Home / Romansa / Hamil Anak Bos / BAB 5 : Salah Sangka

Share

BAB 5 : Salah Sangka

Author: Jesslyn Kei
last update Last Updated: 2024-12-21 18:12:00

Dewi tidak dapat memejamkan mata. Mungkin juga karena di sisi sebelah ranjangnya kosong. Ia menghela napas setelah melirik jam dinding yang tergantung. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Entah apa yang sedang di kerjakan lelaki itu hingga larut malam masih juga berada di ruang kerjanya.

"Aduh, sayang. Mama mau tidur tapi, papamu masih sibuk kerja. Sekarang kita tidur duluan saja ya," ucap Dewi sembari mengusap pelan perutnya yang sedikit menonjol.

Dewi menghembuskan napasnya kasar. Ia sangat ingin Alex ada di kamar itu, menemaninya tidur semalaman. Tapi saat melihat wajah kesal lelaki itu saat dirinya menyuguhkan secangkir kopi, Dewi malah tidak berani mengatakan keinginannya. Alhasil ia jadi tak bisa tidur sekarang. 

"Minum susu coklat enak kali ya," gumam Dewi sembari membayangkan kelezatan dari segelas susu cokelat.

Dewi yang ingin minum susu, perlahan turun dari ranjang dan berjalan menuju dapur. Namun langkahnya seketika berhenti saat matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang berdiri menghadap lemari pendingin.

"Mas Alex tidak mungkin ada di dapur. Dia 'kan lagi di ruang kerjanya. Trus ini orang siapa?" batin Dewi merasa was-was.

Dari jauh matanya memandang, Dewi merasa tak mengenali orang itu. Dari gesture badannya seperti seorang lelaki, namun terlihat lebih kecil dari suaminya. Perawakannya yang nampak berbeda dari Alex, makin membuatnya yakin kalau ada orang asing yang sudah masuk ke rumah.

Dengan cepat wanita itu kembali masuk kamar, mengambil benda apapun yang bisa di jadikan senjata. Melihat orang asing itu membuka lemari pendingin, Dewi berjalan tanpa bersuara mendekat. Saat sudah berada tepat di belakang orang itu, tangannya seketika teranyun ke atas.

Dan tepat saat itu, orang asing tadi tiba-tiba saja berbalik badan. 

Bruk...

"Argh..."

"MALING... TOLONG... Ada maling. TOLONG... ADA MALING."

Sontak Dewi pun berteriak sembari memukuli orang itu dengan tongkat yang di genggamnya.

"Aduh... Duh... Sakit, Mbak."

Tak dihiraukannya suara orang itu yang mengaduh kesakitan. 

"Sakit? Rasakan nih. Siapa suruh mau maling di rumah ini," geram Dewi memasang tampang segalak mungkin.

Suara teriakan dan keributan yang dibuat Dewi sampai juga ke telinga Alex. Lelaki yang sedang sibuk dengan tugas-tugas kantornya itu mendadak hilang konsentrasi dan bergegas keluar ruang kerjanya.  

Begitu diluar, suara gaduh yang bersumber dari arah dapur makin terdengar kencang. Telapak tangannya bergerak meraba-raba dinding agar dapat melihat dengan jelas apa yang sedang diperbuat istrinya dalam kegelapan.

Suasana dapur yang gelap seketika berubah terang begitu Alex menyalakan lampu.

"Ada apa sih, Wi? Ribut saja malam-malam seperti tak tahu aturan."

Dewi menghentikan aksinya begitu mendengar suara lantang Alex. Tongkat baseball di tangannya terlepas begitu saja. Wanita itu memandang sekilas ke arah laki-laki yang baru saja dipukulinya, sebelum beralih menghampiri suaminya.

"Mas, itu. Ada maling masuk rumah kita," ucap Dewi seraya bersembunyi dibalik lengan Alex.

"MALING? Maling dari mana? Mana malingnya?" tanya Alex sambil celingak celinguk menatap sekelilingnya.

Dewi menunjuk ke arah laki-laki yang sedang merintih kesakitan di bawah lantai.

"Enggak tahu, Mas. Itu coba mas lihat sendiri. Dewi takut mendekat." 

