Setelah istirahat, ia kembali ke mejanya dan terkejut menemukan satu SMS ancaman lagi. Sebenarnya, teror itu tidak berhenti saat kejadian itu selesai. Sebab, Dea masih mendapat SMS ancaman setiap hari. Bayangkan, ia tak pernah berhutang, bahkan ia yang kadang memberikan pinjaman pada orang lain, tapi ia harus mendapat teror layaknya si tukang ngutang yang tidak mau membayar. Ia mencoba untuk berpikir positif, dan juga menceritakan ini pada Juna. Kemudian, Juna langsung menanganinya. Setelah Juna menanganinya, itu selesai, tapi seminggu berlalu teror itu datang lagi. Dea merasa hal itu datang dari orang yang cukup kuat, entah siapa orangnya tapi Dea jelas tidak bisa menebak, kira-kira siapa orang itu. Melka sendiri, ia tipe orang usil yang lebih memilih action daripada cara pengecut seperti teror ini. Ia benar-benar terganggu dengan itu. "Sayang!" Dea langsung berjingkat kaget dengan bisikan itu. "Apa yang kamu pikirkan sampe melamun gitu, hem?" tanyanya lembut. J
Pagi hari yang cerah bagi Dea, duduk di antara Oma dan Opanya yang paling ia rindukan. Suasana meja makan menjadi sangat hangat, kecuali sudut lain di mana Mira dan Aron terlihat sibuk sendiri dengan obrolan mereka. "Oma gak sabar bangt pingin liat Cicit Oma, bagaimanapun Oma kira kami tidak sampai bisa melihatnya, usia Oma bahkan sudah hampir 70 tahun you know?" Dea pun mengangguk, "Oma akan melihatnya segera." "Yah, asalkan kamu sehat selalu, Oma tenang." "Oma akan di sini lama kan?" tanya Dea berharap. "Yah, selam seminggu." "Kok cuma sebentar?" tanya Dea tak suka dengan situasi itu. "Gimana lagi, Oma harus kembali lagi kan?" "Gak harus, Oma dan Opa bisa tinggal di sini. Sampai aku melahirkan," rengek Dea. "Opaaaaaa!" bujugnya berganti pada sang Opa. "Kami akan kembali lagi saat kau melahirkan, jadi kamu tidak perlu khawatir, Sayang." Dea pun cemberut tetapi ia mengangguk setuju. "Enggak papa deh, pokoknya selama seminggu di sini, Opa dan Oma harus quality
Saat Dea dan Mira masih jadi sahabat; "Lu suka sama Bokap gue?!" tanya Dea remaja heboh. Mira remaja dengan senyum malunya mengangguk, ia baru saja mengungkapkan perasaannya pada sahabatnya tentang rasa sukanya pada Aron--ayah dari sahabatnya. "Ya siapa sih yang nggak suka sama Bokap lu? Kan elu sendiri yang cerita kalo banyak temen lo yang udah ngefans sama Bokap lo dari TK. Mereka nempelin bokap lu meskipun ... ya cuma ngefans doang." "Iya itu kan ngefans, beda ama lo yang bucin." "Ya anggap aja rasa suka gue ke Bokap lu cuma ngefans doang.""Gue bingung kenapa sih orang tuh pada suka sama Bokap gua, kan dia tuh udah tua.""Udah tua tapi masih cakep, why not?""Ih, why not, why not apaan. Lu liat aja Bokap gue itu udah 30an ke atas, udah Om-om! Selera lu liar juga ya.""Terserah lu mau bilang apa, gue juga nggak ngerti kenapa gue selalu naksir sama orang yang jauh lebih tua dari gue. Gak cuma Bokap lu aja, kalau gue ngefans sama artis juga gue bakal lihat orang yang minimal u
