Dea pulang dengan mood yang tidak baik-baik saja. Entah karena hormon atau karena ada alasan yang membuatnya seperti itu. Hal itu membuat Bi Asih langsung paham dengan mood Nona Mudanya itu. Bagaimanapun, Bi Asih adalah orang yang paling tau tentang Dea. "Nona kenapa cemberut gitu?" tanyanya sambil menaruh segelas air putih di depan Dea. "Nggak tahu nih, mood+ku tiba-tiba hancur banget. Apa gara-gara hormon ya Bi?" "Hah? Hormon apa?" tanya Bi Asih bingung dengan istilah itu. "Maksudnya hormon bayi," balas Dea. "Oh ya ya, bisa jadi sih. Dulu Bibi juga kayak gitu, yang jadi target amarah ya suami," balas Bi Asih bercerita. "Ya tapi kan suaminya Bi Asih orangnya nggak nyebelin." "Emangnya Tuan Juna nyebelin, Non?" tanya Bi Asih lagi dengan polos. Dea pun nenghela nafas dan mengabaikan pertanyaan Bi Asih, sebelum akhirnya pamit pergi dari sana. Ia ingin hangout bersama temannya. Tak lama, ia sudah rapih dan akan makan ke meja makan. Di sana sudah ada makanan kesukaannya. Hal i
"Gak deh menurut gue, soalnya waktu itu gue sempet mergokin mereka mesra-mesraan di dapur," ujar Dea. "Bisa aja akting, kan?" bantah Rani. Ia masih keukeuh dengan argumennya. Bagaimanapun pernikahan Aron dan Mira juga tidak masuk akal, tiba-tiba dan Dea sampai tidak tahu. "Logika aja, De. Bokap lo yang bucin ama lo, terus tiba-tiba berpihak sama Mira. Tiba-tiba?" "Yeu, udah pasti pelet," balas Angel. Rani mencubit pipi Angel saking gemesnya pada temannya yang selalu spontan itu. "Hehe... kan sesuatu yang gak masuk akal adalah pelet," ujar Angel sambil mengelus pipinya. "Iya bisa jadi, tapi kalo dia emang pake pelet kenapa Reza masih suka bareng dia?" tanya Dea. "Reza, mantan lo?" tanya Rani. Dea mengangguk, "Iya, sapa lagi. Dia sering nganterin Mira balik ke Mansion, dan parahnya pernah sampe depan pintu utama anjir!" "Ih, serius?!" tanya Angel kaget. "Selingkuh terang-terangan, udah gila tuh Mira?" respon Rani geleng-geleng. "Asli, kasian banget Om Aron gue. U
Juna terkejut ketika akan mengetuk pintu kamarnya tiba-tiba sang mertua keluar dari sana. "Loh, Pak, udah balik?" Aron mengangguk, tapi melihat eksoresi lelah mertuanya, ia pun segera menyingkir dari depan pintu dan membiarkan mertuanya lewat. Kamar Aron dan Mira ada di lantai dasar, jadi Aron turun tanpa kata. Juna kira ia tidak harusnya mengeluarkan suara lagi, tapi tiba-tiba di pertengahan tangga yang melengkung itu, Aron berbalik. "Dea lagi Overthinking, kamu coba hibur dia." Juna pun mengangguk, "Baik, Pak." Kini sang mertua benar-benar pergi ke lantai dasar dan langsung ke kamarnya. Ia bahkan melewati Mira yang menyapanya tanpa menjawab apapun. Moodnya benar-benar hancur sepertinya. Maka Juna akhirnya masuk ke dalam kamar dan melihat tidak ada orang di dalam sana. Ia pun makin khawatir, apa yang sebenarnya terjadi? Namun, ia langsung menghela napas saat bunyi kran air terdengar di kamar mandi. Mungkin Dea sedang mandi atau buang air. Juna sebenarnya ingin m
