Semoga orang itu gak ngebocorin ya
"Mira, Sayang?!" teriak Aron. Tiba-tiba lampu mati saat ia sedang membaca buku di kamar, dan Mira sedang ke kamar mandi tadi. Saat ia berdiri dan meraba-raba tmbok untuk keluar kamar, tiba-tiba ada cahaya terang yang mengagtkannya. "Astagfirulloh!" Si pembawa senter itu ternyata adik laki-laki Mira, ia terkekeh melihat kakak iparnya panik. "Hehe... maaf ya Mas, mau saya senterin ambil HP?" Aron ngelag sebentar, lalu mengangguk. "Iya, saya lupa naruhnya di mana boleh minta tolong senterin dulu?" "Oke," ujar si Dimas. Setelah ketemu, Aron berterima kasih dan segera mencari Mira yang ternyata baru kekuar dari kamar mandi. "Kok kamu bawa HP ke kamar mandi?" "Oh iya, soalnya kalo hujan biasanya emang mati listrik di sini, jadi aku kebiasaan bawa HP ke kamar mandi." "Oh, kukira tadi kamu gelap-gelapan." "Enggak, kamu yang gelap-gelapan. Tadi aku denger kamu panggil aku kan? Gimana?" "Oh, aku kaget tadi, jadi spontan." Mereka pun ke ruang tamu yang di mana ada O
SELAMAT DATANG PENGANTIN BARU! Banner besar terlihat di depan pintu masuk utama Mansion. Suasana Mansion juga meriah. Terlihat Dea dan Juna bersama Baby Adam menyambut mereka bersama karyawan Mansion. Hal itu membuat Mira hampir menangis, saking terharunya. Aron terus merangkulnya dan ikut senang melihat sambutan meriah itu. "Selamat datang, Papi dan Mama!" sapa Dea langsung berlari memeluk keduanya. "Sedih banget gak bisa liat prosesnya," ujar Dea. "Sorry, De," balas Mira. "Lagian di sana sibuk banget, kasian Adam kalo misal kalian ikut," ujar Aron. Tak lama Juna dan Adam ada di sisi mereka, membuat Mira langsung teralih, ia segera menggendongnya dan memeluknya dengan penuh kerinduan. "Masyaa Allah, Baby Adam yang cute. Kamu tambah gembul, Sayang." Tentu saja, si pecinta bayi dan anak kecil itu tak bisa menahan diri untuk berinteraksi dengan makhluk paling lucu bernama bayi. Melihat itu Aaron lega, karena pernikahan mereka disambut dengan baik terutama oleh D
Mira jelas terkejut, "Mana mungkin." "Gue juga gak percaya anying! Tapi dari situ, gue yakin kalo dia emang udah cinta banget sama lo. Dia kelihatan patah hati banget, kek gue sendiri denger dia nangis, hati gue ikut perih. Dia gak pernah sampe begitu, bahkan pas cerai sama Mami." Mira merasa bersalah lagi, ia tak tau waktu itu, ia kira Aron tak mungkin membalas cintanya. Ia kira, Aron harusnya bersama yang lebih layak, bukan dirinya yang terlalu biasa. "Aku kira itu nggak akan pernah terjadi," ujarnya sendu. "Hem... apa yang gak pernah terjadi?" "Gak mungkin Papi kamu nggak mungkin suka sama aku. Kamu inget kan aku suka sama Papi kamu dari dulu?" Dea terkejut, "Jadi lo masih suka sama Bokap gue selama ini?" Mira merasa malu, ia mengangguk. "Aku... langsung pupus harapan pas kita gak akur, terus tiba-tiba kejadian itu bikin aku harus nikah kontrak sama Papi kamu, dan perasaan otu muncul lagi. Selama itu juga, gak ada satupun cowok yang bisa gantiin Papi kamu. Aku ki