Alex melepas genggaman tangan Dewi di lengannya. Ia perlahan mendekat untuk melihat siapa laki-laki yang di sebut maling oleh istrinya. Begitu mendekat, wajahnya nampak tercengang dengan mata terbelalak kaget.

"LUCAS..."

Laki-laki yang di panggil Lucas oleh Alex itu hanya meringis pelan sembari memegangi pipinya yang nampak lebam.

"Kamu ngapain tiduran di lantai? bonyok begitu lagi mukanya," lanjut Alex seraya membantu Lucas berdiri.

Dewi mengejapkan mata berulang kali sembari mengaruk pelan dahinya. Wanita itu terlihat bingung melihat sikap Alex yang terlihat akrab dengan orang asing itu.

"Mas, kenal dengan orang ini?" 

"Bagaimana nggak kenal. Dia Lucas, adik saya—"

Tatapan Alex berubah tajam.

"Kamu ini tak tahu atau memang sengaja, Hah? Seenaknya main pukul adik saya sampai babak belur begini," decak Alex sambil memandang ngeri wajah Lucas.

Dewi bungkam. Wajahnya seketika menunduk, tak sanggup menatap ke arah Alex sedikitpun. Apalagi setelah melihat tangan Alex yang terkepal seperti ingin memukulnya, makin membuat Dewi tak berani bersuara sepatah katapun.

"Sudah kak. Lucas juga yang salah tadi, mengendap-endap masuk ke rumah."

Lucas berusaha menenangkan kakaknya yang nampak sangat kesal.

"Tapi kan tetap saja tak boleh asal pukul orang sembarang begitu."

"Sudahlah kak. Pasti istri kakak juga tidak sengaja memukukku. Benar bukan, Mbak?"

Dewi mengangguk kaku sembari melirik sedikit ke arah Lucas. Kini ia baru menyadari orang yang di pukulnya tadi terlihat masih sangat muda walaupun postur tubuh Lucas sudah melebihi tinggi badannya. 

"Iya, Mas. Saya tadi beneran nggak mengenali adik mas. Sungguh. Habis dapur gelap banget, jadi nggak kelihatan."

"Alasan saja kamu ini. Matamu memangnya kemana, Hah? Adik saya segede gini masih juga nggak kelihatan."

"Ya ampun kak. Nggak usah bawa-bawa badan Lucas yang gede juga kali," protes Lucas sedikit tersinggung.

"Diam kamu!"

Lucas merapatkan kembali mulutnya yang hendak terbuka begitu menyadari lirikan tajam kakaknya. Remaja laki-laki itu tak ingin Alex kembali menyemprotnya dengan kata-kata yang lebih pedas dan kasar.

Untuk beberapa saat suasana dapur itu mendadak sunyi bagai di selimuti es yang dinginnya seperti ingin meremukkan tulang. Hingga Alex mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan sambil menutup kedua matanya. 

☆☆☆

"Apes benar malam ini. Disangka maling di rumah kakak kandung sendiri," gumam Lucas berbicara sendiri.

Dewi yang tengah mengobati luka lebam di wajah Lucas, seketika mendongak. Ditatapnya remaja laki-laki itu dalam diam.

"Begini nih akibatnya kalau tinggal serumah, tapi belum pernah tegur sapa."

Dewi menghela napas pelan sembari kembali membubuhkan obat merah ke atas kapas.

"Maaf. Saya bener nggak sengaja mukul kamu tadi," lirih Dewi kembali menunduk.

Lucas tersentak. Ia tak sadar telah menyuarakan isi kepalanya di depan seorang wanita yang kini sudah menjadi kakak iparnya. Sikap Dewi yang menunjukkan rasa sesal atas kecerobohan yang tak sengaja dilakukannya, malah membuat Lucas jadi merasa tak enak hati.

"Eh?! Enggak apa-apa, Mbak. Santai saja. Namanya juga gelap. Wajarlah kalau salah sasaran."

Lucas memaksakan senyum di bibirnya. Ia tak ingin wanita dihadapannya ini terus menerus meminta maaf. Namun tatapan Dewi malah semakin sendu saat memandang wajahnya. 

"Pasti sakit ya, kena pukul tongkat tadi. Sekali lagi maaf ya, De."

"Lucas, Mbak." 

"Hah?"

