Beberapa hari sejak kepulangan Nara dari China, dia belum sempat bertemu dengan Dion kekasihnya. Kesibukannya dalam menggantikan Nanda membuat dia tidak memiliki waktu untuk mengunjungi kekasihnya itu. Dan hal itu sukses membuat mood Dion beberapa hari ini memburuk. Sebagai gantinya dia menjadikan Wina pelampiasannya.
"Dion, kau benar-benar membuatku gila." Wina sudah memaki Dion dengan sumpah serapah sejak kemarin sore, namun yang bersangkutan masih belum juga sadar. Wina dan Dion memang dekat karena Wina adalah artis pertama di agensi milik Dion.
"Aku merindukan adikmu Win," Dion mengusap wajahnya kasar.
"Astaga kau bahkan masih berbalas pesan dengannya, bagaimana mungkin kau bisa segila ini?" Wina benar-benar dibuat kesal dengan kelakuan atasannya. Sejak Nara sibuk dan mereka jarang bertemu, Dion setiap hari hanya merajuk dan uring-uringan tidak jelas. Semua pekerjaannya menjadi berantakan karena atasannya yang tidak bisa diajak profesional itu.
"Kau tau sendiri kan aku tidak bisa tanpa Nara," ucap Dion dengan nada memelas.
"Kalau begitu hubungi dia sekarang. Kurasa kak Nanda akan tiba siang ini." Wina berkata dengan acuh.
"Benarkah? Berarti Nara sudah bisa kembali kesekolah hari ini?" tiba-tiba mata Dion kembali berbinar seperti anak kecil yang baru saja ditawari permen. Sedangkan Wina hanya mengangguk tak peduli.
Baru saja dia bergegas untuk mencari ponselnya, sebuah panggilan masuk kembali membuatnya tersenyum seperti orang bodoh.
"Sayang, aku merindukanmu," ucap Dion to the point begitu dia mengangkat panggilan yang ternyata dari Nara, kekasihnya.
"Astaga kak, kau mengagetkanku." ucap Nara di sebrang sana.
"Aku benar-benar merindukanmu sayang. Kau bahkan tidak menghubungiku." Dion menampakkan wajah yang memelas.
"Yakk kapan aku tidak menghubungimu. Bahkan sekarang, aku sedang menghubungimu." Nara mendengus.
"Baik-baiklah. Ayo bertemu, kita makan siang bersama," ajak Dion dengan penuh harap.
"Maafkan aku, tidak sekarang, aku benar-benar sibuk. Aku akan menemuimu nanti." jawab Nara dengan penuh sesal.
"Hah, baiklah. Aku akan menjemputmu setelah pekerjaanmu selesai."
"Baiklah. Ah sampaikan salamku pada macan betina disampingmu. Hahaha." tawa Nara dan Dion meledak seketika yang tentu saja membuat Wina sebagai korban menghadiahkan mereka tatapan membunuh dengan suka rela.
Setelah percakapan singkat itu, Nara dan Dion mengakhiri panggilan teleponnya.
"Puas hah? Bukannya berterima kasih. Kalian malah mengolokku," protes Wina tidak terima.
"Ayolah Win, kita hanya bercanda. Kau ini sensitif sekali. Membuatku ingin menciummu."
"APA?" Wina membulatkan matanya. "Kau gila!" tiba-tiba saja Wina menjadi gugup dengan perkataan Dion barusan.
"Hahahhaa, aku hanya bercanda. Bibirku hanya milik Nara." Dion terkekeh dan mengacak rambut Wina sambil melaluinya, membuat sang pemilik rambut menggeram kesal.
"Nara tidak akan selalu menang." Wina menggeram dalam hatinya dengan tangan terkepal.
