"Mengapa kita turun? Di sini tidak ada rumah! Apa kamu akan mengurungku setelah menjadi istrimu?” Riti bertanya pada Tama, pria yang baru dinikahinya satu jam yang lalu. Ia heran dengan Tama yang menghentikan mobil dan tinggalkannya begitu saja, di tempat asing. tidak ada perumahan di sekitarnya.
Kata orang, Tama laki-laki yang menakutkan, tapi Riti tetap berharap tidak akan diperlakukan dengan buruk, apalagi harus tinggal di tempat seperti itu, ia tidak mau.Tama hanya berdiri tegap dan menatap lurus ke depan, lalu mengajak Riti memasuki kawasan yang mirip hutan.Rasa takut mulai menyelimuti hati Riti sebab ia bersama dengan pria yang sama sekali belum dikenalnya. Apalagi, sosok pria seperti Tama bukanlah tipenya. Ia menikah karena terpaksa.Kemarin, Riti datang ke rumah ayahnya, dengan niat untuk meminjam uang, hanya itu cara yang bisa ia lakukan demi bisa membayar biaya pengobatan ibunya. Ia anak yang diperlukan seperti orang asing oleh ayahnya.Tidak ada niat dalam hatinya untuk menjadi istri seseorang.Namun, Riti terpaksa menuruti keinginan saudara kandungnya, Yuna, untuk menikah dengan Tama. Dengan begitu, ia akan mendapatkan uang pinjamannya.“Apa Ayahmu tidak mengatakan apa pun soal aku?” Tiba-tiba Tama bertanya saat mereka sudah berjalan beberapa langkah dan laki-laki itu melihat pada Riti dengan tatapan menyelidik.“Ayah hanya bilang kalau kamu anak tiri dari keluarga Brawijaya, dan kamu bisa mendapatkan warisan dari keluarga itu kalau kamu berhasil memiliki anak dengan menikahiku!"“Hanya itu? Dia tidak bilang seberapa besar dia berhutang padaku, dan menjadikan kamu sebagai bayangannya?”Riti diam, ia menunduk malu, mendengar pertanyaan itu. Ia harus siap kalau dirinya akan dijadikan budak nafsu.“Kalau tidak tahu, maka diamlah!” Tama berkata lagi.Sikap Tama begitu dingin, dan memberikan aura menakutkan. Riti pasrah ke mana pun akan dibawa laki-laki itu pergi. Nasibnya bagai tergadai karena perjanjian pernikahan yang harus dilakukannya.Riti menyalahkan Marhen--ayahnya, atas segalanya. Apa lagi pria itu tidak mengatakan apa pun tentang Tama. Ia diminta melakukan pernikahan itu hanya sampai Tama memiliki keturunan saja, setelah itu ia bisa bercerai darinya.Sebelumnya ada perjanjian tak tertulis yang diucapkan Marhen, yang akan memberikan anak perempuannya sebagai tebusan kepada Tama. Semua itu Marhen katakan agar Tama mengampuninya dari kesalahan konstruksi yang dilakukannya. Ia membuat kerugian besar pada, proyek perusahaan Tama..Tama menerima tawaran itu, tapi ia tetap memikirkan nama baiknya, hingga ia melakukan pernikahan dengan Riti secara sah.Awalnya, Marhen meminta Yuna, anak pertamanya, untuk menikah dengan Tama, tapi gadis itu menolak.Begini kejadian saat Marhen membicarakannya dengan Yuna dan istri mudanya, di rumah mereka.“Apa Ayah tega nama baikku sebagai artis, tercoreng karena menikah dengan anak yang tidak diakui itu?” kata Yuna, saat Marhen membujuknya, karena gadis itu cukup cantik dan seksi.“Ini untuk membantu Ayah, Yuna ... Tama memang anak tiri, tapi dia kaya dan warisan dari keluarga Brawijaya juga banyak, kalau kamu bisa melahirkan anaknya, maka kamu akan mendapatkannya juga!"