Home / Romansa / Hamil Anak Bos / BAB 5 : Salah Sangka

Share

BAB 5 : Salah Sangka

Author: Jesslyn Kei
last update Last Updated: 2024-12-21 18:12:00

Dewi tidak dapat memejamkan mata. Mungkin juga karena di sisi sebelah ranjangnya kosong. Ia menghela napas setelah melirik jam dinding yang tergantung. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Entah apa yang sedang di kerjakan lelaki itu hingga larut malam masih juga berada di ruang kerjanya.

"Aduh, sayang. Mama mau tidur tapi, papamu masih sibuk kerja. Sekarang kita tidur duluan saja ya," ucap Dewi sembari mengusap pelan perutnya yang sedikit menonjol.

Dewi menghembuskan napasnya kasar. Ia sangat ingin Alex ada di kamar itu, menemaninya tidur semalaman. Tapi saat melihat wajah kesal lelaki itu saat dirinya menyuguhkan secangkir kopi, Dewi malah tidak berani mengatakan keinginannya. Alhasil ia jadi tak bisa tidur sekarang. 

"Minum susu coklat enak kali ya," gumam Dewi sembari membayangkan kelezatan dari segelas susu cokelat.

Dewi yang ingin minum susu, perlahan turun dari ranjang dan berjalan menuju dapur. Namun langkahnya seketika berhenti saat matanya tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang berdiri menghadap lemari pendingin.

"Mas Alex tidak mungkin ada di dapur. Dia 'kan lagi di ruang kerjanya. Trus ini orang siapa?" batin Dewi merasa was-was.

Dari jauh matanya memandang, Dewi merasa tak mengenali orang itu. Dari gesture badannya seperti seorang lelaki, namun terlihat lebih kecil dari suaminya. Perawakannya yang nampak berbeda dari Alex, makin membuatnya yakin kalau ada orang asing yang sudah masuk ke rumah.

Dengan cepat wanita itu kembali masuk kamar, mengambil benda apapun yang bisa di jadikan senjata. Melihat orang asing itu membuka lemari pendingin, Dewi berjalan tanpa bersuara mendekat. Saat sudah berada tepat di belakang orang itu, tangannya seketika teranyun ke atas.

Dan tepat saat itu, orang asing tadi tiba-tiba saja berbalik badan. 

Bruk...

"Argh..."

"MALING... TOLONG... Ada maling. TOLONG... ADA MALING."

Sontak Dewi pun berteriak sembari memukuli orang itu dengan tongkat yang di genggamnya.

"Aduh... Duh... Sakit, Mbak."

Tak dihiraukannya suara orang itu yang mengaduh kesakitan. 

"Sakit? Rasakan nih. Siapa suruh mau maling di rumah ini," geram Dewi memasang tampang segalak mungkin.

Suara teriakan dan keributan yang dibuat Dewi sampai juga ke telinga Alex. Lelaki yang sedang sibuk dengan tugas-tugas kantornya itu mendadak hilang konsentrasi dan bergegas keluar ruang kerjanya.  

Begitu diluar, suara gaduh yang bersumber dari arah dapur makin terdengar kencang. Telapak tangannya bergerak meraba-raba dinding agar dapat melihat dengan jelas apa yang sedang diperbuat istrinya dalam kegelapan.

Suasana dapur yang gelap seketika berubah terang begitu Alex menyalakan lampu.

"Ada apa sih, Wi? Ribut saja malam-malam seperti tak tahu aturan."

Dewi menghentikan aksinya begitu mendengar suara lantang Alex. Tongkat baseball di tangannya terlepas begitu saja. Wanita itu memandang sekilas ke arah laki-laki yang baru saja dipukulinya, sebelum beralih menghampiri suaminya.

"Mas, itu. Ada maling masuk rumah kita," ucap Dewi seraya bersembunyi dibalik lengan Alex.

"MALING? Maling dari mana? Mana malingnya?" tanya Alex sambil celingak celinguk menatap sekelilingnya.

Dewi menunjuk ke arah laki-laki yang sedang merintih kesakitan di bawah lantai.

