Dea, Mira fldan sang pemilik butik duduk di ruang private VIP butik tersebut.Kemudian Mira pun menjelaskan apa yang terjadi dan sang pemilik butik pun dengan profesional meminta maaf. Nyatanya, ia sedang mencoba untuk bertanggung jawab. Ia sudah mencoba untuk melakukan mediasi dengan si mantan karyawannya, tetapi mantan karyawan yang satu itu sangat bandel sekali.Sementara yang dua, sudah membuat pernyataan kalau apa yang dikatakan oleh temannya itu tidak benar.Namun, bukannya mendapat titik terang, keduanya malah diserang netizen ang sudah terlanjur percaya buta pada satu karyawan penebar fitnah itu. "Oke, karena ternyata usaha kita masing-masing tidak berjalan dengan baik, mungkin kita bisa menggunakan cara yang lain?" ujar Mira memancing.Dea hanya menyimak dan membiarkan Mira melancarkan rencananya."He... cara apa yang ingin Anda lakukan, Nyonya?Saya akan membantu dengan maksimal," ujar snag pemilik butik.Kemudian Mira pun menjelaskan rencananya."Jadi yang Pertama, saya in
Di kampus, tepatnya di gedung pertemuan. Para wisudawan sudah bersiap. Tentu saja ada banyak bisikan-bisikan yang mengarah pada gosip tentang Mira. Tatapan-tatapan tajam dan beragam mengarah padanya.Teman Mira sendiri pagi ini, mereka memilih menjauh darinya karena takut dijauhi teman lainnya.Ia jadi merasa sedih, tetapi ketika ia menoleh ke arah barisan wali di bagian depan. Di sana ada Aron yang duduk bersama jajaran petinggi Universitas dan beberapa sponsor lainnya, juga Dea di barisan belakangnya bersama ibu dan apamannya."Anjir, Mira diem-diem udah berhasil menggaet pria kaya, Guys. Apakah ini kesuksesan yang sesungguhnya?" bisik beberapa mahasiswi di sekelilingnua."Gue juga mau Sugar Daddy," ujar yang lain seolah iri padanya."Tapi kan udah ada konfirmasinya kalau mereka tuh gak ada hubungan Sugar Daddy atau Sugar Baby sebelumnya," ujar salah satu dari mereka yang membela Mira.Mira menoleh sebentar dan itu adalah teman sekelasnya yang pernah satu kelompok dengannya, ia ti
"Selamat ya, Mir. Cumlaude dong... wuih! Gokil!" ujar Dea saat mereka keluar gedung untuk foto-foto. Mereka pun berpelukan dengan hangat, sementara Baby Adam ada di tangan pengasuhnya. "Selamat, Mir!" Paman, ketiga adik Mira, sang ibu, dan Aron bergantian memberi selamat. Tentunya, Aron memberi buket bunga Lily Putih besar yang membuat Mira agak kesulitan memeganginya. "Selamat ya, Sayang," ujarnya lembut. Ia lalu memeluk istrinya sebentar sebelum akhirnya mencium keningnya hikmat. Interaksi mereka tentu menjadi pusar perhatian. Apalagiada beberapa wartawan yang memaksa mendekat, tetapi Bodyguard Aron mengamankan mereka. Hal itu menjadi pembicaraan para mahasiswa dan wali mahasiswa. Gosip mereka benar-benar menyebar, tidak hanya di kalangan anak muda tetapi para orang tua. Apalagi Aron memiliki followers atau fans dari usia yang beragam. Para pria dewasa, wanita dewasa, atau para anak muda yang memang menyukainya atau mengambil pelajaran bisnis darinya. Ia mem