✿✿✿✿✿
Nara menghela nafas panjang setelah menutup panggilan bersama kekasihnya. Dia tersenyum dengan senang, kelakuan bodoh kekasihnya itu selalu membuat dia melupakan semua beban hidupnya.Termasuk tentang perjodohan. Nara sebenarnya bukan tipe orang yang akan terlarut dalam suatu permasalahan, tetapi dia sadar jika ayahnya juga bukan seseorang yang mudah untuk ditaklukan. Siwon memang sangat memanjakan Nara dan selalu menuruti semua keinginan anak itu, tapi pernikahan adalah sesuatu yang berbeda dan Nara juga sepenuhnya sadar jika pernikahan yang diinginkan ayahnya bukan hanya antara dua manusia atau dua keluarga saja, melainkan dua perusahaan. Fakta tersebutlah yang tidak bisa Nara abaikan begitu saja.
"Aku tebak, pasti kekasihmu kan?" tanya seseorang yang menyadarkan Nara dari lamunan singkatnya.
"Astaga, bibi mengejutkan ku. Aku kira siapa," Nara cukup terkejut dengan kehadiran tiba-tiba seseorang di sampingnya.
"Kau selalu senyam-senyum sendiri setelah menerima panggilan darinya."
"Apa begitu kelihatan ya bi?" Nara memerah malu seperti anak kucing yang tertangkap mencuri ikan.
Orang disamping Nara hanya tersenyum mengangguk. "Kau pasti sangat mencintainya."
"Ya aku mencintainya. Hanya saja, aku tidak yakin kami akan berakhir bersama atau tidak," Nara menatap langit-langit seolah-olah sedang menerawang masa depan bersama kekasihnya.
"Kenapa? Kalian bahkan belum mencobanya."
"Bibi pasti sudah sangat kenal dengan ayah, aku tidak yakin semua akan berjalan sesuai keinginanku." Nara menyandarkan kepalanya pada pundak orang yang dia panggil bibi tersebut.
"Apapun itu, bibi berharap kau bahagia sayang. Tapi jika bibi boleh berpesan, jangan terlalu kukuh pada apa yang belum tentu dan jangan pula terlalu keras pada apa yang tak kau suka. Maksud bibi, kita belum tahu mana yang terbaik buat kita. Belum tentu apa yang menjadi pilihan dan kita perjuangkan saat ini itu terbaik buat kita, dan belum tentu juga pilihan ayah mu itu buruk hanya karena kau tidak suka." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, dia mengusap wajah Nara dengan penuh kasih sayang.
"Aku tidak tahu bibi. Aku berharap keinginanku dan ayah bisa sejalan," jawab Nara dengan senyuman hambar di wajahnya. Nara tahu ayahnya menginginkan menantu seorang pewaris, tapi kekasihnya Nara jelas adalah anak kedua meskipun Nara tidak tahu siapa kakaknya, tapi dia pernah mendengar dari Dion jika kakaknya adalah orang yang akan menggantikan ayahnya mengelola perusahaan dengan begitu sudah bisa dipastikan bukan Dion yang ayahnya Nara inginkan.
"Mau bibi ceritakan sebuah kisah?" tawarnya.
Nara mengangguk tanda setuju. Kemudian dia membenarkan posisi duduknya dan mulai menyimak apa yang dikatakan oleh bibinya itu.
"Dulu bibi punya seorang teman yang kondisinya cukup mirip denganmu sekarang. Dia punya kekasih dari keluarga kaya raya yang hidupnya sudah ditentukan oleh keluarganya. Mereka saling mencintai, setiap hari selalu mereka habiskan bersama, seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua. Mereka sama-sama tahu kalau semuanya tidak akan berakhir sesuai dengan harapan mereka. Namun mereka memilih memaksa untuk tetap berhubungan dan mengabaikan larangan keluarga sang kekasih. Sampai suatu hari mereka mengambil keputusan yang sangat berani, mereka menikah dan pergi meninggalkan keluarga besarnya. Mereka pikir mereka akan bahagia tapi ternyata mereka salah. Setahun setelah mereka menikah, keadaan mulai berubah dan masalah mulai muncul dari berbagai arah yang menyebabkan teman bibi menyerah dan memilih meninggalkan anak dan suaminya."
