“Aduh, Bu! Jangan berharap ketinggian!”
Bukannya mendapatkan pembelaan dari suaminya, Angga justru hanya menambahkan luka di hati Safina. “Coba Ibu pikir! Emangnya dia bisa ganti kebaya Ibu? Uangnya dari mana, Bu?” Angga menghampiri Merliam dan merangkulnya, tanpa membantu Safina berdiri. “Ayahnya aja menyerahkan dia ke kita untuk melanjutkan hidupnya. Belum lagi, Ayah dan Ibu harus menanggung biaya pengobatan Ibunya Safina yang sakit-sakitan.” Bagaimana pun juga, Ibu kandung Safina adalah Ibu mertuanya. Haruskah Angga merendahkan keluarga Safina seperti itu? Bagi Safina, semua ini terasa seperti mimpi buruk yang tiada berakhir. Belum pulih dari duka kehilangan Ayahnya akibat kebakaran di toko milik orang tua Angga, rasa nyeri luka bakar di wajahnya masih menghantuinya. Kini, ia harus menghadapi kesakitan yang lebih dalam lagi pada pernikahannya. "Mas, aku memang dari keluarga kurang mampu, tapi aku janji akan ganti kebaya Ibu. Tolong beri aku waktu!" Safina meyakinkan Angga, walaupun hati menangis teriris memikirkan ke mana ia harus mencari uang. Safina berusaha meraih tangan Angga disertai dengan mengerang yang tidak tertahankan. "Kamu selalu berpikir bahawa pernikahan ini menjadi bebanmu dan aku nggak pantas mendampingimu. Kenapa kamu tidak memberiku waktu agar aku bisa seperti wanita yang kamu harapkan?” Angga memegang erat leher Safina menanggapi jeritannya dengan suara yang meninggi. ”Pede banget kamu berharap seperti itu! Harus berapa kali kuperingatkan, kalo aku tidak bakalan cinta denganmu?” Perdebatan tentang pernikahan mereka kembali menyita waktu Angga, membuatnya terlambat ke kantor. Sebagai Direktur Utama di perusahaan terbesar di Kota Kelora, Angga memiliki posisi yang prestisius. Karena itu, Safina merasa dirinya sangat tidak pantas untuk mendampingi suaminya dengan latar belakangan pendidikan yang terbatas, hanya lulusan SMA. “Angga, gimana sama kebaya Ibu?” tanya Merliam, melirik sinis Safina. “Tenang, Bu! Nanti Angga belikan kebaya yang lebih bagus dan mahal." Angga menenangkan Ibunya, “Ayo, Bu! Temani aku sarapan.” Perhatian Angga kepada Ibunya membuat Safina merasa iri. Ia mendambakan perhatian yang sama, tetapi itu hanya impian. Bahkan, baju yang layak untuk dikenakan Safina pun tidak pernah dipedulikan Angga. “Maafin Safina, Bu!” Saat ini a—aku belum bisa ganti kebaya Ibu,” ucapnya, ketakutan. “Sampai kapan pun kamu nggak bisa menggantikan kebayaku yang rusak, Safina,” kata Merliam dengan nada keras. Kemudian, Merliam berseru, "Ikut aku ke bawah, sekarang!” Ini bukan yang pertama kali kesalahan yang dilakukan Safina di rumah Dwicahyo. Safina hanya bisa menghelakan napasnya. Entah cobaan apa lagi yang harus dihadapinya! Kemurkaan Suami dan mertua terhadap Safina semakin memuncak. Mereka sangat jijik melihat Safina yang terus mengeluarkan air mata. Sepertinya, mereka sedang merencanakan sesuatu untuk membuat Safina lebih menderita di rumah. “Bu. Apa yang harus aku kerjakan untuk menebus kesalahanku?” Dengan polosnya, Safina akan menuruti kemauan mertuanya itu. Safina tidak berpikir, bahwa dengan perkataannya itu akan mengantarkan ke masalah yang baru. “Ada apa lagi sih kamu, Safina? Apa nggak puas kamu membuat Ibu marah?” Angga sangat marah melihat Safina menghampiri dia