"Iya Mom, mommy kan mau tinggal di sini jadi harus mengikuti aturan di rumah ini. Bukankah mengerjakan sholat itu sesuatu yang tidak sulit, kenapa wajah mommy terlihat keberatan.""Nanti mommy kerjakan di rumah, kamu duluan saja," sahut wanita itu tak langsung bergegas. "Iya Mom, perempuan memang sebaiknya mengerjakan di rumah. Shaka ke masjid dulu ya, assalamu'alaikum ...," ucap pria itu pamit. "Apa banget Shaka ini, sudah seperti Pak Ustadz saja yang tengah ceramah," gerutu Nyonya Jesy kesal melihat putranya yang sudah berubah seratus delapan puluh derajat itu. Perempuan itu tidak lekas beranjak, hanya menatap dengan malas. Membiarkan kain sholat itu teronggok di tempat semula tanpa tersentuh sedikit pun. Hatinya masih enggan beranjak dari tempat ternyamannya. Walaupun sebenarnya tidak nyaman sama sekali. Demi apa putranya yang dulu seorang penguasa kaya raya memilih tinggal di gubuk derita yang minum fasilitas mewah. Belum ada satu malam memutuskan tinggal di rumah itu saja Nyo
"Dia tidak membenci, dia hanya sedang keliru saja bersikap dan belum mengenalmu dengan benar. Aku yakin mommy akan merubah pandangannya setelah tahu kamu yang sesungguhnya.""Aku nggak mau berekspektasi terlalu tinggi. Sudahlah, aku mau tidur." Tsabi merubah posisinya hingga memunggungi suaminya. Membuat Shaka makin merapatkan dekapannya. "Kenapa munggungin aku sayang, hmm?" bisik Shaka gemas"Pegel Mas, jangan salah sangka," kata wanita itu lalu kembali merubah posisinya hingga menghadap suaminya kembali. "Ya udah, kamu hadap sana, biar aku yang pindah." Shaka memberikan solusi. Dia berpindah ke sisi kanan istrinya tidur. Jadilah mereka tetap saling memeluk menemui malamnya. Tsabi merapatkan tubuhnya, mengusai lembut di dadanya yang bidang. Mencari kenyamanan di sisa malamnya. Shaka mengelus belakang kepalanya lembut. Memberikan sentuhan kasih sayang yang begitu menenangkan. Tak bituh waktu lama, Tsabi terlelap dengan damai. Disusul Shaka ikut memejamkan matanya. Sedangkan di ka
"Kita mau belanja apa Mas?" tanya Tsabi sembari mengingat kebutuhan rumah tangga yang sudah mau habis. "Pampers Zayba sayang, udah mau habis. Sama perlengkapan lainnya juga. Sabun, sampo, lation baby. Pokoknya keperluan Zayba. Di rumah tinggal dikit," kata Shaka mengabsen dari semua barang-barang di rumah yang mulai menipis. Pria itu hafal betul, karena kesehariannya Zayba lebih banyak bersama abinya. Pantas saja Nyonya Jesy selalu mengatakan menjadi baby sitternya. Kendati demikian, Shaka malah tidak begitu setuju kalau Zayba diasuh orang lain. Dia sudah terbiasa, dan sangat menikmati perannya sebagai seorang ayah. Walaupun terkadang sangat repot, tetapi bekerja sama dengan istrinya mengurus bayi mereka adalah pilihan dia sendiri. "Siap Mas, kebutuhan dapur juga kayaknya udah mau pada habis. Sekalian beli saja ya, mumpung sekalian ke sini.""Iya, beli sekalian sayang," kata pria itu memberi kebebasan. Rezeki bisa dicari bersama-sama, tetapi kebahagiaan dari hati, hanya orang-oran
Shaka menghela napas kasar begitu sampai rumahnya mendapati mobil Angel masih terparkir di halaman rumahnya. Kenapa malam begini wanita itu tak kunjung pulang juga. Rasanya sangat malas pulang ke rumah. "Ada apa, Mas?" tanya Tsabi mendengar dengusan kasar suaminya. Ia menoleh sesaat, melihat suaminya seperti menahan kesal. "Sepertinya tamu mommy belum pulang sayang," kata pria itu menduganya. Mobilnya bahkan masih terparkir di tempat yang sama sedari siang. "Kalau begitu, kamu nanti tidak boleh keluar kamar. Aku akan mengurungmu. Hihihi," jawab Tsabi di luar ekspektasi.Bukan itu masalahnya, perasaan Shaka langsung tidak enak. Dan benar saja, saat Tsabi dan Shaka masuk ke rumahnya dengan salam, dia malah serasa menjadi tamunya. Ibunya langsung menyambutnya dengan marah. Ekspresinya galak, Shaka tidak nyaman sama sekali. Dia juga takut ibunya akan berkata hal yang menyinggung istrinya. "Shaka! Kalian ini dari mana saja jam segini baru pulang?" tanya Nyonya Jesy menahan kesal. Kalau