"... tapi denial. Gua nggak cuma kasihan sama Bokap gue sih, tapi lo juga. Kenapa lo selalu nutupin perasaan lu ke dia sih, Mir?" Mira berpikir dalam diam, tapi ia tau Dea belum selesai dengan ocehannya itu. "Papi kamu terlalu high class buat aku yang middle class," jawab Mira terkekeh miris. "Insecure lo gede banget njir! Papi gue udah ngajamin semua yang lu butuhin. Kenapa sih lu nggak bisa nerima aja kalo lu dicintai ama dia? Lu tinggal nerima dia, nggak perlu mikirin harus balikin nanti semua pemberian dia. Dia gak rugi, dia kaya! Gue kan udah pernah jelasin ke lu, masa gak paham-paham?!" omelnya lagi. Mira merasa dibantai oleh fakta, tetapi ia tau kalau Dea memang gemas dengan perkembangan hubungan mereka yang terlalu banyak miss komunikasi. "Kalau lu bukan orang yang suka belanja, kan lo bisa tabung pemberian Papi itu, atau investasiin." Mira mengangguk paham, ia masih tak bisa menghilangkan kebiasaan mandirinya, karena biasanya ia hanya bisa mengandalkan diri sendiri
Mira masih memikirkan kata-kata Dea tadi, tapi Dea tak mau mengatakan siapa orangnya, ia hanya bilang akan membantu untuk mengatasinya nanti. "Mira?" panggil sebuah suara. Itu suara Oma, malam ini mereka duduk di ruang keluarga dengan nyaman. Baby Adam sudah tidur dari sehabis magrib. Ia selalu bersemangat sepanjang hari, badannya sehat dan ia selalu memperlihatkan perkembangan yang sangat baik. Hal itu membuat Mira dan keluarga Victorius sangat lega dengan perkembangannya yang pesat. Tak lama kemudian, kehangatan itu teralihkan ketika Aron tiba-tiba datang dan menyapa mereka semua. "Assalamualaikum semua!" sapanya kelihatan agak lelah. Setelah mencium tangan Oma, Opa, dan memeluk putrinya, ia kemudian beralih pada Mira dan memeluknya dengan sangat lama. "Sayang, ke kamar yuk!" Hal itu membuat semua orang yang ada di ruang keluarga menoleh dan menatap mereka dengan penuh arti. Tentu tanggapan mereka membuat Mira malu. "Sana Mir, Papi mau anget-angetan tuh," goda D
"...karena aku pengen mereka lihat kita saat resepsi," jawab Aron. "Itu akan buat informasi salah malah jadi semakin salah." "Gak akan, aku pastikan enggak. Lagian, 4 hari lagi kan kamu wisuda. Pokoknya kamu fokus aja dulu sama acara kamu, siap-siap, terus besok akan ada desainer yang ke sini buat bikin kebaya kamu." Mira terkejut dengan informasi itu, segitunya? "Kenapa harus bikin sih, kan tinggal beli. Aku bisa beli sendiri kok di online shop." Aron segera menggeleng, "Enggak boleh! Pasti kamu nanti pilihannya yang murah aja, nggak bagus." "Yang bagus gak harus mahal kok, banyak yang bagus di online shop." "Iya bagus luarnya, tapi bahannya?" "Ya kan yang penting penampilannya." "No! Kamu harus nyaman dan harus berkualitas tinggi." "Kan sama aja," elak Mira lagi. "Nggak, aku bilang enggak berarti enggak. Kamu nurut aja, ya Sayang." Aron sudah tidak bisa dinegosiasi lagi, Mira hanya bisa menghela napas dan menurut pada akhirnya. Suaminya memang tipe yang pen
"... biasa aja nggak sih?""Iya emang biasa banget. Orang-orang udah ngomong ini juga.""Tapi kan dia dibelain sama Anaknya Tuan Victorius, jadi kayaknya dia punya tameng.""Hem, iya ya ... bisa-bisanya dia nerima ibu tiri yang biasa banget kayak gitu.""Aku juga nggak tahu, pantes ada yang bilang mendingan sama model yang namanya Lina dan ada dugaan kalau sebenarnya dia itu jadi Sugar Baby-nya Tuan Victorious. Jadi pada dasarnya, dia udah ngasih service yang baik untuk Tuan Victoria sebelumnya. Makanya Tuan Victorius gak bisa lepas dari dia.""Dia udah berhasil membuat Sugar Daddy-nya terikat sama dia.""Bisa aja kan kalau ini juga triknya dia.""Eh... tapi nggak mungkin deh. Penampilannya kayak gitu banget udah gitu. Dia milih dress loh.""Ya nggak tahu ya. Sekarang banyak lonte berhijab, banyak yang jualan pakai hijab, bahkan ngelakuin servisnya pakai hijab." Hal itu sudah keterlaluan, sehingga Mira langsunh menoleh ke arah mereka dan membuat mereka terkejut.Ada tiga orang yang b