dan Ibunya di meja makan. “Tolong, jangan membuat nafsu makanku hilang!” “Maaf, Mas! Ibu yang memanggilku ke sini." Safina menjawab pertanyaan Angga dengan kepala menunduk dan tangan digenggam. Dengan kekuatan, keikhlasan, dan kesabaran Safina yakin, bisa menghadapi suaminya yang arogan. Apakah ada cinta yang tumbuh di hati Safina sehingga membuatnya bertahan sebagai Istri dari Suami yang egois? “Safina, cepat masak makanan yang lezat! Tamu-tamu saya akan segera datang!” Merliam memerintahkan Safina tanpa memperhatikan kondisi menantunya. Rupanya, teman-teman sosialita Merliam akan berkunjung ke rumah. Merliam berencana akan memperkenalkan Angga dengan anak dari salah satu temannya. “Angga, kamu bisa nggak hadir di acara Ibu? Teman-teman Ibu akan datang nanti sore, termasuk anak perempuan teman Ibu yang baru datang dari luar negeri,” ujar Merliam dengan senyum yang membuat Safina kesal. “Hmm. Berarti aku harus cepat pulang dong,” Angga sejenak berpikir tanpa memperhatikan perasaan Istrinya. Ini adalah hukuman yang berat buat Safina dari sebelumnya. ‘Apa aku nggak salah dengar, Ibu mau mempertemukan wanita lain sama Mas Angga?’ Jantung Safina berdetak kencang, sementara hatinya terus meronta-ronta seolah ingin melawan Merliam. Saat berada di dapur, Safina mendengarkan percakapan Angga dan Merliam. Tidak terasa, air mata mengalir tanpa segan dari sudut-sudut matanya. "Mas, kamu beneran ingin kenalan dengan perempuan lain? Hargai aku sebagi istrimu, Mas!" Angga tidak mempedulikan kecemasan Safina. Ia tetap melangkahlan kakinya dengan cepat menuju mobil.“Suasana rumah kenapa jadi sepi? Aku tidak mendengar suara Mas Angga. Apa dia sedang berduaan dengan Sandra? Sandra adalah anak dari salah satu teman sosialita Merliam. Parasnya cantik, dan ia adalah lulusan terbaik di Universitas ternama di luar negeri. Tentunya, Safina kalah dari segala sisi jika dibanding dengan Sandra. Safina memang kalah dari segi kecantikan dan pendidikan, tetapi ia unggul dalam ketulusan dan kesabaran. “Sayang sekali kamu, Sandra. Kamu cantik dan pintar, tapi kenapa mau jadi perebut suami orang?” Malam yang dingin, di balik jendela terdengar suara rintik hujan. Ketika Angga tidak di kamar, Safina memanfaatkan kesempatan itu untuk menulis. Menulis adalah hobi Safina dan ia tidak ingin Angga mengetahui hobinya tersebut. Tok! Tok! Tok! Seseorang mengetuk pintu kamar. Safina membukanya. Ia melihat Angga dan Merliam berdiri. Di tangan Angga, terdapat kotak hadiah berwarna merah marun berukuran sedang. Safina kaget melihatnya. Ia curiga dengan sikap m
Safina tidak memiliki alasan untuk menolak permintaan Angga. Sebab, ia tidak ingin kehilangan suaminya. Ia juga tidak memiliki banyak uang untuk pengobatan Ibunya. Tapi, tidak ada salahnya mencoba satu kali lagi, kan? Safina menggenggam kedua tangan Angga. Ia memohon , “Mas, tolong bahagiakan aku kali ini! Hari ini ulang tahun pertama pernikahan kita,” Angga buru-buru menepis tangan Safina. "Jangan sentuh aku!" pekik Angga. Angga berteriak, “kamu kan sudah nenyadari, bahwa dirimu nggak pantas mendampingiku. Sekarang, saatnya kamu tunjukkin sikap kamu ke semua orang! Aku tunggu kamu di bawah!" Angga membalikkan badan. Lalu, pergi meninggalkan Safina disusul oleh Merliam. Safina pasrah. Ia mengikuti langkah Suami dan Ibu mertuanya. Acara ulang tahun pernikahan Safina dan Angga diadakan di pinggir kolam renang. Dekorasinya sangat meriah. Bahkan, Safina sempat-sempatnya merasa tersanjung atas kemewahan acara ini. Safina berdiri di bawah pepohonan rindang. Ia tampak ti