"Enggak tahu, Mas. Itu coba mas lihat sendiri. Dewi takut mendekat." 

Alex melepas genggaman tangan Dewi di lengannya. Ia perlahan mendekat untuk melihat siapa laki-laki yang di sebut maling oleh istrinya. Begitu mendekat, wajahnya nampak tercengang dengan mata terbelalak kaget.

"LUCAS..."

Laki-laki yang di panggil Lucas oleh Alex itu hanya meringis pelan sembari memegangi pipinya yang nampak lebam.

"Kamu ngapain tiduran di lantai? bonyok begitu lagi mukanya," lanjut Alex seraya membantu Lucas berdiri.

Dewi mengejapkan mata berulang kali sembari mengaruk pelan dahinya. Wanita itu terlihat bingung melihat sikap Alex yang terlihat akrab dengan orang asing itu.

"Mas, kenal dengan orang ini?" 

"Bagaimana nggak kenal. Dia Lucas, adik saya—"

Tatapan Alex berubah tajam.

"Kamu ini tak tahu atau memang sengaja, Hah? Seenaknya main pukul adik saya sampai babak belur begini," decak Alex sambil memandang ngeri wajah Lucas.

Dewi bungkam. Wajahnya seketika menunduk, tak sanggup menatap ke arah Alex sedikitpun. Apalagi setelah melihat tangan Alex yang terkepal seperti ingin memukulnya, makin membuat Dewi tak berani bersuara sepatah katapun.

"Sudah kak. Lucas juga yang salah tadi, mengendap-endap masuk ke rumah."

Lucas berusaha menenangkan kakaknya yang nampak sangat kesal.

"Tapi kan tetap saja tak boleh asal pukul orang sembarang begitu."

"Sudahlah kak. Pasti istri kakak juga tidak sengaja memukukku. Benar bukan, Mbak?"

Dewi mengangguk kaku sembari melirik sedikit ke arah Lucas. Kini ia baru menyadari orang yang di pukulnya tadi terlihat masih sangat muda walaupun postur tubuh Lucas sudah melebihi tinggi badannya. 

"Iya, Mas. Saya tadi beneran nggak mengenali adik mas. Sungguh. Habis dapur gelap banget, jadi nggak kelihatan."

"Alasan saja kamu ini. Matamu memangnya kemana, Hah? Adik saya segede gini masih juga nggak kelihatan."

"Ya ampun kak. Nggak usah bawa-bawa badan Lucas yang gede juga kali," protes Lucas sedikit tersinggung.

"Diam kamu!"

Lucas merapatkan kembali mulutnya yang hendak terbuka begitu menyadari lirikan tajam kakaknya. Remaja laki-laki itu tak ingin Alex kembali menyemprotnya dengan kata-kata yang lebih pedas dan kasar.

Untuk beberapa saat suasana dapur itu mendadak sunyi bagai di selimuti es yang dinginnya seperti ingin meremukkan tulang. Hingga Alex mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan sambil menutup kedua matanya. 

☆☆☆

"Apes benar malam ini. Disangka maling di rumah kakak kandung sendiri," gumam Lucas berbicara sendiri.

Dewi yang tengah mengobati luka lebam di wajah Lucas, seketika mendongak. Ditatapnya remaja laki-laki itu dalam diam.

"Begini nih akibatnya kalau tinggal serumah, tapi belum pernah tegur sapa."

Dewi menghela napas pelan sembari kembali membubuhkan obat merah ke atas kapas.

"Maaf. Saya bener nggak sengaja mukul kamu tadi," lirih Dewi kembali menunduk.

Lucas tersentak. Ia tak sadar telah menyuarakan isi kepalanya di depan seorang wanita yang kini sudah menjadi kakak iparnya. Sikap Dewi yang menunjukkan rasa sesal atas kecerobohan yang tak sengaja dilakukannya, malah membuat Lucas jadi merasa tak enak hati.

"Eh?! Enggak apa-apa, Mbak. Santai saja. Namanya juga gelap. Wajarlah kalau salah sasaran."