“Tapi apa kata penggemarku kalau aku menikah tanpa mas kawin, dan hanya sebentar? Lagi pula belum tentu aku mendapatkan warisan, walaupu, aku melahirkan anaknya?” ketus Yuna pada Marhen.Marhen terdiam sesaat lamanya, membenarkan ucapan Yuna. Perjanjian pernikahan itu hanya untuk menebus kesalahannya. Jadi, tidak mungkin berharap harta dari Tama.“Ayah, bagaimana kalau Riti saja yang menikah dengan Tama?” usul Yuna tiba-tiba.Bagi Yuna, Riti lebih tepat untuk ditumbalkan demi keinginan ayahnya yang tanpa pikir panjang, menjadikan anaknya barang dagangan, dan jaminan hutang. Ia punya nama besar di dunia perfilman, yang dibangun dengan payah. Tidak mungkin mengorbankan harga diri demi pria seperti Tama. Oleh karena itu ia menawarkan adiknya untuk hal itu.“Aku kira itu usul yang bagus!” kata Kiran—wanita muda yang belum lama dinikahi Marhen.“Aku benar, kan, Bu?” kata Yuna, Kiran pun mengangguk.Wanita muda itu berparas cantik dan berpenampilan glamor. Ia sangat dekat dengan Yuna—anak sambungnya, karena mereka terlibat dalam kerja sama di dunia Entertainment.Pernikahan Marhen dengan Kiran, membuat Yuna bahagia, tapi tidak dengan Riti.Tina, ibu kandung Yuna dan Riti, seorang wanita yang sakit-sakitan sejenak beberapa tahun terakhir, tapi Marhen justru memutuskan untuk bercerai, hanya karena istrinya tak lagi bisa disembuhkan. Sejak saat itu, Riti tinggal bersama ibunya, dan berjuang hidup sendirian. Ia rela melakukan perjanjian pernikahan, demi memenuhi biaya rumah sakit untuk ibunya.Riti tersadar dari lamunannya saat Tama menggamit tangannya. Ia kembali melangkah dengan hati-hati menyusuri jalan kecil yang penuh dengan semak belukar.Riti tidak menolak genggaman tangan Tama yang kokoh, walau, ia agak riskan, sebab mereka baru mengenal, sentuhan seperti itu hanya layak untuk orang yang memiliki hubungan dekat. Namun, ia tak mungkin melepaskannya sebab ia harus menjaga langkah agar tidak jatuh.“Apa kamu kerepotan berjalan seperti itu?” tanya Tama, sambil menatap kaki Riti yang putih mulus, sedangkan gadis itu justru menatap wajah Tama."Tidak juga! Aku sudah biasa berjalan jauh, tapi sepatuku terlalu tinggi dan baju ini terlalu panjang!” “Kamu ini terlalu banyak bicara untuk ukuran orang yang baru kenal!” Tama berkata sambil memalingkan wajahnya. “Apa aku mengganggumu? Seharusnya kamu maklum kalau aku mengeluh, aku ini istrimu!” Riti berkata dengan tegas. Walaupun, kelak ia akan dijadikan pembantu, tapi dirinya tetaplah seorang istri yang secara sah.Tama menatap Riti, gadis bermata coklat itu berbeda dengan gadis yang dilihatnya di foto, ia tahu Marhen membohonginya. Namun, ia lebih senang dengan gadis yang dinikahinya. Dalam hatinya tidak begitu menyesal telah merelakan kerugian proyek yang cukup besar. Tama menyembunyikan senyum. Gadis ini lucu, pikirnya. “Lalu, apa kamu mau pergi kalau aku bilang kamu sangat menggangu?""Hai, Tamtama Raziel Brawijaya! Kalau kamu merasa terganggu denganku, kenapa kamu mau menikah? Aku bisa pergi sekarang juga! Tapi jangan katakan apa pun pada Ayah!"Riti merasa tidak masalah,
