Beranda / Romansa / Hamil Anak Bos / BAB 5 : Salah Sangka

Share

BAB 5 : Salah Sangka

Penulis: Jesslyn Kei
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 18:12:00

Dewi tidak dapat memejamkan mata. Mungkin juga karena di sisi sebelah ranjangnya kosong. Ia menghela napas setelah melirik jam dinding yang tergantung. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Entah apa yang sedang di kerjakan lelaki itu hingga larut malam masih juga berada di ruang kerjanya.

"Aduh, sayang. Mama mau tidur tapi, papamu masih sibuk kerja. Sekarang kita tidur duluan saja ya," ucap Dewi sembari mengusap pelan perutnya yang sedikit menonjol.

Dewi menghembuskan napasnya kasar. Ia sangat ingin Alex ada di kamar itu, menemaninya tidur semalaman. Tapi saat melihat wajah kesal lelaki itu saat dirinya menyuguhkan secangkir kopi, Dewi malah tidak berani mengatakan keinginannya. Alhasil ia jadi tak bisa tidur sekarang. 

"Minum susu coklat enak kali ya," gumam Dewi sembari membayangkan kelezatan dari segelas susu cokelat.

Dewi yang ingin minum susu, perlahan turun dari ranjang dan berjalan menuju dapur. Namun langkahnya seketika berhenti saat matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang berdiri menghadap lemari pendingin.

"Mas Alex tidak mungkin ada di dapur. Dia 'kan lagi di ruang kerjanya. Trus ini orang siapa?" batin Dewi merasa was-was.

Dari jauh matanya memandang, Dewi merasa tak mengenali orang itu. Dari gesture badannya seperti seorang lelaki, namun terlihat lebih kecil dari suaminya. Perawakannya yang nampak berbeda dari Alex, makin membuatnya yakin kalau ada orang asing yang sudah masuk ke rumah.

Dengan cepat wanita itu kembali masuk kamar, mengambil benda apapun yang bisa di jadikan senjata. Melihat orang asing itu membuka lemari pendingin, Dewi berjalan tanpa bersuara mendekat. Saat sudah berada tepat di belakang orang itu, tangannya seketika teranyun ke atas.

Dan tepat saat itu, orang asing tadi tiba-tiba saja berbalik badan. 

Bruk...

"Argh..."

"MALING... TOLONG... Ada maling. TOLONG... ADA MALING."

Sontak Dewi pun berteriak sembari memukuli orang itu dengan tongkat yang di genggamnya.

"Aduh... Duh... Sakit, Mbak."

Tak dihiraukannya suara orang itu yang mengaduh kesakitan. 

"Sakit? Rasakan nih. Siapa suruh mau maling di rumah ini," geram Dewi memasang tampang segalak mungkin.

Suara teriakan dan keributan yang dibuat Dewi sampai juga ke telinga Alex. Lelaki yang sedang sibuk dengan tugas-tugas kantornya itu mendadak hilang konsentrasi dan bergegas keluar ruang kerjanya.  

Begitu diluar, suara gaduh yang bersumber dari arah dapur makin terdengar kencang. Telapak tangannya bergerak meraba-raba dinding agar dapat melihat dengan jelas apa yang sedang diperbuat istrinya dalam kegelapan.

Suasana dapur yang gelap seketika berubah terang begitu Alex menyalakan lampu.

"Ada apa sih, Wi? Ribut saja malam-malam seperti tak tahu aturan."

Dewi menghentikan aksinya begitu mendengar suara lantang Alex. Tongkat baseball di tangannya terlepas begitu saja. Wanita itu memandang sekilas ke arah laki-laki yang baru saja dipukulinya, sebelum beralih menghampiri suaminya.

"Mas, itu. Ada maling masuk rumah kita," ucap Dewi seraya bersembunyi dibalik lengan Alex.

"MALING? Maling dari mana? Mana malingnya?" tanya Alex sambil celingak celinguk menatap sekelilingnya.

Dewi menunjuk ke arah laki-laki yang sedang merintih kesakitan di bawah lantai.

"Enggak tahu, Mas. Itu coba mas lihat sendiri. Dewi takut mendekat." 