Lucas memaksakan senyum di bibirnya. Ia tak ingin wanita dihadapannya ini terus menerus meminta maaf. Namun tatapan Dewi malah semakin sendu saat memandang wajahnya. 

"Pasti sakit ya, kena pukul tongkat tadi. Sekali lagi maaf ya, De."

"Lucas, Mbak." 

"Hah?"

Lucas mengoreksi perkataan Dewi dengan cepat. Saking cepatnya hingga Dewi tak dapat menangkap maksud ucapannya.

"Namaku Lucas, Mbak. Bukan Dede," ulang Lucas sambil nyengir.

Dewi mendongak, menatap Lucas untuk beberapa saat. Lalu tertawa pelan. 

Tawa Dewi mengundang perhatian sepasang mata yang sedari tadi mengamati mereka berdua dari jauh.

BERSAMBUNG...

Related chapters

  • Hamil Anak Bos   BAB 6 : Bukan Pemalas

    Lucas menghela napas lega begitu melihat raut wajah Dewi yang berubah sedikit lebih cerah. Di ruang makan yang sederhana namun hangat itu, lampu gantung menerangi meja kayu dengan beberapa piring dan gelas yang belum dibereskan. Aroma teh yang masih tersisa di cangkir Lucas bercampur dengan wangi bunga melati dari vas kecil di tengah meja. "Iya. Maaf ya, Lucas." "Kalau Mbak namanya siapa?" tanya Lucas dengan mata berbinar, seolah ingin mengalihkan suasana yang sempat tegang. "Dewi." "Nama lengkapnya?" "Dewi Sekar Ayu." Lucas mengangguk sembari membulatkan mulutnya. "Mbak Dewi, maafin Lucas ya." Permintaan maaf remaja itu membuat kening Dewi berkerut heran. Angin malam yang dingin menyelinap melalui celah jendela, membuat ia menarik selendang yang melingkar di bahunya lebih erat. "Maaf karena ketidaksopanan Lucas pas nikahan Mbak kemarin. Itu... ehm... waktu itu aku nggak sempat nemuin Mbak karena Kakak. Mbak Dewi pasti kesal ya dan baru bisa melampiaskannya sekarang."

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 7 : Kecurigaan Lucas

    Dewi kini berada di dapur, berdiri di depan lemari pendingin yang terletak di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi yang hangat menyelinap melalui tirai tipis di jendela besar, menciptakan pola bayangan di atas meja dapur dari marmer hitam yang mengilap. Rak gantung kayu di atas meja tertata rapi dengan gelas, bumbu dapur, dan toples kecil berisi rempah. Lantai keramik abu-abu muda yang bersih memantulkan kilauan samar, memberi kesan dapur yang modern sekaligus nyaman. Suara burung berkicau dari halaman belakang bercampur dengan aroma sabun pencuci piring yang menyegarkan, menciptakan suasana rumah yang tenang. Matanya menelusuri isi lemari pendingin, yang rapi dengan bahan makanan tertata sesuai kategori. Sesaat ia menghela napas, tangannya mengambil beberapa butir telur dan seikat daun bawang. Ia mulai membayangkan masakan yang akan dibuat sambil menggumamkan lagu pelan untuk mengusir rasa sepi. Namun, suara lain tiba-tiba terdengar dari arah belakang, membuatnya menghentikan gumama

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 8 : Obrolan Kakak Adik

    Alex sedang memasang dasi di depan cermin besar di kamarnya. Pencahayaan redup dari lampu meja di sudut kamar menciptakan bayangan samar di dinding, memperkuat suasana pagi yang masih sepi. Dasi hitamnya belum sepenuhnya rapi, tetapi perhatian Alex teralih ketika ia menyadari Dewi menatapnya dari pintu kamar. Tatapan wanita itu penuh dengan emosi yang sulit diuraikan, campuran antara keharuan dan kebingungan. "Apa? Kau mau protes?" tanya Alex tiba-tiba, nadanya setengah ketus, mencoba menyembunyikan keraguannya di balik sikap dingin. Ia berbalik menatap Dewi dengan alis terangkat. "Baiklah, kembalikan. Saya tak jadi memberikan kartu itu ke kamu." Sikap Alex mengejutkan Dewi. Ia buru-buru menyembunyikan kartu kredit itu di kantong bajunya, wajahnya sedikit memerah. "Maaf, Mas. Barang yang sudah dikasih tak bisa diminta lagi," jawab Dewi sambil mundur perlahan, lalu melangkah menuju pintu. Namun, baru beberapa langkah, ia berbalik badan. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut, t

