?” Tama balik bertanya.“Aku merasa ada yang mencurigakan waktu terjadi kecelakaan itu, untungnya ada cctv di sana!” kata Neli mencoba meyakinkan Tama sebab selama ini tidak ada yang percaya, termasuk Rodi—suaminya.Tama memalingkan muka, dari pandangan wanita yan
“Ya, aku ingin tenang dan benci melihat orang yang berbuat jahat pada anakku bebas berkeliaran!”Neli pergi setelah itu, sementara Tama menyerahkan CD lama itu kepada Jasin untuk menyelidikinya. Sementara ia akan akan menemui Riti karena merindukannya. Ia akan memberi kejutan dengan menjemput istrinya itu saat jam kerja usai.Namun, sebelum sampai di Haruna Jaya, Tama diikuti oleh dua mobil van hitam di tengah jalan. Iring-iringan dua mobil itu mulai terlihat setelah ia keluar dari restoran. Lalu, saat melintasi jalanan yang agak sepi, dua mobil itu mengapit laju kendaraannya di depan dan belakang dan menghentikannya secara paksa.“Keluar!” kata seseorang, sambil mengetuk kaca jendela, setelah mobil Tama berhenti.Tama tidak menuruti mereka sebab ia tidak tahu apa yang diinginkan oleh orang-orang itu. Namun, tak lama kemudian, tampak Rodi keluar dari salah satu mobil dan memerintahkannya untuk ikut bersamanya.Setelah mengetahui kalau yang melakukan perbuatan itu kakeknya, Tama
Sesampainya di rumah, Tama langsung masuk ke kamar dan Riti sudah tertidur, dengan posisi miring ke samping. Ia merapikan selimut dan berbaring. Lalu, Tama memeluknya dari belakang dengan gerakan yang halus. Kemudian mencium pipinya dengan lembut agar Riti tidak terbangun. Walaupun, hati ingin sekali bercumbu, tapi ia tidak tega mengganggu.Sima mengatakan padanya tentang sikap Riti selama dirinya pergi, bahkan, gadis itu jadi tidak nafsu makan. Ia pikir mungkin Tama tidak peduli.Riti tidur sangat nyenyak, hingga ia tidak terusik. Tama melihatnya menghela nafas panjang beberapa kali karena bermimpi.“Apa kamu memimpikan aku?” Tama berbisik di telinganya, membuat gadis itu kembali menghela nafas beratnya lagi.“Aku tahu, kamu pasti memimpikan aku ...!” Tama berkata sambil menahan diri sekuat hati.Tiba-tiba Riti beralih posisi menghadapnya, dan meringkuk dalam pelukannya. Posisi ini membuat Tama tidak tahan, hingga ia memilih untuk meninggalkannya dan menenangkan diri. Kemudian
Q“Oh! Jadi, menurutmu, aku yang butuh Ibu, begitu?” kata Listi sambil berbalik badan dan melotot pada wanita yang menjadi ibunya itu.“Ya! Kamu harus mengakui hal itu walau kamu tidak suka! Harusnya kamu bersyukur memiliki nama belakang Brawijaya, daripada, nama laki-laki yang menjadi ayah biologismu!”“Sebenarnya tidak penting nama belakang itu bagiku, Bu! Karena kalian semua brengsek!” Listi berteriak sambil berlari ke kamarnya, mengunci pintu dan menangis puasa.Ia terlalu kecewa, menurutnya kedua orang tuanya terlalu berani melakukan sebuah perbuatan terlarang atas nama cinta, padahal, mereka tidak bisa menjamin keberlangsungan hidupnya sebagai anak. Lalu, atas nama cinta pada anak pula sang ibu berani mempengaruhi sebuah keluarga besar.“Apa maksud kamu, Listi?” tanya Wisa sambil mengetuk pintu kamar anaknya. Akan tetapi, tidak ada jawaban dari dalam selain suara tangisan yang terdengar dari luar.Antara dua wanita—ibu dan anak itu, tidak pernah akur sejak setahun yang lalu.