“Randy?” Safina kaget dan tidak menyangka Randy nekat menemuinya. “Apa yang terjadi sama kamu?” Randy menghentikan langkah Safina dan berharap bisa bertatap muka dengannya. Safina takut Angga melihat dirinya bersama pria lain. Safina gugup hingga tanpa sadar mengelus telapak tangannya yang dingin. Sebenarnya, Safina ingin mengatakan semua hal buruk yang terjadi padanya. Namun sekarang, bukanlah waktu yang tepat. “Maafin, aku Randy! Tolong pergi dari sini! Aku ingin sendiri!” gumam Safina dengan suara tangis yang menguasai pikirannya. “Baiklah, aku pasti akan kembali buat kamu, Safina. Kamu tidak sendirian di dunia ini,” teriak Randy. Safina meninggalkan Randy dan pergi ke kamarnya. Safina menangisi takdirnya di kamar. Seharusnya, Safina bisa merasakan kebahagiaan dan mendapatkan perlakuan manja dari suaminya. Namun, ia justru melihat Angga bersikap manis pada calon madunya. Safina membuka gaunnya, lalu melempar dan menginjaknya. Ia meluapkan perasaan perasaan kecewanya. Te
Badan gemetaran, pucat, dan lusuh. “Mas, semoga kamu tidak salah memilih pasangan. Aku mencoba ikhlas melepaskanmu untuk wanita itu,” kata Safina dengan memandang foto pernikahan mereka saat melangsungkan proses ijab kabul. Sehari setelah acara Anniversary Safina dan Angga sekaligus lamaran ke calon istri keduanya. Badan Safina memberikan sinyal untuk beristirahat. Ketika ingin memejamkan mata, ia tiba-tiba kepikiran tentang Randy. Safina: Randy, aku mohon sama kamu, tolong kamu jangan menampakkan dirimu ke aku! Aku takut Angga lihat dan berprasangka buruk denganmu. Safina segera mengirimkan pesan singkat kepada Randy. Tidak lama, muncul pesan balasan dari Randy. Randy: Baiklah kalo itu maumu. Aku akan selalu menunggumu, Safina. Safina sering mencurahkan isi hatinya kepada Randy. Randy pun sering memberikan nasehat kepada Safina. Ayahnya Safina pada waktu bekerja di toko tersebut mengetahui persahabatan mereka. Beliau memberikan pesan kepada Randy untuk menjaga putri kesayangan
‘Mas, sabar apa lagi aku? Kali ini calon istri keduamu mengujiku,’ Safina turun dengan melewati anak tangga satu per satu. Ia ke dapur mengambil sisa makanan untuk disantapnya. Istri Angga tersebut mengisi tenaganya dulu sebelum menghadapi problematika rumah tangganya yang akan datang. “Oh, kamu baru mengisi perutmu dengan makanan enak, yah?” Angga tidak pernah berhenti mengusiknya. “Aku sudah selesai makan, tuan! Apa yang bisa saya bantu?” Safina bertanya dengan tidak seperti biasanya ia memanggil sapaan tersebut. “Buatkan minuman dingin buat Sandra!” Angga sangat memanjakan calon istri keduanya. Bahkan, dia tidak segan menyuruh Safina membuatkan minuman dingin untuk kekasihnya itu. Angga sungguh keterlaluan tidak memperhatikan perasaan Safina. Namun, kenapa ia perlu marah ketika pria lain menghubungi Safina? “Mas, aku lagi ribet memasak. Mestinya ia harus menunjukkan keuletannya di dapur juga, bukan menunjukkan kecantikan saja” Safina menolaknya dengan wajah yang judes.
