Home / Romansa / Hamil Anak Bos / BAB 3 : Tukang Suruh

Share

BAB 3 : Tukang Suruh

Author: Jesslyn Kei
last update Last Updated: 2024-12-19 18:12:00

Tanpa banyak bertanya Dewi diam saja saat Alex menyalakan mesin mobil. Sepanjang perjalanan keheningan menyelimuti keduanya. Hanya terdengar suara bising kendaraan. Baik Alex maupun Dewi, keduanya nampak enggan memulai percakapan. Namun sesekali tatapan mata keduanya diam-diam saling melirik satu sama lain.

"Kenapa kamu senyum-senyum sendiri begitu? Ada yang lucu?" tanya Alex ketika memergoki Dewi yang tengah tertawa pelan.

"Enggak, Mas. Anu... Itu bukan apa-apa." 

Dewi mengeleng pelan. Wajahnya yang tertunduk nampak salah tingkah. Menyadari kerutan di kening Alex semakin dalam dengan salah satu alis yang terangkat sebelah saat memandang wajahnya, Dewi pun berdehem pelan.

"Oh maaf. Biasanya wanita yang sudah menikah di keluarga saya akan memanggil suaminya dengan panggilan mas. Jadi apa boleh kalau aku panggil kamu dengan sapaan mas?" 

Dewi membungkuk hormat sembari meminta izin untuk memanggil Alex dengan panggilan khusus. Ia merasa perlu mengutarakan keinginannya itu terlebih jarak usia mereka berdua terpaut lumayan jauh. 

Dimana Alex berusia tiga puluh dua tahun, sedangkan Dewi masih berusia dua puluh tiga tahun. 

"Terserah," ketus Alex. 

"Terima kasih," jawab Dewi seraya tersenyum simpul. 

Keduanya tidak lagi berbicara setelah percakapan singkat itu berakhir.

Berjam-jam menyusuri jalan raya, tanpa terasa mereka sampai di sebuah rumah bergaya minimalis modern dengan warna putih yang mendominasi keseluruhan interiornya. 

Dewi berjalan perlahan menyusuri setiap sudut ruangan. Ia ingin mengenali setiap bagian dari jiwa Alex melalui ruangan-ruangan yang ada di rumah itu. Berharap dengan begitu dirinya dapat merasa nyaman dan betah tinggal satu atap dengan sang suami.

"Dewi."

Mendengar suara lantang Alex yang memanggil namanya, Dewi buru-buru kembali menghampiri suaminya.

"Iya, Mas?" 

Saat Dewi mendekat, Alex sedang duduk di sofa. Matanya memandang ke arah televisi yang sedang menyiarkan berita terhangat pagi hari itu. 

"Duduk! Ada yang ingin saya bicarakan denganmu," ucap Alex sembari melirik ke arah sofa kosong yang ada di seberangnya.

Dewi menurut. Perlahan ia mendudukkan dirinya pada celah kosong sofa panjang yang sebelahnya sudah diduduki Alex.

"Dengarkan baik-baik karena saya hanya mau membicarakan ini satu kali saja."

Kini pandangan mata dan posisi duduk Dewi sudah tertuju hanya pada Alex. Jemarinya bergerak merapikan rambut ke belakang telinga agar dapat memusatkan pendengaran. Kalau saja ia membawa kertas dan bolpoint, mungkin sekarang sudah dikeluarkannya untuk mencatat perkataan suaminya seperti saat di kantor.

"Dengar ya, Wi. Saya tidak suka ada orang asing masuk rumah ini. Jadi jangan coba kamu membawa siapapun masuk kesini tanpa seizin saya. Mengerti?"

"Mengerti, Mas."

Alex memutar bola matanya sekilas, seperti tengah berusaha mengingat sesuatu.

"Ngomong-ngomong apa kau bisa masak?"

"Kalau hanya sekedar masak makanan rumahan yang sederhana, saya bisa."

Alex mengangguk pelan. Senyum tipis nampak terukir di wajahnya.

"Baiklah. Urusan dapur sekarang jadi tanggung jawabmu. Nanti saya akan berikan uang untuk belanja bulanan. Pakailah dengan bijak."

"Baik, Mas."