“Riti, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya!” kata Yuna. Riti mengerti di mana posisinya, ia segera pulang dan menemui ibunya, setelah mendapatkan uang sebanyak dua puluh lima juta di rekeningnya. Soal bagaimana ia harus menghadapi keluarga besar ibuya, itu akan ia pikirkan nanti saja. “Apa kamu melamun?” tanya Tama mengagetkan Riti. “Tidak!” jawab Riti, setelah berhasil mengatasi keterkejutannya. “Tunggu!” ujar Tama. Riti menoleh dan melihat Tama mengeluarkan gunting kecil dari saku bagian dalam jasnya. Lalu, pria itu menggunting ujung bagian bawah gaun pengantin Riti dengan cepat. “Apa yang kamu lakukan? Baju ini milik Yuna!” kata Riti setengah terkejut, ia hampir mengira kalau Tama akan membunuhnya. “Yuna? Apa kamu takut dia akan meminta kamu menggantinya?” Riti mengangguk, ia kenal Kakak perempuan yang selalu perhitungan sejak kecil. Yuna selalu meminta kompensasi atas barang yang dipakai oleh adiknya sendiri. Ia takut harga gaun itu mahal dan ia tak pu
“Apakah itu rumahmu?” Riti bertanya setelah melihat sebuah bangunan tembok tinggi dengan satu pintu gerbang dari besi yang tertutup. Ia tidak bisa melihat apa pun yang ada di dalamnya. Rasa penasarannya pun muncul dan ia kembali bertanya. “Apa itu tempatmu mengurung semua orang yang bersalah padamu? Soalnya rumah itu mirip sekali dengan penjara!"Kali ini Tama menoleh dan menunjukkan senyum di sudut bibirnya. “Menurutmu begitu?” katanya. “Ya!” “Sayangnya kamu salah!” kata Tama sambil meraih tangan Riti dan berjalan lebih cepat. Beberapa langkah sebelum tiba di sana, pintu gerbang itu terbuka, seolah tahu ada orang yang mau memasukinya. Tanpa sepengetahuan Riti, Tama hanya perlu menekan salah satu tombol pada jam tangannya agar para penjaga segera membukakan pintu untuknya. Riti tercengang saat memasuki pintu gerbang, ia sangat takjub melihat rumah yang sangat indah. Pikiran buruknya tentang Tama, nyaris berubah, karena keadaan di sana, sama sekali di luar dugaannya. Apa lagi Tam
“Aku bukan pria seperti itu!” seru Tama sambil mengenang masa lalunya, yang tidak memikirkan wanita selama berjuang meningkatkan kekayaannya. Apalagi penampilan, sama sekali tidak ia utamakan, hingga ia terlihat sangat sederhana dan tidak tampan.Namun, yang ia lakukan adalah melebarkan sayap dan menguatkan pengaruhnya di dunia bisnis.Ia tidak peduli disebut perjaka tua atau apa pun yang mereka sebut untuk mendiskriminasi. Namun, dirinya yang sekarang bisa disebut penguasa, tanpa pengaruh siapa pun di dalamnya.Sementara Riti menilai Tama seperti yang dikatakan semua orang. Pria itu tidak elegan dan wajahnya yang dipenuhi bulu itu terkesan mengerikan. Pantas saja tidak punya pacar.“Tidurlah! Dan jangan ke mana-mana!" seru Tama. Setelah itu ia berjalan ke pintu. “Apa kamu mau pergi dan tidak tidur di sini?” Riti bertanya dan beranjak dari tempat tidur. Ia memeluk Tama dari belakang. “Aku tidak bisa tinggal terlalu lama di sini, apa kita tidak bisa melakukannya sekarang agar urusan
