Shaka terjaga menjelang subuh, ia baru menyadari kalau semalam tidurnya terasa hangat dan nyaman. Melihat selimut dan bantal menjadi propertinya, membuat pria itu tersenyum lega. "Pasti Tsabi, terima kasih sayang, aku tahu kamu peduli sama aku," ucap Shaka tersenyum. Walaupun istrinya tengah ngambek, tetapi perhatian juga. Dipandanginya wajah cantik istrinya dan juga baby Zayba yang masih lelap secara bergantian. Bersyukur sekali mempunyai mereka. Orang-orang yang memberikan semangat dalam hidupnya. "Maaf sayang, sudah bikin kamu kesal. Aku ke masjid dulu ya," ucap Shaka turun dari ranjang berpamitan. Sebelumnya sempat meninggalkan jejak sayang di keningnya. Tak lupa merapatkan selimut di tubuhnya. Pria itu bergegas bersih-bersih, menukar pakaiannya lalu beranjak ke masjid. Usai menunaikan jamaah, Shaka langsung turun dari masjid. Namun, seorang Ustadz menghampirinya. "Assalamu'alaikum ... Gus Shaka," ucap seorang pria bersahaja mendekatinya. "Waalaikumsalam ... iya, ada apa ust
"Mas, itu dari siapa?" tanya Tsabi menunjuk paper bag di meja. "Dari tamunya abi, katanya dari umminya," sahut Shaka lalu beranjak mengambilnya. "Isinya kayaknya pakaian sayang, kamu nggak mau coba?""Nanti Mas, udah nyaman pakai ginian kalau di rumah. Mau nggak, aku suapin," tawar perempuan itu menyodorkan sendoknya. Shaka membuka mulutnya, jadilah tanpa terasa mereka sarapan berdua. "Lagi ya, belum kenyang," ujar Tsabi menunjuk bungkus satunya. "Sini gantian aku yang suapin kamu," kata Naka bertukar peran. Giliran Shaka yang menyuapi istrinya. Pagi-pagi pasutri ini sudah manis saja. "Nanti siang mau makan apa, biar dianterin ke bengkel. Biar nggak usah jajan di luar.""Nggak usah, nanti ngerepotin. Lagian kan nggak ada yang nganterin. Kamu juga masih butuh istirahat.""Pingin main ke sana, boleh ya, nanti siang sekalian bawain kamu makan siang.""Duh ... istriku kenapa perhatian sekali sih. Ya udah terserah kamu saja. Kalau nggak jadi juga nggak pa-pa," kata Shaka santai. Meni
"Terima kasih banyak Saga, kami tidak butuh pendapatmu," jawab Tsabi menatap tajam pria di depannya. Tak ada sedikit pun rasa takut di hati Tsabi menghadapi pria di hadapannya yang sengaja ingin merendahkan suaminya. Saga tersenyum lembut, menatap tanpa jeda. "Owh ya, aku selalu menyukai cara berpikirmu. Jangan lupa hubungi aku cantik, kalau kamu berubah pikiran," ucap Saga sembari mengelus kepala Zayba dalam gendongan ibunya. Sontak saja Tsabi langsung memberi jarak, sementara Shaka menatap tajam tidak rela. Saga ini selalu kurang ajar dengan istrinya. "Ayo Mas, kita pergi dari sini," ucap Tsabi menahan tangan Shaka yang sepertinya tidak terima."Nggak usah diladeni, dia tuh nggak waras, yang ada makin buat kita kesal," kata Tsabi menenangkan Shaka. Harga dirinya dijatuhkan di depan istrinya. Beruntung Tsabi tipe wanita yang sama sekali tidak berhasrat dengan harta benda. Dia lebih menyukai Shaka yang sekarang. "Maaf ya, gegara aku hidup kamu jadi susah," kata Shaka merasa belu