Setelah sang Oma mengobati luka Mira, Dea ingin pergi tapi sang Oma malah memanggiknya dan menyuruh Mira untuk istirahat ke kamar. Oma Zaenab menuntun cucu tersayangnya itu untuk duduk. Bagaimana lagi, Dea cucu perempuan satu-satunya. Cucu Oma Zaenab yang lain semuanya laki-laki. "Dea...." Dea terlihat ragu untuk menatap Omanya, tapi sang Oma hanya tersenyum dan menepuk pangkuannya. Maka dengan ragu, Dea tidur di pangkuan Omanya yang sejak kecil suka melakukan itu padanya. "Oma udah kangen sama sikap manja kamu loh." Dea terkejut dengan ucapan neneknya itu, ia kira neneknya akan marah, apalagi ia tidak meminta maaf pada Mira. "Oma kira setelah kamu pulang kamu bakal manja-manjaan sama Oma, eh malah kamu mau istirahat dulu. Apa kamu capek?" Dea segera tersadar, "Eggak sih, Oma. Cuman ya ... gitu." Oma pun tersenyum tenang, "Nggak apa-apa Sayang, Mira juga kelihatannya nggak masalah." Dea pun mengangguk, tetapi melihat ekspresi Omanya yang berubah sendu membuat Dea b
"Dia masih sama seperti dulu, dia yang patuh, tulus, dan selalu memikirkan kamu." Tentu, Dea merasa bahwa kata-kata Omanya tidak benar, tapi Omanya segera menegaskan. "Oma tahu kamu nggak percaya dengan itu, tapi S suatu hari nanti kamu akan ngerti kenapa akhirnya Oma masih setuju dengan pernikahan Mira dan Aron." Dea agak bingung dengan kata-kata itu, lagi-lagi ia harus menjadi pihak yang tak tau apa-apa. Mereka ingin menutupi alasan di balik pernikahan ayahnya dan Mira. "Papi terlihat cinta sama Mira." "Iya, kalau itu udah jelas, Sayang." Dan percakapan tentang Mira sampai di sana saja, karena Omanya langsung membahas soal perencanaan konsep pesta ulang tahun dari Aaron. ••• Sayang sekali, Dea harus menahan diri untuk bekerjasama dengan Mira yang ia benci. "Tulus apanya, dia bahkan penuh dengan tipu daya...." gumam Dea melihat bagaimana tingkah pick me Mira. Kini, Dea, Oma dan Mira duduk di sofa berjejeran untuk melihat katalog dari Tim WO untuk mengurus ulangt
H-2 suasana Mansion sudah diubah dengan dekorasi Ulang Tahun. Namun pernghuninya masih saja melakukan aktivitas seperti biasanya, seolah acara itu tak terlalu mengherankan bagi mereka. Mira sendiri merasa canggung ketika dimintai untuk mengatur acara tersebut agar berjalan lancar. Untunglah pekerjaan barunya cukup fleksible, ia bisa datang kapanpun ia bisa. "Kenapa?" tanya Oma melihat Mira yang terdiam di dapur. Mira menggeleng setelah sembuh dari keterkejutannya. "Hanya... aku merasa bingung. Nanti pas acara dimulai, dan aku belum diumumkan sebagai istri Aron. Aku takut bikin reputasi dia turun, maksudnya... aku...." Oma Zaenab pun tersenyum menggenggam tangan Mira. "Sudah saatnya kok Aron memperkenalkanmu pada mereka semua." "Tapi aku belum siap," ujar Mira. "Gak papa, pelan-pelan. Mereka mungkin akan shock, tapi pasti mereka menghargai keputusan Aron." Mira pun mengangguk, ia masih merasa sungkan dan ragu. Mungkin opsi lainnya, ia harus menyingkir dari acara agar
Mira sudah memastikan pada Mika untuk mengirim gaunnya segera, tetapi pada jam 9 pagi, gaun itu belum juga diantar.Baru jam 10 pagi, Mira dikabari kalau proses pengantaran bermasalah karena terjadi kecelakaan gaun yang diantar terbakar.Sehingga Mira tak bisa menggunakan gaun yang sama dengan keluarga Victorius yang lain, tapi Mika menyarankan untuk memberi alternatif dengan memakai gaun dengan warna yang mirip, yakni biru denim.Mira tkut jika itu menjadi masalah, ia takut dimarahi oleh Aron.Sampai jam 4 ketika semua mempersiapkan diri untuk make up, Mira malah keluar dengan gaun yang beda warnanya dengan mereka semua."Apakah ini hasil yang mereka katakan?" tanya Aron pada Mira dengan marah.Tetapi ia tak marah pada Mira, ia marah ke pada Mika yang ada di sana.Mika terlihat menunduk, "Maafkan saya, Tuan. Gaun yang harusnya dipakai oleh Nyonya Victorius terbakar akibat kecelakaan yang dialami kurir kami.""Bagaimana bisa itu terjadi?""Kami menghindari motor dan akhirnya mobil kam