"Selama kamu tinggal disini, saya minta satu hal sama kamu. Jangan mengubah perabotan atau apapun yang sudah saya tata di rumah ini. Saya tidak suka ada orang yang mengacak-acak rumah saya. Mengerti?"

"Mengerti, Mas."

"Satu lagi. Kamu boleh pergunakan seluruh fasilitas yang ada di rumah ini, tapi jangan pernah kamu sentuh barang-barang yang ada di ruang kerja saya. Paham itu?"

"Iya, Mas. Saya akan selalu mengingatnya."

"Bagus. Kalau begitu kamu boleh pergi sekarang. Jangan ganggu saya yang mau istirahat," usir Alex sembari menyandarkan punggungnya ke sofa.

Dewi memandangi wajah Alex yang kini sudah merebahkan kepalanya di sandaran sofa. Mata lelaki itu sudah tidak lagi menatap mata Dewi, melainkan beralih ke arah televisi di depannya.

Tidak ingin menganggu istirahat suaminya, perlahan Dewi berdiri dan berjalan menjauh dari sofa.

Saat tengah berganti pakaian, ia mendengar suara Alex yang berteriak-teriak memanggil namanya. Dengan cepat Dewi memakai kembali bajunya dan keluar kamar.

"Ada apa, Mas?" tanya Dewi begitu mendekat ke sisi Alex. 

"Habis dari mana kamu? Dipanggil dari tadi bukannya nyaut. Budek ya kamu?" 

"Maaf, Mas. Aku tadi lagi pakai baju, habis selesai mandi."

Alex melirik jam dinding yang ada diruangan itu. Ujung jarum jamnya menunjukkan pukul dua belas siang.

"Mandi? Kau mandi tengah hari bolong begini?" tanya Alex seolah tak percaya.

"Iya, Mas. Habisnya gerah. Agak bau juga karena baru selesai masak."

Alex mengangguk singkat, tak lagi mempermasalahkan Dewi yang mandi saat siang hari.

"Ya sudah. Sekarang kau siapkan saya makan siang. Cepat sana siapkan!. Sepuluh menit lagi saya ke meja makan," usir Alex sambil mengibaskan telapak tangannya. 

Dewi menurut dan lantas berjalan ke dapur, menyiapkan makan siang untuk suaminya. Tidak lama kemudian, Alex datang menghampirinya ke meja makan.

"Mana makanan untuk saya?" 

Alex memilih duduk di salah satu kursi yang paling ujung. 

"Sebentar, Mas. Aku ambilin nasinya."

Dengan cekatan Dewi melayani suaminya makan. Mulai dari menyendokkan nasi dan lauk pauk ke piring kosong yang ada di hadapan Alex.

"Ini, Mas. Makan yang banyak."

Alex tak menanggapi ucapan Dewi. Tatapannya yang sudah fokus ke arah makanan di piringnya, mendadak beralih saat Dewi duduk di sebelahnya.

"Mau ngapain kau duduk disitu?"

"Mau ikutan makan. Kita makan bareng ya, Mas."

Dewi yang baru saja mengambil piring kosong yang ada di hadapannya, terpaksa menaruh kembali piring itu ke tempatnya semula begitu melihat gelengan kepala Alex.

"Enggak. Enggak. Kau makannya nanti saja. Sekarang kau ke pergi ke halaman depan. Itu ikan-ikan saya yang ada di kolam sudah dua hari belum di kasih makan gara-gara kau."

Dewi tercenung, tak mengerti kenapa dirinya jadi disalahkan hanya karena ikan yang belum di beri pakan selama dua hari.

"Gimana maksudnya, Mas?"

"Iya. Semuanya karena ulah kau. Kalau saja kemarin saya tidak sibuk seharian di acara pernikahan, saya tak mungkin lupa kasih makan ikan-ikan itu. Jadi sekarang kau harus membayar kesalahanmu kemarin pada ikan-ikan saya. Sekalian berkenalan dengan mereka."

Dewi mengeleng pelan. Bagaimana mungkin ia memberi pakan ikan sekarang sementara perutnya sendiri perlu lebih dulu di beri makan? Ini terasa tak adil baginya. 

"Kenapa diam saja? Sana cepat pergi ke kolam!" tegas Alex menyadari Dewi tak segera beranjak pergi.