"Ada apa Tsa? Kenapa teriak-teriak!" tanya Shaka mendekat. "Mas, itu, ada binatang di situ. Nggak mau," ujarnya begidik geli sendiri. Shaka langsung masuk ke kamar mandi. Ternyata sejenis katak kecil di pojokan yang bisa lompat tinggi-tinggi. Pria itu mengusirnya agar masuk ke dalam ember, lalu hendak mengeluarkan. Namun, katak itu malah lompat-lompat ke sana kemari. Tsabi yang masih di sekitar situ sampai menjerit resah, bahkan langsung lompat ke tubuh Shaka saat katak itu lompat ke arahnya. "Mas, itu di bawah kaki aku, nggak mau!" pekik Tsabi kaget. "Eh, sayang, aku susah nangkapnya kalau kamu gini," ujar Shaka tak kalah kaget. Tsabi yang kadang galak itu takut dengan katak kecil. Sekarang malah nemplok tak mau turun. "Ada apa, Bang?" tanya Mat dan rekannya sampai masuk ke dalam. Teriakan Tsabi sepertinya terdengar dari luar hingga mencuri atensi dua pegawai Shaka. Shaka menoleh, seketika dua rekan kerjanya menjadi salah tingkah melihat Ning Tsabi tengah nemplok dalam gendong
"Eh, masya Allah, kaget sayang, kamu lucu sekali." Tsabi langsung menggendongnya karena Zayba menangis. Kaget dengan kentutnya sendiri. Menimangnya dan membawanya ke ruangan lain agar mendapatkan suasana baru. "Maaf Ning, ini pesenan Bang Shaka," ujar Mat menginterupsi. Mat lebih dulu mengetuk pintu yang terbuka sambil bergumam permisi. "Owh, iya terima kasih," jawabnya sopan. "Udah Mat?" Shaka muncul dari kamar."Iya Bang, kembaliannya saya taruh lagi di tempat semula.""Buat beli rokok aja Mat, buat kalian. Itu juga yang dua porsi buat kalian. Makan siang dulu!" seru Shaka berbaik hati. "Wah ... beneran Bang? Terima kasih Bang, siap," ucap Mat berbinar. Mendapat rezeki berlimpah siang ini. Shaka mendekati bungkusan yang baru saja dibawa Mat. Langsung membukanya agar istrinya makan lebih dulu. "Sini Zayba sama aku dulu, kamu makan biar ada tenaga.""Nggak apa Mas, tunggu sebentar nungguin adek bobok aja.""Jangan, nanti telat makan. Disuapin mau?" tawar pria itu sungguh hati.
"Siapa yang telpon?" tanya Shaka usai mandi. "Angel Mas, belum aku angkat. Kamu aja," ujarnya tak mau ikut campur. Walau dalam hati kepo akut. Mendengar suaranya saja suka kesel kalau tidak pas. "Owh," jawab Shaka sembari memakai pakaian yang sudah disiapkan Tsabi. "Nggak ditelpon balik? Mana tahu penting." Berharap dalam hati Tsabi, tidak ada huru-hara lagi. Kejadian kemarin yang tiba-tiba mengangkat telpon Shaka saja masih menyisakan kesal. "Biarin, nanti saja," jawab pria itu santai. Lalu bersiap-siap ke masjid. Sementara Tsabi sholat di rumah bergantian dengan ummi karena menjaga Zayba. "Tsa, sholat dulu, biar Zayba sama ummi," kata Ummi Shali pengertian."Iya Ummi," jawab Tsabi langsung mengiyakan. Tsabi langsung bergegas setelah ada yang menjaga bayinya. Usai menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim, Tsabi langsung mendekati Zayba yang masih anteng dalam gendongan neneknya. "Tsa, Zayba kok kaya anget? Apa perasaan Ummi saja kalau gini. Coba kamu periksa?" adu Ummi mera
"Udah semua?" tanya Shaka mengemas barang yang akan diboyong, lalu memasukkan ke mobil. "Iya, lainnya biar sisain di sini. Tolong tas aku Mas, itu ponselnya sekalian masukin," pinta Tsabi meminta tolong. Tsabi menggendong Zayba, sementara Shaka membawakan tas dan printilan lainnya. Mereka pamit bersama-sama menghadap kedua orang tuanya dan semua penghuni rumah. "Uti pasti kangen banget sama Zayba, sering-sering main ke sini ya. Kalau sampai masa cutimu habis belum ada yang jagain Zayba, biar sama ummi," katanya siap sedia. Lagian di pesantren banyak yang bantuin, sudah pasti anak-anak asuh Ummi Shali mau membantunya kalau tengah repot. "Siap Ummi, pasti sering mampir kok, assalamu'alaikum ...," ucap perempuan itu menyalim takzim ibunya. Memeluk hangat, tak lupa memberikan senyuman perpisahan.. Diikuti langkah hangat Shaka melakukan hal yang sama. "Pamit dulu Ummi," ucap Shaka menyalim kedua mertuanya. "Titip Tsabi, Ka," ucap ibu dari tiga anak itu sendu. Ada kekhawatiran yang d