Alex melepas genggaman tangan Dewi di lengannya. Ia perlahan mendekat untuk melihat siapa laki-laki yang di sebut maling oleh istrinya. Begitu mendekat, wajahnya nampak tercengang dengan mata terbelalak kaget.

"LUCAS..."

Laki-laki yang di panggil Lucas oleh Alex itu hanya meringis pelan sembari memegangi pipinya yang nampak lebam.

"Kamu ngapain tiduran di lantai? bonyok begitu lagi mukanya," lanjut Alex seraya membantu Lucas berdiri.

Dewi mengejapkan mata berulang kali sembari mengaruk pelan dahinya. Wanita itu terlihat bingung melihat sikap Alex yang terlihat akrab dengan orang asing itu.

"Mas, kenal dengan orang ini?" 

"Bagaimana nggak kenal. Dia Lucas, adik saya—"

Tatapan Alex berubah tajam.

"Kamu ini tak tahu atau memang sengaja, Hah? Seenaknya main pukul adik saya sampai babak belur begini," decak Alex sambil memandang ngeri wajah Lucas.

Dewi bungkam. Wajahnya seketika menunduk, tak sanggup menatap ke arah Alex sedikitpun. Apalagi setelah melihat tangan Alex yang terkepal seperti ingin memukulnya, makin membuat Dewi tak berani bersuara sepatah katapun.

"Sudah kak. Lucas juga yang salah tadi, mengendap-endap masuk ke rumah."

Lucas berusaha menenangkan kakaknya yang nampak sangat kesal.

"Tapi kan tetap saja tak boleh asal pukul orang sembarang begitu."

"Sudahlah kak. Pasti istri kakak juga tidak sengaja memukukku. Benar bukan, Mbak?"

Dewi mengangguk kaku sembari melirik sedikit ke arah Lucas. Kini ia baru menyadari orang yang di pukulnya tadi terlihat masih sangat muda walaupun postur tubuh Lucas sudah melebihi tinggi badannya. 

"Iya, Mas. Saya tadi beneran nggak mengenali adik mas. Sungguh. Habis dapur gelap banget, jadi nggak kelihatan."

"Alasan saja kamu ini. Matamu memangnya kemana, Hah? Adik saya segede gini masih juga nggak kelihatan."

"Ya ampun kak. Nggak usah bawa-bawa badan Lucas yang gede juga kali," protes Lucas sedikit tersinggung.

"Diam kamu!"

Lucas merapatkan kembali mulutnya yang hendak terbuka begitu menyadari lirikan tajam kakaknya. Remaja laki-laki itu tak ingin Alex kembali menyemprotnya dengan kata-kata yang lebih pedas dan kasar.

Untuk beberapa saat suasana dapur itu mendadak sunyi bagai di selimuti es yang dinginnya seperti ingin meremukkan tulang. Hingga Alex mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan sambil menutup kedua matanya. 

☆☆☆

"Apes benar malam ini. Disangka maling di rumah kakak kandung sendiri," gumam Lucas berbicara sendiri.

Dewi yang tengah mengobati luka lebam di wajah Lucas, seketika mendongak. Ditatapnya remaja laki-laki itu dalam diam.

"Begini nih akibatnya kalau tinggal serumah, tapi belum pernah tegur sapa."

Dewi menghela napas pelan sembari kembali membubuhkan obat merah ke atas kapas.

"Maaf. Saya bener nggak sengaja mukul kamu tadi," lirih Dewi kembali menunduk.

Lucas tersentak. Ia tak sadar telah menyuarakan isi kepalanya di depan seorang wanita yang kini sudah menjadi kakak iparnya. Sikap Dewi yang menunjukkan rasa sesal atas kecerobohan yang tak sengaja dilakukannya, malah membuat Lucas jadi merasa tak enak hati.

"Eh?! Enggak apa-apa, Mbak. Santai saja. Namanya juga gelap. Wajarlah kalau salah sasaran."

Lucas memaksakan senyum di bibirnya. Ia tak ingin wanita dihadapannya ini terus menerus meminta maaf. Namun tatapan Dewi malah semakin sendu saat memandang wajahnya. 

"Pasti sakit ya, kena pukul tongkat tadi. Sekali lagi maaf ya, De."

"Lucas, Mbak." 

"Hah?"

Lucas mengoreksi perkataan Dewi dengan cepat. Saking cepatnya hingga Dewi tak dapat menangkap maksud ucapannya.