Dewi kembali mengatupkan mulutnya, mengurungkan niat yang hendak melayangkan gugatan protes. Sejenak ia kembali teringat statusnya sebagai seorang istri yang harus berbakti dan mematuhi perintah suami. 

Walau agak sedikit kesal, Dewi beranjak dari tempat duduknya. Namun Alex tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.

Genggaman tangan Alex membuat rasa kesal Dewi menguap begitu saja. Wajahnya yang semula merengut jadi sedikit merona. Berbanding terbalik dengan Alex yang menatapnya kesal.

BERSAMBUNG..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Hamil Anak Bos   BAB 4 : Suami Menyebalkan

    "Minuman saya mana? Kamu siapin saya makan tapi nggak siapin minum. Gimana sih?" Dewi menuangkan air putih di gelas Alex yang masih kosong dengan cepat. Ia tidak ingin lelaki itu lebih banyak mengerutu jika tidak segera di turuti keinginannya. Ya, begitulah kepribadian Alex yang diketahuinya selama ini. Dan suaminya itu membawa juga sifat buruknya di kantor yang suka memerintah ke rumah."Ada lagi yang mau diambilin?" tanya Dewi setelah selesai menuangkan air putih."Enggak usah. Kau sudah boleh pergi."Dewi rupanya salah mengartikan sikap Alex. Ia awalnya berpikir Alex akan mengurungkan niatnya dan memperbolehkannya makan. Tapi ternyata lelaki itu tetap menyuruhnya pergi memberi makan ikan. Dengan langkah berat, ia meninggalkan meja makan hendak ke halaman depan rumah. Namun baru beberapa langkah Dewi menjauh, Alex kembali memanggil namanya dari arah meja makan."Wi... Dewi..."Dewi mengeleng heran mendengar seruan Alex yang memanggilnya berulang-ulang. Ia menarik napas panjang, be

    Last Updated : 2024-12-20
  • Hamil Anak Bos   BAB 5 : Salah Sangka

    Dewi tidak dapat memejamkan mata. Mungkin juga karena di sisi sebelah ranjangnya kosong. Ia menghela napas setelah melirik jam dinding yang tergantung. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Entah apa yang sedang di kerjakan lelaki itu hingga larut malam masih juga berada di ruang kerjanya. "Aduh, sayang. Mama mau tidur tapi, papamu masih sibuk kerja. Sekarang kita tidur duluan saja ya," ucap Dewi sembari mengusap pelan perutnya yang sedikit menonjol. Dewi menghembuskan napasnya kasar. Ia sangat ingin Alex ada di kamar itu, menemaninya tidur semalaman. Tapi saat melihat wajah kesal lelaki itu saat dirinya menyuguhkan secangkir kopi, Dewi malah tidak berani mengatakan keinginannya. Alhasil ia jadi tak bisa tidur sekarang. "Minum susu coklat enak kali ya," gumam Dewi sembari membayangkan kelezatan dari segelas susu cokelat. Dewi yang ingin minum susu, perlahan turun dari ranjang dan berjalan menuju dapur. Namun langkahnya seketika berhenti saat matanya tak sengaja menangkap bay

    Last Updated : 2024-12-21
  • Hamil Anak Bos   BAB 6 : Bukan Pemalas

    Lucas menghela napas lega begitu melihat raut wajah Dewi yang berubah sedikit lebih cerah. Di ruang makan yang sederhana namun hangat itu, lampu gantung menerangi meja kayu dengan beberapa piring dan gelas yang belum dibereskan. Aroma teh yang masih tersisa di cangkir Lucas bercampur dengan wangi bunga melati dari vas kecil di tengah meja. "Iya. Maaf ya, Lucas." "Kalau Mbak namanya siapa?" tanya Lucas dengan mata berbinar, seolah ingin mengalihkan suasana yang sempat tegang. "Dewi." "Nama lengkapnya?" "Dewi Sekar Ayu." Lucas mengangguk sembari membulatkan mulutnya. "Mbak Dewi, maafin Lucas ya." Permintaan maaf remaja itu membuat kening Dewi berkerut heran. Angin malam yang dingin menyelinap melalui celah jendela, membuat ia menarik selendang yang melingkar di bahunya lebih erat. "Maaf karena ketidaksopanan Lucas pas nikahan Mbak kemarin. Itu... ehm... waktu itu aku nggak sempat nemuin Mbak karena Kakak. Mbak Dewi pasti kesal ya dan baru bisa melampiaskannya sekarang."