"Anak? Bagaimana bisa dia pergi begitu saja?" tanya Nara cukup terkejut."Sekalipun berat, bukankah harusnya demi anak mereka bisa menjadi kuat?"
"Ya mereka sudah memiliki seorang anak. Entahlah, dia tidak menceritakan detail keadaannya seperti apa, yang pasti mungkin itu sangat berat." Dia menjeda kalimatnya sebentar. "Setelah kepergiannya, mantan suaminya menikah lagi dengan pilihan orang tuanya. Dan yang ku dengar, mereka bahagia sampai sekarang bersama anak-anak mereka."
"Lalu bagaimana dengan teman bibi itu? Apakah dia baik-baiklah saja? Maksudku bagaimana dengan anaknya? Apa mereka masih berhubungan?" Nara mengeluarkan beberapa pertanyaan untuk menjawab rasa penasarannya.
"Entahlah. Aku harap mereka bisa berhubungan, meski itu sulit."
"Nara harap hal seperti itu tidak terjadi pada kita." Nara memeluk perempuan di sampingnya.
"Jangan sampai terjadi padamu sayang."
"Pada bibi juga, terima kasih bibi. Nara selalu suka setiap kali berbicara dengan bibi Sarah," Nara tersenyum dengan tulus. Sementara perempuan yang dipanggil Sarah itu membalas senyuman Nara dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah sedang menahan gejolak perasaan yang siap ditumpahkan melalui matanya.
"Ayo kembali ke kelas sayang, anak-anak pasti sudah menunggumu. Mereka merindukanmu."
Nara mengangguk.
✿✿✿✿✿
Dean menatap pantulan dirinya dicermin sebelum meninggalkan ruangan kerjanya. Setelah merasa penampilannya cukup baik, dia bergegas mengambil beberapa kertas yang ada diatas mejanya.
"Semuanya sudah siap kan Sena?" tanya Dean pada sekretaris.
"Tidak ada satupun yang terlewat," jawab Sena dengan percaya diri.
"Kupikir hari ini Harry yang akan menemaniku." Dean melirik kearah Sena sekilas.
"Dia sedang menemani Sion,"
"Sion?" Dean yang semula sudah bersiap meninggalkan ruangan, kini menahan langkahnya.
Sena mengangguk. "Kurasa anak itu sedang manja, dia terus menghubungi Harry setiap hari." Sena terkekeh mengingat Harry yang sejak kemarin sedikit pusing dengan teleponnya yang terus saja berbunyi.
"Kau tidak apa-apa Sena?" Dean menatap Sena dengan serius namun juga ada sorot iba yang dipancarkan oleh matanya.
"Bos, kau apa-apaan sih. Aku baik tentu saja. Memangnya aku kenapa?" Sena tertawa hambar.
"Perlu kuingatkan jika Harry adalah suamimu Sena?" ucap Dean yang membuat Sena seketika terdiam.
"Ayo berangkat bos, aku tidak ingin membicarakan masalah ini di kantor." Sena mendorong tubuh Dean untuk segera keluar ruangan.
Dean menghela nafas kasar. "Kalian tidak seharusnya menjalani kisah serumit itu."
"Sudahlah bos, kau bahkan tidak pernah jatuh cinta. Jadi jangan sok tahu," Sena sengaja berkata demikian untuk membuat Dean bungkam. Salah satu senjata Sena untuk menaklukan Dean adalah kalimat tersebut.
"Tunggu saja. Aku yang akan membuatmu diam!"
✿✿✿✿✿
"Kurasa kita tidak punya alasan untuk menunda perjodohan mereka." Siwon memasukan makanan kedalam mulutnya.
"Kau terobsesi dengan anakku?" Daniel menyeringai.
"Hanya pada Dean."