Lucas mengoreksi perkataan Dewi dengan cepat. Saking cepatnya hingga Dewi tak dapat menangkap maksud ucapannya.

"Namaku Lucas, Mbak. Bukan Dede," ulang Lucas sambil nyengir.

Dewi mendongak, menatap Lucas untuk beberapa saat. Lalu tertawa pelan. 

Tawa Dewi mengundang perhatian sepasang mata yang sedari tadi mengamati mereka berdua dari jauh.

BERSAMBUNG...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Hamil Anak Bos   BAB 6 : Bukan Pemalas

    Lucas menghela napas lega begitu melihat raut wajah Dewi yang berubah sedikit lebih cerah. Di ruang makan yang sederhana namun hangat itu, lampu gantung menerangi meja kayu dengan beberapa piring dan gelas yang belum dibereskan. Aroma teh yang masih tersisa di cangkir Lucas bercampur dengan wangi bunga melati dari vas kecil di tengah meja. "Iya. Maaf ya, Lucas." "Kalau Mbak namanya siapa?" tanya Lucas dengan mata berbinar, seolah ingin mengalihkan suasana yang sempat tegang. "Dewi." "Nama lengkapnya?" "Dewi Sekar Ayu." Lucas mengangguk sembari membulatkan mulutnya. "Mbak Dewi, maafin Lucas ya." Permintaan maaf remaja itu membuat kening Dewi berkerut heran. Angin malam yang dingin menyelinap melalui celah jendela, membuat ia menarik selendang yang melingkar di bahunya lebih erat. "Maaf karena ketidaksopanan Lucas pas nikahan Mbak kemarin. Itu... ehm... waktu itu aku nggak sempat nemuin Mbak karena Kakak. Mbak Dewi pasti kesal ya dan baru bisa melampiaskannya sekarang."

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 7 : Kecurigaan Lucas

    Dewi kini berada di dapur, berdiri di depan lemari pendingin yang terletak di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi yang hangat menyelinap melalui tirai tipis di jendela besar, menciptakan pola bayangan di atas meja dapur dari marmer hitam yang mengilap. Rak gantung kayu di atas meja tertata rapi dengan gelas, bumbu dapur, dan toples kecil berisi rempah. Lantai keramik abu-abu muda yang bersih memantulkan kilauan samar, memberi kesan dapur yang modern sekaligus nyaman. Suara burung berkicau dari halaman belakang bercampur dengan aroma sabun pencuci piring yang menyegarkan, menciptakan suasana rumah yang tenang. Matanya menelusuri isi lemari pendingin, yang rapi dengan bahan makanan tertata sesuai kategori. Sesaat ia menghela napas, tangannya mengambil beberapa butir telur dan seikat daun bawang. Ia mulai membayangkan masakan yang akan dibuat sambil menggumamkan lagu pelan untuk mengusir rasa sepi. Namun, suara lain tiba-tiba terdengar dari arah belakang, membuatnya menghentikan gumama

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 8 : Obrolan Kakak Adik

    Alex sedang memasang dasi di depan cermin besar di kamarnya. Pencahayaan redup dari lampu meja di sudut kamar menciptakan bayangan samar di dinding, memperkuat suasana pagi yang masih sepi. Dasi hitamnya belum sepenuhnya rapi, tetapi perhatian Alex teralih ketika ia menyadari Dewi menatapnya dari pintu kamar. Tatapan wanita itu penuh dengan emosi yang sulit diuraikan, campuran antara keharuan dan kebingungan. "Apa? Kau mau protes?" tanya Alex tiba-tiba, nadanya setengah ketus, mencoba menyembunyikan keraguannya di balik sikap dingin. Ia berbalik menatap Dewi dengan alis terangkat. "Baiklah, kembalikan. Saya tak jadi memberikan kartu itu ke kamu." Sikap Alex mengejutkan Dewi. Ia buru-buru menyembunyikan kartu kredit itu di kantong bajunya, wajahnya sedikit memerah. "Maaf, Mas. Barang yang sudah dikasih tak bisa diminta lagi," jawab Dewi sambil mundur perlahan, lalu melangkah menuju pintu. Namun, baru beberapa langkah, ia berbalik badan. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut, t