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 7 : Kecurigaan Lucas

    Dewi kini berada di dapur, berdiri di depan lemari pendingin yang terletak di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi yang hangat menyelinap melalui tirai tipis di jendela besar, menciptakan pola bayangan di atas meja dapur dari marmer hitam yang mengilap. Rak gantung kayu di atas meja tertata rapi dengan gelas, bumbu dapur, dan toples kecil berisi rempah. Lantai keramik abu-abu muda yang bersih memantulkan kilauan samar, memberi kesan dapur yang modern sekaligus nyaman. Suara burung berkicau dari halaman belakang bercampur dengan aroma sabun pencuci piring yang menyegarkan, menciptakan suasana rumah yang tenang. Matanya menelusuri isi lemari pendingin, yang rapi dengan bahan makanan tertata sesuai kategori. Sesaat ia menghela napas, tangannya mengambil beberapa butir telur dan seikat daun bawang. Ia mulai membayangkan masakan yang akan dibuat sambil menggumamkan lagu pelan untuk mengusir rasa sepi. Namun, suara lain tiba-tiba terdengar dari arah belakang, membuatnya menghentikan gumama

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 8 : Obrolan Kakak Adik

    Alex sedang memasang dasi di depan cermin besar di kamarnya. Pencahayaan redup dari lampu meja di sudut kamar menciptakan bayangan samar di dinding, memperkuat suasana pagi yang masih sepi. Dasi hitamnya belum sepenuhnya rapi, tetapi perhatian Alex teralih ketika ia menyadari Dewi menatapnya dari pintu kamar. Tatapan wanita itu penuh dengan emosi yang sulit diuraikan, campuran antara keharuan dan kebingungan. "Apa? Kau mau protes?" tanya Alex tiba-tiba, nadanya setengah ketus, mencoba menyembunyikan keraguannya di balik sikap dingin. Ia berbalik menatap Dewi dengan alis terangkat. "Baiklah, kembalikan. Saya tak jadi memberikan kartu itu ke kamu." Sikap Alex mengejutkan Dewi. Ia buru-buru menyembunyikan kartu kredit itu di kantong bajunya, wajahnya sedikit memerah. "Maaf, Mas. Barang yang sudah dikasih tak bisa diminta lagi," jawab Dewi sambil mundur perlahan, lalu melangkah menuju pintu. Namun, baru beberapa langkah, ia berbalik badan. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut, t

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 9 : Rasa Cemas Dewi

    Suara mobil berhenti di halaman membuyarkan lamunan Dewi. Ia buru-buru melepaskan apron yang dipakainya saat memasak dan berjalan menuju pintu. Langit di luar tampak semakin gelap, angin bertiup kencang, membawa aroma tanah yang basah.Dewi berdiri di pintu, tersenyum hangat menyambut Alex. Namun senyumnya seketika pudar melihat penampilan suaminya. Alex keluar dari mobil dengan langkah gontai. Bajunya kusut, wajahnya lebam, dan ada luka kecil di sudut bibirnya. Aroma alkohol tercium jelas ketika ia mendekat."Mukamu kenapa, Mas?" tanya Dewi, suaranya penuh kekhawatiran.Alex tidak menjawab. Ia hanya melewatinya, masuk ke dalam rumah dengan langkah berat. Sampai di kamar, pintu dibanting keras hingga menggemakan suara di seluruh rumah.Lelaki itu duduk di tepi ranjang, wajahnya tertunduk dalam kegelapan. Cahaya rembulan yang masuk dari celah jendela menjadi satu-satunya penerangan di kamar."Ken