"Kau benar-benar tidak basa-basi dan langsung memilih Dean."
"Aku sudah mempertimbangkannya. Lagipula Nara cukup mampu untuk mendampingi putramu." Siwon membanggakan anaknya.
"Kuakui Nara memang cantik dan manis, prestasinya juga tidak kalah menarik. Hanya saja aku belum tahu anakku sedang menyukai perempuan lain atau tidak." Daniel meletakkan sendok makannya dan mengelap mulutnya dengan tisu.
"Kurasa Nara adalah pilihan yang tepat. Dia bahkan bisa membuat orang lain jatuh cinta dengan mudah padanya." Siwon menyeringai seolah perkataannya barusan adalah sebuah kebanggaan.
"Kuharap begitu. Aku akan membicarakannya dengan Dean dan Dion." ucap Daniel yang diangguki kepala oleh Siwon.
"Kuharap anak bungsu mu bisa mengerti."
•
••- TBC -
With Love : Nhana
Suasana hening menyelimuti kediaman Daniel. Semua anggota keluarga berkumpul diruang tengah kecuali Dean karena ada pekerjaan. Di sana ada Daniel, Zara dan juga Dion."Ayah sudah berdiskusi dengan Dean?" tanya Dion, dia memang jarang memanggil Dean dengan sebutan kakak karena usia mereka yang hanya terpaut 3 tahun."Dean akan menerima," balas Daniel yakin tapi dengan ekspresi datar seperti biasanya. "Lagipula ayah sudah memutuskannya." Daniel menatap Dion."Setidaknya ayah harus dengarkan apa keinginan Dean, selama ini dia hanya mendengarkan semua yang ayah perintahkan." Dion mencoba menahan geraman suaranya karena kesal. Dia kesal karena ayahnya selalu berbuat sesukanya. Dan lebih k
Dean berjalan menyusuri taman kota, entah kenapa hari ini dia merasa sangat bosan. Pekerjaan yang biasa dia lakukan mampu dia selesaikan dengan cepat. Hingga membuat dia tidak punya lagi kegiatan dan berakhir dengan duduk sendirian di taman.Sena sebenernya mengajak dia untuk pergi bersama. Namun Dean menolak, dia tidak mau mengganggu waktu berduaan Sena dan Harry. Bagaimanapun mereka hanya punya sedikit waktu untuk bersama, karena Harry harus memberikan waktunya untuk Sion juga.Ngomong-ngomong tentang Harry, Sena dan Sion mereka bertiga punya hubungan yang cukup rumit. Sena dan Harry sudah menikah 2 tahun lalu karena perjodohan. Namun sebelumnya Harry sudah memiliki kekasih yaitu Sion dan dia tidak mau meninggalkan Sion begitu saja, hingga berakhirlah mereka menjalani kisah cinta segitiga. Sena tahu tentang Sion, namun Sion tidak tahu apapun tentang Sena.Se
Nara berjalan dengan santai menuju ruangan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini dia tidak bertemu dengan Dion. Dion juga belakangan ini sangat susah dihubungi. Oleh karena itu dia memutuskan untuk mengunjungi kantor Dion tanpa sepengetahuannya untuk memberikan kejutan pada kekasihnya itu.Pintu lift terbuka tepat berada di sebrang ruangan Dion. Namun langkah Nara tiba-tiba terhenti kala matanya menangkap sosok pemuda manis tengah berdiri tak jauh dari pintu."Felix, kak Felik?" panggil Nara yang baru saja keluar dari lift."A-ah N-Nara," mata Felix melotot tak percaya saat melihat Nara lah yang berjalan menghampirinya.Felix dengan segera mempercepat langkah kakinya agar lebih dulu menghampiri Nara."Ha-hai Nara, kenapa kesini?" Felix berkata dengan gugup. Dengan tubuh tingginya
