Share

Bab4 - Gemetar

Author: Junatha Rome
last update Last Updated: 2022-06-22 15:47:11

Mereka sudah sampai pada permukaan pukul 09: 45. Suasana airport selalu ramai, mereka berdiri di area masjid hendak memesan uber. Namun belum berhasil mereka memesan uber, datang laki-laki paruh baya menawarkan tumpangan.

“Assalamu’alaikum,” bapak itu mengucapkan salam, dengan logat penduduk Mesir pada umumnya.

“W*'alaikumussalam,” jawab mereka sambil memandangi laki-laki paruh baya itu.

“Apa kalian mau naik taxi saya? Hanya 30 pound saja untuk kalian,” lanjut bapak itu menawarkan taxinya dengan bayaran yang kurang masuk akal, karena hanya separuh yang diminta dari harga biasa yang ditarifkan oleh supir taxi lain.

Inda dan Rena saling berpandangan, tidak yakin dengan bapak itu, mereka hanya tersenyum dan menolak halus tawaran laki-laki yang bertubuh tegap dan masih segar bugar itu.

“tenang, kalian jangan takut, saya Amu Isom, saya biasa memberikan tumpangan pada orang asing seperti kalian ko,” bapak itu meyakinkan mereka karena bukan hanya mereka yang pernah menolaknya, kebanyakan alasannya adalah takut dibohongi, diculik, diperkosa, lalu dibunuh, atau hal-hal buruk lainnya.

“Ini saya ada tulisan dari seorang bisnismen orang Indonesia, bisa kalian membacanya?” lanjut amu Isom sambil menyodorkan kertas kecil yang tertuliskan pujian dengan bahasa Arab dan bahasa Indonesia di kalimat ke dua yang berisi peringatan.

‘masyaallah Amu Isom orang yang sangat baik, hati-hati kalau dimintai pasport jangan mau’

Pesan yang tertuliskan di kertas kecil itu sedikit membuat mereka kebingungan. orang itu memuji, namun juga memberikan isyarat untuk berhati-hati.

Dibacalah tulisan itu berulang-ulang oleh Inda, memperhatikannya lamat-lamat, dan berdiskusi kecil dengan sahabatnya. Malam semakin larut, tidak mungkin mereka memesan uber sedangkan bapak itu masih berdiri di hadapan mereka, sudah menawarkannya beberapa kali pula.

“Oke Amu, kami naik taxi Amu,” akhirnya mereka memutuskan untuk mempercayai amu Isom tersebut.

“Mari ikuti saya,” langkah amu Isom pun diikuti oleh mereka. Tangan mereka saling menggenggam erat, mulut berkomat-kamit berdoa, karena keputusan mereka sungguh terlihat ceroboh.

Taxi yang mereka tumpangi mulai melesak meninggalkan wilayah airport, perjalanan malam memang indah seharusnya, namun perasaan mereka masih dibalut rasa takut pada supir taxi itu.

“Kalian ada pasport?” tanya sang supir memecah hening, dengan melirik kaca spion depan yang mengarah ke arah penumpang.

Inda dan Rena seketika tertegun, inilah aksi amu Isom yang tertulis di kertas kecil itu.

“Untuk apa Amu? Pasport kami susah diambil, karena disimpan di koper,” jawab Inda berbohong.

“Saya mau membeli rokok, dengan pasport harganya bisa diskon 50%,” beber amu Isom.

Namun Inda gagal mempercayai bapak itu, mengingat pesan di atas kertas kecil sana yang juga diperkuat dengan tanda tangan seorang bisnismen Indonesia tersebut di bawah catatannya.

“Maaf Amu, tidak bisa, kami sulit mengambilnya,” tolak Inda.

“Iya Amu, pasport kami ada di antara baju-baju di dalam sana,” sahut Enay membenarkan Inda.

“Kalau kalian tidak mau meminjamkan pasport, kalian turun dari mobil ini!” bentak supir paruh baya itu.

Mereka tersentak, pundak terguncang otomatis ke atas berbarengan, karena gebrakan sang supir pada setir di hadapannya. Sepertinya pengalaman amu Isom mendapati penumpang yang berbohong seperti mereka sudah terlalu sering.

Rena mulai menangis, tangannya dingin menggenggam tangan Inda, sangat ketakutan, Inda pun melakukan hal yang sama, ketakutan.

