Share

Bab 63

Penulis: Sylus wife
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-25 06:32:40

Setelah syuting berakhir, malam menyelimuti studio dengan keheningan yang kontras dengan keramaian beberapa jam sebelumnya. Anindya sudah lebih dulu pulang, meninggalkan lokasi dengan wajah lelah tapi penuh semangat untuk melanjutkan usahanya mengumpulkan vote. Sementara itu, Aisyah baru saja melangkah keluar dari studio, menghirup udara malam yang sejuk. Namun, langkahnya terhenti saat melihat sosok Nursyid yang berdiri di parkiran, terkekeh kecil sambil menatap ponselnya. Cahaya layar ponsel memantulkan kilatan matre di wajah pria itu, membuat Aisyah mendekat dengan rasa penasaran.

“Banyak dapat uang, ya?” tanyanya dengan nada santai, namun terselip senyum nakal yang membuat Nursyid menoleh.

Nursyid menatap Aisyah dengan senyum sombong, seperti seorang raja yang baru saja menaklukkan kerajaan lain. “Tentu saja!” jawabnya, suaranya penuh kebanggaan. “Sistem vote itu benar-benar ide jenius! Rekeningku dibanjiri uang. Aku kaya, Aisyah! Semakin kaya!”

Aisyah
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 64

    Di dalam kamar mewah dengan lampu-lampu hias yang memancarkan kehangatan, Anindya duduk di sofa empuknya, dikelilingi oleh perangkat makeup, kartu-kartu bank, dan ponsel yang tak pernah lepas dari tangannya. Suasana malam yang seharusnya menenangkan berubah menjadi ajang strategi pribadi yang penuh ketegangan. Dengan penuh semangat, jari-jarinya terus mengklik layar, memastikan setiap transaksi berjalan mulus untuk membeli produk LightGlow Cosmetics."Semuanya harus sempurna," gumamnya, wajahnya penuh tekad. Namun, di balik keanggunan geraknya, keringat mulai mengalir di pelipisnya. Ia tidak sekadar membeli untuk dirinya sendiri. Beberapa penggemarnya yang setia sudah diberi uang agar turut membantu vote untuk dirinya. Anindya tahu, memenangkan hati penggemar adalah kunci kemenangan dalam kompetisi ini.Namun, tiba-tiba, tangannya terhenti. Layar ponselnya memunculkan angka yang membuat matanya membelalak. Saldo rekeningnya… mendekati nol!"Hah? Apa-apaan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 65

    Panggung kembali dipenuhi nuansa megah ala kerajaan, lengkap dengan pernak-pernik yang membuat suasana terasa hidup. Gemerlap lampu berwarna emas menerangi setiap sudut, menambah aura dramatis pada momen penting itu. Di tengah-tengah panggung, berdiri Nursyid dengan pakaian kebesaran seorang raja, auranya penuh wibawa. Dalam genggamannya, sebuah gulungan keputusan yang akan menentukan senjata mana yang akan digunakan untuk menghadapi negara seberang."Istri-istriku…" Nursyid membuka suaranya, tegas namun penuh karisma. Ia melayangkan pandangannya ke arah Anindya dan Aisyah, kedua wanita yang berdiri di sisinya. "Kalian berdua adalah wanita hebat. Aku bangga pada kalian. Kalian telah mempersembahkan ide-ide luar biasa untuk masa depan kerajaan ini. Di tanganku sekarang ada hasil keputusan dari rapat para petinggi dan suara rakyat. Pilihan senjata untuk perang melawan negeri seberang akan segera diumumkan."Ia mengangkat gulungan itu tinggi-tinggi, membuat semua mata

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 66

    Malam itu, suasana di ruang keluarga terasa sunyi meski lampu-lampu menerangi ruangan dengan hangat. Sulistyo duduk di sofa, memandang layar TV yang baru saja menayangkan acara siaran langsung produksi Nursyid. Tangannya menggenggam remote, namun tidak segera mematikannya. Napasnya terdengar berat, terhela berkali-kali, mencerminkan gejolak emosi yang tak terungkapkan. Setelah beberapa saat, Sulistyo akhirnya mematikan televisi. Ia meletakkan remote di atas meja dengan sedikit hentakan, lalu bersandar di sofa. Kepalanya menengadah, matanya menatap lampu-lampu yang tergantung di langit-langit. Hatinya terasa berat, dipenuhi perasaan yang sulit didefinisikan—campuran antara marah, kesal, dan rasa tidak percaya. Dalam keheningan itu, pikirannya berputar-putar, mencoba mencari logika di balik apa yang baru saja ia saksikan. "Nursyid... Apa-apaan orang itu? Dia berakting menjadi raja seolah-olah dunia ini miliknya. Dan lihat saja, permaisuri yang ia pilih ad