Semuanya terlihat baik-baik saja kan? Mira sebenarnya menangis saat kembali ke kamar, setelah ia menasehati karyawan butik yang menggosipinnya macam-macam itu.Lalu ketika Aron pulang, semuanya terlihat baik-baik saja dan tidak ada masalah. Aron juga tak menyinggung soal masalah itu, hanya bertanya bagaimana pemilihan kebayanya.Aron juga cerita kalau itu akan jadi kebaya couple dengan batik yang nantinya akan ia pakai. Ia benar-benar langsung berinteraksi dengan Mira seperti biasa, seperti saat mereka tak memiliki masalah apapun.Yah, Aron selalu menjadi sosok yang sangat lembut, ia benar-benar Family Man sejati, husband material seperti yang di sampaikan oleh banyak orang.Mira kira semuanya sudah selesai, dan ini tidak akan menjadi hal yang serius ke depannya. Namun ia salah, ketika ia membuka ponselnya pagi harinya. Di sana ada orang yang mengaku telah dipecat dari pekerjaannya setelah berhadapan dengan Nyonya Victorious, kemarin. Mira pun mengingat-ingat.Itu artinya kemari
Mira keluar dari kantor saat tiba-tiba mobil mewah yang sangat ia kenali, berhenti di depannya, membuatnya dan orang di sekitarnya kaget. Lalu, kaca mobil dibuka dan memperlihatkan Yuda--sopir Aron yang tersenyum padanya. "Silahkan naik, Nyonya." "Lah Evi (opir Mira) kemana?" tanya Mira. "Sudah pulang, Tuan yang nyuruh." Mira kemudian mendekat dan melihat ada Aron yang duduk di kursi penumpang dengan ekspresi datar. Hal itu membuatnya bingung, tapi ia juga tak bisa menolaknya. Dibukanya pintu samping sopir dan ia duduk di sana, mengabaikan tatapan Aron yang jelas tak suka ia duduk di samping Yuda. "Nyonya... itu..." "Sssstttt, jalan!" perintah Mira. Yuda melirik Aron dari kaca tenah dan melihat sang majikan mengangguk parah. Sepertinya mereka sedang ada masalah, yang membuat Nyonyanya tak mau duduk bersama sang Tuan. Padahal biasanya mereka sangat menempel, tapi sebagai sopir Ia hanya bisa fokus menyetir dengan kondisi tertekan. Bagaimana tidak tertekan? B
"Kita harus kerja sekarang kan?" Aron mengeryit, "Di situasi ini?" Ia sungguh kaget, pembicaraan ini amat penting, dan sekarang Mira masih memikirkan kerja? "Aku akan teat dan akan dapat masalah," ujar Mira panik. Alih-alih menunggu suaminya bicara, ia segera masuk ke kamar mereka dan mengambil batang-barang yang harus ia bawa ke kantor. Aron kebingungan, tapi Mira terlanjur heboh sendiri dan minta dintarkan ke kantor pada sopirnya. Pada saat itulah, Aron merasa apa yang ia lakukan tidak mempan untuk Mira. Yah, Mira bukan perempuan bodoh, tapi ia hanya belum bisa menerima. Ia pun akan mencoba mengerti, jika seperti itu hasilnya. ••• Dea tadi malam memang sudah memberikan testimoni pada Mira tentang ayahnya Ia bukannya mau ikut campur, tapi ia ingin membantu ayahnya sedikit-sedikit. Makanya ia cukup banyak menceritakan tentang ayahnya pada Mira. Saat ini, Dea sudah agak senggang dan membuka ponselnya karena Baby Adam sudah tidur. Akan tetapi, ayahnya menelpon dan