"Hotel?" tanya Aron melihat hotel miliknya sendiri. Ia seperti muak ke sana, tentu saja itu hotel bintang 5, tapi itu miliknya, jadi ia sudah sangat bosan. Akan tetapi melihat ekspresi keluarga Mira dan Mira yang antusias, ia pun menurunkan egonya dan mengajak mereka masuk ke restoran dan memesankan kamar untuk mereka. "Gede banget, Mbak. Ini beneran di sini nanti malam?" tanya Adik bungsu berbinar. Mira pun mengangguk dan merasa senang saat melihat keluarganya juga sangat senang.Mereka dipersilahkan duduk di meja bundar itu di ruang VIP. Keluarga Mira masih saja mengagumi semuanya dan juga cara pelayannya melayani mereka. Aron bahkan menyebutkan pada sang Manager langsung, sehingga mereka langsung mempersiapkan kamar untuk mereka semua.Mira yang melihat apa yang sudah diberikan Aron pada keluarganya, ia pun mendekati Aron yang sedang memilih menu."Apakah ini gak berlebihan, kan mereka bisa nginep di Mansion?"Aron mengedikkam bahu."Ya karena udah sampai sini, mendinga
"Maksudnya apa?" tanya Mira menahan pundak Aron agar tidak terlalu jauh. Aron pun seolah tersadar dan langsung menjauhkan wajahnya dari leher istrinya yang masih tertutup hijab itu. "En...enggak. Aku mau ke kamar mandi dulu," ujarnya buru-buru. Ia langsung menurunkan Mira dari pangkuannya dan langsung pergi ke kamar mandi. Sementara Mira yang ditinggal sendirian pun bingung. Kemudian ia menghampiri kamar mandi yang terbuat dari kaca buram, dari siluetnya Aron sepertinya sedang mandi. "Mas, kamu gak papa kan?" tanya Mira khawatir. "Engh... gak papa, Sayang. Kamu tidur aja dulu, aku mau mandi." "Oh gitu, oke deh... kalo ada apa-apa aku di luar ya. Aku belum tidur kok." "Ya!" Setelah itu, ia duduk di ranjang dan menunggu suaminya. Ia merasa penasaran kenapa Aron bersikap demikian, padahal tadi mereka baru saja mesra-mesraan, dan kenapa Aron seperti ingin muntah? Karena saking penasarannya, Mira pun bertanya pada AI tentang apa yang terjadi pada suaminya hingga suami
"Hiks... Adam," gumam Dea menunggu anaknya diperiksa. Mira dan Aron tidak bisa ikut karena harus mengantar keluarganya pulang. Katanya sih nanti akan menyusul. "Sabar, Sayang. Aku yakin Adam nggak apa-apa," ujar Juna memeluk istrinya. Dea pun membalas pelukannya dan menangis di perlukan sang suami. Mereka menunggu dengan penuh kecemasan di samping ranjang Adam. Tak lama, dokter datang dan keduanya memperhatikan bagaimana dokter memeriksanya dengan seksama. "Baiklah, Adik Adam hanya mengalami demam dan mungkin karena ia masih sangat muda, sehingga perlu penjagaan yang ekstra," jelas sang dokter. "Dok, apakah ini juga termasuk karena kita sering membawanya pergi jauh?" tanya Dea setelah menghapus air matanya. "Nah itu bisa jadi, karena bayi biasanya sangat sensitif dengan lingkungan baru. Hal itu juga bisa membuat bayi stress dan merasa takut dengan lingkungan barunya." "Awalnya dia tidak rewel atau merengek sehingga kita tidak tau kalau dia tidak nyaman, hanya pagi ini dia ba
"Aduh Cucu Opa, sayang... sakit ya?" gumam Aron menggendong cucunya dengan sayang.Aron memang sosok orang tua yang sangat penyayang, bahkan pada Adam.'Cucunya' Lucu sekali ketika melihat Aron memanggil dirinya sebagai Opa. Hal itu, membuat Mira terkekeh sendiri.Mereka berdua sedang menjaga Adam karena Dea dan Juna sedang keluar karena harus menghadiri beberapa undangan yang penting.Melihat istrinya terkekeh, Aron pun bingung karena tidak ada yang lucu di sana."Kenapa kamu malah ketawa?" tanyanya heran dengan istrinya."Hem... soalnya aku belum terbiasa pas kamu manggilin Adam ke diri kamu sendiri sebagai Opa.""Oh, emang awalnya aneh sih, tapi itulah adanya. Aku gak ada espektasi kalau Dea bakal nikah secepat ini," ujar Aron menimang-nimang Adam dengan lembut."Sama..." gumam Mora agak sendu.Akan tetapi keduanya kemudian tidak memperpanjang topik itu."Kamu tahu nggak sih untuk usia kamu, kamu tuh masih kayak usia 30-an?" tanya Mira iseng. Aron mengangguk, "Iya, aku sadar kok