Perjalanan masih jauh setengah jam ke depan. Tidak mungkin mereka berdua turun di sana, daerah rawan kecelakaan karena kencangnya kendaraan melaju, tidak mungkin mereka mendapatkan tumpangan atau menunggu uber malam-malam hanya berdua. Terlebih mereka adalah wanita. Sangat berbahaya.

“I-ini Amu,” ucap Enay terisak sambil menyodorkan pasport miliknya.

Mobil yang mereka tumpangi kembali melaju. Hingga beberapa menit berjalan, bapak itu membelokkan setir ke suatu gang lalu berhenti di samping hotel besar.

Suasana yang sungguh sunyi, hanya beberapa mobil yang melintas di daerah sana. Ditambah lagi malam sudah larut. Kedua tubuh wanita itu mulai gemetar melihat aksi si supir yang mencurigakan, mulut mereka terkunci oleh rasa takut, tidak bisa berteriak bahkan berucap sepatah kata pun mereka sulit.

“Jangan takut, saya orang baik, kalian juga orang baik. Tolong percayai saya,” sang supir membuka pintu mobil dan mulai meninggalkan mereka.

Mereka pandangi kemana arah supir itu pergi.

“Buka kaca mobil Nay, hubungi PPMI!” dalam situasi seperti ini Inda mencoba untuk tetap tenang dan mulai mencari pertolongan pertama.

Dengan tangan bergetar, mereka masing-masing membuka ponsel dan menghubungi orang-orang terdekat. Mata Inda tidak lolos dari memandangi si supir yang ternyata memasuki sebuah supermarket yang hanya seling 2 rumah setelah hotel.

Beberapa menit berlalu, akhirnya supir itu kembali dengan membawa pasport milik Rena dan kantung plastik putih pekat tidak terlalu besar. Inda sudah berhasil membagikan lokasi terkininya kepada anggota keamanan PPMI melalui w******p sebelum akhirnya supir itu masuk ke dalam mobil

“Terimakasih,” ucap amu Isom santai mengembalikan pasport Rena dan meletakkan plastik putih itu di samping kirinya hingga memudahkan Inda untuk melongok ke dalam plastik yang memang tidak diikat sang supir.

‘hah? Obat? Kenapa membeli obat sampai harus memakai pasport segala?’ batinnya terheran melihat isi kantung plastik tersebut.

Dengan sengaja Inda menyenggol tangan Rena, memberi tahu apa yang ia lihat.

“Obat!” bisik Inda.

“Amu tadi beli apa?” tanya Rena pada sang supir yang sudah tidak tahan dengan situasi ini.

 “Berhenti di mana kalian? Sudah hampir sampai nih,” Supir paruh baya itu terdiam sejenak tak menghiraukan pertanyaan Rena , yang padahal rumah mereka masih ada sekitar 10 menit.

DRRRRRTTTTTT... DRRRRRRRTTTTTT...

Ponsel Inda bergetar, seseorang menghubunginya melalui w******p. Sudah pasti itu adalah salah satu anggota keamanan PPMI yang merespon laporan mereka.

“Halo... Kasih tau info terkait mobil dan supir yang kalian tumpangi sedetil mungkin, kami sudah di dekat tempat kalian berada!”

DEG !

Suara itu...

Related chapters

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab5 - Santriwati itu bernama Naya

    Di rumah umi, di meja makan, beberapa menu makan malam sudah lengkap tersaji. Hanya ada Jiddan, umi dan adik bungsunya di rumah megah itu. Ia kini tinggal bersama ibundanya, jika sebelumnya ia mengontrak bersama Inda di kawasan tak jauh dari pesantren.“Ayo makan dulu Nang, Sofia,” seru umi Rukoyyah pada Jiddan yang duduk di sofa ruang tamu sedang membaca buku, dan adiknya yang sedang bersantai dengan ponselnya.Mereka bergegas ke meja makan. Suasana terasa amat ganjil karena tidak adanya kyai Nur juga Inda yang sudah menjadi keluarga ini, kedua adik laki-lakinya pun tengah merantau di Jogja sejak 2 tahun lalu.“Pondok putri bagaimana Nang? Semua baik-baik saja?” tanya umi di sela-sela makan.“Aman Mi, Jiddan mendapat bimbingan penuh dari Pakde Khairul,” jawabnya diiringi suapan nasi ke mulutnya.“Besok pagi mereka mengadakan acara pentas seni, dihadiri oleh beberapa guru,” jelasnya.“Inda bagaimana? sudah menghubunginya belum?” tanya umi ingin mengetahui kabar menantunya.“Belum ada