    Last Updated : 2025-01-26
  • Hamil Anak Bos   BAB 10 : Halusinasi Alex

    Malam itu, kamar Alex dan Dewi terasa lebih dingin dari biasanya. Lampu redup di sudut ruangan memancarkan cahaya kuning samar, menciptakan bayangan remang yang melukis dinding-dinding kosong. Kamar itu besar, namun minim perabotan, hanya ada ranjang, lemari, dan meja kecil. Tirai jendela sedikit terbuka, memperlihatkan langit kelabu yang menggantung berat di luar, seakan menunggu hujan turun kapan saja.Dewi duduk di tepi ranjang, memperhatikan Alex yang tampak lelah. Wajahnya penuh lebam, namun matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kelelahan fisik. Pria itu terlihat seperti seseorang yang sedang mencoba menahan dunia agar tidak runtuh di sekelilingnya. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya pelan, tetapi nadanya, dingin. "Aku mau mengobati lukamu, Mas," jawab Dewi lembut, suaranya penuh perhatian. Ia bergerak lebih dekat, mengulurkan kapas ke arah bibir Alex yang lebam. Alex menepis uluran tangan Dewi. "Tidak pe

    Last Updated : 2025-02-02
  • Hamil Anak Bos   BAB 11 : Efek Semalam

    Semalaman, Dewi menangis dalam diam, melampiaskan semua perasaannya dengan air mata. Ia sudah tidak peduli lagi jika sprei tempatnya tidur basah oleh air mata dan ingusnya. Sesekali, ia menggigit ujung selimut, menahan suara tangisnya agar tidak terdengar oleh Alex. Entah mengapa, di tengah kesedihannya, ia masih merasa takut mengganggu tidur suaminya yang dingin. Langit malam di luar kamar terlihat gelap, dengan bintang yang tersembunyi di balik awan tebal, memberikan kesan kesendirian yang semakin dalam di dalam hatinya.Saat cahaya matahari pertama menerobos celah gorden, Dewi bangkit dari ranjang. Sinar pagi yang lembut membuat suasana kamar terasa suram, seolah memperburuk perasaan yang bergelora di dalam dirinya. Tanpa menoleh ke arah lelaki yang tidur di sampingnya, ia berjalan menuju kamar mandi sambil menghapus sisa air mata yang tertinggal di wajahnya. Begitu pintu tertutup rapat, ia menyandarkan tubuhnya ke dinding keramik yang dingin. Tangannya gemetar saat me

    Last Updated : 2025-02-09

Latest chapter

  • Hamil Anak Bos   BAB 31 : Kemarahan Alex

    “Bukankah tadi Kakak sendiri yang membolehkan kami pergi?”Suara Lucas terdengar kecil di ruang tamu yang sempit. Waktu menunjukkan pukul delapan malam, dan udara dingin mulai merambat masuk melalui celah-celah jendela kayu. Lampu gantung kecil di langit-langit ruangan memancarkan cahaya kuning redup, menciptakan bayangan panjang di dinding.Dewi mendengar suara geram yang keluar dari mulut Alex saat Lucas menyela. Ia mulai menyesali keputusannya menerima ajakan Lucas melihat matahari terbenam. Kalau tahu suaminya akan semarah ini, mungkin dia lebih baik menolak sejak awal.“Lucas tadi kan udah telepon Kakak buat minta izin,” lanjut Lucas dengan nada lirih, seolah tahu ia sudah melanggar batas.“Tapi kamu tadi bilang mau ke mana? Ke pantai?” Alex mengangkat suaranya, menatap adiknya tajam. “Enggak kan?”Lucas menundukkan kepala, menatap lantai seme

  • Hamil Anak Bos   Bab 30 : Indahnya Sunset

    Lucas berjalan menghampiri Dewi dengan napas yang agak tersengal-sengal. Keringat mengucur deras di sekitar wajahnya yang terlihat cerah meski letih. Langit di atas mereka mulai memerah, seperti menyimpan kisah-kisah senja yang tak terungkapkan. Angin pantai yang semilir menyapu kulitnya, membawa aroma laut asin yang menyegarkan. Walaupun begitu, ia masih bisa tersenyum cerah ketika matanya bertemu pandang dengan Dewi, yang duduk di atas batu besar, menikmati pemandangan senja.“Minum dulu nih,” tawar Dewi sambil memberikan sebotol air dingin yang baru saja ia ambil dari tas.“Makasih, Mbak," jawab Lucas, menerima botol air itu dengan cepat dan langsung meminumnya hingga setengah.“Capek?” ledek Dewi dengan senyum tipis, matanya mengamati adik iparnya yang masih terlihat bersemangat meski keringat membasahi wajahnya.“Enggak, cuma keringatan aja.”“Wajar dong, main bola pasti bikin keringa