"Baiklah, besok Shaka usahakan ke rumah paman," ucap Shaka pada akhirnya. Menepis kekhawatiran Tsabi yang begitu kentara. "Tapi, saya datang bersama Tsabi paman," sambung pria itu kali ini harus melibatkan istrinya dalam bentuk apa pun. Shaka tidak ingin Tsabi merasa khawatir di rumah lantaran menunggu dirinya. Atau kejadian seperti kemarin yang menyebabkan istrinya salah paham. "Terserah, tapi paman sarankan kamu datang sendiri, karena ini akan memakan waktu yang mungkin tidak sebentar. Bisa saja kan istrimu bosan.""Dia akan lebih bosan kalau menunggu Shaka di rumah. Benarkan sayang?" kata Shaka mengalihkan tatapannya pada Tsabi. Perempuan itu mengangguk, hatinya merasa lega setelah berkeinginan untuk mengajaknya. Walaupun ada rasa takut yang mendalam, tetapi keputusan Shaka membuat hatinya menghangat. Merasa dianggap ada dan selalu dilibatkan dalam urusannya. Sementara Angel, nampak kurang suka dengan perubahan Shaka dan sikap harmonis pria itu. Dua benar-benar telah kehilangan
"Tapi apa Mas?" Tsabi yang penasaran langsung mencicipinya. Tidak ada masalah, rasanya juga cukup enak. Namun, ia sedikit eneg ketika mendapati isian bawang bombainya."Hehehe. Seharusnya kamu bikin lebih banyak lagi. Aku suka, kalau ukurannya kecil gini kurang sayang.""Ish ... bikin worry saja. Habisin semuanya Mas, aku kenyang.""Kapan kamu makan?" Sedari bangun Shaka belum melihat istrinya mengisi perutnya."Lihatin kamu udah kenyang. Aku belum lapar, udah minum susu tadi," jawab Tsabi benar adanya."Sini aku suapin," ujar pria itu membagi sisa gigitannya.Sebenarnya Tsabi agak mual dengan bawang bombay, tetapi isian itu kurang menarik tanpa umbi satu itu.Tsabi baru mengunyah beberapa suapan, tetapi dia merasa semakin eneg. Wanita itu langsung beranjak dari kursi seraya menutup mulutnya.Shaka yang melihat itu langsung berdiri menyusul. Paling tidak bisa melihat istrinya dalam kesusahan."Sayang, maaf, kamu beneran mual?" ucap pria itu iba. Kasihan sekali melihat Tsabi yang menda
"Kamu juga capek kan Mas, kenapa mijitin?" tanya wanita itu sembari menyender di kepala ranjang. "Lelahku hilang saat melihat senyum kamu sayang," ujar Shaka jujur. Sedamai itu ketika menatap wajahnya yang teduh. Selalu menenangkan. "Bisa aja kamu Mas," jawab Tsabi tersenyum. Ditemani gini saja sudah mengembalikan moodnya. Apalagi dipijitin begini, sungguh Mas Shaka suami yang romantis dan pengertian. Perlahan netra itu mulai berat. Seiring sentuhan lembut yang mendamaikan. Tsabi terlelap begitu saja. Melihat itu, Shaka baru menyudahi pijitanya, dia membenahi posisi tidur istrinya agar lebih nyaman. Sebenarnya ada hasrat rindu yang menggebu, apalagi memang pria itu sudah beberapa hari tak berkunjung. Namun, nampaknya waktu dan keadaan kurang memberikan kesempatan. Tsabi juga terlihat lelah akibat aktivitas seharian di luar. Shaka akan menundanya besok sampai waktu memungkinkan. Agar keduanya sama-sama nyaman. Terutama Tsabi yang saat ini tengah hamil muda. Kadang moodian. Shaka h