    Last Updated : 2022-06-22
  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 6: Pertemuan sang mantan

    “Ren... keamanan PPMI!” senggol Inda memberikan ponselnya pada Rena. Suara itu sungguh mengejutkan, hingga ia tak mampu untuk menjawabnya. “J 3251 nomor platnya ka, taxi putih, supirnya memakai rompi hitam. Kami berada di belakang mobil pribadi merah ka,” beber Rena, sambil menoleh ke arah belakang mencari sang penelpon. Beberapa menit kemudian muncul dua lelaki berhelm, dengan tubuh dibalut jaket kulit, memakai motor besar mencoba menyusul taxi mereka. Sadar mobil mereka diikuti, sang supir pun tidak tinggal diam, bereaksi menghalau setir ke kanan, searah dengan pengendara lain yang berada di sisi kanan. Mereka berhenti tepat di halaman toko pizza Abu Ali, berbarengan dengan motor dua pria di belakang. “Ada apa kalian mengikuti saya?” tanya bapak paruh baya itu yang sudah berada di hadapan mereka. Diikuti dengan keluarnya dua wanita dari dalam mobil. “Kami dari ketua keamanan mahasiswa Indonesia, telah dilaporkan bahwa bapak membawa dua mahasiswi kami dan memaksa meminjam paspo

    Last Updated : 2022-07-22
  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 7: Air Mata pertama

    Pria itu hanya terdiam menatap, mencerna apa yang dikatakan Inda.“Maaf, saya dari Singapur, saya hanya bisa berbahasa Inggris dan Arab saja,” pria itu tersenyum ramah pada Inda. Pria tampan, dengan lesung pipit di wajah itu, beberapa detik memamerkan sederet gigi putihnya, melihat perubahan wajah Inda yang mulai merona ke merahan karena malu.“Oh... maaf sekali, Saya kira kamu orang Indonesia,” wajahnya semakin merona.“Tidak apa-apa, Indonesia dan Singapur itu sama-sama Asia,” jawab pria itu mengakrabi dua wanita yang tersipu dihadapannya.“Kalau begitu kami pergi dulu, thank you ya,” izin Inda tidak mau berlama-lama malu di hadapan pria itu.Mereka membalikkan badan dan berlalu menyeberangi jalan. Rena masih terkekeh melihat tingkah Inda yang salah orang barusan. Sudah faham sahabatnya itu memang sembrono dalam memilih tindakan.“Hahaha... makannya Inda, tanya dulu, orang asing di kota ini kan bukan hanya Indonesia saja,” Rena menggoda dan tertawa lepas.“Ya mana ku tahu, lagian d

    Last Updated : 2022-07-23
  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 8: rengkuhan yang dirindu

    Bus merah melaju dengan kecepatan rata-rata, membawa Inda dan Rena ke suatu perkumpulan komunitas musik anak rantau yang berada jauh dari tempat tinggal mereka. Lagi-lagi hembusan angin menerpa wajah cantik di balik jendela, memandangi hiruk pikuk aktifitas penduduk di tepi jalan. Ada yang membawa sebongkah barang di atas punggungnya, yang sedang memilih-milih barang rumahtangga, hingga pejalan kaki yang hendak kembali ke rumahnya masing-masing. Rasa rindu tiba-tiba menyerbu kalbu, tembus mendobrak dinding kokoh hingga ambruk seluruh pertahanan rindu yang kian terjaga sempurna. [Mas... aku merinduimu] pesan chat sukses terkirim. [Bertahanlah, maksimalkan waktumu untuk menjemput keinginanmu] balas Jiddan menguatkan, namun sama rapuhnya dengan sang istri. Butiran bening tak sengaja terjatuh meninggalkan garis halus di pipi. Perjalanan malam kota ini selalu mengisahkan ke syahduan, samping jendela memang menjadi tempat favorit Inda saat menaiki bus, bukan hanya pemandangan dan angin

