Esmeralda menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, Bu. Bagaimana mungkin seorang bayi bisa berbahaya?" Esmeralda mengusap lembut perutnya. Ia merasakan janinnya bergerak. "Percayalah, nduk! Yang kamu kandung, bukanlah bayi manusia! Tapi anak genderuwo!" ucap Bu Valentine dengan tegas. Raut wajahnya memancarkan semburat kegelisahan. Esmeralda kembali menggelengkan kepalanya. "Tidak, Bu. Aku akan melahirkan bayi ini. Aku percaya bahwa ini adalah anak dari benih suamiku," sahut Esmeralda tegas. Ia beranjak dari tempat tidur, berjalan menuju ambang pintu. sementara Bu Valentine hanya menatapnya dengan tatapan nanar. "Terimakasih karena ibu sudah menolongku," ucap wanita itu sebelum ia berlalu pergi dari hadapan Bu Valentine yang seketika wajahnya memucat. ***Esmeralda tiba di rumahnya. Ia membuka pintu rumah yang tidak terkunci. Wanita itu berjalan dengan perlahan. Suasana rumah tampak sunyi. Baru saja Esmeralda hendak masuk ke dalam kamarnya, ia dikejutkan dengan suara yang
Bu Valentine gegas pergi ke luar saat ia mendengar suara gemuruh. Langit yang tampak gelap, disertai angin kencang menandakan hujan akan segera turun. Bu Valentine gegas mengangkat jemuran sebelum hujan turun. Saat ia hendak masuk ke dalam rumahnya, pandangannya tanpa sengaja menatap sosok yang memiliki tubuh yang besar dan sangat tinggi. Sosok itu dipenuhi dengan bulu hitam yang lebat. Bu Valentine mendongak ke atas. Tatapannya beradu dengan sorot mata yang berwarna merah menyala. Seluruh pakaian yang telah ia angkat, terjatuh berserak di atas tanah. Baru saja Bu Valentine hendak masuk ke dalam rumahnya, sosok itu menghalau dengan cepat. Ia menarik tubuh kecil itu, hingga Bu Valentine terjatuh. Wanita itu terperangah, saat kuku-kuku yang panjang dan runcing itu mendekat ke arahnya. Crack! Darah segar muncrat begitu saja saat sosok itu mencabik-cabik tubuh Bu Valentine, mengeluarkan semua organ dalam tubuhnya. Wanita itu tewas seketika dalam keadaan kedua mata yang melotot l
Esmeralda termenung menatap langit-langit di kamarnya. Siang tadi, sebelum ia pergi ke warung, ia mampir sebentar ke rumah Bu Valentine untuk memastikan bahwa Bu Valentine baik-baik saja. Tapi, ia menemukan bendera berwarna kuning berkibar di depan rumahnya. Esmeralda yang merasa penasaran, terdorong untuk masuk ke dalam rumah Bu Valentine yang telah ramai orang berdatangan untuk mengurus jenazahnya. Esmeralda terpaku saat melihat sebuah peti mati yang dikerumuni orang-orang yang sedang membacakan doa. Wanita itu melihat dari kejauhan, Bu Valentine terbaring kaku dengan keadaan dada dan perutnya hancur. Kematiannya benar-benar mengerikan. Benar-benar seperti serangan hewan buas yang dibicarakan sekelompok ibu-ibu. Tubuh Esmeralda segera lemas. Ia cepat-cepat meninggalkan kediaman Bu Valentine. Ia gegas pergi ke warung untuk membeli bumbu dapur yang diminta ibu mertuanya, lalu ia cepat pulang. Lamunan Esmeralda terberai saat ia merasakan perutnya yang tiba-tiba terasa sangat sak
Esmeralda membuka kedua matanya secara perlahan. Penglihatannya tampak samar-samar. Semakin lama, penglihatannya mulai terlihat semakin jelas. Ia tersentak saat ia melihat bahwa ia telah terbaring di atas tempat tidurnya, dan dikelilingi oleh orang-orang yang tidak dikenal. Pandangannya beralih menatap perutnya yang sudah besar. Ternyata benar. Ia tidak bermimpi. Kehamilannya sungguh ajaib. "Kalian siapa?" Suara Esmeralda terdengar serak bertanya pada kedua wanita paruh baya yang tampak mengenakan kebaya jadul yang tampak lusuh, dengan rambut yang di sanggul berantakan. Tatapan mata Esmeralda bergantian menatap kedua wanita paruh baya yang berdiri di samping kanan dan kirinya dengan pancaran raut wajah yang terlihat gelisah. "Kami adalah orang yang ditugaskan untuk membantu proses kelahiran kamu," ucap wanita paruh baya yang mengenakan kebaya berwarna hijau stabilo. "Tapi, aku belum merasakan tanda-tanda bahwa aku akan melahirkan," sahut Esmeralda dengan tatapan yang heran. "Si