“Apa kamu tahu siapa orangnya?” tanya Wisa sambil mendorong Listi, hingga mereka duduk di sisi tempat tidur secara berdampingan. “Aku tidak kenal dengan gadis itu tapi aku tahu siapa Ayahnya!” Lalu, Listi ceritakan kepada ibunya tentang, apa yang dilihat dan didengarnya, di halaman parkir perusahaan Haruna, ketika ia hendak bertemu temannya seberapa hari yang lalu. Menurutnya gadis itu, terlalu manis dan seksi, hingga tidak cocok menjadi seorang pendaki bagi pria yang jelek seperti Tama. Namun, apa yang didengar oleh Listi justru lebih mengejutkan lagi. Ia menyimpulkan bahwa, ternyata gadis itu dipaksa menikah. Dikarenakan hutang yang dimiliki ayahnya pada Tama. Selama ini Tama selalu berbuat sangat buruk kepadanya. Bahkan, sang istri tetap diharuskan bekerja walaupun suaminya kaya raya. “Baiklah, kalau memang semua cerita kamu benar, biarkan saja apa yang sudah kamu posting sebelumnya tapi jangan buat lagi cerita baru!” kata Wisa setelah anaknya selesai bercerita tentang apa yang
“Betapa memuakkannya keluarga itu dalam urusan materi!” gumam Tama seorang diri.“Setiap orang punya pandangan sendiri-sendiri tentang harta, Tama!” sahut Jasin.“Mereka tidak pernah hidup susah dari lahir!” ucap Tama. Setelah itu ia meminta Jasin untuk mengantarkannya ke rumah sakit tempat Tina di rawat. Tama ingin melihat bagaimana sebenar keadaannya.Jasin mengantarkan Tama sampai di kamar perawatan Tina, yang selalu dikunjungi Riti setiap hari. Kemudian ia meninggalkan Tama di sana. Ia hanya menunggu di dekat pintu, hingga bisa melihat apa pun yang terjadi di dalamnya.“Siapa kamu? Apa kita pernah mengenal sebelumnya?” tanya Tina heran, saat melihat pria yang diam dan berdiri di sisi ranjang.“Aku Pratama, aku baru kenal dengan Riti Valina, apa dia anakmu?”Jasin mendengar pembicaraan itu, dan ia hampir saja tertawa, karena cara Tama memperkenalkan dirinya sangat tidak biasa.“Ya! Tapi, Riti tidak pernah bilang kalau dia punya temen baru, apa dia teman kuliahmu?” Tina berkata sa
“Apa aku salah menjadi orang seperti itu?” Tama dia meski dia tidak tahan, ia hanya melirik istrinya yang tertawa geli di sampingnya. Riti menahan tawanya saat melihat ibu dan anak yang beradu argumen karena berbeda pandangan. “Riti, bagaimana pendapatmu kalau suamimu kehilangan semua kekayaannya dan kamu terpaksa hidup di desa seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan?” tanya Deliza dengan tatapan serius kepada menantunya. Riti tahu bahwa Tama memang kehilangan kekayaannya selama mereka bersembunyi di desa. Namun, Iya juga tahu bahwa sekarang Tama kembali memiliki semua perusahaannya. “Apa Ibu kira hidup di desa itu susah? Itu tidak sulit, lebih sulit lagi saat aku harus hidup sendiri dan mengurus ibuku!” “Oh!” gumam Deliza, “Maafkan aku soal ibumu, Riti, Aku senang bertemu denganmu, dan aku lebih senang lagi setelah tahu bahwa kamu adalah, anak dari saudaraku!” “Aku mengerti! Tapi, Bu! hidup di desa itu sangat menyenangkan dan di sana semua orang hidup seperti
Tama kembali menemui Riti dan ibunya di rumah sakit yang menjadi rumah mereka. Sementara itu Jasin sudah kembali ke perusahaan dan menenangkan semua pemegang saham. Lalu, ia menyelesaikan masalah di sana satu persatu. Tentu saja ia bekerja sama dengan semua teman dan orang-orang kepercayaan Tama, hingga keadaan Grup Unitama dan perusahaan-perusahaan Pratama, kembali seperti semula. Hando sebentar lagi akan mendapatkan jadwal sidangnya, dan sudah dipastikan hukuman seumur hidup yang akan diterimanya. Kerusakan yang dilakukannya di berbagai tempat, juga memberatkan pasal-pasal yang dituduhkan padanya. Demikian juga Sony ia mendapatkan pengadilan juga, tapi ia tidak di hukum dengan hukuman seumur hidup. Ia mendapatkan hukuman 20 tahun penjara. Wisa sangat bersedih, karenanya, secara tidak sengaja wanita itu mengucapkan kekhawatirannya, “Sony, Bagaimana kalau kamu dihukum selama itu Bagaimana jika terjadi apa-apa denganku dan anakmu Listi?” katanya sambil menangis. Dari