Mereka terluka karena ada orang yang menyerang di jalan, sehingga keduanya harus kejar-kejaran menggunakan mobil."Masih sakit?" tanya Juna mengobati luka sang istri di sudut bibirnya.Dea tidak mengalami luka separah Aron, tetapi sudut mulutnya berdarah."Kalo besok Papi tau bisa berabe, kamu nanti diomelin sama dia," ujar Dea khawatir.Ia mengobati luka di wajah suaminya dengan hati-hati."Nggak papa lah, Sayang. Udah konsekuensinya. Aku harus gentle jujur ke Papi kamu," ujar Juna."Nggak bisa gitu dong, aku besok pakai make up yang agak tebal aja biar ketutup," ungkap Dea."Boleh... aku minta maaf ya, aku malah buat kamu kayak gini. Bukannya jagain dan bahagiain kamu, kamu malah menderita sejak menikah denganku," ungkap Juna."Bukan kamu kok yang buat aku kayak gini, itu orang-orang jahat yang ngejar kita tadi. Jadi jangan nyalahin diri sendiri.""Makasih atas perhatiannya, Sayang. Aku gak akn biarin kamu terluka lagi," ujar Juna."Ya, makasih. Tapi kamu juga ingat, lukamu lebih ba
Mira keluar dari kantor saat tiba-tiba mobil mewah yang sangat ia kenali, berhenti di depannya, membuatnya dan orang di sekitarnya kaget. Lalu, kaca mobil dibuka dan memperlihatkan Yuda--sopir Aron yang tersenyum padanya. "Silahkan naik, Nyonya." "Lah Evi (opir Mira) kemana?" tanya Mira. "Sudah pulang, Tuan yang nyuruh." Mira kemudian mendekat dan melihat ada Aron yang duduk di kursi penumpang dengan ekspresi datar. Hal itu membuatnya bingung, tapi ia juga tak bisa menolaknya. Dibukanya pintu samping sopir dan ia duduk di sana, mengabaikan tatapan Aron yang jelas tak suka ia duduk di samping Yuda. "Nyonya... itu..." "Sssstttt, jalan!" perintah Mira. Yuda melirik Aron dari kaca tenah dan melihat sang majikan mengangguk parah. Sepertinya mereka sedang ada masalah, yang membuat Nyonyanya tak mau duduk bersama sang Tuan. Padahal biasanya mereka sangat menempel, tapi sebagai sopir Ia hanya bisa fokus menyetir dengan kondisi tertekan. Bagaimana tidak tertekan? B
"Kita harus kerja sekarang kan?" Aron mengeryit, "Di situasi ini?" Ia sungguh kaget, pembicaraan ini amat penting, dan sekarang Mira masih memikirkan kerja? "Aku akan teat dan akan dapat masalah," ujar Mira panik. Alih-alih menunggu suaminya bicara, ia segera masuk ke kamar mereka dan mengambil batang-barang yang harus ia bawa ke kantor. Aron kebingungan, tapi Mira terlanjur heboh sendiri dan minta dintarkan ke kantor pada sopirnya. Pada saat itulah, Aron merasa apa yang ia lakukan tidak mempan untuk Mira. Yah, Mira bukan perempuan bodoh, tapi ia hanya belum bisa menerima. Ia pun akan mencoba mengerti, jika seperti itu hasilnya. ••• Dea tadi malam memang sudah memberikan testimoni pada Mira tentang ayahnya Ia bukannya mau ikut campur, tapi ia ingin membantu ayahnya sedikit-sedikit. Makanya ia cukup banyak menceritakan tentang ayahnya pada Mira. Saat ini, Dea sudah agak senggang dan membuka ponselnya karena Baby Adam sudah tidur. Akan tetapi, ayahnya menelpon dan