"Jangan tinggalin aku!" gumam Aron dengan isak tangisnya. Mira tambah bingung, "Apa yang kamu maksud? Ninggalin apa?" tanyanya. Aaron kemudian melepas pelukannya pada Mira dan menatapnya. "Kamu nggak ninggalin aku kan?" Mira mengeryit bingung, "Maksud kamu? Lah aku kan cuma nginep di tempat Dea." "Kukira kamu gak bakal pulang karena masih marah sama aku. Aku takut kamu pulang lagi ke kampung," ujarnya dengan suara yang agak kekanakan. Jujur di sini Mira merasa bingung, apakah ini suaminya yang biasanya berwibawa, ia tampak seperti Kucing manja sekarang. Mira pun menghela nafas dan menggeleng. "Enggak kok, aku gak akan pergi sebelum nyelesein masalah kita." "Tapi kamu tetep pergi?" "Tergantung kamu," balas Mira sok cuek. Padahal ia hampir kelepasan ketawa gara-gara kondisi muka Aron terlihat seperti balita yang takut ibunya pergi. Saat Aron ingin membalas lagi, Oma menyarankan agar mereka duduk dulu. Lalu, mereka pun menurut dan berjalan menuju sofa. Mira dud
Mira merasa hatinya mulai mengeras, ia sulit percaya pada suaminya lagi. Ia takut, bahwa cintanya juga akan pudar. Ia mengirimkan pesan pada suaminya karena ingin menginap di Mansion milik Dea. Mira || Mas, ijin nginep di tempat Dea ya Aron || Kenapa? Aku mau ngobrol loh Sayang Mira || Besok aja, sekarang aku mau sama Baby Adam Menunggu cukup lama selama 5 menit, baru Aron membalas lagi. Aron || Ya udah gak papa, semoga mimpi indah Mira mendengus, "Manis banget kamu Mas," gumamnya kecewa. Ia masih kecewa dengan keadaan ini, di mana ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suaminya memang berselingkuh dengan Julia. Dea menatap Mira dengan prihatin, "Papi bilang apa?" "Dia mau ngobrol sama ku, tapi aku mau sama Baby Adam dulu." Dea pun mengangguk-angguk saja. Ia tak ingin membuat mood Mira turun. Ia yakin Mira dalam kondisi yang tidak membutuhkan nasihat, ia hanya butuh jeda jntuk bertemu Aron sebelum menghadapinya lagi. Menghadaoi orang yang membuat kita kecewa
Mira akan tetap berada di sendiri aja bahwa suaminya harus berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah Ia merasakan trust issue dengan orang kaya seperti suaminya. Awalnya ia berharap bahwa ada titik terang, tapi ternyata Aaron juga berpotensi untuk menuju ke arah suami tidak setia. Lagian wajar sih, banyak cewek di luaran sana yang tertarim dengan Aron, tertarik untuk menikmati uang atau bahkan tubuhnya. Ia pernah diberitahu Dea, bahwa ayahnya pernah hampir diperkosa, ada juga yang terang-terangan meminta disetubuhi oleh suaminya secara gratis. Ia jadi merasa tambahsesak ketika mengingat fakta itu, ingin rasanya menangis. Ia tidak rela kalau harus membayangkan suaminya bercinta dengan perempuan lain, bayangkan kalau tangannya menyentuh entah bagian tubuh perempuan yang mana, atau perempuan mana saja yang ia sentuh. Ia tidak rela, dan terus merasa frustasi dengan itu. ••• Hari ini katanya Aron akan bertemu dengan Julia, sementara dirinya memilih pergi ke tempat Dea
Mira begadang semalaman, dan memikirkan apa yang dikatakan Dea. "Masuk akal...." gumamnya. Apakah mungkin aktivitas yang dilakukan Aron dan mantan istrinya itu, dilatarbelakangi dari kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi dari istrinya sendiri? Itu bisa sejalan sih, tapi Mira tidak yakin kalau Aron orang yang seperti itu. Jika memang Aron ternyata orang seperti itu, dan ia tidak tahu aslinya. Ia akan sangat hancur. Ia merasa bodoh, atau bisa jadi Aron terbiasa dengan itu dan tidak bisa sembuh. Suaminya bisa saja terbiasa melampiaskan kebutuhannya itu, pada para pelacur atau orang-orang random yang mau berhubungan badan dengannya, yang sama-sama terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Ditambah lagi, Aron punya modal fisik yang sulit ditolak. Sangat langka untuk ukuran pria yang tampan tapi tidak doyan selingkuh, presentasenya sekitar 1 banding 10? Mira tidak tau. Biasanya perilaku playboy itu tidak bisa sembuh. Lalu, karena mereka sudah menikah, bisa saja seumur hid
