"Gimana? harus jujur, nggak boleh bohong?" tanya Tsabi begitu Shaka mencicipi hasil masakannya. "Enak kok, jujur, kamu makin pintar saja memanjakan perut suami," jawabnya sembari mengunyah. "Kalau suka, besok aku masak lagi. Atau kalau nggak, Mas bisa request makanan kesukaan Mas biar aku masakin.""Aku pasti makan masakan kamu sayang," kata Shaka benar adanya. "Mas, minggu depan cutiku habis. Aku sudah mulai mengajar lagi. Zayba gimana ya? Aku titip di ummi nggak pa-pa? Atau cari orang buat ngasuh Zayba. Pagi sampai sore saja, setelah aku pulang, aku urus sendiri.""Emang harus berangkat lagi ya." Shaka agak kurang suka kalau istrinya bekerja. Terlebih baby Zayba butuh pengasuhan ibunya. Namun, ia juga tidak semata-mata melarangnya. Biar bagaimanapun, pekerjaan Tsabi menyangkut orang banyak dan mengenai tanggung jawabnya. "Iya Mas, kan cuma cuti tiga bulan. Kamu ngebolehin kan?""Biar Zayba sama aku saja. Nanti sambil jagain toko, aku bisa kok," jawab Shaka spontan membuat Tsabi t
Tsabi membawa dua teh hangat untuk kedua tamu yang sekarang sudah beranjak ke ruang tamu. "Silahkan Tante," ucap Tsabi sopan. Walau ada perasaan kesal, tetap saja dua harus menghormati ibunya Shaka. "Makasih sayang," ucap Shaka sebelum Tsabi beranjak. Perempuan itu sekaligus membawa Zayba ke dalam. Tidak ingin terlibat obrolan apa pun dengan anak dan juga ibu itu. Walau hatinya kepo. Berusaha menahan diri untuk ranah yang bukan urusannya. "Silahkan diminum Mom," ujar Shaka mempersilahkan ibunya. Jangankan mencicipi buatan Tsabi, minat pun tidak. Kedatangannya tidak untuk berbasa-basi, dia tetap ingin meminta putranya kembali. Bahkan dengan iming-iming kekayaan yang fantastis. Namun, sayangnya Shaka saat ini tidak tergiur materi, apalagi gila jabatan yang membuat dirinya haus kekuasaan. Mungkin dia akan disanjung di depan semua orang karena kekuasaannya yang dimiliki. Namun, dia tidak tertarik sama sekali untuk menjadi seperti dulu. . "Ya ampun Shaka, kamu itu jangan keras kepala.
"Aku mau sendiri," kata Tsabi memberi jarak. Beringsut memutar tubuhnya menjauh dari Shaka sembari menyusut sudut matanya yang basah. Tidak menyalahkan Shaka, hanya saja sedang tidak ingin ditemani. Pria itu tertegun, bingung hendak melakukan apa. Dia juga tak kunjung beranjak dari kamar. Mau menggendong Zayba, nampaknya tengah minum ASI pada ibunya. "Oke, Mas di depan ya, kalau butuh sesuatu, panggil saja," katanya berpesan. Tangannya terulur hendak meraih puncak kepalanya. Namun, hanya berakhir menggantung di udara. Dia menarik kembali. Takut merasa Tsabi tidak nyaman. Shaka meninggalkan Tsabi yang jelas sedang tidak baik-baik saja. Dia bingung hendak melakukan apa. Pria kaku yang sebelumnya tidak mempunyai pengalaman romantis apa pun dalam hal wanita. Sedang belajar meratukan kekasih halalnya, walau hasilnya masih selalu bikin istrinya nangis. Jadi, ketika mendapatkan hal semacam ini, Shaka ikut galau sendiri cara membujuknya. Shaka kembali ke toko otomotif, dia menyibukan diri
Shaka mandi dengan cepat, sementara Tsabi bermain dengan Zayba yang sudah bangun dari tadi. Baby mungil itu tidak rewel sama sekali. Ketika terbangun, ada ibunya di dekatnya yang langsung menyapa dan memberikan perhatian. Derit pintu kamar yang terbuka membuat wanita itu menoleh sekilas, lalu kembali menyapa Zayba dengan guyonan. Shaka masuk dengan handuk melilit sebatas pinggangnya. "Ini ganti buat aku?" tanya pria itu menghampiri istrinya. Melihat pakaian dirinya sudah tersaji di atas ranjang, membuat hati Shaka menghangat seketika. "Iya," jawab Tsabi tanpa mengalihkan pandangan. Tetap sibuk membersamai bayinya. "Katanya mandiin, udah aku siapin airnya," ujar pria itu pengertian. "Siap Abi," jawab Tsabi seolah mewakili jawaban bayi mungilnya. Wanita itu langsung membuka pakaian Zayba, membawanya ke kamar mandi. Tak lupa menyambar handuk bersih yang ada di gantungan. Dengan santai memandikan Zayba. Sudah tidak kaku lagi, bahkan bisa sangat lancar membolak-balik saat menyabuni.M