    Last Updated : 2022-07-24
  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 9: sentuhan ringan

    Waktu seakan berjalan melambat, memberi kesempatan untuk dua netra bertemu pada titik tengah pandangan. Ada desiran hebat dalam dada pria gagah itu. Bergemuruh meluncurkan kerinduan di setiap pori-pori tubuh. “Kakinya terkilir saat diinjak dari belakang oleh penjahat di bus tadi,” sahut Rena. “Naik motor saja bersama saya kalau begitu,” ajak Zein. “Eh? tidak-tidak, kami naik taxi saja Zein,” menolak tawaran Zein karena ia tidak bisa bebas seperti dulu, ada kepercayaan Jiddan yang harus ia jaga. Namun sepertinya Zein tidak tahu kalau dirinya sudah menikah dengan pria lain. “Oke saya akan mendampingi kalian di taxi, dan Firhan tolong kamu yang pakai motor ya,” pinta Zein menengahi. *** “Sepertinya aku tidak bisa tanpamu Mas,” air mata yang kian menggenang kini tumpah tak terbendung. “Istriku... apa yang menjadi kekhawatiranku kini telah terjadi. Bukankah aku telah memperingatimu?” lagi-lagi Jiddan berhasil meledakkan tangis seorang wanita meski dengan suara lembutnya. “Jika tida

    Last Updated : 2022-07-29
  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 10: Melihatnya sekilas

    “Mas, siapa yang duduk di kursi belakang Mas?” tanya Inda mengernyitkan dahi, karena tahu wanita itu bukanlah ibu mertuanya.“Ketua pondok putri, dia ikut rekaman siang tadi,” katanya mengenalkan Naya.“Ohh...,” jawabnya singkat tak peduli.“Tadi mau bicara apa?” lanjutnya.“Nanti saja kalau begitu, kalau sudah sampai rumah,” kilahnya.Mentari senja mulai terbenam, menyisakan segaris jingga di langit kelam. Mengiringi Fortuner yang memasuki gerbang pesantren.“Silahkan Pak Yai, saya sudah menyiapkan teh anget untuk Pak Yai,” sambut wanita ayu kala sang kyai telah memasuki rumah.“Terimakasih Kana,” ucap Jiddan sambil berlalu.‘Hah? beliau memanggil namaku tanpa sebutan Mbak? artinya Pak Yai sudah menganggapku seorang wanita yang berharga’ gumamnya bahagia.***“Festival music Nusantara dimajukan acaranya bulan September Mas,” ujarnya lirih.“Lalu bagaimana kepulanganmu?” selidik Jiddan“Aku bingung Mas, kalau pulang pasti tidak bisa lama di sana, awal November sudah harus balik ke sin

    Last Updated : 2022-08-01
  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 11: Wanita cantik beralis tebal

    Seisi ruangan hanya saling melirik dan merasakan memang ada kejanggalan dalam penerimaan beasiswa tersebut, Dani merasa kikuk, jika alasannya masuk akal, ia akan lolos dari mata-mata buas di hadapannya, jika tidak, semua akan berpihak pada Jiddan, dan tanggung jawabnya akan diambil alih oleh Jiddan.“Setelah saya tinjau kembali nilai 200 anak ini sedikit mendekati nilai rata-rata, tidak ada salahnya kita masukkan mereka dalam daftar penerima beasiswa,” jawabnya santai, namun ada kebohongan di balik wajah santainya.“Namun Pak, target kita adalah 1500 anak, kita memilih kualitas bukan hanya kuantitas Pak, kalaupun jumlah melebihi batas, dipastikan nilai mereka memang memadai,” tegas Jiddan kembali.“Ya saya kira gelombang ke dua ini akan kurang dari 500 anak pada beasiswa Mesir, maka saya tarik 200 anak tadi karena kesungguhan mereka ingin belajar di sana,” balas Pak Dani mempertahankan argumennya.“Sebaiknya tunda dulu ya Pak, karena kita memakai penyeleksian bersih, karena dari perta

    Last Updated : 2022-08-08
  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 12: Pesona Zein