    Last Updated : 2025-01-11
  • Hamil Anak Bos   BAB 1 : Pengakuan Dewi

    "Ada apa, Wi?" Dewi mengigit pelan bibirnya sembari memainkan jemarinya. Kebiasaan yang dilakukannya ketika sedang gelisah. Perlahan ia mendongak. Pandangan matanya langsung bertemu dengan mata Alex yang juga tengah menatapnya. "Saya hamil, Pak." Hening... Alex terganga keheranan. Bibirnya yang semula terkatup rapat, kini terbuka sedikit. Kedua alisnya saling bertaut dengan mata yang memandang lurus pada wanita dihadapannya. Cukup lama lelaki itu memandangi Dewi, hingga ia mengedikkan kedua bahunya. "Well, Congrats ya." Dewi seketika melongo. Wajahnya nampak tertegun melihat respon Alex yang nampak datar dan sangat biasa. Setelah berbasa-basi mengucapkan selamat, lelaki itu bahkan telah kembali menatap layar komputer di samping tempat duduknya. Tidak ada wajah syok seperti dirinya ketika baru pertama kali mendengar kabar ini. Sungguh jauh di luar bayangan wanita itu. "Janin yang di perut saya ini anak bapak." "Apa?" Bagai tersambar petir di siang bolong, Perkataan De

    Last Updated : 2024-12-17
  • Hamil Anak Bos   BAB 2 : Malam Tanpa Pengantin Pria

    "Karena saya sudah memenuhi keinginanmu, maka sekarang giliran kau yang harus menepati janji."Suara dingin Alex menginterupsi Dewi yang sedang menyisir rambutnya dengan wajah tertunduk. Wanita itu sontak mendongak, menatap ke arah cermin di depannya yang memantulkan bayangan Alex. Matanya seketika bertemu pandang dengan lelaki yang juga tengah menatapnya tajam melalui kaca cermin."Kau tidak lupa akan perjanjian awal kita menikah 'kan?" Dewi menghela napas berat. Pertanyaan lelaki itu membuatnya tersenyum getir."Iya. Aku tak mungkin melupakan perjanjian itu," sahut Dewi seraya menaruh sisir di atas meja rias.Suasana dalam kamar itu terasa sangat menegangkan. Terlebih Alex menatap dingin wajah Dewi, nyaris tanpa ekspresi dan membuat wanita itu jadi sangat takut dibuatnya."Ingat ya, Wi. Saya mau menikahimu semata-mata hanya karena anak itu. Dan sesuai dengan perjanjian yang telah kita sepakati sebelumnya, saya akan langsung mengurus surat perceraian setelah kau melahirkan nanti."P

    Last Updated : 2024-12-18
  • Hamil Anak Bos   BAB 3 : Tukang Suruh

    Tanpa banyak bertanya Dewi diam saja saat Alex menyalakan mesin mobil. Sepanjang perjalanan keheningan menyelimuti keduanya. Hanya terdengar suara bising kendaraan. Baik Alex maupun Dewi, keduanya nampak enggan memulai percakapan. Namun sesekali tatapan mata keduanya diam-diam saling melirik satu sama lain."Kenapa kamu senyum-senyum sendiri begitu? Ada yang lucu?" tanya Alex ketika memergoki Dewi yang tengah tertawa pelan."Enggak, Mas. Anu... Itu bukan apa-apa." Dewi mengeleng pelan. Wajahnya yang tertunduk nampak salah tingkah. Menyadari kerutan di kening Alex semakin dalam dengan salah satu alis yang terangkat sebelah saat memandang wajahnya, Dewi pun berdehem pelan."Oh maaf. Biasanya wanita yang sudah menikah di keluarga saya akan memanggil suaminya dengan panggilan mas. Jadi apa boleh kalau aku panggil kamu dengan sapaan mas?" Dewi membungkuk hormat sembari meminta izin untuk memanggil Alex dengan panggilan khusus. Ia merasa perlu mengutarakan keinginannya itu terlebih jarak