"Namaku Lucas, Mbak. Bukan Dede," ulang Lucas sambil nyengir.

Dewi mendongak, menatap Lucas untuk beberapa saat. Lalu tertawa pelan. 

Tawa Dewi mengundang perhatian sepasang mata yang sedari tadi mengamati mereka berdua dari jauh.

BERSAMBUNG...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Hamil Anak Bos   BAB 6 : Bukan Pemalas

    Lucas menghela napas lega begitu melihat raut wajah Dewi yang berubah sedikit lebih cerah. Di ruang makan yang sederhana namun hangat itu, lampu gantung menerangi meja kayu dengan beberapa piring dan gelas yang belum dibereskan. Aroma teh yang masih tersisa di cangkir Lucas bercampur dengan wangi bunga melati dari vas kecil di tengah meja. "Iya. Maaf ya, Lucas." "Kalau Mbak namanya siapa?" tanya Lucas dengan mata berbinar, seolah ingin mengalihkan suasana yang sempat tegang. "Dewi." "Nama lengkapnya?" "Dewi Sekar Ayu." Lucas mengangguk sembari membulatkan mulutnya. "Mbak Dewi, maafin Lucas ya." Permintaan maaf remaja itu membuat kening Dewi berkerut heran. Angin malam yang dingin menyelinap melalui celah jendela, membuat ia menarik selendang yang melingkar di bahunya lebih erat. "Maaf karena ketidaksopanan Lucas pas nikahan Mbak kemarin. Itu... ehm... waktu itu aku nggak sempat nemuin Mbak karena Kakak. Mbak Dewi pasti kesal ya dan baru bisa melampiaskannya sekarang."

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 7 : Kecurigaan Lucas

    Dewi kini berada di dapur, berdiri di depan lemari pendingin yang terletak di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi yang hangat menyelinap melalui tirai tipis di jendela besar, menciptakan pola bayangan di atas meja dapur dari marmer hitam yang mengilap. Rak gantung kayu di atas meja tertata rapi dengan gelas, bumbu dapur, dan toples kecil berisi rempah. Lantai keramik abu-abu muda yang bersih memantulkan kilauan samar, memberi kesan dapur yang modern sekaligus nyaman. Suara burung berkicau dari halaman belakang bercampur dengan aroma sabun pencuci piring yang menyegarkan, menciptakan suasana rumah yang tenang. Matanya menelusuri isi lemari pendingin, yang rapi dengan bahan makanan tertata sesuai kategori. Sesaat ia menghela napas, tangannya mengambil beberapa butir telur dan seikat daun bawang. Ia mulai membayangkan masakan yang akan dibuat sambil menggumamkan lagu pelan untuk mengusir rasa sepi. Namun, suara lain tiba-tiba terdengar dari arah belakang, membuatnya menghentikan gumama

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 8 : Obrolan Kakak Adik

    Alex sedang memasang dasi di depan cermin besar di kamarnya. Pencahayaan redup dari lampu meja di sudut kamar menciptakan bayangan samar di dinding, memperkuat suasana pagi yang masih sepi. Dasi hitamnya belum sepenuhnya rapi, tetapi perhatian Alex teralih ketika ia menyadari Dewi menatapnya dari pintu kamar. Tatapan wanita itu penuh dengan emosi yang sulit diuraikan, campuran antara keharuan dan kebingungan. "Apa? Kau mau protes?" tanya Alex tiba-tiba, nadanya setengah ketus, mencoba menyembunyikan keraguannya di balik sikap dingin. Ia berbalik menatap Dewi dengan alis terangkat. "Baiklah, kembalikan. Saya tak jadi memberikan kartu itu ke kamu." Sikap Alex mengejutkan Dewi. Ia buru-buru menyembunyikan kartu kredit itu di kantong bajunya, wajahnya sedikit memerah. "Maaf, Mas. Barang yang sudah dikasih tak bisa diminta lagi," jawab Dewi sambil mundur perlahan, lalu melangkah menuju pintu. Namun, baru beberapa langkah, ia berbalik badan. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut, t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 9 : Rasa Cemas Dewi