"Bukan saya! Mungkin Tuan Tama!” kata perempuan yang bernama Sima, seraya menggelengkan kepalanya. Tama menyelimuti tubuh Riti saat mengganti baju tidurnya, tadi malam. Setelah itu ia tidur sendiri di ruang kerjanya. Tama ingin Riti mencintainya sepenuh hati, dengan begitu ia tidak akan meminta perceraian setelah melahirkan anaknya. Demi memastikan semuanya, ia tidak akan melakukan hubungan badan sebelum gadis itu memiliki perasaan yang sama. Ia juga ingin Riti menjadi montok, sebab gadis itu terlalu kurus.“Di mana suamiku?” tanya Riti.“Tuan Tama keluar hari ini!” Sima berkata sambil membawa sebuah amplop dan memberikannya pada Riti. “Ini titipan dari Tuan Tama, kalau Anda membutuhkan hal lainnya, panggil saja aku!” Riti bersikap sopan, ia menerima amplop dari tangan Sima dan mengucapkan terima kasih. Ia tidak menyangka jika Tama menepati janjinya untuk memberinya uang. Awalnya Riti mengira jika Sima adalah ibu Tama, tapi setelah mendengar wanita itu menyebut Tama sebagai tuanny
Jasin menulis pesan pada Tama dan mengatakan apa yang baru saja di dengarnya. Sementara Tama membaca pesan Jasin dengan berpikir keras. Lalu, ia mengambil kesimpulan sendiri bahwa, Kiran adalah, istri muda Marhen, Yuna dan Riti terlahir dari wanita yang telah dicerai atau yang sedang sakit itu. Tidak mungkin Kiran yang berumur 30 tahun itu memiliki anak seusia Riti atau Yuna. Jasin masuk ke rumah sakit dan mencari informasi dengan caranya sendiri. Ia memanfaatkan koneksi hingga bisa dengan mudah mendapatkan data yang dibutuhkannya. Setelah Jasin yakin kalau informasi itu valid, barulah ia melaporkan kembali pada Tama. Ia menarik napas berat saat menuliskan informasi itu. Ibu Riti mungkin tidak akan lama lagi hidup di dunia. Jasin terharu dan menulis dengan kata-kata bagus tentang istri majikannya, karena hal itulah Riti memutuskan untuk menikah dengan Tama.Mana ada wanita yang rela menikah tanpa hadiah dan hutang sang ayah sebagai mas kawinnya? Kecuali jika ia terpaksa. Pikir J
Sementara itu, Riti memasuki toserba bersama dengan Jojo dan langsung melakukan tugas mereka. Disela-sela waktu bekerja Riti menceritakan semua tentang bagaimana cara ia mendapatkan uang dengan mudahnya. Ia juga mengungkapkan kekecewaan, karena tidak bisa membelikan jam tangan dengan harga satu juta untuk Leri, orang yang disukainya. Ia sadar kalau dirinya sudah menikah, tapi ia masih berhak menyukai pria lain karena Tama tidak mungkin mencintainya dan pernikahan mereka hanya sementara. Tak lama setelah itu, beberapa orang berpakaian resmi memasuki toserba. Mereka berkerumun di sekitar Riti dan Jojo, yang sedang membersihkan area belanja. “Apa di sini ada acara makan siang bersama?” tanya Jojo sambil membereskan beberapa produk di rak, saat ia melihat pemandangan yang tidak biasa, ada rombongan berpakaian seragam di sekelilingnya. Riti berdiri tak jauh darinya, ia mendengar pertanyaan Jojo dan menggelengkan kepala. “Di sini tidak ada restoran! Sialan!” ujarnya gelisah. Ia menangk