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 9 : Rasa Cemas Dewi

    Suara mobil berhenti di halaman membuyarkan lamunan Dewi. Ia buru-buru melepaskan apron yang dipakainya saat memasak dan berjalan menuju pintu. Langit di luar tampak semakin gelap, angin bertiup kencang, membawa aroma tanah yang basah.Dewi berdiri di pintu, tersenyum hangat menyambut Alex. Namun senyumnya seketika pudar melihat penampilan suaminya. Alex keluar dari mobil dengan langkah gontai. Bajunya kusut, wajahnya lebam, dan ada luka kecil di sudut bibirnya. Aroma alkohol tercium jelas ketika ia mendekat."Mukamu kenapa, Mas?" tanya Dewi, suaranya penuh kekhawatiran.Alex tidak menjawab. Ia hanya melewatinya, masuk ke dalam rumah dengan langkah berat. Sampai di kamar, pintu dibanting keras hingga menggemakan suara di seluruh rumah.Lelaki itu duduk di tepi ranjang, wajahnya tertunduk dalam kegelapan. Cahaya rembulan yang masuk dari celah jendela menjadi satu-satunya penerangan di kamar."Ken

    Last Updated : 2025-01-26
  • Hamil Anak Bos   BAB 10 : Halusinasi Alex

    Malam itu, kamar Alex dan Dewi terasa lebih dingin dari biasanya. Lampu redup di sudut ruangan memancarkan cahaya kuning samar, menciptakan bayangan remang yang melukis dinding-dinding kosong. Kamar itu besar, namun minim perabotan, hanya ada ranjang, lemari, dan meja kecil. Tirai jendela sedikit terbuka, memperlihatkan langit kelabu yang menggantung berat di luar, seakan menunggu hujan turun kapan saja.Dewi duduk di tepi ranjang, memperhatikan Alex yang tampak lelah. Wajahnya penuh lebam, namun matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kelelahan fisik. Pria itu terlihat seperti seseorang yang sedang mencoba menahan dunia agar tidak runtuh di sekelilingnya. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya pelan, tetapi nadanya, dingin. "Aku mau mengobati lukamu, Mas," jawab Dewi lembut, suaranya penuh perhatian. Ia bergerak lebih dekat, mengulurkan kapas ke arah bibir Alex yang lebam. Alex menepis uluran tangan Dewi. "Tidak pe

    Last Updated : 2025-02-02
  • Hamil Anak Bos   BAB 11 : Efek Semalam

    Semalaman, Dewi menangis dalam diam, melampiaskan semua perasaannya dengan air mata. Ia sudah tidak peduli lagi jika sprei tempatnya tidur basah oleh air mata dan ingusnya. Sesekali, ia menggigit ujung selimut, menahan suara tangisnya agar tidak terdengar oleh Alex. Entah mengapa, di tengah kesedihannya, ia masih merasa takut mengganggu tidur suaminya yang dingin. Langit malam di luar kamar terlihat gelap, dengan bintang yang tersembunyi di balik awan tebal, memberikan kesan kesendirian yang semakin dalam di dalam hatinya.Saat cahaya matahari pertama menerobos celah gorden, Dewi bangkit dari ranjang. Sinar pagi yang lembut membuat suasana kamar terasa suram, seolah memperburuk perasaan yang bergelora di dalam dirinya. Tanpa menoleh ke arah lelaki yang tidur di sampingnya, ia berjalan menuju kamar mandi sambil menghapus sisa air mata yang tertinggal di wajahnya. Begitu pintu tertutup rapat, ia menyandarkan tubuhnya ke dinding keramik yang dingin. Tangannya gemetar saat me