“Bu. Tolong, kali ini aja aku ikut denganmu!”Safina meraih tangan Merliam yang hendak mengambil kaca mata di atas kepalanya. Tapi, ia gagal menarik simpatik Ibu mertuanya yang sangat kejam dengannya.“Kamu ingin barang mahalku rusak lagi ?” Merliam menepis tangan Safina.Di saat para tammu sibuk berlenggak lenggok menghampiri kendaraannya masing-masing. Suara Merliam terdengar di telinga tamu dan mengundang tanya di benaknya. Tentu saja tamu tersebut beranggapan adanya perselisihan antara mertua dan menantu, sebab Merliam sangat keras membentak Safina.“Emangnya ada apa sih sebenarnya? Bukankah Merliam bahagia dengan momen terindah kedua anaknya?”“Kasihan banget yah Safina parasnya seperti banyak menanggung tekanan batin.”Beberapa tamu berdiri di balik pohon, mengomentari kejanggalan sikap mertua dan menantu tersebut. “Eh, Bu. Ayo, cepat kita naik ke mobil!” Merliam menyapa tamu tersebut dengan suara lembut dan sopan.Angga, Merliam, dan para tamu menaiki mobil dan siap berdatang
Berjalan sendirian tanpa kekasih, kuatkan diri dari semangat orang tua agar bisa bertahan hidup. “Aku aja yang buka pintunya, sudah terbiasa tanganku bergerak tanpa bantuan siapa pun,” Safina menghentikan pengawal yang ingin bukakan pintu mobil. Safina kembali ke rumah Dwicahyo dengan kehampaan. Perasaannya sangat teriris akibat kekejaman Angga dan istri barunya. Tapi apakah Safina bertahan sendirian menghadapi problematika hidulnya? Ia sebenarnya mempunyai kekuatan dari seseorang yang mencintainya dari dulu, tetapi Safina belum peka dengan perasaan cinta. Yah, orang itu adalah Randy. Ponsel Safina berdering, tiba-tiba Randy menghubunginya, tapi ia tidak berani menjawab panggilan Randy, sebab masih dalam pengawasan. Randy: Kamu baik-baik saja, kan? Randy mengirimkan pesan kepada Safina, sebab panggilannya sudah tiga kali tidak dijawab oleh Safina. Safina: Iya, Ran. Makasih, yah! Safina pun sigap menjawab pesan Randy, walaupun rasa takut menghampirinya. ‘Randy, andai dul
Apakah kekuatan tubuh Safina mencerminkan kekuatan cintanya kepada Angga?Setiap hari Safina bekerja di rumah mertuanya, tanpa suami. Namun, kehadiran ataupun ketidak hadiran Angga di rumah itu, tidak mengubah kekosongan hati Safina. Ia tetap tidak merasakan adanya cinta di sekitarnya.“Safina, Safina. Kamu pikir tanpa Angga di rumah, kamu bisa bermalas-malasan?” Merliam dengan congkaknya mengagetkan Safina yang sedang istirahat.“Nggak, Bu. Bukan begitu. Baru aja saya selesai nyetrika baju Ibu dan Bapak,” jantung terguncang ketika Safina menyangkal tuduhan Ibu mertuanya.Safina berdiri dengan lemas menghadapi serangan panas dari mertuanya. Badan yang kuat, akhirnya harus tumbang atas beban yang dipikul. Namun, ia menghadapinya dengan sendirian.Merliam meninggalkan Safina yang jatuh tak berdaya di lantai, tanpa sedikit pun menolongnya. Padahal Safina pingsan akibat kaget mendengarkan omelannya.Setelah sejam pingsan, Safina sadarkan diri. Safina mungkin lupa, ada seseorang yang sia
“Mau kalian apa?”Safina ingin marah, tetapi air matanya yang deluan keluar. Nasib Safina hanya sebagai status saja, perlakuan manja dari seorang suami ke istri masih dalam khayalan dan harapannya.“Tuh, kan. Dia drama lagi, sayang!” cela Angga.Angga dan Sandra tidak berhenti menghina Safina, walaupun mereka tahu bahwa air mata yang dikeluarkan Safina akibat ulahnya. Bahkan, mereka tidak memperdulikan perasaannya. Angga memerintahkan Safina merapikan kembali pakaian yang sudah berantakan di lantai.Sedangkan Sandra sengaja merayu Angga di depan Safina.“Mas, aku lapar. Kata Ibu, Safina pintar masak yah?” rayu Sandra.“Gak pintar, tapi emang itulah tugas dia di sini,” tegas Angga sambil membaringkan badannya di tempat tidur.Di balik manisnya pujian Sandra ke Safina, ia tidak segan menyuruh Safina memasak untuknya. Sandra menghampiri dan duduk mendekati Safina.“Mbak. Selesai ini, kamu masakin aku yah! Aku gak boleh telat makan. Mengerti?” bisik Sandra ke telinga Safina.Safina hanya