"Nggak jadi aja ya, perasaan aku nggak enak," kata Shaka yang sebenarnya takut kalau nanti istrinya bakalan sakit hati lagi. "Kenapa, kalau dia nggak mau ketemu sama aku, mungkin mau dijengukin kamu. Kita bisa bawakan makanan kesukaan Angel dan mukena. Aku yakin dia mau berubah. Kita tidak boleh memusuhinya Mas.""Kenapa sih kamu jadi orang baik banget. Dia udah jahat banget loh sama kamu, sama keluarga kita. Wajar kan kalau pada akhirnya aku nggak respect.""Sangat wajar, itu namanya naluriah. Ketika seseorang disakiti terus membalas. Aku cuma mau kasih ini Mas, mana tahu dia bisa terketuk hatinya untuk melakukan kebaikan.""Oke, nanti aku antar," ucap Shaka pada akhirnya. Mereka benar-benar mengunjungi Angel yang saat ini dalam tahanan. Akibat perbuatannya, Angel harus menerima sanksi berat. Mendapatkan kurungan yang tak sebentar. Karena mencoba melakukan penganiayaan dan juga pembunuhan."Ngapain kalian ke sini? Puas lihat aku di sini seperti ini," sentak Angel menatap sinis pasu
Sepekan telah berlalu, tapi kesedihan nampaknya masih membekas di hati Shaka. Suasana hatinya beberapa hari ini sedang tidak baik-baik saja. Beruntung Tsabi adalah istri yang begitu perhatian dan pengertian. Wanita itu sangat sabar menemani suaminya yang dalam suasana duka.Hari ini pria itu sudah mulai beraktivitas kembali seperti biasanya. Toko dan bengkelnya juga sudah mulai dibuka kembali. Setelah sepekan tutup total karena dalam suasana berkabung. Ibunya memang belum meninggalkan banyak kenangan manis dengannya. Namun, sebagai seorang anak pasti sangat kehilangan ditinggalkan orang yang telah melahirkannya untuk selamanya. "Mas, ini ganti kamu hari ini," ujar Tsabi menyiapkan pakaian ganti suaminya. Walaupun beraktivitas di samping rumahnya, tentu Tsabi tak pernah lupa mengurusi pakaian suaminya juga untuk kesehariannya. Santai, tapi bersih dan tertata. "Makasih sayang," jawab Shaka memakainya begitu saja di depan istrinya. Sudah tidak tabu lagi. Bahkan menjadi pemandangan men
Tepat pukul lima sore hari Nyonya Jesy menghembuskan napasnya yang terakhir. Shaka sangat terpukul dengan kepergian ibunya. Pria itu tersedu sembari membacakan ayat-ayat suci di dekat ibunya. Tsabi mengusap lembut punggung Shaka setelah menyelesaikan surat yasin menutup doa ibu mertuanya. "Yang ikhlas Mas, biar mommy tenang," ucap Tsabi menguatkan. Dia tahu ini berat, hanya doa terbaik untuk almarhum mommy yang sekarang bisa ia lakukan. Wanita itu langsung menghubungi keluarganya. Ummi Shali, Ustadz Aka, dan Khalif serta beberapa orang abdi dalem langsung bertolak ke rumah sakit. Tentu saja untuk mengurus kepulangan dan juga pemakamannya. Beberapa orang lainnya nampak sudah bersiap menunggu jenazah pulang ke rumah duka. Suasana mengharu biru saat jenazah itu tiba dan hendak disholatkan. Ustadz Aka sendiri yang mengimaminya. Berhubung waktu belum terlalu malam, almarhum langsung dikuburkan malam itu juga. Tepatnya setelah sholat maghrib. Semuanya seakan berjalan begitu cepat. Padah
"Tsabi, apa yang terjadi sayang?" Ummi Shali dan suaminya langsung bertolak ke rumah menantunya begitu mendapatkan kabar dari Shaka. "Zayba jatuh Ummi, dia sepertinya sangat kaget," jelas Tsabi mengingat bocah kecil itu terlepas dari troli. Salah satu karyawan toko yang menggendongnya dan langsung mengamankan bayi itu. "Astaghfirullah ... Mas, cucuku gimana ini. Kita bawa ke tukang pijat.""Kenapa bisa sampai seteledor itu menjaga anak kecil. Bukankah kamu di rumah?""Tsabi tidak enak badan abi, tadi habis periksa. Aku nitip ke mommy, tapi malah ada musibah begini.""Kamu sakit?" tanya Ummi Shali menatap dengan serius. "Sakit, tapi sebenarnya—" Tsabi terdiam, agak ragu berkata jujur saat ini. Namun, bukankah kabar baik itu harus berbagi. "Sebenarnya apa?" tanya Abi Aka giliran yang menatapnya. "Zayba mau punya adik, Ummi," kata Tsabi malu dan ragu membagi kabar bahagia tersebut. "Kamu hamil lagi?" tanya Ummi cukup kaget. Baby Zayba belum genap satu tahun sudah mau punya bayi. Ba