"Jangan tinggalin aku!" gumam Aron dengan isak tangisnya. Mira tambah bingung, "Apa yang kamu maksud? Ninggalin apa?" tanyanya. Aaron kemudian melepas pelukannya pada Mira dan menatapnya. "Kamu nggak ninggalin aku kan?" Mira mengeryit bingung, "Maksud kamu? Lah aku kan cuma nginep di tempat Dea." "Kukira kamu gak bakal pulang karena masih marah sama aku. Aku takut kamu pulang lagi ke kampung," ujarnya dengan suara yang agak kekanakan. Jujur di sini Mira merasa bingung, apakah ini suaminya yang biasanya berwibawa, ia tampak seperti Kucing manja sekarang. Mira pun menghela nafas dan menggeleng. "Enggak kok, aku gak akan pergi sebelum nyelesein masalah kita." "Tapi kamu tetep pergi?" "Tergantung kamu," balas Mira sok cuek. Padahal ia hampir kelepasan ketawa gara-gara kondisi muka Aron terlihat seperti balita yang takut ibunya pergi. Saat Aron ingin membalas lagi, Oma menyarankan agar mereka duduk dulu. Lalu, mereka pun menurut dan berjalan menuju sofa. Mira dud
Mira merasa hatinya mulai mengeras, ia sulit percaya pada suaminya lagi. Ia takut, bahwa cintanya juga akan pudar. Ia mengirimkan pesan pada suaminya karena ingin menginap di Mansion milik Dea. Mira || Mas, ijin nginep di tempat Dea ya Aron || Kenapa? Aku mau ngobrol loh Sayang Mira || Besok aja, sekarang aku mau sama Baby Adam Menunggu cukup lama selama 5 menit, baru Aron membalas lagi. Aron || Ya udah gak papa, semoga mimpi indah Mira mendengus, "Manis banget kamu Mas," gumamnya kecewa. Ia masih kecewa dengan keadaan ini, di mana ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suaminya memang berselingkuh dengan Julia. Dea menatap Mira dengan prihatin, "Papi bilang apa?" "Dia mau ngobrol sama ku, tapi aku mau sama Baby Adam dulu." Dea pun mengangguk-angguk saja. Ia tak ingin membuat mood Mira turun. Ia yakin Mira dalam kondisi yang tidak membutuhkan nasihat, ia hanya butuh jeda jntuk bertemu Aron sebelum menghadapinya lagi. Menghadaoi orang yang membuat kita kecewa
Mira akan tetap berada di sendiri aja bahwa suaminya harus berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah Ia merasakan trust issue dengan orang kaya seperti suaminya. Awalnya ia berharap bahwa ada titik terang, tapi ternyata Aaron juga berpotensi untuk menuju ke arah suami tidak setia. Lagian wajar sih, banyak cewek di luaran sana yang tertarim dengan Aron, tertarik untuk menikmati uang atau bahkan tubuhnya. Ia pernah diberitahu Dea, bahwa ayahnya pernah hampir diperkosa, ada juga yang terang-terangan meminta disetubuhi oleh suaminya secara gratis. Ia jadi merasa tambahsesak ketika mengingat fakta itu, ingin rasanya menangis. Ia tidak rela kalau harus membayangkan suaminya bercinta dengan perempuan lain, bayangkan kalau tangannya menyentuh entah bagian tubuh perempuan yang mana, atau perempuan mana saja yang ia sentuh. Ia tidak rela, dan terus merasa frustasi dengan itu. ••• Hari ini katanya Aron akan bertemu dengan Julia, sementara dirinya memilih pergi ke tempat Dea
Mira begadang semalaman, dan memikirkan apa yang dikatakan Dea. "Masuk akal...." gumamnya. Apakah mungkin aktivitas yang dilakukan Aron dan mantan istrinya itu, dilatarbelakangi dari kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi dari istrinya sendiri? Itu bisa sejalan sih, tapi Mira tidak yakin kalau Aron orang yang seperti itu. Jika memang Aron ternyata orang seperti itu, dan ia tidak tahu aslinya. Ia akan sangat hancur. Ia merasa bodoh, atau bisa jadi Aron terbiasa dengan itu dan tidak bisa sembuh. Suaminya bisa saja terbiasa melampiaskan kebutuhannya itu, pada para pelacur atau orang-orang random yang mau berhubungan badan dengannya, yang sama-sama terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Ditambah lagi, Aron punya modal fisik yang sulit ditolak. Sangat langka untuk ukuran pria yang tampan tapi tidak doyan selingkuh, presentasenya sekitar 1 banding 10? Mira tidak tau. Biasanya perilaku playboy itu tidak bisa sembuh. Lalu, karena mereka sudah menikah, bisa saja seumur hid