    Sementara itu di balik kedok seorang Dani.“Mereka ini berani membayar dua kali lipat Pak, asalkan anak-anak mereka terjamin kuliah di sana,” ujarnya melalui saluran ponsel.“Akan saya pertimbangkan dulu, tidak semudah itu menerima sogokan seperti ini,” balas seorang mentri.“Ayolah Pak, 10% dari biaya mereka untuk pengurus keberangkatan mereka Pak, termasuk bapak pastinya, jika bapak bersedia menanda tangani ini, sisanya biar saya yang urus,” rayu Dani.“Oke besok berikan saya berkas-berkasnya, akan saya cek dulu sistemnya,” pinta mentri tersebut.Keesokan harinya, map cokelat yang berisikan berkas nama-nama penerima beasiswa sudah berada di atas meja sang mentri.Di keluarkan secara perlahan, diperhatikan nama dan nomor urut calon mahasiswa luar negeri. Seperti yang direncanakan, beasiswa Mesir akan diberikan lebih dari jumlah seharusnya, yaitu 1200 anak, sedangkan 500 yang lain, diberangkatkan ke Maroko dan Sudan, sesuai dengan kapasitasnya.“Apa bisa dipastikan semua ini aman ke d

    Last Updated : 2022-08-12

Latest chapter

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 90: TAMAT

    Jum’at, 13 maret 2023. Acara akad dan walimatul ‘ursy akan dilaksanakan. Semua persiapan selama tiga minggu lalu telah berbuah pada hari ini.Koordinasi pengurus yang sangat solit hingga terlihat begitu memuaskan. Mulai dari pengaturan para santri, tata letak dekorasi, serta sususan acara telah siap dimulai pada detik ini.Acara sakral, yaitu pengucapan janji suci, akan segera dimulai. Para tamu agung mulai berbondong menuju masjid dengan pelataran yang sangan indah. Dikhiasi bunga-bunga cantik bernuansa putih hijau, kursi-kursi yang berjejer rapi berselimutkan putih, karpet merah yang terbentang Panjang hingga tangga masjid yang sudah di dekor lengkungan bunga di depannya sebagai tempat penjemputan mempelai wanita saat ijab qabul telah dilantunkan. Semua tersusun rapi dan sangat khidmat.“Jidan sudah siap?” tanya penghulu.“Insyallah siap,” jawabnya mantap.“Ankahtuka wazawwajtuka Inayatu Shalihah binti H. Hasan Asy-Syadzuli bi mahril madzkur haaaalan,”“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 89: Harmonis

    “Sofi,” panggil Inda yang sangat mengerti apa yang sedang terjadi pada Sofia.“Ya Ka,” Sofia menoleh masih dengan wajah lesunya.“Dengarlah apa yang dikatakan oleh hatimu,” titah Inda tiba-tiba.Sofia hanya mengangguk lalu kembali berlalu.“Banyak yang menderita hatinya di rumah ini karena aku,” ucap Inda menyesal.“Kalau saja Ustadzah Inda saat itu tidak berterus terang memberitahu perasaan Kana pada Pak Kyai. Mungkin sampai kapanpun Kana akan terjerat oleh rasa yang membingungkan itu, dan menjadi benalu di rumah tangga Ustadzah. Karena untuk pergi dari pesantren ini pun Kana tidak mampu. Ternyata, cinta Kana pada pesantren ini, ketulusan Kana pada Umi dan Abi lebih besar dari apapun,”Inda terdiam, tertegun mendengar ucapan Kana.“Hingga akhirnya, Kana menemukan hikmah saat Kana berada di kampung. Seorang pria yang selama ini hanya sibuk dalam mempertaruhkan nyawa seseorang datang untuk menyatakan perasaannya dan telah berhasil membuka fikiran Kana dan memberi ruang padanya,”“Janga