Sampai di rumah sakit, Dea langsung masuk ke UGD dan ditangani oleh dokter. Juna yang khawatir itu ikut ke dalam dengan perasaan hancur. Ia memegangi tangan Dea yang masih belum bangun. Ia merasa gagal sebagai seorang suami, ia tidak pela dan bisa-bisanya membiarkan Dea pingsan dan tidak mengecek terlebih dahulu saat Dea lama di kamar mandi. Sementara itu, Aron duduk di luar ruangan. Biasanya ia yang masuk untuk menjaga anaknya ketika sakit, kini ia hanya bisa menunggu di luar dan menunggu keputusan. Aron kemudian bersandar pada bahu istrinya. Ia juga merasa menyesal dengan dirinya sendiri, kenapa ia meninggalkan Dea dalam keadaan sedih seperti tadi. Sampai akhirnya, dokter pun mempersilahkan mereka berdua untuk menemui pasien. Kata dokter, Dea hanya stres, tetapi itu akan berakibat fatal pada janinnya jika diteruskan. Sehingga mereka dihimbau untuk terus menjaga mental sang ibu hamil itu. Maka setelah pemeriksaan selesai, Dea dipindahkan ke rumah sakit agar bisa dirawat den
Dea mendengus kesal karena harus dijaga oleh Mira, ayah dan suaminya bekerja. Sementara itu, Mira sibuk mengerjakan laporan Magangnya yang hampir selesai. Tentu Mira lebih cepat selesai dibandingkan dirinya karena ia sempat berhenti akibat kejadian waktu itu. Ia merasa bosan, hingga akhirnya mengundang sahabatnya untuk main ke sana. Untunglah kedua sahabatnya mau diajak bertemu di rumah sakit, sehingga ia lega. Hanya saja ia tak mengerti kenapa salah satu sahabatnya hampir tak bisa ditemui, ia akan bertanya dengan kedua sahabatnya tentang kabarnya karena anak itu susah sekali ditanyai. Saat kedua sahabat Dea datang, Mira pun keluar dengan sikap tahu dirinya. Dea tentu tak perlu mengusirnya kali ini. "Ey, kenapa sih si Uyul gak dateng?" tanya Dea. Uyul panggilan kesayangan mereka untuk temannya itu. "Sebenernya...." ujar Rani ragu. Angel pun ikut bingung, tetapi seperti biasa mulut cerobohnya melangkahi logikanya. "Kenapa?" tanya Dea lagi. Ia mendesak karena ini pers
'Masa sih Papi jijik sama Mira?'Dea pun mengamati tap gerak-gerik Mira, mereka hidup baai orang asing. Dea selalu mengabaikan Mira, sementara itu Mira terus terlihat canggung.Ia mungkin merasakan tatapan menyelidik dari Dea."Mau bubur ayam?" tanya Mira. "Aku mau beli di depan RS.""Enggak, terima kasih," jawab Dea."Aku beliin dumplingnya aja ya," lanjut Mira."Enggak usah, lu beli buat lu aja.""Oke, mau titip sesuatu?" Dea berpikir sejenak, Bi Asih biasanya datang jam 8, ini baru jam 7, jadi ia sepertinya bisa minta bantuan Mira."Beliin Topokki," pintahnya."Emang boleh makan Topokki?" tanya Mira."Boleh, beliin aja sih....""Oh, oke."Mira pun pergi keluar membawa tas kecilnya, lalu ia diam-diam memerintahkan orang untuk menyelidiki Mira. Tentu saja, Mira terlihat mencurigakan. Selain tentang perselingkuhannya dan Reza, dia tampak memiliki rahasia lain.Sampai siang harinya, orang yang ia perintah menelponnya dan memberikan informasi terkait Mira. Laporan itu mengatakan kala
Aron sedang menyuapi putrinya, tapi Dea terlihat murung. "Ada apa kok murung, Sayangku?" "Kapan aku pulang?" tanya Dea. "Kamu pingin pulang?" tanyanya. "Ya iyalah," jawab Dea cepat. Aron pun terkekeh mendengarnya, "Oke, siap. Nanti Papi bilang ke Perawat ya." "Iya, Pi. Makasih ya." "Iya, Sayangku." Tak lama, Mira terlihat datang membawa totebag besar, entah apa isinya. Dea jadi penasaran, apa itu wadah yang ia gunakan untuk bagi-bagi kue? "Papi pasti seneng kan, punya istri dermawan?" Aron mengeryit tak paham. Ia sedang merapihkan alat makan Dea, tapi tiba-tiba ditanyai begitu. Mira juga terlihat binging, ia duduk di sofa dengan posisi agak tegang. Jadi Dea berasumsi kalau Mira mungkin takut ia mengungkapkan kebusukannya. "Maksudnya?" tanya Aron mendekati putrinya. "Itu kotak di totebag gede bekas kue yang dibagiin kan?" tanya Dea menunjuk totebag yang dibawa Mira. Mira dan Aron saling pandang seolah berkomunikasi lewat mata. "Bukan, itu tuh karena hobi