"Kenapa kamu keliatan seneng nonton drama mereka sih?" tanya Dea pada sang suami. Juna malah mempererat pelukannya sambil berbisik, "Bukankah drama adalah tontonan yang paling seru?" tanyanya balik. Dea mendengus, tetapi baru menyadari kalau Lina telah menghilang dari sana. "Tante Lina ke mana?" tanyanya.Juna mengedikkan bahu, "Nggak tahu, mungkin dia cemburu.""Kok kamu kayak gitu sih?" "...kayak gitu gimana sih, Sayang? Bukannya justru tindakannya tidak bermoral?"Dea bingung dengan apa yang diungkap Juna, bagaimana bisa Lina dianggap tak bermoral?"Maksud kamu?" tanya Dea."Pikir aja deh, gimana posisi dia sekarang?"Dea tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Juna."Oke, kamu pikirkan aja... Papi kamu udah nikah sama Mira, meskipun kalian sama-sama nggak suka sama Mira, tapi Papi kamu memilih untuk bersama Mira, artinya ada hal yang Papi kamu butuhkan dan hanya ada pada Mira. Nggak ada satupun orang yang berhak menilai seseorang bagi dia, apakah itu layak atau enggak
"Mami!" teriak Dea pada sang ibu. Namun yang dipanggil, malah sedang asyik berenang dengan bikininya. "Apa sih Sayang?" tanya Julia dengan santai setelah menepi. Dea pun melihat ibunya dengan tatapan geram. Ia membawa Baby Adam dan langsung menyerahkannya pada sang pengasuh. "Mami apa-apaan sih?!" tanya Dea kesal. "Ke mana Papi sama Mama?!""Oh jadi kamu udah manggil dia Mama?" tanya Julia.Ia bukannya fokus pada apa yang dibahas Dea, malah fokus pada panggilan Dea pada Mira."Mereka lagi pergi," kata Julia santai.Ia duduk di pinggiran kolam sambil memainkan air di kakinya.Dea ingat betul kalau hobi sang ibu adalah berenang, dan kolam renang itu jarang dipakai sejak sang ibu pergi. Hanya Dea yang memakai, dengan mood yang sering tidak singkron."Mami tadi bilang, Mora di sini sama Mami.""Nggak... nggak... Mami cuma alasan doang buat godain kamu. Mami juga nggak ekspek kamu bakal ke sini beneran, Mama kira kamu cuma mengancam doang."Dea tidak mengerto jalan pikiran sang
"Sejak awal jiwanya sudah terluka, yang harusnya disembuhkan malah dibiarkan. Bahkan difasilitasi untuk berpikir buruk pada orang lain. Ia mendendam dan terus seperti itu, sampai akhirnya perasaan itu menumpuk dan menjadi sebuah penyakit jiwa."Dea dan Juna mendengarkan penjelasan dokter yang menangani Rani dengan seksama.Lalu, Dea merespon, berharap itu menjadi pendukung data tentang Rani untuk sang dokter."Hem... tapi Rani belum pernah ke dokter atau ke psikiater," ujarnya.Sang dokter tersennyum tipis, "Ya... orang-orang yang akhirnya menjadi gila awalnya karena deni dengan dirinya sendiri atas tekanan psikologos yang ia hadapi. Sejak awal mereka merasa sok kuat menghadapi masalahnya sendiri, padahal mereka tak sekuat itu. Merasa mampu untuk bertahan sendiri, tapi aslinya... mereka adalah manusia biasa yang perlu disembuhkan juga, perlu ditemani dan didengadkan. Mereka perlu sembuh dulu, sebelum menghadapi dunia ini yang keras ini," jelas sang dokter.Dea merenung, benar apa yang