"Ide menarik, boleh dicoba kalau nanti gagal.""Maaf ya, belum bisa bahagiakan kamu," ucap Shaka tiba-tiba. Baru saja mau bangkit, sepertinya ada saja halangannya. "Aku nggak ngerasa gitu kok, maaf juga kalau masih banyak mengeluh selama jadi istri kamu." Tsabi mencoba menerima dan bersabar dengan ujian yang datang dari keluarga Shaka. Dia juga harus bisa menerima keluarganya juga bukan. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Hampir satu purnama Angel menumpang di rumah mereka. Semua Tsabi lalui dengan tidak mudah. Karena wanita itu sering berulah dengan sengaja. Beruntung Shaka yang pengertian memperlakukan Tsabi dengan penuh perhatian. "Sayang, kamu pucet sakit?" tanya Shaka memperhatikan istrinya yang sepertinya kurang enak badan. "Agak pusing Mas, perlu minum obat kayaknya." Beruntung ini hari libur, jadi Tsabi tidak harus berangkat mengajar. "Ya sudah tiduran saja, mumpung libur juga. Tidak usah mengerjakan apa pun. Zayba hari ini full sama abi.""Makasih Mas," jawab
"Nggak bisa Mas, aku kan kemarin sudah izin. Kamu sarapan dulu ya, terus minum obat. Nanti biar Zayba sama Mbok Tini. Kemarin juga seharian sama Mbok Tini."Shaka yang tengah rebahan meraih pinggang istrinya agar duduk makin dekat. Pria itu memposisikan kepalanya tepat di pangkuan istrinya dengan manja. "Obatnya kamu," katanya sembari menenggelamkan wajahnya ke perut Tsabi. Tangan kanannya memeluk erat. Seolah tidak mengizinkan wanita itu untuk beranjak dari sisinya."Aku bikinin sarapan ya, terus minum obat.""Pingin sarapan kamu, yank, aku tidak semangat," kata pria itu mode rewel. Bisa begini juga ternyata cowok yang super dominan itum"Dih ... aku belum bersih lah. Tapi udah mau sembuh kok. Kamu kenapa jadi manja gini sih Mas. Nanti aku kabari kalau udah selesai.""Kangen, namanya juga kangen ya gini. Kamu cuek banget dari kemarin."Repot kalau suaminya mode rewel. Sakit sedikit manjanya ngalahin bayi. Tsabi tidak leluasa bergerak sama sekali. Tiba-tiba Zayba juga merengek. Tsab
"Kamu ngapain sih Mas ngikutin mulu, tidur sana!" omel Tsabi melihat suaminya mengekor dirinya. "Ya itu Zayba rewel, mana tahu kamu butuh bantuan.""Nggak, aku pikir kamu malah nggak ingat pulang," jawabnya ketus. Efek lelah dan juga tubuhnya sedikit tidak enak badan, membuat Tsabi sewot sendiri. "Kok ngomongnya gitu, aku pasti pulang lah. Ya walaupun akhirnya malam. Maaf, tadi ikut ngaji dulu.""Ya nggak pa-pa kan, aku juga nggak pernah ngelarang juga. Kamu mau ngapain aja terserah kamu. Lagian ada Khalif kok yang bisa bantuin ke mana-mana.""Memangnya tadi ke mana? Kamu nggak telpon kan?""Seharusnya kamu ingat memberi kabar. Bukannya nungguin aku hubungi kamu. Memangnya aku sempat apa telpan telpon terus Zayba sakit begini.""Zayba masih sakit?" Tsabi tidak menjawab, melainkan menatapnya dengan merotasi matanya jengah. Bukankah pria itu tahu tadi pagi juga Tsabi sudah mengeluh kalau bayinya sakit. Apa seorang pria tidak sepeka itu. Perempuan itu kembali masuk ke kamar seraya me