"Jawab, bangsat!" bentak Juna. Bentakannya membuat semua yang ada di ruang introgasi itu berjingkat kaget. Juna seperti akan membalikkan meja jika ia tidak berusaha menahan diri. Ia sangat membenci perilaku orang yang ada di depannya, orang itu hampir mencelakai istrinya atas perintah orang lain.Sayangnya, orang itu belum mau membuka mulut, siapa dalang di balik semua itu.Andai tidak ada Aron siang tadi, Juna pasti sudah menghabisi pria yang sudah babak belur itu. Pelaku hampir saja mati kalau tidak langsung dibawa ke UGD.Maka Sore harinya, sekitar 2 jam setelah pria itu sadarkan diri, ia dibawa ke kantor polisi dalam keadaan masih menggunakan kursi roda. Setelah itu dimasukkan ke ruang isolasi.Sebenarnya bisa saja diintrogasi di rumah sakit, tetapi Juna memerintahkan polisi untuk bersikap tegas pada pelaku yang satu ini, atau kalau tidak ia akan membunuhnya.Setelah sampai di ruang introgasi, ia pun terus mencecar banyak pertanyaan pada pria itu. Sampai 2 jam berlalu, tapi pri
Mira keluar dari kantor saat tiba-tiba mobil mewah yang sangat ia kenali, berhenti di depannya, membuatnya dan orang di sekitarnya kaget. Lalu, kaca mobil dibuka dan memperlihatkan Yuda--sopir Aron yang tersenyum padanya. "Silahkan naik, Nyonya." "Lah Evi (opir Mira) kemana?" tanya Mira. "Sudah pulang, Tuan yang nyuruh." Mira kemudian mendekat dan melihat ada Aron yang duduk di kursi penumpang dengan ekspresi datar. Hal itu membuatnya bingung, tapi ia juga tak bisa menolaknya. Dibukanya pintu samping sopir dan ia duduk di sana, mengabaikan tatapan Aron yang jelas tak suka ia duduk di samping Yuda. "Nyonya... itu..." "Sssstttt, jalan!" perintah Mira. Yuda melirik Aron dari kaca tenah dan melihat sang majikan mengangguk parah. Sepertinya mereka sedang ada masalah, yang membuat Nyonyanya tak mau duduk bersama sang Tuan. Padahal biasanya mereka sangat menempel, tapi sebagai sopir Ia hanya bisa fokus menyetir dengan kondisi tertekan. Bagaimana tidak tertekan? B
"Kita harus kerja sekarang kan?" Aron mengeryit, "Di situasi ini?" Ia sungguh kaget, pembicaraan ini amat penting, dan sekarang Mira masih memikirkan kerja? "Aku akan teat dan akan dapat masalah," ujar Mira panik. Alih-alih menunggu suaminya bicara, ia segera masuk ke kamar mereka dan mengambil batang-barang yang harus ia bawa ke kantor. Aron kebingungan, tapi Mira terlanjur heboh sendiri dan minta dintarkan ke kantor pada sopirnya. Pada saat itulah, Aron merasa apa yang ia lakukan tidak mempan untuk Mira. Yah, Mira bukan perempuan bodoh, tapi ia hanya belum bisa menerima. Ia pun akan mencoba mengerti, jika seperti itu hasilnya. ••• Dea tadi malam memang sudah memberikan testimoni pada Mira tentang ayahnya Ia bukannya mau ikut campur, tapi ia ingin membantu ayahnya sedikit-sedikit. Makanya ia cukup banyak menceritakan tentang ayahnya pada Mira. Saat ini, Dea sudah agak senggang dan membuka ponselnya karena Baby Adam sudah tidur. Akan tetapi, ayahnya menelpon dan