Masalah antara Aron dan Mira tentu saja belum selesai, mereka masih saling diam tapi, Oppa kemudian bicara pada Aron. Mereka bicara di taman belakang, sambil ngopi dan menikmati sore yang tenang. Hari itu, Aron memang pulang lebih awal seperti biasa, ia tak tenang pergi ke kantor ketika istrinya marah padanya. Ia merasa dihantui rasa bersalah, dan merasa tak berguna. Ia merindukan Mira meski ia bisa melihatnya tiap hari, tapi tak bisa menyentuhnya, memeluknya dan menatapnya dati dekat. Mira selalu menjaga jarak, mengabaikannya dan mencoba mengurangi interaksi. Ini adalah siksaan terbesar untuknya. "Ini tidak boleh diteruskan, Aron," ujarnya. "Aku tau, hanya saja Mira tidak mau bicara padaku Yah," keluh Aron merasa frustasi sendiri. "Aku menerti, kamu kan bisa cari cara agar Mira bisa mendengarkan penjelasanmu. Bukan malah membiarkan dia menghindarimu seperti itu, perempuan memang punya ego sendiri, seperti kita parah laki-laki, sama. Tapi memang, mereka harus dibujuk deng
Malam harinya tiba, Aron menagih apa yang ditanyakan pada istrinya tadi siang. "Sayang, sekarang kamu udah mau cerita kan apa yang tadi aku tanyain ke kamu?" tanyanya. Mira yang baru naik ke ranjang dan bergabung di satu selimut yang sama dengan suaminya pun menghela napas. Ia seolah mempersiapkan semuanya untuk menjelaskan pada suaminya. Mempertimbangkan reaksinya atau akibat dari apa yang ingin ia sampaikan. "Gini..." Aron sebenarnya merasa gemas dengan istrinya yang seolah tarik ulur, tetapi ia paham bahwa ia juga butuh waktu untuk siap, jadi ia sabar menunggu. "Aku... liat waktu itu, kamu sama Maminya Dea ciuman di ruang tamu pas aku baru pulang dari rumah Dea." Deg! Wajah Aron langsung pias, seoolah baru saja ketahuan melakukan kesalahan yang ia sembunyikan, setidaknya itu yang Mira pikirkan. Ia sempat merasa khawatir kalau ternyata itu benar, akan tetapi Aron kemudian langsung berkata. "Maaf, itu salahku. Aku kira kamu gak tau?" tanya Mira langsung. Ia tak bisa men
"Maksudnya, Mami merasa nggak nyaman sama Mira dalam artian karena dia pasangan dari mantannya Mami. Eh... tapi aku paham kok kalau Mami ngerasain hal itu, karena itu kecemburuan yang wajar." Julia terlihat diam saja, seolah ingin menghindari percakapan dengan menatap ke luar jendela yang memperlihatkan taman samping Mansion. "Masalahnya kalau Mami takut aku lebih condong pada Mira, itu salah besar. Karena aku akan selalu menempatkan Mami di tempat utama, sementara Mira meskipun Ia sekarang ibu tiri aku, dia tetaplah sahabat aku. Setidaknya itu yang aku lihat, di mata aku dia adalah sahabatku. Jadi Nami nggak perlu khawatir tentang itu," ujar Dea meyakinkan. Julia masih diam, tapi kali ini terlihat mengangguk pelan. "Hem... coba deh Mami kenali Mira lebih jauh lagi. Dia asik kok orangnya," lanjut Dea meyakinkan sang ibu. Julia pun mengangguk saja tanpa mengatakan apa-apa. Dea pun mengerti, mungkin Julia sedang memikirkan atau mempertimbangkan apa yang ia sarankan. . Sem