    Last Updated : 2025-02-09
  • Hamil Anak Bos   BAB 12 : Salah Sebut

    Mentari pagi menyusup di sela-sela tirai jendela yang sedikit terbuka, menciptakan bayangan tipis di lantai kamar yang masih basah oleh embun. Udara segar pagi itu terasa dingin, membawa aroma tanah basah yang menenangkan, bercampur dengan wangi teh yang sudah terhidang di meja. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sesaat, pecah oleh langkah tergesa Dewi yang memegangi perutnya. Setiap langkahnya berat, seolah bebannya tak hanya fisik, tetapi juga emosi yang semakin menyesakkan.Lucas menatapnya panik. “Mbak, ayo kita ke rumah sakit sekarang!” Tangan Lucas gemetar saat meraih kunci mobil yang tergeletak di meja. Matanya bolak-balik memandang Dewi dan pintu, ragu sejenak namun tetap mengutamakan tindakan cepat.“Aku nggak apa-apa, Lucas. Jangan panik,” ujar Dewi, suaranya terdengar lemah namun tegas. Meskipun ia mencoba terlihat tenang, ekspresi wajahnya tak bisa menyembunyikan nyeri yang terasa menyayat dari dalam. Dewi berpegangan pada lengan Lucas

    Last Updated : 2025-02-16
  • Hamil Anak Bos   BAB 13 : Lucas Ngambek

    "Sepertinya untuk hari ini ibu dirawat dulu agar kondisi janinnya bisa lebih terpantau. Kalau besok sudah tidak keluar lagi darah, baru boleh pulang."Dewi melirik ke arah Lucas, seakan memberi isyarat agar remaja itu menghubungi suaminya. Namun sayangnya Lucas tak memahami arti isyarat kakak iparnya."Saya tinggal ya, Bu, Pak. Silahkan kalau ibu mau berembuk dulu sama suaminya," pamit Dokter Vincent seraya berjalan keluar ruangan.Begitu dokter itu keluar ruangan, Lucas mendekati Dewi sambil mengoceh sendiri."Pak. Pek Pak. Umur masih delapan belas tahun begini masa dibilang bapak. Yang benar aja. Memangnya wajahku kelihatan tua apa? Sembarangan tuh dokter," keluh Lucas sambil menendang-nendang udara ringan, seperti seorang anak kecil yang sedang ngambek.Dewi yang duduk di ranjang rumah sakit berusaha menahan tawa. Ia menggigit bibirnya, menghindari suara cekikikan keluar. Ketika dokter tadi datang, Lucas sama sekali tak berani

    Last Updated : 2025-02-23

Latest chapter

  • Hamil Anak Bos   BAB 31 : Kemarahan Alex

    “Bukankah tadi Kakak sendiri yang membolehkan kami pergi?”Suara Lucas terdengar kecil di ruang tamu yang sempit. Waktu menunjukkan pukul delapan malam, dan udara dingin mulai merambat masuk melalui celah-celah jendela kayu. Lampu gantung kecil di langit-langit ruangan memancarkan cahaya kuning redup, menciptakan bayangan panjang di dinding.Dewi mendengar suara geram yang keluar dari mulut Alex saat Lucas menyela. Ia mulai menyesali keputusannya menerima ajakan Lucas melihat matahari terbenam. Kalau tahu suaminya akan semarah ini, mungkin dia lebih baik menolak sejak awal.“Lucas tadi kan udah telepon Kakak buat minta izin,” lanjut Lucas dengan nada lirih, seolah tahu ia sudah melanggar batas.“Tapi kamu tadi bilang mau ke mana? Ke pantai?” Alex mengangkat suaranya, menatap adiknya tajam. “Enggak kan?”Lucas menundukkan kepala, menatap lantai seme

  • Hamil Anak Bos   Bab 30 : Indahnya Sunset

    Lucas berjalan menghampiri Dewi dengan napas yang agak tersengal-sengal. Keringat mengucur deras di sekitar wajahnya yang terlihat cerah meski letih. Langit di atas mereka mulai memerah, seperti menyimpan kisah-kisah senja yang tak terungkapkan. Angin pantai yang semilir menyapu kulitnya, membawa aroma laut asin yang menyegarkan. Walaupun begitu, ia masih bisa tersenyum cerah ketika matanya bertemu pandang dengan Dewi, yang duduk di atas batu besar, menikmati pemandangan senja.“Minum dulu nih,” tawar Dewi sambil memberikan sebotol air dingin yang baru saja ia ambil dari tas.“Makasih, Mbak," jawab Lucas, menerima botol air itu dengan cepat dan langsung meminumnya hingga setengah.“Capek?” ledek Dewi dengan senyum tipis, matanya mengamati adik iparnya yang masih terlihat bersemangat meski keringat membasahi wajahnya.“Enggak, cuma keringatan aja.”“Wajar dong, main bola pasti bikin keringa