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 88: kabar bahagia

    “Tapi…”“Kenapa?”“Naya malu Pak Kyai,”“Malu pada siapa?”“Anak santri. Mereka belum mengetahui acara ini. Dengan pergi berdua seperti ini, Naya khawatir ini akan menjadi fitnah,”Jidan menghela napas memperbaiki posisi duduknya berhadapan dengan Naya.“Kana,” panggil Jidan.“Baik Pak Kyai,” sahut Kana yang muncul dari ruang keluarga.“Tolong kumpulkan semua pengurus disini sekarang,”“Sekarang Pak Kyai?” tanya Kana memastikan.“Ya,”“Nggeh Pak Kyai,” angguk Kana lalu bergegas keluar mengerjakan perintah Jidan.Naya terbelalak mendengar ucapan Jidan yang tiba-tiba memanggil semua pengurus untuk berkumpul disini. Keputusan itu, pasti karena ucapannya barusan yang merasa malu karena para santri belum ada yang tahu.“Pak Kyai?” suaranya lirih tak percaya.“Kita cukup memberitahu pengurus saja kan?”“Kenapa tiba-tiba begini Pak Kyai? Pak Kyai semakin membuat Naya malu,” ujarnya mengerucutkan bibir manisnya.“Siap-siap saja dengan tanggapan mereka nanti,”Mendengar kalimat itu, wajah Naya

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 87: Ruang bunga

    Dua hari kemudian, kondisi bayi dalam kandungan Inda dinyatakan normal, dan sudah diperbolehkan pulang.Sore hari, Inda dan Jidan sudah sampai di halaman pesantren. Suasana yang tenang, beberapa kegiatan masih berlangsung. Ada yang sedang menghafal di gazebo, ada yang sedang gotong royong membersihkan kamar masing-masing, dan ada juga yang sedang mengikuti ekstrakulikuler karena hari ini adalah hari minggu, dimana kegiatan kesenian dijadwalkan pada hari itu sebagai waktu refreshing bagi para santri.Juga, di area lahan kosong yang terletak di samping rumah pengasuh terlihat Pak Maman sedang mengkordinasi para pegawai yang mulai merancang Pembangunan sebuah rumah yang akan dihadiahkan untuk Naya nanti.“Apa Naya sudah memilih desain interiornya Mas?” tanya Inda yang melihat-lihat area tersebut.“Dia masih melihat-lihat katalog yang diberikan arsitek kemarin Sayang,” jawab Jidan santai.“Assalamu’alaikum Ustadzah?” sapa para santri yang berlalu didekatnya dan tak lupa mereka menyalami J

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 86: Titik terang

    Sungguh ingin ia mempertahankan sang mantan agar dapat kembali padanya. Sudah sejauh ini ia memperjuangkan sang kekasih, berharap masih ada ruang baginya untuk mendapat cinta yang selama ini telah ia pupuk hanya untuk wanita pemilik wajah anggun nan cantik, yang matanya mampu meluluh lantakkan hati yang memandangnya, yang senyumnya mampu meruntuhkan benteng pertahanan.‘In, siapa yang akan menutup luka yang tergores dalam di hati ini In? Aku masih menyayangimu bahkan entah sampai kapan. Bisakah kamu melihat itu In? aku akan selalu menunggumu’ Pemandangan di balik jendela bus menuju kota Jakarta terasa sedang mengiba ikut merasakan pilunya cinta seorang pria yang baru saja menerobos masuk dalam kehidupan sang mantan. Dengan penuh resiko dan bahaya.KLING KLINGPonsel Zein berbunyi. Panggilan dari Firhan sang wakil keamanan.“Halo assalamu’alaikum Han,”“wa’alaikumussalam Zein,” jawab Firhan tergesa. “Zein gawat Zein. Ada pengeroyokan antar kekeluargaan di distrik 10 Zein,”Zein terteg

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 85: Rancu

    TAK TAK TAKLangkah kaki terdengar gagah mendekat memasuki ruang tunggu.“Sofi. Bagaimana keadaan Kakak?” panik Jidan.“Kak Inda masih harus istirahat Kak,” jawab Sofia.Zein hanya melirik sinis pada Jidan dan Naya yang baru saja sampai di ruangan itu. Jidan melangkah sampai di depan Zein yang hanya duduk tak menghiraukan kedatangan Jidan.“Silahkan tinggalkan ruangan ini,” perintah Jidan pada Zein.Zein beranjak dari kursinya dan memandang tajam pada lawan bicaranya.“Jika kamu tidak bisa membahagiakannya. Lepaskan dia dari jerat hidupmu yang rumit itu!” ucapannya penuh penekanan dan mengintimidasi.“Apa hak kamu berbicara seperti itu hah?” cecar Jidan.“Aku. Tidak akan pernah menyerah untuk ini! Ingat itu!”“CUKUP!” teriak Sofia menghentikan perdebatan keduanya. “Jika masih ada yang belum selesai antara kalian, kenapa kamu meminta aku untuk memulai suatu hubungan Kak Zein? Kenapa?” derai air mata tak sanggup untuk dibendung. Kenyataan itu cukup menyakitkan bagi Sofia yang hanya menj