Apakah kekuatan tubuh Safina mencerminkan kekuatan cintanya kepada Angga?Setiap hari Safina bekerja di rumah mertuanya, tanpa suami. Namun, kehadiran ataupun ketidak hadiran Angga di rumah itu, tidak mengubah kekosongan hati Safina. Ia tetap tidak merasakan adanya cinta di sekitarnya.“Safina, Safina. Kamu pikir tanpa Angga di rumah, kamu bisa bermalas-malasan?” Merliam dengan congkaknya mengagetkan Safina yang sedang istirahat.“Nggak, Bu. Bukan begitu. Baru aja saya selesai nyetrika baju Ibu dan Bapak,” jantung terguncang ketika Safina menyangkal tuduhan Ibu mertuanya.Safina berdiri dengan lemas menghadapi serangan panas dari mertuanya. Badan yang kuat, akhirnya harus tumbang atas beban yang dipikul. Namun, ia menghadapinya dengan sendirian.Merliam meninggalkan Safina yang jatuh tak berdaya di lantai, tanpa sedikit pun menolongnya. Padahal Safina pingsan akibat kaget mendengarkan omelannya.Setelah sejam pingsan, Safina sadarkan diri. Safina mungkin lupa, ada seseorang yang sia
Berjalan sendirian tanpa kekasih, kuatkan diri dari semangat orang tua agar bisa bertahan hidup. “Aku aja yang buka pintunya, sudah terbiasa tanganku bergerak tanpa bantuan siapa pun,” Safina menghentikan pengawal yang ingin bukakan pintu mobil. Safina kembali ke rumah Dwicahyo dengan kehampaan. Perasaannya sangat teriris akibat kekejaman Angga dan istri barunya. Tapi apakah Safina bertahan sendirian menghadapi problematika hidulnya? Ia sebenarnya mempunyai kekuatan dari seseorang yang mencintainya dari dulu, tetapi Safina belum peka dengan perasaan cinta. Yah, orang itu adalah Randy. Ponsel Safina berdering, tiba-tiba Randy menghubunginya, tapi ia tidak berani menjawab panggilan Randy, sebab masih dalam pengawasan. Randy: Kamu baik-baik saja, kan? Randy mengirimkan pesan kepada Safina, sebab panggilannya sudah tiga kali tidak dijawab oleh Safina. Safina: Iya, Ran. Makasih, yah! Safina pun sigap menjawab pesan Randy, walaupun rasa takut menghampirinya. ‘Randy, andai dul
“Bu. Tolong, kali ini aja aku ikut denganmu!”Safina meraih tangan Merliam yang hendak mengambil kaca mata di atas kepalanya. Tapi, ia gagal menarik simpatik Ibu mertuanya yang sangat kejam dengannya.“Kamu ingin barang mahalku rusak lagi ?” Merliam menepis tangan Safina.Di saat para tammu sibuk berlenggak lenggok menghampiri kendaraannya masing-masing. Suara Merliam terdengar di telinga tamu dan mengundang tanya di benaknya. Tentu saja tamu tersebut beranggapan adanya perselisihan antara mertua dan menantu, sebab Merliam sangat keras membentak Safina.“Emangnya ada apa sih sebenarnya? Bukankah Merliam bahagia dengan momen terindah kedua anaknya?”“Kasihan banget yah Safina parasnya seperti banyak menanggung tekanan batin.”Beberapa tamu berdiri di balik pohon, mengomentari kejanggalan sikap mertua dan menantu tersebut. “Eh, Bu. Ayo, cepat kita naik ke mobil!” Merliam menyapa tamu tersebut dengan suara lembut dan sopan.Angga, Merliam, dan para tamu menaiki mobil dan siap berdatang
‘Mas, sabar apa lagi aku? Kali ini calon istri keduamu mengujiku,’ Safina turun dengan melewati anak tangga satu per satu. Ia ke dapur mengambil sisa makanan untuk disantapnya. Istri Angga tersebut mengisi tenaganya dulu sebelum menghadapi problematika rumah tangganya yang akan datang. “Oh, kamu baru mengisi perutmu dengan makanan enak, yah?” Angga tidak pernah berhenti mengusiknya. “Aku sudah selesai makan, tuan! Apa yang bisa saya bantu?” Safina bertanya dengan tidak seperti biasanya ia memanggil sapaan tersebut. “Buatkan minuman dingin buat Sandra!” Angga sangat memanjakan calon istri keduanya. Bahkan, dia tidak segan menyuruh Safina membuatkan minuman dingin untuk kekasihnya itu. Angga sungguh keterlaluan tidak memperhatikan perasaan Safina. Namun, kenapa ia perlu marah ketika pria lain menghubungi Safina? “Mas, aku lagi ribet memasak. Mestinya ia harus menunjukkan keuletannya di dapur juga, bukan menunjukkan kecantikan saja” Safina menolaknya dengan wajah yang judes.