  • Hamil Anak Bos   BAB 29 : Bermain di Pantai

    “Aduh. Duh…”Dewi meringis pelan, menundukkan kepala dan mengelus perutnya dengan lembut, mencoba menenangkan ketegangan yang muncul. Matahari sore mulai merendah, memancarkan cahaya keemasan yang menciptakan bayangan panjang di pasir pantai. Udara terasa sejuk setelah siang yang terik, angin laut membawa aroma asin yang menyegarkan, dan ombak yang pelan menyapu bibir pantai seolah turut meredakan ketegangan dalam dirinya.“Kenapa, Mbak?”Lucas menoleh, mendengar suara Dewi yang meringis pelan. Dengan cepat ia mendekat, menyadari perubahan raut wajah kakak iparnya yang terlihat tidak nyaman.“Enggak apa-apa, Cas,” jawab Dewi sambil tersenyum tipis, mencoba menenangkan Lucas yang jelas terlihat cemas. Suara deburan ombak di belakang mereka memberi sentuhan ketenangan, namun Dewi merasakan getaran aneh di perutnya.Lucas memiringkan kepala, dahinya berkerut. “E

  • Hamil Anak Bos   Bab 28 : Boncengan Naik Sepeda

    Dewi nampak duduk di sebuah kursi panjang. yang terbuat dari kayu jati, dikelilingi oleh semak-semak hijau yang tak terawat. Sore hari yang tenang dengan sinar matahari yang menyelinap melalui celah-celah pohon tinggi di sekitarnya. Suara burung-burung kecil yang berkicau merdu mengisi udara, sementara angin semilir yang lembut berhembus, memberikan kesejukan yang menenangkan. Dewi sesekali mengelus perut buncitnya yang makin besar, menunggu kedatangan Lucas yang sudah lama hilang dari pandangan."Ke mana dulu sih anak itu? Lama sekali," gerutunya pelan, matanya berkeliling, mencari tanda-tanda kehadirannya."Mbak Dewi..."Dewi menoleh tak kala seseorang memanggil namanya. Matanya seketika memandang lurus, menatap seorang remaja laki-laki yang tersenyum lebar sambil melambaikan tangan ke arahnya dengan penuh semangat.Dewi memasang ekspresi cemberut seiring langkah kaki remaja semakin mendekat kearahnya. "Buang air keci

  • Hamil Anak Bos   BAB 27 : Perubahan Sikap

    Suara bel yang berbunyi nyaring memutus pembicaraan Lucas dengan pemilik rumah. Cuaca sore itu terasa cukup panas, matahari yang mulai condong ke barat memancarkan sinar keemasan yang menyinari halaman rumah yang teduh dengan pohon-pohon besar. Angin sore yang lembut berdesir, namun tidak cukup untuk menyejukkan udara yang terasa gerah."Diam kau di situ! Jangan kemana-mana. Awas saja kalau sampai kabur," ancam pemilik rumah sebelum pergi membukakan pagar. Suaranya keras dan tegas, menggema di sepanjang halaman rumah yang tampak sepi. Suasana yang awalnya tenang kini berubah tegang.Begitu pagar dibuka, Dewi yang berdiri di balik pagar langsung menyapa pemilik rumah itu sembari tersenyum ramah. Pemandangan di sekitar rumah cukup indah, dengan kebun bunga yang tertata rapi di dekat pintu masuk, menambah kesan asri pada rumah itu. "Maaf, Bu. Anu... Itu... Adik saya, Lucas, tadi manjat pohon..."Dewi tampak bingung menjel