    Suara mobil berhenti di halaman membuyarkan lamunan Dewi. Ia buru-buru melepaskan apron yang dipakainya saat memasak dan berjalan menuju pintu. Langit di luar tampak semakin gelap, angin bertiup kencang, membawa aroma tanah yang basah.Dewi berdiri di pintu, tersenyum hangat menyambut Alex. Namun senyumnya seketika pudar melihat penampilan suaminya. Alex keluar dari mobil dengan langkah gontai. Bajunya kusut, wajahnya lebam, dan ada luka kecil di sudut bibirnya. Aroma alkohol tercium jelas ketika ia mendekat."Mukamu kenapa, Mas?" tanya Dewi, suaranya penuh kekhawatiran.Alex tidak menjawab. Ia hanya melewatinya, masuk ke dalam rumah dengan langkah berat. Sampai di kamar, pintu dibanting keras hingga menggemakan suara di seluruh rumah.Lelaki itu duduk di tepi ranjang, wajahnya tertunduk dalam kegelapan. Cahaya rembulan yang masuk dari celah jendela menjadi satu-satunya penerangan di kamar."Ken

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Hamil Anak Bos   BAB 10 : Halusinasi Alex

    Malam itu, kamar Alex dan Dewi terasa lebih dingin dari biasanya. Lampu redup di sudut ruangan memancarkan cahaya kuning samar, menciptakan bayangan remang yang melukis dinding-dinding kosong. Kamar itu besar, namun minim perabotan, hanya ada ranjang, lemari, dan meja kecil. Tirai jendela sedikit terbuka, memperlihatkan langit kelabu yang menggantung berat di luar, seakan menunggu hujan turun kapan saja.Dewi duduk di tepi ranjang, memperhatikan Alex yang tampak lelah. Wajahnya penuh lebam, namun matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kelelahan fisik. Pria itu terlihat seperti seseorang yang sedang mencoba menahan dunia agar tidak runtuh di sekelilingnya. "Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya pelan, tetapi nadanya, dingin. "Aku mau mengobati lukamu, Mas," jawab Dewi lembut, suaranya penuh perhatian. Ia bergerak lebih dekat, mengulurkan kapas ke arah bibir Alex yang lebam. Alex menepis uluran tangan Dewi. "Tidak pe

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Hamil Anak Bos   BAB 11 : Efek Semalam

    Semalaman, Dewi menangis dalam diam, melampiaskan semua perasaannya dengan air mata. Ia sudah tidak peduli lagi jika sprei tempatnya tidur basah oleh air mata dan ingusnya. Sesekali, ia menggigit ujung selimut, menahan suara tangisnya agar tidak terdengar oleh Alex. Entah mengapa, di tengah kesedihannya, ia masih merasa takut mengganggu tidur suaminya yang dingin. Langit malam di luar kamar terlihat gelap, dengan bintang yang tersembunyi di balik awan tebal, memberikan kesan kesendirian yang semakin dalam di dalam hatinya.Saat cahaya matahari pertama menerobos celah gorden, Dewi bangkit dari ranjang. Sinar pagi yang lembut membuat suasana kamar terasa suram, seolah memperburuk perasaan yang bergelora di dalam dirinya. Tanpa menoleh ke arah lelaki yang tidur di sampingnya, ia berjalan menuju kamar mandi sambil menghapus sisa air mata yang tertinggal di wajahnya. Begitu pintu tertutup rapat, ia menyandarkan tubuhnya ke dinding keramik yang dingin. Tangannya gemetar saat me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09
  • Hamil Anak Bos   BAB 12 : Salah Sebut

    Mentari pagi menyusup di sela-sela tirai jendela yang sedikit terbuka, menciptakan bayangan tipis di lantai kamar yang masih basah oleh embun. Udara segar pagi itu terasa dingin, membawa aroma tanah basah yang menenangkan, bercampur dengan wangi teh yang sudah terhidang di meja. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sesaat, pecah oleh langkah tergesa Dewi yang memegangi perutnya. Setiap langkahnya berat, seolah bebannya tak hanya fisik, tetapi juga emosi yang semakin menyesakkan.Lucas menatapnya panik. “Mbak, ayo kita ke rumah sakit sekarang!” Tangan Lucas gemetar saat meraih kunci mobil yang tergeletak di meja. Matanya bolak-balik memandang Dewi dan pintu, ragu sejenak namun tetap mengutamakan tindakan cepat.“Aku nggak apa-apa, Lucas. Jangan panik,” ujar Dewi, suaranya terdengar lemah namun tegas. Meskipun ia mencoba terlihat tenang, ekspresi wajahnya tak bisa menyembunyikan nyeri yang terasa menyayat dari dalam. Dewi berpegangan pada lengan Lucas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Hamil Anak Bos   BAB 13 : Lucas Ngambek