Dukun itu melahap habis ari-ari yang telah berada di tangannya. Mulutnya penuh dengan darah, yang membuat wanita kebaya hijau itu merasa mual dan ingin muntah. Ia segera keluar dari rumah Bu Edith untuk mengeluarkan isi perutnya yang masih kosong. Sementara itu, wanita kebaya merah muda yang telah selesai membersihkan bayi yang penuh dengan bulu hitam itu, keluar sambil membawa bayi tersebut. Ia tampak celingukan mencari rekannya yang tidak ada di depan kamar. Ia hanya melihat seorang lelaki sepuh dan juga wanita tua yang telah memanggilnya untuk datang ke rumah itu. "Di mana Karsinah, rekanku?" tanyanya dengan penasaran. Ia masih celingukan mencari sosok temannya. "Ada di luar," sahut Bu Edith datar sambil menunjuk ke arah pintu depan. "Berikan bayi itu!" Dukun Sartoni mengambil alih bayi yang telah dibungkus dengan kain bedong berwarna hijau, dari tangan wanita itu. "Ini! Berikan juga untuk temanmu. Ingat ya? Kalian harus tutup mulut jika kalian masih ingin hidup," ucap Bu Edi
Bu Edith menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Ibu punya uang dari mana untuk beli jimat ini?" Lelaki tua itu menatap raut wajah istrinya dengan sorot mata yang tajam."Ibu membuat kesepakatan sama Si Mbah." "Kesepakatan apa, Bu?" Kedua alis Pak Agus tampak mengerut menatap wajah Bu Edith yang masih mengulas senyuman tipis di bibirnya. "Ibu mengijinkan Mbah Sartoni untuk meminjam rahim Esmeralda untuk benih bayi genderuwo," ucap Bu Edith dengan suara yang terdengar berbisik. Kedua mata Pak Agus membelalak dengan lebar. "Jadi, menantu kita hamil anak genderuwo, Bu?" tanya Pak Agus dengan perasaan tidak percaya. Bu Edith hanya menganggukkan kepalanya saja, menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh suaminya itu. "Kapan menantu kita akan melahirkan, Bu?" "Dia sudah melahirkan. Tapi dia belum sadarkan diri." "Tapi, Bu? Usia kehamilan dia bukannya baru beberapa bulan saja?" "Bapak jangan samakan kehamilan bayi manusia dengan bayi jin, donk!" Pak Agus terdiam selama beberapa sa
Esmeralda memberontak. Ia menendang pusaka bapak mertuanya dengan keras. Lelaki tua itu langsung berguling di atas tempat tidur sambil memegangi benda pusakanya, dan merintih merasakan sakit. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Esmeralda. Ia segera beranjak, dan bergegas keluar dari kamar. Lelaki tua itu yang masih merintih kesakitan sambil memegangi benda pusakanya, berjalan tertatih, keluar dari kamar menantunya. Esmeralda gegas keluar dari rumah. Ia cepat-cepat menuruni anak tangga. Karena ia tidak memperhatikan jalan, ia menabrak sesuatu hingga ia terjatuh. Esmeralda menatap sepasang kaki yang mengenakan sepatu yang sudah sangat familiar baginya. Pandangannya naik ke atas dan melihat wajah yang sudah cukup lama tidak ia lihat. "Mas Franky?" Suaranya terdengar lirih memanggil. "Siapa dia, mas?" Suara lembut dari seorang wanita yang berdiri di sebelah suaminya, telah menyita perhatian dari Esmeralda. "Kamu kok masih di sini?" Lelaki itu tampak gugup. Ia menatap wajah wani
Kedua mata Bu Edith melotot menatap Esmeralda yang balas menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Hei! Siapa yang kamu bilang bau tanah? Dasar wanita nggak tahu diri!" Baru saja tangan Bu Edith hendak menampar menantunya, dengan cepat Esmeralda menangkisnya. "Aku sudah sangat sabar menghadapi keluargamu, mas. Terutama bapakmu yang mesum yang berulang kali mencoba memperkosaku." Esmeralda tersenyum getir. Ia menarik nafas panjang, dan membuangnya secara perlahan. "Siapa yang kamu bilang mesum?" Bu Edith terbelalak setelah mendengar pernyataan Esmeralda yang hanya diam menatap wajah Nana yang tampak kebingungan. "Kamu wanita yang cantik. Berhati-hatilah dengan calon bapak mertuamu. Kamu bisa diperkosa olehnya. Jangan pernah percaya pada modusnya," ucap Esmeralda memberi peringatan dengan tegas, sebelum ia berlalu dari hadapan ketiganya. "Apa-apaan yang dibilang mantan istrimu, mas?" Franky bungkam. Ia tidak bisa menjawab karena ia tidak tahu menahu soal apa yang telah dibeberkan