Masalah antara Aron dan Mira tentu saja belum selesai, mereka masih saling diam tapi, Oppa kemudian bicara pada Aron. Mereka bicara di taman belakang, sambil ngopi dan menikmati sore yang tenang. Hari itu, Aron memang pulang lebih awal seperti biasa, ia tak tenang pergi ke kantor ketika istrinya marah padanya. Ia merasa dihantui rasa bersalah, dan merasa tak berguna. Ia merindukan Mira meski ia bisa melihatnya tiap hari, tapi tak bisa menyentuhnya, memeluknya dan menatapnya dati dekat. Mira selalu menjaga jarak, mengabaikannya dan mencoba mengurangi interaksi. Ini adalah siksaan terbesar untuknya. "Ini tidak boleh diteruskan, Aron," ujarnya. "Aku tau, hanya saja Mira tidak mau bicara padaku Yah," keluh Aron merasa frustasi sendiri. "Aku menerti, kamu kan bisa cari cara agar Mira bisa mendengarkan penjelasanmu. Bukan malah membiarkan dia menghindarimu seperti itu, perempuan memang punya ego sendiri, seperti kita parah laki-laki, sama. Tapi memang, mereka harus dibujuk deng
Malam harinya tiba, Aron menagih apa yang ditanyakan pada istrinya tadi siang. "Sayang, sekarang kamu udah mau cerita kan apa yang tadi aku tanyain ke kamu?" tanyanya. Mira yang baru naik ke ranjang dan bergabung di satu selimut yang sama dengan suaminya pun menghela napas. Ia seolah mempersiapkan semuanya untuk menjelaskan pada suaminya. Mempertimbangkan reaksinya atau akibat dari apa yang ingin ia sampaikan. "Gini..." Aron sebenarnya merasa gemas dengan istrinya yang seolah tarik ulur, tetapi ia paham bahwa ia juga butuh waktu untuk siap, jadi ia sabar menunggu. "Aku... liat waktu itu, kamu sama Maminya Dea ciuman di ruang tamu pas aku baru pulang dari rumah Dea." Deg! Wajah Aron langsung pias, seoolah baru saja ketahuan melakukan kesalahan yang ia sembunyikan, setidaknya itu yang Mira pikirkan. Ia sempat merasa khawatir kalau ternyata itu benar, akan tetapi Aron kemudian langsung berkata. "Maaf, itu salahku. Aku kira kamu gak tau?" tanya Mira langsung. Ia tak bisa men
"Maksudnya, Mami merasa nggak nyaman sama Mira dalam artian karena dia pasangan dari mantannya Mami. Eh... tapi aku paham kok kalau Mami ngerasain hal itu, karena itu kecemburuan yang wajar." Julia terlihat diam saja, seolah ingin menghindari percakapan dengan menatap ke luar jendela yang memperlihatkan taman samping Mansion. "Masalahnya kalau Mami takut aku lebih condong pada Mira, itu salah besar. Karena aku akan selalu menempatkan Mami di tempat utama, sementara Mira meskipun Ia sekarang ibu tiri aku, dia tetaplah sahabat aku. Setidaknya itu yang aku lihat, di mata aku dia adalah sahabatku. Jadi Nami nggak perlu khawatir tentang itu," ujar Dea meyakinkan. Julia masih diam, tapi kali ini terlihat mengangguk pelan. "Hem... coba deh Mami kenali Mira lebih jauh lagi. Dia asik kok orangnya," lanjut Dea meyakinkan sang ibu. Julia pun mengangguk saja tanpa mengatakan apa-apa. Dea pun mengerti, mungkin Julia sedang memikirkan atau mempertimbangkan apa yang ia sarankan. . Sem