    "Sepertinya untuk hari ini ibu dirawat dulu agar kondisi janinnya bisa lebih terpantau. Kalau besok sudah tidak keluar lagi darah, baru boleh pulang."Dewi melirik ke arah Lucas, seakan memberi isyarat agar remaja itu menghubungi suaminya. Namun sayangnya Lucas tak memahami arti isyarat kakak iparnya."Saya tinggal ya, Bu, Pak. Silahkan kalau ibu mau berembuk dulu sama suaminya," pamit Dokter Vincent seraya berjalan keluar ruangan.Begitu dokter itu keluar ruangan, Lucas mendekati Dewi sambil mengoceh sendiri."Pak. Pek Pak. Umur masih delapan belas tahun begini masa dibilang bapak. Yang benar aja. Memangnya wajahku kelihatan tua apa? Sembarangan tuh dokter," keluh Lucas sambil menendang-nendang udara ringan, seperti seorang anak kecil yang sedang ngambek.Dewi yang duduk di ranjang rumah sakit berusaha menahan tawa. Ia menggigit bibirnya, menghindari suara cekikikan keluar. Ketika dokter tadi datang, Lucas sama sekali tak berani

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23

Bab terbaru

  • Hamil Anak Bos   BAB 19 : Susu Stoberi

    Beberapa orang yang lewat berhenti sejenak, tertegun melihat kejadian itu. Namun, kebanyakan hanya bergegas pergi, menundukkan kepala seolah tak ingin terlibat. Hanya suara langkah terburu-buru dan bisikan pelan yang tersisa, meninggalkan Alex dalam kesendirian melawan rasa sakitnya.Wajah Dave mendekat, terlihat jelas di bawah sorotan lampu jalan yang suram. Matanya menyala dengan amarah yang membara, sementara rahangnya yang tegas tampak mengeras, mencerminkan kebencian yang mendalam. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis, namun senyum itu lebih menyerupai ejekan penuh penghinaan daripada ekspresi bahagia. Terdapat kerutan tajam di antara alisnya, menciptakan bayangan gelap yang menutupi sebagian wajahnya. Kilatan di matanya menunjukkan rasa puas setiap kali melihat Alex terpuruk. Dave tidak hanya memancarkan kemarahan, tapi juga kekuasaan—seolah dirinya selalu berada di atas Alex, baik secara fisik maupun emosional."Alex!" seru Dave sambil melayangkan pukulan

  • Hamil Anak Bos   BAB 18 : Keributan di Bar

    Langit malam mulai memerah saat Alex meninggalkan kafe itu. Langkahnya terasa berat, seolah setiap tapak membawa kenangan yang ingin ia lupakan. Jalanan tampak kabur di matanya, bukan karena hujan, melainkan air mata yang ia tahan.Tanpa sadar, ia berakhir di bar yang biasa ia kunjungi ketika semuanya terasa tak terkendali. Suasana bar yang gelap dan berisik seperti tempat sempurna untuk kehilangan diri. Ia memesan vodka dan meminumnya tanpa berpikir panjang.Saat gelas ketiga, pikirannya kembali pada Rachel. Namun kali ini, bayangan Dewi melintas. Wajah istrinya yang tenang, senyum lembutnya saat menyajikan teh di pagi hari.Alex menutup matanya. Rasa bersalah menyelinap masuk. Dewi adalah korban dari kekacauannya sendiri. "Aku terpaksa menikahinya," gumam Alex, lebih kepada dirinya sendiri. Tapi apakah benar hanya itu alasan dia bersama Dewi? Kenapa setiap kali mengingat senyumnya, ia merasakan sesuatu yang hangat?&nbs