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 84: keadaan genting

    Pagi yang segar di hari sabtu, Inda memutuskan untuk memulai harinya dengan menyirami tanaman bunga di halaman depan rumah. Para santri pun yang hendak masuk ke kelas berlalu Lalang menyapanya dengan santun, beberapa mereka menyalami Inda dengan takzim.“Kamu tau gak Ser? Kemarin Pak Kyai pergi sama Ka Naya loh!”“Kemana ya kira-kita?”“Kalo akau perhatiin ya, akhir-akhir ini Ka Naya selalu dipanggil ke rumah pengasuh tau,”Tak sengaja Inda mendengar percakapan segerombol santriwati sedang membicarakan suaminya dengan ketua putri. Rasanya tidak etis sekali ada pembicaraan seperti itu di pesantren ini, terlebih itu menjurus kepada fitnah nantinya.Larut dalam fikiran, seketika perut Inda terasa nyeri seperti ada yang meremasnya dengan kuat. Inda merintih kesakitan, wajahnya memucat, tubuhnya membungkuk menahan sakit. Selang air yang semula di tangan, ia jatuhkan seketika.Dua oran santriwati yang melihat Inda hampir terjatuh di tanah, segera berlari untuk menopang tubuh Inda. Seluruh s

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 83: Menghadap calon mertua

    “Kyai?” panggil Naya.“Ya?” sahut Jidan.“Apa Ustadzah Inda telah menyiapkan semua isi tas Pak Kyai?” tanya Naya yang masih terkesima dengan ketelatenan Inda dalam menyiapkan perjalanan Jidan.“Iya. Kenapa?”“Masyaallah sekali Pak Kyai, sangat lengkap dan rapi,” puji Naya.“Kamu sudah membuka semua bagian?” tanya Jidan memastikan. Naya menggeleng.“Di bagian paling besar, itu berisi pakaian, termasuk handuk kecil dan sapu tangan, di bagian ke tiga, ada perlengkapan untuk perawatan mulut. Dan yang paling kecil ini, Inda berpesan,”kalau ada receh kembalian, taruh disini ya Mas, biar dompet Mas tidak gembung” Begitu katanya,”Naya tersenyum mendengar penjelasan Jidan, kemudian menunduk merasa insecure denga napa yang dilakukan Inda untuk Jidan. Dia tidak yakin bahwa dirinya akan seperfeksionis Inda atau malah menyusahkan mereka.“Kamu, tetaplah jadi dirimu sendiri. Aku akan mencintaimu dengan apa adanya dirimu,” kata Jidan melihat perubahan sikap Naya.“Terimakasih Pak Kyai,” ucap Naya

  • Hadiah Madu Untuk Suamiku   Bab 82: Insecure

    Waktu itu telah tiba. Hari dimana Jidan dan Inda akan segera berangkat menemui ibunda Naya.Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi, seperti jadwal yang sudah ditentukan, Inda akan pergi untuk memeriksakan kehamilannya terlebih dahulu Bersama Jidan.Setelah mengantri menunggu giliran, akhirnya Inda dan Jidan sudah berada di ruangan dan akan segera dilakukan USG yang ditangani langsung oleh bidan Laila.“Sepertinya Ustadzah terlalu banyak fikiran ya?” tebak Laila.“Tidak juga sih Dok, biasa saja, tidak ada yang saya fikirkan berlebihan,” tanggapan Inda mencoba mengelak.“Harus badrest dulu ya Ustadzah. Jangan terlalu melakukan yang berat-berat dulu,”“Apa melakukan perjalanan jauh akan berpengaruh pada bayi kami Dok?”“Kemana?”“Bandung misalnya,”“Emmm. Sepertinya tidak bisa Ustadzah, khawatir terjadi sesuatu pada bayinya nanti,”Inda hanya melirik pada sang suami. Mengisyaratkan hari ini ia tidak akan bisa menemani sang suami.“Baik kalau begitu Dok, terimakasih ya Dok,” ucap Jida

DMCA.com Protection Status