"Aaaaaa!" Bug! Mira diangkat dan ditidurkan di atas kasur empuk di kamar mereka. Hal itu membuat Aron senang, istrinya akhirnya menatapnya dengan benar. Sejak tadi misuh dan melengos, ia jadi tidak bisa melihatnya. "Tolong berikan aku kesempatan untuk menebusnya, Sayang," rayu Aron dengan suara yang lembut.Mira pun menggeleng dan mencoba untuk lepas dari kungkungan suaminya."Ah ggak mau.""Kalau nggak mau, ya udah, aku mending mengunjungi Dede bayi aja," ujar Aron. Mira yang sudah tahu dengan istilah itu pun langsung terkejut dan mencoba untuk mendorongnya, bahkan menendang suaminya tapi, Mira lupa kalau suaminya jauh lebih besar daripada dirinya, dan ototnya juga jauh lebih kuat. Akhirnya, Aron benar-benar melancarkan aksinya untuk mengunjungi Dede Bayi dengan cara bersenggama.Namun hal itu, tentu saja tidak bertujuan untuk menyakiti Mira, itu pure untuk menghentikan penolakan Mira dan memperbaiki hubungan.Sehingga, pasca kejadian itu Mira jadi mau mendengarkannya dan Aron
"Aku gak bermaksud gitu Sayang." "Tapi kamu begitu... hiks." "Oke-oke, aku minta maaf. Maafin ya." Mira tetap fokus memasukkan barangnya ke dalam tas, ia tak mau lagi tinggal satu atap dengan Julia. Ia tidak ingin menahan diri terus, ia cemburu. "Sayang...." panggil Aron lagi. Mira tetap diam saja, sementara tangannya terus memasukkan barang-barangnya ke tasnya. "Sayang dengerin aku...." Mira tak menjawab, ia benar-benar kesal. Aron juga bingung, ia tak bisa menyalahkan istrinya, tapi situasinya berbeda dari biasanya. "Sayang, ayo bicara dulu," ajak Aron. Namun, Mira tetap diam tak bersuara, ia terus mengabaikan suaminya. Hingga akhirnya, Aron mendekat dan memeluknya tiba-tiba dari belakang. Mira kaget dan secara otomatis berhenti memasukkan barang ke tasnya. "Oh, Sayang, maafin aku ya." Mira mencoba melepaskan, tapi Aron terus saja memeluknya dan malah semakin erat. Hal itu membuat Mira sesak, "Lepaaaas, kegencet Dedenya!" protes Mira. "Hah?! Sakit?!
"Tuh kan...." bisik Dea pada Juna. "Apa?" tanya Juna. Mereka sedang makan malam bersama di Mansion Dea dan Juna. "Kamu sih nyuruh Papi buat jemput Mami, kan Mira jadi cemburu!" jawab Dea kesal. "Kulihat, Mora diem aja tuh," ujar Juna santai. "Ya iya diem, kamu tuh sama Papi emang sama aja ya, nggak peka banget! Dia jelas diamlah, orang dia karakternya begitu, diem. Lihat deh, dia kayak nggak nafsu makan gitu." "Bukannya ibu hamil emang sering gak nafsu makan gitu?" "No, dia nggak mungkin mau jujur kalau nggak ditanya." "Ya kenapa nggak jujur? Ribet amat," ujar Juna. Dea pun mulai kesal dengan suaminya, tapi kemudian Juna berkata sebelum emosi istrinya meledak. "Ya udah ita, aku minta maaf. Nggak lagi-lagi kayak gitu deh." Dea diam saja berusaha mengendalikan emsoinya. Ukuran meja memang besar, jadi jaraknya agak jauh sehingga jika bisik-bisik, mereka tidak dengar. "Tapi... Mami kamu kok kayak masih suka sama Papi kamu?" "Ya emang iya, makanya aku ngomelin ka
"Tapi itu berbahaya, Sayang," ujar Dea memperingatkan saminya. Ia khawatit suaminya kenapa-napa. "Iya, tapi penjahat tetaplah penjahat, Sayang. Mereka harus dihukum sebagaimana harusnya! Jika ada yang melawan, aku nggak segan-segan mengeluarkan kekuatanku yang sebenarnya." "Hem... kamu yakin?" Juna mengangguk, "Ya, Sayang. Percayalah sama aku." Dea pun menyetujuinya. Meskipun ia memiliki kekhawatiran, itu wajar tapi, sungguh ia mempercayai suaminya. Ia percaya kalau Juna bisa mengatasi semuanya. ••• Keesokan harinya, tiba-tiba saja ada seorang pembantu yang berteriak. "Aaaaaaaa!" Hal itu membuat kepala pembantu terkejut dan langsung bertanya. "Ada apa sih teriak-teriak?!" tanyanya menggeram. Hampir mengomel, tetapi ia langsung melihat ke arah objek yang membuat pembantu itu berteriak. "Apa-apaan ini?" gumamnya. Pembantu bernama Dila itu menerima paket dan langsung ia ambil dan ia taruh di dapur. Ia kira, itu paket pesanannya karena ia berbelanja online. Di