  • Hamil Anak Bos   BAB 17 : Pertemuan Pertama

    Alex memasuki kamar perawatan Dewi di rumah sakit dengan langkah pelan. Suasana ruangan itu terasa jauh lebih sunyi daripada biasanya. Dewi terbaring di ranjang rumah sakit, matanya terpejam, dengan wajah yang pucat.Alex berdiri di sana, memandangi Dewi cukup lama. Tubuhnya terasa lelah, dan hatinya terasa kosong. Keadaan di sekelilingnya seakan tidak bisa mengurangi ketegangan yang masih menjerat dirinya. "Apa yang sudah aku lakukan?" pikirnya, matanya tertunduk. Ia mendesah panjang, lalu berjalan mendekat. Tatapannya melembut saat melihat perut Dewi yang membuncit. Meski ada kehidupan baru yang mereka nantikan, Alex masih merasa asing dengan semua ini. Rasa bersalah yang tak kunjung hilang menyergapnya."Apa aku terlalu keras?" pikirnya.Rachel pernah berkata, "Kalau kau tidak bisa menunjukkan rasa sayangmu, paling tidak jangan membuatnya merasa tidak dihargai." Kata-kata itu terngiang di telinganya, menusuk hatinya yang sudah ra

  • Hamil Anak Bos    BAB 16 : Perubahan Sikap Alex

    Pagi itu, suasana ruang rawat Dewi masih sunyi. Pancaran sinar matahari yang menerobos jendela menyentuh lembut permukaan lantai berubin putih, menciptakan kilauan yang menghangatkan. Di sisi ranjang, aroma khas antiseptik bercampur dengan samar bau bunga dari vas kecil di meja samping. Seorang dokter dengan nametag bernama Vincent mengambil tetoskop dari kantung seragamnya."Coba saya periksa dulu. Maaf, bagian sebelah mana yang terasa kram?"Dengan sigap dokter Vincent memeriksa Dewi. Lucas bergeser, berjalan mengampiri Alex yang tengah duduk di sofa."Saya sudah diperbolehkan pulang hari ini 'kan, Dok?""Iya, boleh. Tapi setelah sampai rumah nanti jangan langsung beraktifitas berat dulu ya. Perbanyak istirahat dan hindari stres agar bayinya sehat terus sampai nanti waktunya melahirkan."Dewi mengangguk patuh. Wajahnya sedikit tertunduk, menyadari kesalahannya. Sebelum masuk rumah sakit, ia memang kurang istirahat karena stres memikirkan ca

  • Hamil Anak Bos   Bab 15 - Salah Paham

    Suasana ruang inap terasa sunyi, hanya ditemani suara mesin infus yang berdetak pelan dan sesekali langkah kaki perawat di luar. Aroma antiseptik menyeruak, bercampur dengan udara dingin dari pendingin ruangan. Cahaya matahari pagi menembus tirai putih tipis, menciptakan bayangan lembut di dinding. Alex duduk di sofa dekat jendela, tubuhnya condong ke depan, kedua siku bertumpu di lutut, dan pandangannya kosong, menatap lantai tanpa benar-benar melihat.Dewi memandang pria itu sejenak, lalu menghela napas panjang. "Aku tidak perlu ditemani siapapun. Mas juga tidak perlu risau. Nanti kalau dokter sudah mengizinkan pulang, aku bisa pulang sendiri ke rumah Mas. Tenang saja. Aku tidak akan kabur ke mana-mana." Suaranya terdengar pelan, namun cukup tegas, seperti seseorang yang sudah lelah berdebat.Alex menegakkan tubuhnya perlahan, tatapannya tajam, tapi ia masih berusaha menahan diri. "Sudah mulai berani sekarang kamu mengatur-atur saya ya?" Nada bicaranya dingin, tapi m

  • Hamil Anak Bos   BAB 14 : Awal Mula Bertemu

    Ketika Dewi membuka mata, ia melihat Alex duduk di sisinya. Cahaya redup dari lampu memantulkan bayangan wajah pria itu di dinding putih kamar rumah sakit. Pandangan Alex lembut tapi sendu, seolah ada beban yang enggan ia bagi. Mata Dewi mengejap beberapa kali, memastikan ini bukan halusinasi."Mas Alex?" suaranya serak, hampir seperti bisikan.Alex tersenyum kecil sekilas, mengalihkan pandangan sambil mengusap kepala Dewi.Dewi terdiam. Berbagai emosi memenuhi benaknya— kebingungan, marah, lega, dan sesuatu yang lain yang tak bisa ia pahami. Namun saat merasakan usapan telapak tangan Alex yang hangat, perlahan ia yakin kalau tidak sedang bermimpi. Udara kamar terasa dingin, mengingatkan Dewi bahwa pendingin ruangan tetap menyala sepanjang malam. Bau antiseptik khas rumah sakit menyeruak di hidungnya."Sejak kapan kamu di sini, Mas? Udah dari tadi?" tanya Dewi pelan."Baru saja sampai," ucap Alex dengan nad