"Ibu, aku ingin menikahi Wina," ucap Nanda yang membuat Yona menghentikan segala aktivitasnya."Apa maksudnya Nanda?""Aku sedang meminta restu mu bu," Nanda berbicara dengan serius."Kenapa harus Wina?""Supaya tidak ada yang pergi dari rumah ini," Nanda menggenggam tangan ibunya. "Aku tahu ibu sangat sedih ketika mendengar Nara akan segera menikah.""Bukan begitu Nanda, pernikahan itu tidak didasari oleh hal seperti itu. Ibu mau kamu menikahi seseorang yang kamu cintai, bagaimanapun pernikahan itu jangka panjang, untuk
Wina membuka tirai kamar apartemennya dengan perlahan. Sinar matahari yang masih belum tinggi mulai menampakan diri seiring dengan terbukanya tirai tersebut.Perempuan berusia 25 tahun itu menatap lurus kedepan, sebuah helaan nafas berat terdengar berkali-kali menemani dirinya menyambut pagi. Pikirannya menerawang jauh, mengingat semua hal yang terjadi dalam hidupnya semenjak bertemu Nara dan keluarganya."Haruskah aku sejauh ini?" gumamnya pelan. Wina membenarkan bathrobe nya yang sedikit turun dan memperlihatkan pundak mulusnya. "Nara--Hah, kau seharusnya tidak serakah.""Wina, kenapa membuka tirainya? Kau mengganggu tidurku." tegur seseorang yang masih bergelut dengan selimut hangatnya."Ini sudah siang Dion," Wina berbalik dan menatap Dion ya
"Aku tahu kau brengsek kak, tapi ya jangan pegang-pegang tangan kakak ku juga!" Nara nyelonong masuk keruangan Dion, menghiraukan tatapan terkejut dari kedua orang yang sedang saling tatap itu."Eh? Nara bukan begitu," jawab Wina yang refleks melepaskan genggaman Dion. Sebelum Nara datang, Dion tengah meminta maaf kepada Wina atas kejadian tadi malam dan sekaligus memintanya untuk kembali merahasiakan perbuatan mereka."Hm, apapun yang kau pikirkan, aku dan Wina tidak seperti itu sayang," ucap Dion yang kini sudah berdiri dan memeluk Nara."Memangnya apa yang ku pikirkan?" dengus Nara."Kali saja kau berpikir yang tidak-tidak," Dion mengusap kepala Nara dan mencium bibirnya sekilas."Mau makan siang denganku?" ajak Dion yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Nara.
Perlahan namun pasti seorang pemuda tampan terus mengecek jam tangannya berulang kali. Sejak tadi pandangan matanya juga terus mengarah kearah pintu sambil sesekali menikmati minuman dinginnya. Terlihat dengan jelas bahwa dia sedang menunggu seseorang.Setelah hampir 30 menit lamanya, akhirnya orang yang ditunggu nya pun tiba, terlihat dari senyuman yang mulai terukir diwajah tampannya."Maafkan aku kak, aku terlambat." ucap perempuan yang baru datang itu dengan nafas sedikit tersengal. Sepertinya dia baru saja berlari untuk sampai di cafe ini."Tidak apa-apa, duduklah Wina." Nanda mempersilahkan perempuan tadi untuk duduk, yang ternyata adalah Wina, adik angkatnya."Ada apa kak? Tumben sekali mengajak bertemu diluar," Tanya Wina to the point. Seperti biasa, Wina tidak pernah basa-basi terlebih dahulu."Ada hal penting yang harus aku katakan," Nanda menatap Wina dengan serius, membuat Wina sedikit mengernyitkan d