    Last Updated : 2024-12-19
  • Hamil Anak Bos   BAB 4 : Suami Menyebalkan

    "Minuman saya mana? Kamu siapin saya makan tapi nggak siapin minum. Gimana sih?" Dewi menuangkan air putih di gelas Alex yang masih kosong dengan cepat. Ia tidak ingin lelaki itu lebih banyak mengerutu jika tidak segera di turuti keinginannya. Ya, begitulah kepribadian Alex yang diketahuinya selama ini. Dan suaminya itu membawa juga sifat buruknya di kantor yang suka memerintah ke rumah."Ada lagi yang mau diambilin?" tanya Dewi setelah selesai menuangkan air putih."Enggak usah. Kau sudah boleh pergi."Dewi rupanya salah mengartikan sikap Alex. Ia awalnya berpikir Alex akan mengurungkan niatnya dan memperbolehkannya makan. Tapi ternyata lelaki itu tetap menyuruhnya pergi memberi makan ikan. Dengan langkah berat, ia meninggalkan meja makan hendak ke halaman depan rumah. Namun baru beberapa langkah Dewi menjauh, Alex kembali memanggil namanya dari arah meja makan."Wi... Dewi..."Dewi mengeleng heran mendengar seruan Alex yang memanggilnya berulang-ulang. Ia menarik napas panjang, be

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Hamil Anak Bos   BAB 8 : Obrolan Kakak Adik

    Alex sedang memasang dasi di depan cermin besar di kamarnya. Pencahayaan redup dari lampu meja di sudut kamar menciptakan bayangan samar di dinding, memperkuat suasana pagi yang masih sepi. Dasi hitamnya belum sepenuhnya rapi, tetapi perhatian Alex teralih ketika ia menyadari Dewi menatapnya dari pintu kamar. Tatapan wanita itu penuh dengan emosi yang sulit diuraikan, campuran antara keharuan dan kebingungan. "Apa? Kau mau protes?" tanya Alex tiba-tiba, nadanya setengah ketus, mencoba menyembunyikan keraguannya di balik sikap dingin. Ia berbalik menatap Dewi dengan alis terangkat. "Baiklah, kembalikan. Saya tak jadi memberikan kartu itu ke kamu." Sikap Alex mengejutkan Dewi. Ia buru-buru menyembunyikan kartu kredit itu di kantong bajunya, wajahnya sedikit memerah. "Maaf, Mas. Barang yang sudah dikasih tak bisa diminta lagi," jawab Dewi sambil mundur perlahan, lalu melangkah menuju pintu. Namun, baru beberapa langkah, ia berbalik badan. Kali ini suaranya terdengar lebih lembut, t

  • Hamil Anak Bos   BAB 7 : Kecurigaan Lucas

    Dewi kini berada di dapur, berdiri di depan lemari pendingin yang terletak di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi yang hangat menyelinap melalui tirai tipis di jendela besar, menciptakan pola bayangan di atas meja dapur dari marmer hitam yang mengilap. Rak gantung kayu di atas meja tertata rapi dengan gelas, bumbu dapur, dan toples kecil berisi rempah. Lantai keramik abu-abu muda yang bersih memantulkan kilauan samar, memberi kesan dapur yang modern sekaligus nyaman. Suara burung berkicau dari halaman belakang bercampur dengan aroma sabun pencuci piring yang menyegarkan, menciptakan suasana rumah yang tenang. Matanya menelusuri isi lemari pendingin, yang rapi dengan bahan makanan tertata sesuai kategori. Sesaat ia menghela napas, tangannya mengambil beberapa butir telur dan seikat daun bawang. Ia mulai membayangkan masakan yang akan dibuat sambil menggumamkan lagu pelan untuk mengusir rasa sepi. Namun, suara lain tiba-tiba terdengar dari arah belakang, membuatnya menghentikan gumama