Pada sore harinya, Riti pulang ke rumah Tama sesuai janji. Jasin yang menjemput dan pria itu memberinya banyak nasihat.“Sebaiknya Nona tidak membuat banyak masalah, Tuan Tama sudah memiliki persoalan di perusahaan, pasti akan repot kalau Nona menambahnya ...!” kata Jasin, ia menyampaikan arahan dengan lembut dan sopan, saat Riti berada di kendaraan. Riti pun mengangguk.Meskipun ia heran kenapa Jasin tiba-tiba memberinya nasihat demikian, tapi ia tetap mendengar dan memakluminya. Sebab seperti itulah kasih sayang seorang ayah pada anaknya. Ia tidak ingin anaknya mengalami sesuatu yang buruk.Sesampainya di rumah, Riti menunggu Tama di kamarnya, tapi ia heran karena laki-laki itu tidak juga pulang. Ia bertanya pada Sima dan semua orang, tetap, mereka semua kompak dengan mengatakan hal yang sama.“Saya tidak tahu, Nona!”Bahkan, sampai keesokan harinya Tama tidak menampakkan batang hidungnya. Riti sadar kalau dirinya tidak diinginkan, karena Tama memang awalnya mau menikahi Yuna
“Apa aku salah menjadi orang seperti itu?” Tama dia meski dia tidak tahan, ia hanya melirik istrinya yang tertawa geli di sampingnya. Riti menahan tawanya saat melihat ibu dan anak yang beradu argumen karena berbeda pandangan. “Riti, bagaimana pendapatmu kalau suamimu kehilangan semua kekayaannya dan kamu terpaksa hidup di desa seperti yang kemarin-kemarin kamu lakukan?” tanya Deliza dengan tatapan serius kepada menantunya. Riti tahu bahwa Tama memang kehilangan kekayaannya selama mereka bersembunyi di desa. Namun, Iya juga tahu bahwa sekarang Tama kembali memiliki semua perusahaannya. “Apa Ibu kira hidup di desa itu susah? Itu tidak sulit, lebih sulit lagi saat aku harus hidup sendiri dan mengurus ibuku!” “Oh!” gumam Deliza, “Maafkan aku soal ibumu, Riti, Aku senang bertemu denganmu, dan aku lebih senang lagi setelah tahu bahwa kamu adalah, anak dari saudaraku!” “Aku mengerti! Tapi, Bu! hidup di desa itu sangat menyenangkan dan di sana semua orang hidup seperti
Tama kembali menemui Riti dan ibunya di rumah sakit yang menjadi rumah mereka. Sementara itu Jasin sudah kembali ke perusahaan dan menenangkan semua pemegang saham. Lalu, ia menyelesaikan masalah di sana satu persatu. Tentu saja ia bekerja sama dengan semua teman dan orang-orang kepercayaan Tama, hingga keadaan Grup Unitama dan perusahaan-perusahaan Pratama, kembali seperti semula. Hando sebentar lagi akan mendapatkan jadwal sidangnya, dan sudah dipastikan hukuman seumur hidup yang akan diterimanya. Kerusakan yang dilakukannya di berbagai tempat, juga memberatkan pasal-pasal yang dituduhkan padanya. Demikian juga Sony ia mendapatkan pengadilan juga, tapi ia tidak di hukum dengan hukuman seumur hidup. Ia mendapatkan hukuman 20 tahun penjara. Wisa sangat bersedih, karenanya, secara tidak sengaja wanita itu mengucapkan kekhawatirannya, “Sony, Bagaimana kalau kamu dihukum selama itu Bagaimana jika terjadi apa-apa denganku dan anakmu Listi?” katanya sambil menangis. Dari
“Kalau begitu, aku tarik kata-kataku kalau dia baik!” kata Riti dan Tama tertawa.“Tidak boleh bilang laki-laki lain itu baik, kecuali aku, oke?” kata Tama sambil mencium istrinya.Setelah itu Tama mengajak Dion pergi ke tempat yang pernah ia gunakan untuk menyekap Sony. Mereka pergi diiringi dengan beberapa pengawal Tama. Tentu saja Jasin ikut bersama dengan mereka. Sony terlihat kurus dan luka-lukanya belum sembuh sempurna, masih banyak bekas luka yang diakibatkan oleh pukulan dari Tama. Pria itu hanya diam dan pasrah akan dibawa ke mana pun juga.Tama langsung membawa Sony ke lokasi yang sudah dibagikan, oleh orang tak di kenal yang menghubunginya. Ternyata ia adalah seorang pria bertubuh kurus yang mengaku sebagai adik sepupu ibunya.Di tempat itu mereka merekam pengakuan Sony dan mengirimkannya pada Brawijaya. Tentu saja disertai ancaman.Mereka ingin agar Hando, anak bungsunya itu, mau mengaku dan mengembalikan semua aset milik Tama yang sudah diambilnya. Jika tidak, maka