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 67

    Hari itu, istana negara tampak lebih ramai dari biasanya. Kedatangan mantan presiden Jatmiko bersama istrinya, Ratri, menciptakan suasana yang kental dengan keseriusan. Agenda utama mereka adalah membahas pernikahan antara Sulistyo, putra mereka, dengan Anindya, wanita yang memiliki posisi penting dalam sejarah Dwipantara. Namun, ada satu kendala besar yang menjadi bayangan di balik pertemuan ini—Aisyah, istri sah Sulistyo, yang belum tentu menerima keputusan ini dengan baik.Di ruang utama istana, Jatmiko duduk dengan tenang, tetapi tatapannya penuh pertimbangan. Ratri, di sisi lain, menunjukkan senyum tipis, meski sorot matanya memperlihatkan ketegangan yang tersembunyi. Di seberang mereka, Anindya duduk tegak, mencoba mempertahankan ketenangan meski di dalam hatinya ia sedang bergulat dengan perasaan campur aduk.“Jadi, bagaimana, Nak?” tanya Ratri, tatapannya penuh harap. “Apa Anindya sudah siap menikah dengan Sulistyo dan menjadi istri keduanya?”Pert

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 68

    Aisyah merebahkan diri di ranjangnya, tubuhnya terasa lelah setelah semua drama hari itu. Ia memejamkan mata, berharap bisa segera tenggelam dalam tidur. Namun, harapan itu musnah saat ponselnya berbunyi tiba-tiba, memecah keheningan malam. Layar ponsel menampilkan nomor yang tidak dikenal. Dengan napas berat, Aisyah menggeser layar, mengangkat panggilan itu.“Halo, ini siapa?” tanyanya dengan nada kesal. Tangan kanannya sibuk mengucek matanya yang berat karena kantuk.Suara tajam langsung terdengar dari seberang, menusuk telinga Aisyah dengan kemarahan yang tak terbendung. “Hey, wanita murahan! Ini aku, Anindya!”Aisyah mengangkat alis, lalu menyeringai penuh arti. Mendapatkan telepon dari calon istri suaminya sendiri adalah hiburan malam yang tidak ia sangka-sangka. Jiwa roasting yang terpendam dalam dirinya langsung bergolak. “Aku? Murahan? Lucu sekali. Sepertinya kau sedang membicarakan dirimu sendiri. Kamu adalah cerminan dari apa yang kamu tuduhkan p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 69

    Di sebuah taman sepi di tengah kota, Aisyah duduk di bangku kayu, kedua tangannya terlipat di depan dada. Tatapannya tenang namun tajam, menanti kedatangan seseorang. Tak lama, langkah sepatu Anindya terdengar memecah keheningan. Wanita itu mendekat dengan wajah tegang, pandangannya penuh dengan rasa penasaran yang bercampur amarah. Aisyah menoleh, menyunggingkan senyum tipis. "Ah, akhirnya kau datang juga. Aku hampir bosan menunggumu." Anindya berdiri di depan Aisyah, memandangnya tajam tanpa basa-basi. "Aisyah! Apa kau serius? Kau benar-benar menikah dengan wakil presiden karena diperkosa?" suaranya penuh nada tidak percaya, bahkan cenderung menuduh. Aisyah mengangkat bahu, seolah pertanyaan itu tidak berarti apa-apa baginya. "Tentu saja. Untuk apa aku berbohong padamu? Tidak ada untungnya." Nada bicaranya datar, namun sarat dengan ketegasan yang membuat Anindya semakin gelisah. Anindya mengepalkan tangan, matanya menatap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 70