"Jangan tinggalin aku!" gumam Aron dengan isak tangisnya. Mira tambah bingung, "Apa yang kamu maksud? Ninggalin apa?" tanyanya. Aaron kemudian melepas pelukannya pada Mira dan menatapnya. "Kamu nggak ninggalin aku kan?" Mira mengeryit bingung, "Maksud kamu? Lah aku kan cuma nginep di tempat Dea." "Kukira kamu gak bakal pulang karena masih marah sama aku. Aku takut kamu pulang lagi ke kampung," ujarnya dengan suara yang agak kekanakan. Jujur di sini Mira merasa bingung, apakah ini suaminya yang biasanya berwibawa, ia tampak seperti Kucing manja sekarang. Mira pun menghela nafas dan menggeleng. "Enggak kok, aku gak akan pergi sebelum nyelesein masalah kita." "Tapi kamu tetep pergi?" "Tergantung kamu," balas Mira sok cuek. Padahal ia hampir kelepasan ketawa gara-gara kondisi muka Aron terlihat seperti balita yang takut ibunya pergi. Saat Aron ingin membalas lagi, Oma menyarankan agar mereka duduk dulu. Lalu, mereka pun menurut dan berjalan menuju sofa. Mira dud
Mira merasa hatinya mulai mengeras, ia sulit percaya pada suaminya lagi. Ia takut, bahwa cintanya juga akan pudar. Ia mengirimkan pesan pada suaminya karena ingin menginap di Mansion milik Dea. Mira || Mas, ijin nginep di tempat Dea ya Aron || Kenapa? Aku mau ngobrol loh Sayang Mira || Besok aja, sekarang aku mau sama Baby Adam Menunggu cukup lama selama 5 menit, baru Aron membalas lagi. Aron || Ya udah gak papa, semoga mimpi indah Mira mendengus, "Manis banget kamu Mas," gumamnya kecewa. Ia masih kecewa dengan keadaan ini, di mana ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suaminya memang berselingkuh dengan Julia. Dea menatap Mira dengan prihatin, "Papi bilang apa?" "Dia mau ngobrol sama ku, tapi aku mau sama Baby Adam dulu." Dea pun mengangguk-angguk saja. Ia tak ingin membuat mood Mira turun. Ia yakin Mira dalam kondisi yang tidak membutuhkan nasihat, ia hanya butuh jeda jntuk bertemu Aron sebelum menghadapinya lagi. Menghadaoi orang yang membuat kita kecewa
Mira akan tetap berada di sendiri aja bahwa suaminya harus berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah Ia merasakan trust issue dengan orang kaya seperti suaminya. Awalnya ia berharap bahwa ada titik terang, tapi ternyata Aaron juga berpotensi untuk menuju ke arah suami tidak setia. Lagian wajar sih, banyak cewek di luaran sana yang tertarim dengan Aron, tertarik untuk menikmati uang atau bahkan tubuhnya. Ia pernah diberitahu Dea, bahwa ayahnya pernah hampir diperkosa, ada juga yang terang-terangan meminta disetubuhi oleh suaminya secara gratis. Ia jadi merasa tambahsesak ketika mengingat fakta itu, ingin rasanya menangis. Ia tidak rela kalau harus membayangkan suaminya bercinta dengan perempuan lain, bayangkan kalau tangannya menyentuh entah bagian tubuh perempuan yang mana, atau perempuan mana saja yang ia sentuh. Ia tidak rela, dan terus merasa frustasi dengan itu. ••• Hari ini katanya Aron akan bertemu dengan Julia, sementara dirinya memilih pergi ke tempat Dea
Mira begadang semalaman, dan memikirkan apa yang dikatakan Dea. "Masuk akal...." gumamnya. Apakah mungkin aktivitas yang dilakukan Aron dan mantan istrinya itu, dilatarbelakangi dari kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi dari istrinya sendiri? Itu bisa sejalan sih, tapi Mira tidak yakin kalau Aron orang yang seperti itu. Jika memang Aron ternyata orang seperti itu, dan ia tidak tahu aslinya. Ia akan sangat hancur. Ia merasa bodoh, atau bisa jadi Aron terbiasa dengan itu dan tidak bisa sembuh. Suaminya bisa saja terbiasa melampiaskan kebutuhannya itu, pada para pelacur atau orang-orang random yang mau berhubungan badan dengannya, yang sama-sama terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Ditambah lagi, Aron punya modal fisik yang sulit ditolak. Sangat langka untuk ukuran pria yang tampan tapi tidak doyan selingkuh, presentasenya sekitar 1 banding 10? Mira tidak tau. Biasanya perilaku playboy itu tidak bisa sembuh. Lalu, karena mereka sudah menikah, bisa saja seumur hid