  • Hamil Anak Bos   BAB 6 : Bukan Pemalas

    Lucas menghela napas lega begitu melihat raut wajah Dewi yang berubah sedikit lebih cerah. Di ruang makan yang sederhana namun hangat itu, lampu gantung menerangi meja kayu dengan beberapa piring dan gelas yang belum dibereskan. Aroma teh yang masih tersisa di cangkir Lucas bercampur dengan wangi bunga melati dari vas kecil di tengah meja. "Iya. Maaf ya, Lucas." "Kalau Mbak namanya siapa?" tanya Lucas dengan mata berbinar, seolah ingin mengalihkan suasana yang sempat tegang. "Dewi." "Nama lengkapnya?" "Dewi Sekar Ayu." Lucas mengangguk sembari membulatkan mulutnya. "Mbak Dewi, maafin Lucas ya." Permintaan maaf remaja itu membuat kening Dewi berkerut heran. Angin malam yang dingin menyelinap melalui celah jendela, membuat ia menarik selendang yang melingkar di bahunya lebih erat. "Maaf karena ketidaksopanan Lucas pas nikahan Mbak kemarin. Itu... ehm... waktu itu aku nggak sempat nemuin Mbak karena Kakak. Mbak Dewi pasti kesal ya dan baru bisa melampiaskannya sekarang."

  • Hamil Anak Bos   BAB 5 : Salah Sangka

    Dewi tidak dapat memejamkan mata. Mungkin juga karena di sisi sebelah ranjangnya kosong. Ia menghela napas setelah melirik jam dinding yang tergantung. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Entah apa yang sedang di kerjakan lelaki itu hingga larut malam masih juga berada di ruang kerjanya. "Aduh, sayang. Mama mau tidur tapi, papamu masih sibuk kerja. Sekarang kita tidur duluan saja ya," ucap Dewi sembari mengusap pelan perutnya yang sedikit menonjol. Dewi menghembuskan napasnya kasar. Ia sangat ingin Alex ada di kamar itu, menemaninya tidur semalaman. Tapi saat melihat wajah kesal lelaki itu saat dirinya menyuguhkan secangkir kopi, Dewi malah tidak berani mengatakan keinginannya. Alhasil ia jadi tak bisa tidur sekarang. "Minum susu coklat enak kali ya," gumam Dewi sembari membayangkan kelezatan dari segelas susu cokelat. Dewi yang ingin minum susu, perlahan turun dari ranjang dan berjalan menuju dapur. Namun langkahnya seketika berhenti saat matanya tak sengaja menangkap bay

  • Hamil Anak Bos   BAB 4 : Suami Menyebalkan

    "Minuman saya mana? Kamu siapin saya makan tapi nggak siapin minum. Gimana sih?" Dewi menuangkan air putih di gelas Alex yang masih kosong dengan cepat. Ia tidak ingin lelaki itu lebih banyak mengerutu jika tidak segera di turuti keinginannya. Ya, begitulah kepribadian Alex yang diketahuinya selama ini. Dan suaminya itu membawa juga sifat buruknya di kantor yang suka memerintah ke rumah."Ada lagi yang mau diambilin?" tanya Dewi setelah selesai menuangkan air putih."Enggak usah. Kau sudah boleh pergi."Dewi rupanya salah mengartikan sikap Alex. Ia awalnya berpikir Alex akan mengurungkan niatnya dan memperbolehkannya makan. Tapi ternyata lelaki itu tetap menyuruhnya pergi memberi makan ikan. Dengan langkah berat, ia meninggalkan meja makan hendak ke halaman depan rumah. Namun baru beberapa langkah Dewi menjauh, Alex kembali memanggil namanya dari arah meja makan."Wi... Dewi..."Dewi mengeleng heran mendengar seruan Alex yang memanggilnya berulang-ulang. Ia menarik napas panjang, be