"Rani ketahuan akan bunuh diri, tapi segera digagalkan oleh Tim.""Lalu di mana suami Mamiku?""Pergi. Kami menemukan celah ketika ia pergi, dan kami kemudian menemukan Rani yang ingin bunuh diri di sebuah kamar di rumah yang ada di pedesaan." "Hah?! Bagaimana bisa kejadiannya seperti itu? Padahal, Rani adalah sosok yang sangat kuat selama ini. Dia bahkan selalu menentang orang-orang yang bunuh diri, karena kakaknya pernah mengalami hal itu. Dan sudah meninggal," ujar Dea tak menyangka. Sosok yang selalu menjadi penguatnya ternyata punya masalah jauh lebih banyak."Ya seperti yang dia ceritakan ke kamu, kakaknya benar-benar meninggal karena bunuh diri. Lalu Rani, dia menganggap bahwa aku adalah sumber masalah dari kakaknya, sehingga kakaknya mengakhiri hidupnya. Dia menganggap juga, kalau akulah yang membuat hidup keluarganya hancur!""Bisa-bisanya," gumam Dea tak habis pikir."Rani sangat menyayangi kakaknya, sampai ketika kehilangannya, ia menjadi depresi dan mengalami gangguan me
"Aku udah berhasil ngamankan Mami kamu. Tapi sayangnya, Rani sepertinya dibawa kabur atau disembunyikan oleh ayah tiri kamu." "Serius, terus gimana?!" tanya Dea kaget. "Aku masih mencari, dan sayangnya karena mereka di luar negeri agak susah, tapi tenang aja... aku punya banyak koneksi di sana. Jadi masih bisa diatur, tinggal nunggu hasilnya." "Aku harap dia secepatnya ditangkap," ujar Dea. Ia sama sekali tidak merasa kasihan, ia sudah menumpuk amarah pada temannya itu. Sudahlah hampir membunuhnya dan anaknya, Rani juga menghancurkan rumah tangga ibunya. Setelah pembicaraannya dengan Juna selesai, Dea pun makan sesuatu bersama Mira dan Angel. Kemudian Angel pun pulang, karena sudah dicari ibunya. Untung saja Dea juga sangat akrab dengan orang tua Angel, sehingga kedua orang tua Angel mengizinkan anaknya untuk menghibur temannya itu. Kejadian-kejadian itu kemudian diupload ke media sosial Da, agar orang-orang tidak menyalahkan ia dan Juna terus, terhadap kejadian anak
"Tentu saja itu sangat mengejutkan dan menjijikan sekaligus," ujar Dea. "Jadi apa yang harus aku lakukan? Rani dilindungi olehnya kan?" "Betul Mami diancam oleh suami Mami, hiks...""Diancem apa Mami?""Diancem, kalau lapor sama kamu mungkin dia akan melakukan hal yang buruk ke Mami!""Oh my God! Mami! Lebih baik Mami pulang ke Indonesia, Mami bisa tinggal sama aku. Juna akan ngelindungin kita!""Tapi...""Dea nggak mau Mami harus mengalami semua ini, dan bertahan sama pria brengsek yang sakit jiwa itu!""Bukan gitu Sayang, tapi Mami ....""Apa yang kamu bicarakan dengan anakmu?" tanya sebuah suara.Itu suara pria dan..."Ah!"Julia teriakan kencang, suaranya berasal dari seberang sana. Hal itu membuat Dea langsung terkejut, itu jelas suara suami Julia dan Julia berteriak karena sebuah tindakan yang sayangnya tidak Dea ketahui."Mami!!!" panggil Dea panik.Akan tetapi, tidak ada jawaban. Ia berkali-kali memanggilnya, dan sambungannya pun terputus."Apa yang harus aku lakukan sekaran