  • Hamil Anak Bos   BAB 29 : Bermain di Pantai

    “Aduh. Duh…”Dewi meringis pelan, menundukkan kepala dan mengelus perutnya dengan lembut, mencoba menenangkan ketegangan yang muncul. Matahari sore mulai merendah, memancarkan cahaya keemasan yang menciptakan bayangan panjang di pasir pantai. Udara terasa sejuk setelah siang yang terik, angin laut membawa aroma asin yang menyegarkan, dan ombak yang pelan menyapu bibir pantai seolah turut meredakan ketegangan dalam dirinya.“Kenapa, Mbak?”Lucas menoleh, mendengar suara Dewi yang meringis pelan. Dengan cepat ia mendekat, menyadari perubahan raut wajah kakak iparnya yang terlihat tidak nyaman.“Enggak apa-apa, Cas,” jawab Dewi sambil tersenyum tipis, mencoba menenangkan Lucas yang jelas terlihat cemas. Suara deburan ombak di belakang mereka memberi sentuhan ketenangan, namun Dewi merasakan getaran aneh di perutnya.Lucas memiringkan kepala, dahinya berkerut. “E

  • Hamil Anak Bos   Bab 28 : Boncengan Naik Sepeda

    Dewi nampak duduk di sebuah kursi panjang. yang terbuat dari kayu jati, dikelilingi oleh semak-semak hijau yang tak terawat. Sore hari yang tenang dengan sinar matahari yang menyelinap melalui celah-celah pohon tinggi di sekitarnya. Suara burung-burung kecil yang berkicau merdu mengisi udara, sementara angin semilir yang lembut berhembus, memberikan kesejukan yang menenangkan. Dewi sesekali mengelus perut buncitnya yang makin besar, menunggu kedatangan Lucas yang sudah lama hilang dari pandangan."Ke mana dulu sih anak itu? Lama sekali," gerutunya pelan, matanya berkeliling, mencari tanda-tanda kehadirannya."Mbak Dewi..."Dewi menoleh tak kala seseorang memanggil namanya. Matanya seketika memandang lurus, menatap seorang remaja laki-laki yang tersenyum lebar sambil melambaikan tangan ke arahnya dengan penuh semangat.Dewi memasang ekspresi cemberut seiring langkah kaki remaja semakin mendekat kearahnya. "Buang air keci

  • Hamil Anak Bos   BAB 27 : Perubahan Sikap

    Suara bel yang berbunyi nyaring memutus pembicaraan Lucas dengan pemilik rumah. Cuaca sore itu terasa cukup panas, matahari yang mulai condong ke barat memancarkan sinar keemasan yang menyinari halaman rumah yang teduh dengan pohon-pohon besar. Angin sore yang lembut berdesir, namun tidak cukup untuk menyejukkan udara yang terasa gerah."Diam kau di situ! Jangan kemana-mana. Awas saja kalau sampai kabur," ancam pemilik rumah sebelum pergi membukakan pagar. Suaranya keras dan tegas, menggema di sepanjang halaman rumah yang tampak sepi. Suasana yang awalnya tenang kini berubah tegang.Begitu pagar dibuka, Dewi yang berdiri di balik pagar langsung menyapa pemilik rumah itu sembari tersenyum ramah. Pemandangan di sekitar rumah cukup indah, dengan kebun bunga yang tertata rapi di dekat pintu masuk, menambah kesan asri pada rumah itu. "Maaf, Bu. Anu... Itu... Adik saya, Lucas, tadi manjat pohon..."Dewi tampak bingung menjel