Keesokan harinya, Tama memuaskan istrinya hingga seharian penuh, dengan berbelanja di kota. Ia membeli apa pun yang diinginkannya. Terakhir mereka menyewa sebuah salon dan memanjakan tubuh hanya berdua dengan pelayanan VIP yang pernah ada.Riti sangat bahagia dan bersyukur dengan kemanjaan yang diberikan Tama. Sungguh, menghabiskan sepanjang sore dengan dipijat, itu hal yang luar biasa. Apalagi ia melakukannya berdua dengan suami tercinta.Mereka selesai dipijat dan melakukan rangkaian pelayanan di salon sampai puas. Baik Tama dan Riti kini terlihat segar kembali, dan acara di akhiri dengan makan malam. Setelah itu, mereka memutuskan untuk menginap di hotel karena besok akan melanjutkan perjalanan menengok Delizah.Keesokan harinya, saat sepasang suami istri itu tiba di kamar Delisa, yang terdapat di sebuah rumah sakit swasta, mereka melihat wanita paruh baya itu, dalam keadaan baik-baik saja. Riti ingin menghabiskan beberapa hari bersama ibu mertuanya dan sang suami pun setuj
“Bukannya kamu mau berhenti peduli? Atau sebenarnya kamu ini terlalu cerdik, sengaja membuat syarat-syarat itu, karena kamu tahu Hando akan membuat kekacauan?” Jasin balik bertanya.“Jas, aku hanya penasaran! Awalnya aku hanya tidak mau keuntungan proyek kita berada di tangannya semuanya! Enak saja dia!”Jasin pergi dari rumah itu dan kembali ke kota seorang diri, demi memuaskan keinginan Tama untuk mencari informasi. Ia juga untuk sementara tidak mengaktifkan ponselnya. Oleh karena itu ia menemui beberapa orang secara langsung. Dari pertemuan dengan mereka, ia tahu bahwa ada beberapa investor yang ternyata akrab dengan anggota keluarga Prapanca. Mereka ini yang memiliki ide untuk menarik uangnya dan mereka tahu bersamaan dengan kejadian Hando yang pergi ke kantor pusat grup Pratama.Mengetahui hal itu, Jasin senagaja makan malam sambil mengikuti salah satu anggota keluarga Prapanca yang mengadakan pertemuan dengan para pemegang saham ini.Jasin mendengar sendiri strategi mereka
“Ibuku itu sama seperti aku! Jadi untuk apa aku berharap pada keluarga itu?”Tiba-tiba perang kesedihan di hati Tama, dirinya dan istrinya tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama dikucilkan dari keluarganya.“Tapi, Tama! Apa kira-kira yang dilakukan oleh ibu dan Dion, saat kalian bertemu sebulan yang lalu?” Jasin berusaha menginformasikan dugaannya tentang, sikap Dion dan Delizah saat mereka bertemu dikuburan Tina.“Memangnya apa yang bisa dilakukan dua orang itu? Baru kemarin kamu bilang kalau Dion itu bekerja menjadi satpam!”“Ya, dia itu bukan satpam biasa, dia seorang informan juga!”“Kenapa baru bilang sekarang?”“Aku pikir itu tidak penting!” kata Jasin sambil mengingat kembali informasi tentang Dion. Tidak banyak yang ia dapatkan, selain informasi tentang tanggal lahir, orang tua, tempat tinggal dan pekerjaannya. Namun, setelah menyelidiki lebih lanjut, ternyata Dion orang yang hampir sama dengan dirinya. Dahulu, mereka juga pernah bekerja sama, tapi kemudian Dion membat