“Kalau begitu, aku tarik kata-kataku kalau dia baik!” kata Riti dan Tama tertawa.“Tidak boleh bilang laki-laki lain itu baik, kecuali aku, oke?” kata Tama sambil mencium istrinya.Setelah itu Tama mengajak Dion pergi ke tempat yang pernah ia gunakan untuk menyekap Sony. Mereka pergi diiringi dengan beberapa pengawal Tama. Tentu saja Jasin ikut bersama dengan mereka. Sony terlihat kurus dan luka-lukanya belum sembuh sempurna, masih banyak bekas luka yang diakibatkan oleh pukulan dari Tama. Pria itu hanya diam dan pasrah akan dibawa ke mana pun juga.Tama langsung membawa Sony ke lokasi yang sudah dibagikan, oleh orang tak di kenal yang menghubunginya. Ternyata ia adalah seorang pria bertubuh kurus yang mengaku sebagai adik sepupu ibunya.Di tempat itu mereka merekam pengakuan Sony dan mengirimkannya pada Brawijaya. Tentu saja disertai ancaman.Mereka ingin agar Hando, anak bungsunya itu, mau mengaku dan mengembalikan semua aset milik Tama yang sudah diambilnya. Jika tidak, maka
Keesokan harinya, Tama memuaskan istrinya hingga seharian penuh, dengan berbelanja di kota. Ia membeli apa pun yang diinginkannya. Terakhir mereka menyewa sebuah salon dan memanjakan tubuh hanya berdua dengan pelayanan VIP yang pernah ada.Riti sangat bahagia dan bersyukur dengan kemanjaan yang diberikan Tama. Sungguh, menghabiskan sepanjang sore dengan dipijat, itu hal yang luar biasa. Apalagi ia melakukannya berdua dengan suami tercinta.Mereka selesai dipijat dan melakukan rangkaian pelayanan di salon sampai puas. Baik Tama dan Riti kini terlihat segar kembali, dan acara di akhiri dengan makan malam. Setelah itu, mereka memutuskan untuk menginap di hotel karena besok akan melanjutkan perjalanan menengok Delizah.Keesokan harinya, saat sepasang suami istri itu tiba di kamar Delisa, yang terdapat di sebuah rumah sakit swasta, mereka melihat wanita paruh baya itu, dalam keadaan baik-baik saja. Riti ingin menghabiskan beberapa hari bersama ibu mertuanya dan sang suami pun setuj
“Bukannya kamu mau berhenti peduli? Atau sebenarnya kamu ini terlalu cerdik, sengaja membuat syarat-syarat itu, karena kamu tahu Hando akan membuat kekacauan?” Jasin balik bertanya.“Jas, aku hanya penasaran! Awalnya aku hanya tidak mau keuntungan proyek kita berada di tangannya semuanya! Enak saja dia!”Jasin pergi dari rumah itu dan kembali ke kota seorang diri, demi memuaskan keinginan Tama untuk mencari informasi. Ia juga untuk sementara tidak mengaktifkan ponselnya. Oleh karena itu ia menemui beberapa orang secara langsung. Dari pertemuan dengan mereka, ia tahu bahwa ada beberapa investor yang ternyata akrab dengan anggota keluarga Prapanca. Mereka ini yang memiliki ide untuk menarik uangnya dan mereka tahu bersamaan dengan kejadian Hando yang pergi ke kantor pusat grup Pratama.Mengetahui hal itu, Jasin senagaja makan malam sambil mengikuti salah satu anggota keluarga Prapanca yang mengadakan pertemuan dengan para pemegang saham ini.Jasin mendengar sendiri strategi mereka