  • Hamil Anak Bos   BAB 3 : Tukang Suruh

    Tanpa banyak bertanya Dewi diam saja saat Alex menyalakan mesin mobil. Sepanjang perjalanan keheningan menyelimuti keduanya. Hanya terdengar suara bising kendaraan. Baik Alex maupun Dewi, keduanya nampak enggan memulai percakapan. Namun sesekali tatapan mata keduanya diam-diam saling melirik satu sama lain."Kenapa kamu senyum-senyum sendiri begitu? Ada yang lucu?" tanya Alex ketika memergoki Dewi yang tengah tertawa pelan."Enggak, Mas. Anu... Itu bukan apa-apa." Dewi mengeleng pelan. Wajahnya yang tertunduk nampak salah tingkah. Menyadari kerutan di kening Alex semakin dalam dengan salah satu alis yang terangkat sebelah saat memandang wajahnya, Dewi pun berdehem pelan."Oh maaf. Biasanya wanita yang sudah menikah di keluarga saya akan memanggil suaminya dengan panggilan mas. Jadi apa boleh kalau aku panggil kamu dengan sapaan mas?" Dewi membungkuk hormat sembari meminta izin untuk memanggil Alex dengan panggilan khusus. Ia merasa perlu mengutarakan keinginannya itu terlebih jarak

  • Hamil Anak Bos   BAB 2 : Malam Tanpa Pengantin Pria

    "Karena saya sudah memenuhi keinginanmu, maka sekarang giliran kau yang harus menepati janji."Suara dingin Alex menginterupsi Dewi yang sedang menyisir rambutnya dengan wajah tertunduk. Wanita itu sontak mendongak, menatap ke arah cermin di depannya yang memantulkan bayangan Alex. Matanya seketika bertemu pandang dengan lelaki yang juga tengah menatapnya tajam melalui kaca cermin."Kau tidak lupa akan perjanjian awal kita menikah 'kan?" Dewi menghela napas berat. Pertanyaan lelaki itu membuatnya tersenyum getir."Iya. Aku tak mungkin melupakan perjanjian itu," sahut Dewi seraya menaruh sisir di atas meja rias.Suasana dalam kamar itu terasa sangat menegangkan. Terlebih Alex menatap dingin wajah Dewi, nyaris tanpa ekspresi dan membuat wanita itu jadi sangat takut dibuatnya."Ingat ya, Wi. Saya mau menikahimu semata-mata hanya karena anak itu. Dan sesuai dengan perjanjian yang telah kita sepakati sebelumnya, saya akan langsung mengurus surat perceraian setelah kau melahirkan nanti."P

  • Hamil Anak Bos   BAB 1 : Pengakuan Dewi

    "Ada apa, Wi?" Dewi mengigit pelan bibirnya sembari memainkan jemarinya. Kebiasaan yang dilakukannya ketika sedang gelisah. Perlahan ia mendongak. Pandangan matanya langsung bertemu dengan mata Alex yang juga tengah menatapnya. "Saya hamil, Pak." Hening... Alex terganga keheranan. Bibirnya yang semula terkatup rapat, kini terbuka sedikit. Kedua alisnya saling bertaut dengan mata yang memandang lurus pada wanita dihadapannya. Cukup lama lelaki itu memandangi Dewi, hingga ia mengedikkan kedua bahunya. "Well, Congrats ya." Dewi seketika melongo. Wajahnya nampak tertegun melihat respon Alex yang nampak datar dan sangat biasa. Setelah berbasa-basi mengucapkan selamat, lelaki itu bahkan telah kembali menatap layar komputer di samping tempat duduknya. Tidak ada wajah syok seperti dirinya ketika baru pertama kali mendengar kabar ini. Sungguh jauh di luar bayangan wanita itu. "Janin yang di perut saya ini anak bapak." "Apa?" Bagai tersambar petir di siang bolong, Perkataan De

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status