  • Hamil Anak Bos   BAB 26 : Gara-Gara Pohon Mangga

    "Jadi sekarang kita mau pergi kemana, Mbak?""Duh, Lucas, Mbak lagi ngidam mangga. Tapi harus yang baru dipetik dari pohonnya, ya. Ada nggak sih pohon mangga di sekitar sini?" tanya Dewi tiba-tiba penuh harap.“Pohon mangga? Kenapa nggak beli aja di pasar, Mbak? Kan lebih gampang,” jawabnya santai, meskipun nada suara lucu yang keluar dari mulutnya seolah menanggapi permintaan itu dengan ketidakpercayaan.Namun, Dewi menggeleng cepat. "Enggak sama, Cas. Rasanya beda kalau nggak dipetik langsung. Ada sensasi segarnya," jawabnya, sambil tersenyum lebar, seolah mengingat kembali kenikmatan mangga yang dipetik dari pohonnya sendiri.Lucas mengusap wajah dengan frustrasi. Sesaat ia menyesali keputusan menawarkan bantuan kepada kakak iparnya tadi. “Ehm… kalau nggak salah, di rumah yang dekat pertigaan jalan raya ada pohon mangganya.”Mata Dewi langsung berbinar. "Benaran, Cas? Jauh nggak? Kamu bisa anterin Mbak

  • Hamil Anak Bos   BAB 25 : Kembali Dingin

    "Oh, pantas saja kelakuan adik saya mulai kurang ajar begitu. Semua itu akibat ulah kamu rupanya. Jangan-jangan kamu memang sengaja menghasut anak itu agar berani melawan saya. Benar, bukan?"Alex menatap Dewi dengan sorot mata penuh tuduhan, semakin membuat suasana terasa berat.Pencahayaan yang redup akibat tirai yang tertutup rapat seakan menambah kegelapan yang menyelubungi perasaan Dewi. Sinar bulan yang semula terang kini tampak samar-samar di balik awan mendung, seolah ikut merasakan ketegangan yang terjadi di antara mereka."Jangan pura-pura bingung! Saya tahu kamu selalu mendukung Lucas di belakang saya!" lanjut Alex dengan nada tinggi.Dewi menggeleng tak percaya. Ucapan Alex barusan seperti cambuk yang menghantam telinganya. Ia mengerutkan alis, mencoba memahami logika tuduhan suaminya, tapi gagal."Kenapa jadi bawa-bawa aku sih? Coba Mas pikir, untuk apa aku berbuat begitu? Ada-ada saja ja

  • Hamil Anak Bos   BAB 24 : Pengaruh Hormon

    Alex yang baru keluar dari kamar mendadak menghentikan langkahnya di depan meja makan. Pandangannya terpaku pada Lucas yang berlutut di depan Dewi. Tangannya terlihat memegang kaki istrinya, sementara mereka berdua saling melempar senyum.Dia memicingkan mata, dadanya terasa sesak melihat pemandangan itu. Jari-jarinya mengepal tanpa sadar, emosi mulai mendidih. Kenapa Lucas begitu perhatian pada Dewi? Bukankah itu tugasnya sebagai suami? Apakah Dewi lebih nyaman dengan adiknya daripada dirinya? Pikiran itu terus berputar di kepalanya, semakin memperkeruh suasana hatinya.Ketika Lucas bangkit, Alex segera berdehem keras."Ehem..."Suara deheman Alex membuat Dewi dan Lucas langsung menoleh. Tatapan dingin Alex, yang berdiri di sekat ruang makan, membuat suasana berubah kaku. Dewi buru-buru menarik kakinya dan berdiri."Udah selesai? Makanan saya mana?" tanya Alex dingin, suaranya sedikit menekan.&

  • Hamil Anak Bos   BAB 23 : Perhatian Lucas

    Malam telah larut. Angin dingin dari jendela yang sedikit terbuka membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi. Lampu kamar menyala temaram, menciptakan bayangan samar di dinding. Suasana rumah begitu sunyi, hanya terdengar detak jam dinding dan sesekali suara kendaraan melintas di luar. Dewi keluar dari kamar mandi beberapa menit kemudian, mengusap tangan basahnya ke handuk kecil yang ia bawa. Uap tipis masih mengepul dari balik pintu kamar mandi, menandakan air hangat yang baru saja digunakan. "Air hangatnya sudah siap, Mas," katanya lirih. "Hmm..." Alex hanya menanggapi dengan gumaman singkat tanpa menoleh. Ia duduk di tepi ranjang, tubuhnya sedikit membungkuk saat tangannya sibuk mengaduk-aduk isi laci nakas. Suara laci yang digeser terdengar cukup nyaring di tengah keheningan kamar, membuat Dewi sedikit mengernyit. Ia memiringkan kepala, mencoba melihat lebih jelas. "Mas lagi cari apa?" tanya Dewi sambil men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status