“Ibuku itu sama seperti aku! Jadi untuk apa aku berharap pada keluarga itu?”Tiba-tiba perang kesedihan di hati Tama, dirinya dan istrinya tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama dikucilkan dari keluarganya.“Tapi, Tama! Apa kira-kira yang dilakukan oleh ibu dan Dion, saat kalian bertemu sebulan yang lalu?” Jasin berusaha menginformasikan dugaannya tentang, sikap Dion dan Delizah saat mereka bertemu dikuburan Tina.“Memangnya apa yang bisa dilakukan dua orang itu? Baru kemarin kamu bilang kalau Dion itu bekerja menjadi satpam!”“Ya, dia itu bukan satpam biasa, dia seorang informan juga!”“Kenapa baru bilang sekarang?”“Aku pikir itu tidak penting!” kata Jasin sambil mengingat kembali informasi tentang Dion. Tidak banyak yang ia dapatkan, selain informasi tentang tanggal lahir, orang tua, tempat tinggal dan pekerjaannya. Namun, setelah menyelidiki lebih lanjut, ternyata Dion orang yang hampir sama dengan dirinya. Dahulu, mereka juga pernah bekerja sama, tapi kemudian Dion membat
“Apa Ibu dan Ayah masih mengingatku?” tanya Deliza, dengan menahan air matanya sekuat tenaga.Ibunya menghambur dalam pelukannya, mana ada ibu yang rela melihat kondisi anaknya hingga terlihat lebih tua dari dirinya. Delizah tahu jika ilmunya sangat merasa bersalah karena penampilannya itu. “Ibu jangan kuatir aku baik-baik saja aku tidak selama yang ibu kira, selama ini aku sudah bertahan tanpa kalian jadi apa yang aku alami sekarang bukanlah apa-apa!” kata Delizah sambil menepuk bahu ibu yang sedang memeluknya. “Maafkan Ibu dan Ayahmu yang tak berguna ini, yang tidak mampu membela di hadapan kakakmu saat itu!”“Ibu tidak perlu meminta maaf padaku, aku tetap akan menjadi anak ibu untuk selamanya! Sekarang lihatlah, mungkin kita tidak akan lama lagi kembali bersatu seperti dulu, kita hanya perlu menyelesaikan masalah ini bukan?”Sang ibu mengangguk dan mengusap air matanya, setelah itu Deliza melambaikan tangan. Ia dan Dion terus berlalu, sambil mendorong kursi rodanya sampai ke
Tanpa sepengetahuan Tama dan Riti, dua orang itu pergi menuju ke rumah keluarga Prapanca.Saat Delizah dan Dion tiba di kediaman keluarga itu, mereka tidak mengalami hambatan yang berarti. Para pengawal yang ada di sana mempersilahkan mereka, karena Deliza dan Dion memakai tanda kebesaran keluarga itu di pakaiannya. Mereka memang orang-orang terbuang dan memilih untuk, keluar dari keanggotaan keluarga terpandang. Namun, bukan berarti kedua belah pihak saling melupakan. “Sudah aku duga, kalian akan datang ke sini juga pada akhirnya!” kata Prapanca, ia muncul setelah dua tahunnya menunggu satu jam lamanya. Namun, Deliza dan Dion merasa lega karena orang tua itu, akhirnya mau menemui mereka setelah sekian lama.“Kakek! Haruskah aku berlutut padamu, untuk meminta maaf atas kekeliruanku?” kata Deliza.“Ya! Memohonlah dan berlututlah!” kata Prapanca.Deliza berlagak begitu kesulitan turun dari kursi roda, hingga dua orang pengawalnya membantunya untuk, bisa berlutut dengan posisi
Setelah kedatangan Dion hari itu, Tama dan istrinya pergi ke kota di mana ibunya berada. Namun, setelah sampai di sana para penjaga mengatakan jika ibunya sedang berkunjung ke rumah keluarganya. Riti khawatir jika ibu mertuanya pergi ke keluarga besar Prapanca. Sehingga ia mencoba menghubungi Dion untuk menanyakan kebenarannya.“Halo! Dion, apa kamu tahu, ibu Deli pergi ke keluarga Prapanca?” “Aku tidak tahu, aku belum siap mengatakan semuanya pada Bibi Deliza!” Kata dion dari balik telepon.“Jadi kamu belum menemui Ibu Deliza?” “Riti, seharusnya kamu dan suamimu lah yang harus mengatakan secara langsung pada ibu mertuamu itu! Bilang padaku kalau kamu menemuinya aku akan datang juga!”Sementara Tama masih mencoba menghubungi ibunya tapi tidak bisa juga.Akhirnya Rity mengusulkan agar mereka pergi menengok makam ibunya. Kebetulan ia sudah lama tidak ke sana. Laki-laki itu pun setuju dan langsung mengadakan perjalanan ke pemakaman Ibu mertuanya. Tak lupa mereka membawa rangk