  • Hamil Anak Bos   BAB 26 : Gara-Gara Pohon Mangga

    "Jadi sekarang kita mau pergi kemana, Mbak?""Duh, Lucas, Mbak lagi ngidam mangga. Tapi harus yang baru dipetik dari pohonnya, ya. Ada nggak sih pohon mangga di sekitar sini?" tanya Dewi tiba-tiba penuh harap.“Pohon mangga? Kenapa nggak beli aja di pasar, Mbak? Kan lebih gampang,” jawabnya santai, meskipun nada suara lucu yang keluar dari mulutnya seolah menanggapi permintaan itu dengan ketidakpercayaan.Namun, Dewi menggeleng cepat. "Enggak sama, Cas. Rasanya beda kalau nggak dipetik langsung. Ada sensasi segarnya," jawabnya, sambil tersenyum lebar, seolah mengingat kembali kenikmatan mangga yang dipetik dari pohonnya sendiri.Lucas mengusap wajah dengan frustrasi. Sesaat ia menyesali keputusan menawarkan bantuan kepada kakak iparnya tadi. “Ehm… kalau nggak salah, di rumah yang dekat pertigaan jalan raya ada pohon mangganya.”Mata Dewi langsung berbinar. "Benaran, Cas? Jauh nggak? Kamu bisa anterin Mbak

  • Hamil Anak Bos   BAB 25 : Kembali Dingin

    "Oh, pantas saja kelakuan adik saya mulai kurang ajar begitu. Semua itu akibat ulah kamu rupanya. Jangan-jangan kamu memang sengaja menghasut anak itu agar berani melawan saya. Benar, bukan?"Alex menatap Dewi dengan sorot mata penuh tuduhan, semakin membuat suasana terasa berat.Pencahayaan yang redup akibat tirai yang tertutup rapat seakan menambah kegelapan yang menyelubungi perasaan Dewi. Sinar bulan yang semula terang kini tampak samar-samar di balik awan mendung, seolah ikut merasakan ketegangan yang terjadi di antara mereka."Jangan pura-pura bingung! Saya tahu kamu selalu mendukung Lucas di belakang saya!" lanjut Alex dengan nada tinggi.Dewi menggeleng tak percaya. Ucapan Alex barusan seperti cambuk yang menghantam telinganya. Ia mengerutkan alis, mencoba memahami logika tuduhan suaminya, tapi gagal."Kenapa jadi bawa-bawa aku sih? Coba Mas pikir, untuk apa aku berbuat begitu? Ada-ada saja ja

  • Hamil Anak Bos   BAB 24 : Pengaruh Hormon

    Alex yang baru keluar dari kamar mendadak menghentikan langkahnya di depan meja makan. Pandangannya terpaku pada Lucas yang berlutut di depan Dewi. Tangannya terlihat memegang kaki istrinya, sementara mereka berdua saling melempar senyum.Dia memicingkan mata, dadanya terasa sesak melihat pemandangan itu. Jari-jarinya mengepal tanpa sadar, emosi mulai mendidih. Kenapa Lucas begitu perhatian pada Dewi? Bukankah itu tugasnya sebagai suami? Apakah Dewi lebih nyaman dengan adiknya daripada dirinya? Pikiran itu terus berputar di kepalanya, semakin memperkeruh suasana hatinya.Ketika Lucas bangkit, Alex segera berdehem keras."Ehem..."Suara deheman Alex membuat Dewi dan Lucas langsung menoleh. Tatapan dingin Alex, yang berdiri di sekat ruang makan, membuat suasana berubah kaku. Dewi buru-buru menarik kakinya dan berdiri."Udah selesai? Makanan saya mana?" tanya Alex dingin, suaranya sedikit menekan.&

  • Hamil Anak Bos   BAB 23 : Perhatian Lucas

    Malam telah larut. Angin dingin dari jendela yang sedikit terbuka membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi. Lampu kamar menyala temaram, menciptakan bayangan samar di dinding. Suasana rumah begitu sunyi, hanya terdengar detak jam dinding dan sesekali suara kendaraan melintas di luar. Dewi keluar dari kamar mandi beberapa menit kemudian, mengusap tangan basahnya ke handuk kecil yang ia bawa. Uap tipis masih mengepul dari balik pintu kamar mandi, menandakan air hangat yang baru saja digunakan. "Air hangatnya sudah siap, Mas," katanya lirih. "Hmm..." Alex hanya menanggapi dengan gumaman singkat tanpa menoleh. Ia duduk di tepi ranjang, tubuhnya sedikit membungkuk saat tangannya sibuk mengaduk-aduk isi laci nakas. Suara laci yang digeser terdengar cukup nyaring di tengah keheningan kamar, membuat Dewi sedikit mengernyit. Ia memiringkan kepala, mencoba melihat lebih jelas. "Mas lagi cari apa?" tanya Dewi sambil men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status