Badan gemetaran, pucat, dan lusuh. “Mas, semoga kamu tidak salah memilih pasangan. Aku mencoba ikhlas melepaskanmu untuk wanita itu,” kata Safina dengan memandang foto pernikahan mereka saat melangsungkan proses ijab kabul. Sehari setelah acara Anniversary Safina dan Angga sekaligus lamaran ke calon istri keduanya. Badan Safina memberikan sinyal untuk beristirahat. Ketika ingin memejamkan mata, ia tiba-tiba kepikiran tentang Randy. Safina: Randy, aku mohon sama kamu, tolong kamu jangan menampakkan dirimu ke aku! Aku takut Angga lihat dan berprasangka buruk denganmu. Safina segera mengirimkan pesan singkat kepada Randy. Tidak lama, muncul pesan balasan dari Randy. Randy: Baiklah kalo itu maumu. Aku akan selalu menunggumu, Safina. Safina sering mencurahkan isi hatinya kepada Randy. Randy pun sering memberikan nasehat kepada Safina. Ayahnya Safina pada waktu bekerja di toko tersebut mengetahui persahabatan mereka. Beliau memberikan pesan kepada Randy untuk menjaga putri kesayangan
“Randy?” Safina kaget dan tidak menyangka Randy nekat menemuinya. “Apa yang terjadi sama kamu?” Randy menghentikan langkah Safina dan berharap bisa bertatap muka dengannya. Safina takut Angga melihat dirinya bersama pria lain. Safina gugup hingga tanpa sadar mengelus telapak tangannya yang dingin. Sebenarnya, Safina ingin mengatakan semua hal buruk yang terjadi padanya. Namun sekarang, bukanlah waktu yang tepat. “Maafin, aku Randy! Tolong pergi dari sini! Aku ingin sendiri!” gumam Safina dengan suara tangis yang menguasai pikirannya. “Baiklah, aku pasti akan kembali buat kamu, Safina. Kamu tidak sendirian di dunia ini,” teriak Randy. Safina meninggalkan Randy dan pergi ke kamarnya. Safina menangisi takdirnya di kamar. Seharusnya, Safina bisa merasakan kebahagiaan dan mendapatkan perlakuan manja dari suaminya. Namun, ia justru melihat Angga bersikap manis pada calon madunya. Safina membuka gaunnya, lalu melempar dan menginjaknya. Ia meluapkan perasaan perasaan kecewanya. Te
Safina tidak memiliki alasan untuk menolak permintaan Angga. Sebab, ia tidak ingin kehilangan suaminya. Ia juga tidak memiliki banyak uang untuk pengobatan Ibunya. Tapi, tidak ada salahnya mencoba satu kali lagi, kan? Safina menggenggam kedua tangan Angga. Ia memohon , “Mas, tolong bahagiakan aku kali ini! Hari ini ulang tahun pertama pernikahan kita,” Angga buru-buru menepis tangan Safina. "Jangan sentuh aku!" pekik Angga. Angga berteriak, “kamu kan sudah nenyadari, bahwa dirimu nggak pantas mendampingiku. Sekarang, saatnya kamu tunjukkin sikap kamu ke semua orang! Aku tunggu kamu di bawah!" Angga membalikkan badan. Lalu, pergi meninggalkan Safina disusul oleh Merliam. Safina pasrah. Ia mengikuti langkah Suami dan Ibu mertuanya. Acara ulang tahun pernikahan Safina dan Angga diadakan di pinggir kolam renang. Dekorasinya sangat meriah. Bahkan, Safina sempat-sempatnya merasa tersanjung atas kemewahan acara ini. Safina berdiri di bawah pepohonan rindang. Ia tampak ti
“Suasana rumah kenapa jadi sepi? Aku tidak mendengar suara Mas Angga. Apa dia sedang berduaan dengan Sandra? Sandra adalah anak dari salah satu teman sosialita Merliam. Parasnya cantik, dan ia adalah lulusan terbaik di Universitas ternama di luar negeri. Tentunya, Safina kalah dari segala sisi jika dibanding dengan Sandra. Safina memang kalah dari segi kecantikan dan pendidikan, tetapi ia unggul dalam ketulusan dan kesabaran. “Sayang sekali kamu, Sandra. Kamu cantik dan pintar, tapi kenapa mau jadi perebut suami orang?” Malam yang dingin, di balik jendela terdengar suara rintik hujan. Ketika Angga tidak di kamar, Safina memanfaatkan kesempatan itu untuk menulis. Menulis adalah hobi Safina dan ia tidak ingin Angga mengetahui hobinya tersebut. Tok! Tok! Tok! Seseorang mengetuk pintu kamar. Safina membukanya. Ia melihat Angga dan Merliam berdiri. Di tangan Angga, terdapat kotak hadiah berwarna merah marun berukuran sedang. Safina kaget melihatnya. Ia curiga dengan sikap m