    'Ba- bagaimana ini? Bukti-buktinya terlalu banyak...' Anindya memegangi kepalanya, jemarinya meremas rambutnya sendiri dengan panik. Wajahnya pucat pasi. 'Saksinya juga bukan orang sembarangan. Mereka... mereka orang-orang yang tidak mungkin bisa disogok. Bagaimana caranya aku menyangkal semua ini?' batinnya bergemuruh, mencoba mencari celah dalam kekalutan.Namun sebelum ia bisa berkata apa-apa, suara dingin dan tajam memotong lamunannya."Tidak perlu menyangkal." Suara itu datang dari Nursyid, yang kini berdiri dengan ekspresi penuh kebencian. Tatapannya menusuk langsung ke hati Anindya, membuat wanita itu mundur setengah langkah. "Keluarga itu... bukan manusia. Mereka tidak lebih dari binatang."Tangan Nursyid mengepal erat, jemarinya gemetar karena amarah yang ia tahan. Matanya memerah, air mata mulai menggenang di sudut matanya, namun ia tetap berdiri tegak, mencoba menjaga kendali. "Prasetya... adik Sulistyo, yang kalian kenal sebagai politisi yang b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 71

    Anindya terbaring di ranjangnya, menatap langit-langit kamar dengan mata yang terbuka lebar. Pikirannya penuh dengan kekacauan, berputar seperti badai yang tak kunjung reda. Adegan-adegan dari pertemuan di taman tadi terus menghantui pikirannya, memunculkan rasa takut yang bercampur dengan kebingungan."Apa-apaan ini?!" gumamnya pelan, namun suaranya menggema di keheningan kamar. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menenangkan diri. "Aku hanya ingin menikah dengan pria kaya... Tapi kenapa setiap kali aku hampir mendapatkannya, selalu saja ada halangan?!"Ia menghela napas panjang, lalu melepaskan tangannya dari wajah. Tatapannya kosong, terarah pada lampu kamar di atasnya. Kilasan masa lalu muncul dalam pikirannya. "Saat itu, aku gagal menikah karena ternyata pria itu sudah punya istri..." Anindya berbicara pada dirinya sendiri, mencoba merangkai logika di tengah pusaran emosinya. "Dan yang lain... dia gagal juga, karena pria itu ingin punya istri lebi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29

Bab terbaru

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 150

    Sulistyo melangkah masuk ke kamar dengan wajah penuh percaya diri. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Aisyah duduk meringkuk di sudut ranjang, tubuhnya gemetar hebat. Wajahnya tersembunyi di balik bantal yang ia tekan erat-erat ke kepalanya, seolah mencoba memblokir sesuatu yang tak terlihat. Sesekali, isakan kecil terdengar dari balik bantal itu.Matanya menyipit, bingung dan sedikit terganggu. Dalam hitungan detik, dia berlari menghampiri Aisyah, lututnya berlutut di samping ranjang. Dengan lembut, tangannya menarik bantal dari wajah istrinya. "Ada apa, sayang? Kenapa menangis?"Wajah Aisyah basah oleh air mata, matanya sembab dan penuh ketakutan. Suaranya bergetar saat ia berbicara. "Dari tadi… Aku terus mendengar suara tembakan dan teriakan orang-orang." Ia menggigit bibir bawahnya, suaranya semakin lirih. "Aku tidak berani melihat ke jendela. Apa yang terjadi di luar sana?"Sulistyo terdiam sejenak, menyusun kata-kata dalam pikirannya. Kemudian

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 149

    Sulistyo berdiri angkuh di atas balkon istana negara, tubuhnya dibalut setelan formal yang memancarkan kekuasaan. Matanya menatap ke bawah dengan pandangan tajam penuh kepuasan, seolah dunia ini adalah panggung kecil yang ia kendalikan sepenuhnya. Udara malam yang dingin menyapu wajahnya, namun tak mampu mengusir kehangatan memabukkan dari rasa kemenangan yang memenuhi dirinya."Damai sekali…" gumamnya pelan, tapi penuh arogansi. Sebuah senyum licik mengembang di wajahnya. "Memang tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan uang."Ia berbalik, langkahnya perlahan namun penuh wibawa. Namun, saat punggungnya baru saja meninggalkan pandangan dari balkon, suara kerumunan mulai terdengar dari kejauhan. Raungan protes yang membakar udara malam bergema seperti guntur. Sulistyo berhenti di tengah langkah, mendengarkan dengan tenang, lalu kembali ke tepi balkon, kali ini dengan alis sedikit mengernyit.Di bawah sana, gelombang manusia mulai berkumpul di gerbang i