Shaka mencengkram kuat punggung pria itu saat hendak berlari. Menariknya hingga tersungkur mundur. Menghalangi agar tidak lolos, lalu dengan sekali pukulan menghajarnya. Tak memberi ampun sedikit pun. Pria dengan penutup wajah itu terhempas ke sudut ruangan. Saat Shaka hendak melayangkan tendangan, dia berhasil menghindar, lalu berusaha berlari lagi. Namun, lagi-lagi Shaka mengejarnya hingga pria itu kembali menghempaskan ke dinding. "Bangun brengsek! Untuk apa kamu merusuh di tokoku. Cari mati ya!" sentak Shaka menghardiknya. Tidak memberikan satu kesempatan pun untuk pria itu melawannya.Pria yang kini telah terkapar itu terdiam putus asa. Dia masih mencari celah untuk melarikan diri. Namun, tentu hal itu tidak Shaka biarkan. Sebelum penjahat itu beringsut menjauh, Shaka kembali memberi serangan hingga membuat pria itu mengerang kesakitan."Jangan!" pekik penjahat itu memohon ampun saat Shaka hendak menendangnya. "Tolong lepaskan aku, Tuan, , aku hanya orang suruhan," kata pria i
Tsabi menunggu kepulangan suaminya yang tak kunjung muncul. Wanita itu mulai cemas lantaran Shaka tidak meninggalkan pesan apa pun. Ditambah ponselnya tertinggal, jadi tidak bisa saling memberi kabar. "Duh ... Mas Shaka ke mana sih, bikin orang cemas saja." Tsabi yang tidak tenang sampai mengabaikan rengekan Zayba. Wanita itu melamun di ruang tamu sembari menunggu kepulangan Shaka. "Apa aku telpon Khalif saja ya, mana tahu bisa bantu," ujar Tsabi tak bisa diam begitu saja. Namun, niatnya kembali bertentangan dengan naluri hatinya. Bagaimana nanti kalau ummi dan abi sampai tahu dan banyak tanya. Bukankah itu malah akan memperumit hubungan yang sudah diperjuangkan sejauh ini. Rengekan Zayba membuat Tsabi beranjak dari ruang tamu. Menghampiri putrinya yang sendirian di kamar. "Zayba, jangan rewel sayang, do'akan abi yang belum pulang. Semoga abi ingat Zayba ya di mana pun berada. Dia bisa pulang secepatnya," ucap Tsabi sembari menenangkan bayi mungilnya. Baby Zayba kembali diam sete
"Aku ke kamar mandi dulu Mas," ujar perempuan itu turun dari kasur. Sedang kurang mood, tapi bukankah keinginan suaminya tidak bisa ditolak. "Sayang, aku tunggu di kamar sebelah ya," kata Shaka beranjak. Mengikuti langkah Tsabi lalu ke kamar lebih dulu. Cukup lama pria itu menunggu, hingga sedikit tak sabar sampai menyusulnya. "Mas, ngapain di sini?" tanya Tsabi keluar dari kamar mandi mendapati Shaka menunggunya di depan pintu. "Nungguin kamu, mandi ya pantesan lama," kata Shaka melihat istrinya hanya dengan bathrobe saja. "Iya Mas, maaf membuatmu menunggu lama," kata Tsabi salah fokus. Dilihat suaminya sedemikian intens mendadak hatinya tak karuan. Shaka tidak mengatakan apa pun lagi. Langsung membungkuk mengangkat tubuh istrinya begitu saja. Spontan Tsabi memekik. Dia sampai menutup mulutnya sendiri karena merasa sedikit berlebihan. Pria itu langsung membawanya ke kamar sebelah. Kamar rahasia tempat untuk memadu kasih. "Wangi banget sayang, aku suka aromanya," kata Shaka mul
Shaka menemani Zayba sementara Tsabi membereskan sisa makan malam mereka. Keluarga kecil itu baru berkumpul lagi ke kamar setelah urusan ruang makan beres. Perempuan itu menyiapkan untuk besok. Sudah kembali mengajar lagi setelah tiga purnama cuti melahirkan. "Kamu tidur dulu nggak apa, ini sepertinya Zayba beneran ngajak begadang," kata Shaka pengertian. Mengingat istrinya juga sudah mulai sibuk besoknya. "Iya Mas, aku titip Zayba ya, dia nggak bobo-bobo, tadi melek jam segitu ya pasti betah sampai malam.""Nggak apa, biar aku yang jagain. Kamu istirahat gih, besok masuk biar segeran."Tsabi menurut, dia lekas menemui pembaringan. Menarik selimut mengistirahatkan tubuhnya. Sementara Shaka masih menemani Zayba yang masih melek sendirian. "Sayang, kamu mau nemenin papa kerja, heem ya, kok nggak ngantuk-ngantuk. Mau minum susu lagi?" kata Shaka sembari menyibukkan diri di depan laptop. Menyelesaikan desain yang diminta dari rekan Khalif. Rencananya akan segera dikirimkan setelah ter