Masalah antara Aron dan Mira tentu saja belum selesai, mereka masih saling diam tapi, Oppa kemudian bicara pada Aron. Mereka bicara di taman belakang, sambil ngopi dan menikmati sore yang tenang. Hari itu, Aron memang pulang lebih awal seperti biasa, ia tak tenang pergi ke kantor ketika istrinya marah padanya. Ia merasa dihantui rasa bersalah, dan merasa tak berguna. Ia merindukan Mira meski ia bisa melihatnya tiap hari, tapi tak bisa menyentuhnya, memeluknya dan menatapnya dati dekat. Mira selalu menjaga jarak, mengabaikannya dan mencoba mengurangi interaksi. Ini adalah siksaan terbesar untuknya. "Ini tidak boleh diteruskan, Aron," ujarnya. "Aku tau, hanya saja Mira tidak mau bicara padaku Yah," keluh Aron merasa frustasi sendiri. "Aku menerti, kamu kan bisa cari cara agar Mira bisa mendengarkan penjelasanmu. Bukan malah membiarkan dia menghindarimu seperti itu, perempuan memang punya ego sendiri, seperti kita parah laki-laki, sama. Tapi memang, mereka harus dibujuk deng
Malam harinya tiba, Aron menagih apa yang ditanyakan pada istrinya tadi siang. "Sayang, sekarang kamu udah mau cerita kan apa yang tadi aku tanyain ke kamu?" tanyanya. Mira yang baru naik ke ranjang dan bergabung di satu selimut yang sama dengan suaminya pun menghela napas. Ia seolah mempersiapkan semuanya untuk menjelaskan pada suaminya. Mempertimbangkan reaksinya atau akibat dari apa yang ingin ia sampaikan. "Gini..." Aron sebenarnya merasa gemas dengan istrinya yang seolah tarik ulur, tetapi ia paham bahwa ia juga butuh waktu untuk siap, jadi ia sabar menunggu. "Aku... liat waktu itu, kamu sama Maminya Dea ciuman di ruang tamu pas aku baru pulang dari rumah Dea." Deg! Wajah Aron langsung pias, seoolah baru saja ketahuan melakukan kesalahan yang ia sembunyikan, setidaknya itu yang Mira pikirkan. Ia sempat merasa khawatir kalau ternyata itu benar, akan tetapi Aron kemudian langsung berkata. "Maaf, itu salahku. Aku kira kamu gak tau?" tanya Mira langsung. Ia tak bisa men
"Maksudnya, Mami merasa nggak nyaman sama Mira dalam artian karena dia pasangan dari mantannya Mami. Eh... tapi aku paham kok kalau Mami ngerasain hal itu, karena itu kecemburuan yang wajar." Julia terlihat diam saja, seolah ingin menghindari percakapan dengan menatap ke luar jendela yang memperlihatkan taman samping Mansion. "Masalahnya kalau Mami takut aku lebih condong pada Mira, itu salah besar. Karena aku akan selalu menempatkan Mami di tempat utama, sementara Mira meskipun Ia sekarang ibu tiri aku, dia tetaplah sahabat aku. Setidaknya itu yang aku lihat, di mata aku dia adalah sahabatku. Jadi Nami nggak perlu khawatir tentang itu," ujar Dea meyakinkan. Julia masih diam, tapi kali ini terlihat mengangguk pelan. "Hem... coba deh Mami kenali Mira lebih jauh lagi. Dia asik kok orangnya," lanjut Dea meyakinkan sang ibu. Julia pun mengangguk saja tanpa mengatakan apa-apa. Dea pun mengerti, mungkin Julia sedang memikirkan atau mempertimbangkan apa yang ia sarankan. . Sem