Tsabi tidak jadi repot di dapur, selebihnya ia mengganjal perutnya yang lapar dengan kue kering yang tersimpan di toples. Ditambah teh hangat, syahdu sekali rasanya. "Mas Shaka lagi apa ya? Apa dia bisa tidur semalam? Kasihan pasti kedinginan," gumam Tsabi mengingat suaminya. Ternyata satu hati sekali. Di saat yang bersamaan, orang yang tengah Tsabi pikirkan baru saja selesai menunaikan sholat subuh. Dia juga mengingat istrinya dan segala kerepotannya tadi malam. "Apa kabar kamu sayang, maaf membiarkanmu repot sendirian," gumam pria itu lalu mengirim pesan. Sebenarnya hendak menelpon, tetapi takut mengganggu barang kali belum bangun. Mengingat hari ini hari libur. [Assalamu'alaikum ... cantik, apa sudah bangun?]~Tsabi yang mendapati WA dari hubby tersayang langsung tersenyum menatap layar ponselnya. Dia tidak membalas dengan pesan, melainkan langsung menelponnya saja. "Sudah bangun sayang?" tanya Shaka begitu Tsabi menyapa dengan salam. "Udah dari tadi, aku kelaparan Mas, niat
Shaka mengangguk membenarkan. Ada kesedihan di matanya. Biar bagaimanapun, paman adalah orang yang dulu merawatnya dari kecil. "Selamat jalan paman, semoga engkau di tempatkan di sisiNya. Ammin," batin Shaka penuh doa. Ia langsung mengurus perihal kepulangan dan semua administrasi paman. Agar bisa langsung dibawa pulang ke rumah duka. Dikebumikan dengan layak. Tsabi mengusap-usap lengan Shaka. Menenangkan tanpa kata. Dia tahu suaminya tengah berduka. Sampai kabar meninggalkan paman, Angel masih belum juga bisa dihubungi. Shaka dan keluarganya langsung membawa ke rumah duka setelah urusan administrasi selesai. "Mas, aku izin pulang dulu ya, sekalian lihat Zayba. ASIku penuh, aku tidak membawa alat pumping. Nanti aku langsung ke rumah paman dengan keluargaku," kata Tsabi sekaligus ingin mengabari kedua orang tuanya untuk melayat. "Iya sayang, biar aku pesankan taksi untukmu," kata Shaka memastikan istrinya pulang dengan aman. Pria itu bahkan mengantarnya sampai istrinya masuk ke m
"Mom, Shaka pulang dulu ya," pamit pria itu sekaligus mewakili istrinya."Ya," jawab Nyonya Jesy berat hati. Kalau sudah urusan hati, memang susah dibujuk sedemikian rupa. Kesal, tapi tak juga bisa merubah keputusan putranya. Nyonya Jesy sengaja menginap untuk menemani Angel. Sementara Shaka pulang bersama istrinya. Rencananya besok baru akan ke sana lagi. Mereka pulang setelah acara ngaji dan tahlil selesai. Sampai rumah, Tsabi langsung bersih-bersih. Begitupun dengan Shaka. "Maaf ya Mbok, kami agak kemalaman," ucap Tsabi pada Bik Tini artnya. Dia sengaja memberikan yang saku untuk pulang. "Terima kasih Buk, pamit dulu," ujar wanita kisaran empat puluh tahun itu. Tsabi juga memesankan ojol guna mengantarkan Mbok Tini. "Mas, mandi dulu, aku siapin makan. Kamu belum makan kan?" ujar Tsabi pengertian. Shaka memang sedari siang tidak sempat makan. Dia hanya sarapan di rumah dan bahkan tidak makan lagi saking sibuknya mengurus ini itu. "Iya sayang," jawab Shaka beranjak. Pria itu
"Kamu ngapain sih Mas ngikutin mulu, tidur sana!" omel Tsabi melihat suaminya mengekor dirinya. "Ya itu Zayba rewel, mana tahu kamu butuh bantuan.""Nggak, aku pikir kamu malah nggak ingat pulang," jawabnya ketus. Efek lelah dan juga tubuhnya sedikit tidak enak badan, membuat Tsabi sewot sendiri. "Kok ngomongnya gitu, aku pasti pulang lah. Ya walaupun akhirnya malam. Maaf, tadi ikut ngaji dulu.""Ya nggak pa-pa kan, aku juga nggak pernah ngelarang juga. Kamu mau ngapain aja terserah kamu. Lagian ada Khalif kok yang bisa bantuin ke mana-mana.""Memangnya tadi ke mana? Kamu nggak telpon kan?""Seharusnya kamu ingat memberi kabar. Bukannya nungguin aku hubungi kamu. Memangnya aku sempat apa telpan telpon terus Zayba sakit begini.""Zayba masih sakit?" Tsabi tidak menjawab, melainkan menatapnya dengan merotasi matanya jengah. Bukankah pria itu tahu tadi pagi juga Tsabi sudah mengeluh kalau bayinya sakit. Apa seorang pria tidak sepeka itu. Perempuan itu kembali masuk ke kamar seraya me