“Apa Ibu dan Ayah masih mengingatku?” tanya Deliza, dengan menahan air matanya sekuat tenaga.Ibunya menghambur dalam pelukannya, mana ada ibu yang rela melihat kondisi anaknya hingga terlihat lebih tua dari dirinya. Delizah tahu jika ilmunya sangat merasa bersalah karena penampilannya itu. “Ibu jangan kuatir aku baik-baik saja aku tidak selama yang ibu kira, selama ini aku sudah bertahan tanpa kalian jadi apa yang aku alami sekarang bukanlah apa-apa!” kata Delizah sambil menepuk bahu ibu yang sedang memeluknya. “Maafkan Ibu dan Ayahmu yang tak berguna ini, yang tidak mampu membela di hadapan kakakmu saat itu!”“Ibu tidak perlu meminta maaf padaku, aku tetap akan menjadi anak ibu untuk selamanya! Sekarang lihatlah, mungkin kita tidak akan lama lagi kembali bersatu seperti dulu, kita hanya perlu menyelesaikan masalah ini bukan?”Sang ibu mengangguk dan mengusap air matanya, setelah itu Deliza melambaikan tangan. Ia dan Dion terus berlalu, sambil mendorong kursi rodanya sampai ke
Tanpa sepengetahuan Tama dan Riti, dua orang itu pergi menuju ke rumah keluarga Prapanca.Saat Delizah dan Dion tiba di kediaman keluarga itu, mereka tidak mengalami hambatan yang berarti. Para pengawal yang ada di sana mempersilahkan mereka, karena Deliza dan Dion memakai tanda kebesaran keluarga itu di pakaiannya. Mereka memang orang-orang terbuang dan memilih untuk, keluar dari keanggotaan keluarga terpandang. Namun, bukan berarti kedua belah pihak saling melupakan. “Sudah aku duga, kalian akan datang ke sini juga pada akhirnya!” kata Prapanca, ia muncul setelah dua tahunnya menunggu satu jam lamanya. Namun, Deliza dan Dion merasa lega karena orang tua itu, akhirnya mau menemui mereka setelah sekian lama.“Kakek! Haruskah aku berlutut padamu, untuk meminta maaf atas kekeliruanku?” kata Deliza.“Ya! Memohonlah dan berlututlah!” kata Prapanca.Deliza berlagak begitu kesulitan turun dari kursi roda, hingga dua orang pengawalnya membantunya untuk, bisa berlutut dengan posisi
Setelah kedatangan Dion hari itu, Tama dan istrinya pergi ke kota di mana ibunya berada. Namun, setelah sampai di sana para penjaga mengatakan jika ibunya sedang berkunjung ke rumah keluarganya. Riti khawatir jika ibu mertuanya pergi ke keluarga besar Prapanca. Sehingga ia mencoba menghubungi Dion untuk menanyakan kebenarannya.“Halo! Dion, apa kamu tahu, ibu Deli pergi ke keluarga Prapanca?” “Aku tidak tahu, aku belum siap mengatakan semuanya pada Bibi Deliza!” Kata dion dari balik telepon.“Jadi kamu belum menemui Ibu Deliza?” “Riti, seharusnya kamu dan suamimu lah yang harus mengatakan secara langsung pada ibu mertuamu itu! Bilang padaku kalau kamu menemuinya aku akan datang juga!”Sementara Tama masih mencoba menghubungi ibunya tapi tidak bisa juga.Akhirnya Rity mengusulkan agar mereka pergi menengok makam ibunya. Kebetulan ia sudah lama tidak ke sana. Laki-laki itu pun setuju dan langsung mengadakan perjalanan ke pemakaman Ibu mertuanya. Tak lupa mereka membawa rangk