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 148

    Malam itu, suasana di rumah Anisa sangat sunyi. Angin malam bertiup lembut, menggoyangkan tirai jendela di ruang tamu tempat ia duduk sendiri, hanya ditemani oleh cahaya televisi yang menampilkan berita nasional. Adik-adiknya sudah terlelap di ranjang, tubuh kecil mereka bersandar dengan damai, tidak menyadari betapa resah hati kakak mereka.Anisa memeluk lututnya, matanya menatap layar televisi dengan raut penuh kebencian yang ia coba tahan agar tidak meledak. Lagi-lagi, layar kaca itu dipenuhi dengan berita selebriti yang sama sekali tidak penting. Perdebatan soal drama percintaan artis yang dipoles sedemikian rupa memenuhi setiap segmen, menggantikan pemberitaan luar negeri yang sebelumnya sempat membahas kebobrokan sistem pemerintahan di Dwipantara.Pemberitaan itu hanya bertahan sejenak, seperti embun pagi yang menguap sebelum sempat menyentuh tanah. Anisa tahu alasannya. "Tch! Pasti televisi sudah disogok pemerintah lagi!" gumamnya dengan suara pelan, meluapk

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 147

    Keesokan harinya, layar-layar televisi di seluruh penjuru negeri dipenuhi berita yang sama: "GDP Dwipantara Mengalami Penurunan Tajam, Negara Terancam Krisis Ekonomi." Gambar-gambar grafik ekonomi yang menukik tajam ke bawah terpampang jelas, diselingi laporan dari para analis ekonomi lokal dan internasional."Rendahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan pajak yang melambung tinggi telah melumpuhkan perekonomian nasional," ucap salah satu pembawa berita dengan nada serius. "UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat kini bertumbangan satu per satu, tak mampu bertahan di tengah himpitan ekonomi."Rekaman jalanan yang sepi dari aktivitas jual beli ditampilkan, diikuti visual mall-mall besar yang kosong melompong, dengan hanya segelintir orang yang terlihat berjalan cepat, sekadar untuk membeli kebutuhan pokok."Masyarakat Dwipantara kini bekerja tanpa henti, bagaikan kuda, hanya untuk mengisi perut mereka sendiri," lanjut pembawa berita, suaranya pen

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 146

    Aisyah berbaring di ranjang dengan tubuh yang terasa seolah terkunci. Di sebelahnya, Sulistyo bersandar santai, dengan senyum puas menghiasi wajahnya. Cahaya dari televisi menerangi kamar yang megah namun terasa sesak bagi Aisyah. Film romantis yang sedang diputar menambah ironi dalam hatinya, karena adegan-adegan penuh cinta itu jauh dari apa yang ia rasakan sekarang."Aku kurang suka film romantis," ucap Aisyah akhirnya, mencoba terdengar selembut mungkin agar tidak memicu amarah suaminya. Ia menyandarkan kepalanya di lengan Sulistyo, memasang senyum kecil yang dipaksakan. "Boleh ganti dengan film action atau thriller?" nada manjanya terasa aneh di telinganya sendiri, tetapi ia harus terus memainkan peran ini.Sulistyo menoleh ke arahnya, matanya yang tajam memerhatikan Aisyah seolah sedang membaca pikirannya. Ia terdiam beberapa detik, membuat suasana di antara mereka menjadi tegang. "Tapi, film seperti itu temanya berat," katanya akhirnya, suaranya rendah namun