  • Hamil Anak Bos   BAB 13 : Lucas Ngambek

    "Sepertinya untuk hari ini ibu dirawat dulu agar kondisi janinnya bisa lebih terpantau. Kalau besok sudah tidak keluar lagi darah, baru boleh pulang."Dewi melirik ke arah Lucas, seakan memberi isyarat agar remaja itu menghubungi suaminya. Namun sayangnya Lucas tak memahami arti isyarat kakak iparnya."Saya tinggal ya, Bu, Pak. Silahkan kalau ibu mau berembuk dulu sama suaminya," pamit Dokter Vincent seraya berjalan keluar ruangan.Begitu dokter itu keluar ruangan, Lucas mendekati Dewi sambil mengoceh sendiri."Pak. Pek Pak. Umur masih delapan belas tahun begini masa dibilang bapak. Yang benar aja. Memangnya wajahku kelihatan tua apa? Sembarangan tuh dokter," keluh Lucas sambil menendang-nendang udara ringan, seperti seorang anak kecil yang sedang ngambek.Dewi yang duduk di ranjang rumah sakit berusaha menahan tawa. Ia menggigit bibirnya, menghindari suara cekikikan keluar. Ketika dokter tadi datang, Lucas sama sekali tak berani

  • Hamil Anak Bos   BAB 12 : Salah Sebut

    Mentari pagi menyusup di sela-sela tirai jendela yang sedikit terbuka, menciptakan bayangan tipis di lantai kamar yang masih basah oleh embun. Udara segar pagi itu terasa dingin, membawa aroma tanah basah yang menenangkan, bercampur dengan wangi teh yang sudah terhidang di meja. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sesaat, pecah oleh langkah tergesa Dewi yang memegangi perutnya. Setiap langkahnya berat, seolah bebannya tak hanya fisik, tetapi juga emosi yang semakin menyesakkan.Lucas menatapnya panik. “Mbak, ayo kita ke rumah sakit sekarang!” Tangan Lucas gemetar saat meraih kunci mobil yang tergeletak di meja. Matanya bolak-balik memandang Dewi dan pintu, ragu sejenak namun tetap mengutamakan tindakan cepat.“Aku nggak apa-apa, Lucas. Jangan panik,” ujar Dewi, suaranya terdengar lemah namun tegas. Meskipun ia mencoba terlihat tenang, ekspresi wajahnya tak bisa menyembunyikan nyeri yang terasa menyayat dari dalam. Dewi berpegangan pada lengan Lucas

  • Hamil Anak Bos   BAB 11 : Efek Semalam

    Semalaman, Dewi menangis dalam diam, melampiaskan semua perasaannya dengan air mata. Ia sudah tidak peduli lagi jika sprei tempatnya tidur basah oleh air mata dan ingusnya. Sesekali, ia menggigit ujung selimut, menahan suara tangisnya agar tidak terdengar oleh Alex. Entah mengapa, di tengah kesedihannya, ia masih merasa takut mengganggu tidur suaminya yang dingin. Langit malam di luar kamar terlihat gelap, dengan bintang yang tersembunyi di balik awan tebal, memberikan kesan kesendirian yang semakin dalam di dalam hatinya.Saat cahaya matahari pertama menerobos celah gorden, Dewi bangkit dari ranjang. Sinar pagi yang lembut membuat suasana kamar terasa suram, seolah memperburuk perasaan yang bergelora di dalam dirinya. Tanpa menoleh ke arah lelaki yang tidur di sampingnya, ia berjalan menuju kamar mandi sambil menghapus sisa air mata yang tertinggal di wajahnya. Begitu pintu tertutup rapat, ia menyandarkan tubuhnya ke dinding keramik yang dingin. Tangannya gemetar saat me

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status