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 145

    Aisyah duduk di atas ranjangnya yang dingin, memegangi kepala dengan kedua tangannya. Napasnya berat, penuh rasa frustrasi yang sulit ia tahan. Matanya berkaca-kaca saat kata-kata itu akhirnya keluar dari bibirnya dalam bisikan getir. "Bagaimana ini? Aku sudah hamil… Aku benar-benar mengandung anak dari tirani itu."Dengan gemetar, ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang, kedua tangannya perlahan bergerak mengusap perutnya yang masih rata. Sentuhan itu terasa asing, seperti menghubungkan dirinya dengan sesuatu yang sekaligus membangkitkan cinta sekaligus kebencian. "Aku harus melahirkannya," gumamnya pelan. "Harus tetap melahirkannya, meskipun kemungkinan besar dia akan mewarisi tahta ayahnya sebagai presiden KKN."Aisyah mendongak, menatap kosong ke langit-langit kamar. "Tapi aku berjanji… sebagai ibunya, aku akan mendidiknya dengan benar. Kalau bisa… aku akan membuatnya menjadi senjata untuk melawan ayahnya sendiri." Matanya menyipit, penuh tekad. Ia menga

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 144

    Sulistyo duduk di tepi ranjang, menatap perut Aisyah yang mulai membesar. Tangannya terulur, dengan lembut mengusap perut itu seolah mencari kehangatan dari kehidupan yang tumbuh di dalamnya."Jika sudah lahir, ingin diberi nama apa bayi kita?" tanyanya dengan suara yang terdengar tenang, namun mata tajamnya tetap memancarkan dominasi.Aisyah menoleh pelan, menatapnya dengan mata yang lelah. Air mukanya penuh kebingungan dan ketidakpastian. "Entahlah…" jawabnya, suaranya hampir seperti bisikan.Sulistyo tersenyum kecil, seolah menemukan sesuatu yang menghibur di balik sikap Aisyah yang bingung. "Bagaimana dengan nama seperti Kusumo?" tanyanya, suaranya terdengar penuh kebanggaan.Namun, Aisyah hanya menggeleng pelan. "Kita belum tahu yang lahir adalah anak perempuan atau anak laki-laki."Sejenak, suasana menjadi sunyi. Wajah Sulistyo yang sebelumnya terlihat tenang tiba-tiba menggelap. Matanya menyipit, dan rahangnya mengeras saat dia men

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 143

    Sulistyo memandang Aisyah dengan cemas saat ia menggenggam tubuh istrinya yang terasa lemah di pelukannya. Dalam diam, ia membawa Aisyah menuju kamar mereka. Langkahnya mantap, namun di balik ekspresi dingin yang biasa terpancar, ada ketegangan yang sulit disembunyikan.Setelah membuka pintu kamar, Sulistyo membaringkan Aisyah di atas ranjang dengan hati-hati, seperti memegang barang paling rapuh di dunia. Pandangannya tidak lepas dari wajah Aisyah yang terlihat pucat, namun tetap memancarkan kelembutan. "Aisyah, apa kau baik-baik saja? Kau tidak merasa sakit hati dengan ucapan ibu kan?"Aisyah, yang tubuhnya masih terasa lelah, hanya menggeleng pelan. Suaranya terdengar kecil, nyaris berbisik. "Tidak masalah, aku sudah biasa."Namun bagi Sulistyo, jawaban itu justru menambah perih di hatinya. Wajahnya mengeras, tetapi jemarinya tetap lembut saat menggenggam tangan Aisyah. "Jangan terlalu dipikirkan!" katanya dengan nada tegas, nyaris seperti perintah. "Ka

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 142

    Dua minggu berlalu sejak peristiwa terakhir, dan kini Aisyah duduk diam di atas ranjang, tangannya gemetar memegang test pack kecil di tangannya. Dua garis merah mencolok tertera di sana, menandakan sesuatu yang akan mengubah hidupnya selamanya. Kehamilan.Pandangannya kabur oleh air mata yang mulai menggenang, meski ia tak tahu apakah air mata itu lahir dari rasa senang, takut, atau bahkan keputusasaan. Ada kebahagiaan kecil yang menyelinap di sudut hatinya—setidaknya, Sulistyo tidak akan memaksanya lagi untuk segera hamil. Tapi di saat yang sama, ia merasa belenggu di hidupnya kini bertambah erat. Dengan kehamilan ini, kebebasan yang nyaris tak ada sebelumnya kini hilang sepenuhnya.Aisyah cepat-cepat menyembunyikan test pack itu di bawah bantal ketika mendengar langkah kaki mendekat dari luar kamar. Suara langkah itu, meski terdengar tenang, selalu membawa ketegangan di hatinya. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Sulistyo yang tersenyum lebar sambil me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status