Setelah acara makan malam dan obrolan ringan di meja makan, Dean berpamitan kepada wanita disampingnya untuk segera pulang karena jam sudah menunjukan pukul 11 malam."Sebaiknya kau menginap saja, ini sudah sangat larut," terlihat raut khawatir dari wanita tersebut."Maafkan aku. Aku tidak ingin besok ayah memborong ku dengan banyak pertanyaan," Dean tersenyum lembut."Ayah mu itu selalu saja begitu, berbuat sesukanya dan mengatur mu," dengus wanita itu.Dean terkekeh pelan. "Aku hanya bisa menurutinya, lagipula dia juga selalu memperlakukanku dengan baik.""Meski dia keras tapi dia memang benar-benar mencintaimu dengan tulus. Buktinya sampai sekarang kau hidup dan tumbuh dengan sangat baik."Dean yang semula berniat pulang, kini malah menidurkan kepalanya di pah
Pasca kejadian yang menimpa istrinya, Dean diam-diam melihat CCTV tanpa sepengetahuan Nara untuk memastikan jika adik brengseknya benar-benar tidak melakukan hal dapat menyakiti isrtinya.Dean menemukan rekaman dimana Dion terlihat memaksa untuk mencium Nara yang menyebabkan istrinya itu menangis hingga jatuh terduduk. Dean tentu saja menggeram marah. Tangannya terkepal kuat dan garis rahangnya mengeras. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya dia memiliki kebencian dan keinginan untuk baku hantam selain dengan Dion, dan itu terjadi setelah Nara hadir di hidupnya. Dari sini saja kita bisa tahu seberapa besar arti Nara bagi Dean.Selain fakta tentang Nara, adalagi hal yang membuat Dean terhenyak. Dari CCTV yang Dean lihat, dia juga menemukan rekaman Dion yang sangat kasar kepada Wina. Dean tidak tahu apa yang dibicarakan mereka, tapi dari pergerakan meraka saja Dean sudah bisa menebak kalau Dion memperlakukan Wina dengan sangat buruk.
Keadaan sudah normal seperti biasa pasca pernikahan Dean dan Nara. Tidak ada lagi pemberitaan atau apapun yang menghebohkan kedua keluarga besar Smitch dan Siwon. Dean juga sudah kembali beraktifitas di kantor, namun Nara masih cuti dikarenakan pekerjaannya sudah di handle semua oleh Sena.Dion dan Wina juga sama, mereka kembali bekerja namun sekarang mereka akan selalu pulang ke rumah utama. Sejak Nara dan Dean menikah, tak sekalipun Dion tidur di luar. Ia akan pulang, tak peduli seberapa larut malam pun itu. Bahkan jika sudah dini hari, Dion tetap pulang meski hanya sekedar untuk ganti baju dan sarapan bersama keluarganya. Tentu saja tujuannya hanya satu, yaitu melihat Nara.Nara merapihkan tempat tidurnya, dia merasa bosan karena di rumah besar ini jika siang hari hanya ada dirinya dan Zara, mertuanya. Namun Zara tidak seperti yang Nara kenal sebelumnya. Setelah menikah, Zara lebih sering berkata hal yang tidak enak di dengar t
Nara dan Dean baru saja memasuki mansion utama keluarga Smitch. Di sana, mereka disambut oleh maid dan keluarga besar mereka. Daniel, Zara, Dion, Wina dan juga Smitch kakek dari Dean dan Dion.Suasana didalam mansion cukup tegang, pasalnya aura Smitch dan Daniel yang berada dalam satu ruangan mampu membuat yang lain seketika hening. Seolah ada aura hitam tak kasat mata yang melingkupi ruangan tersebut.Dean menggandeng tangan Nara. Dan begitu sampai di hadapan Smitch, mereka berdua membungkuk hormat. "Cucu dan cucu menantu kakek, memberi salam," ucap Dean dengan tenang. Sementara Nara sedikit menggigit bibirnya karena gugup. Nara memang tidak terbiasa dengan sesuatu yang sangat formal, lebih tepatnya dia tidak menyukai segala sesuatu yang sangat terikat pada aturan. Smitch hanya membalas dengan sedikit anggukan, setelahnya dia membi
Pagi yang cerah untuk dilewatkan begitu saja, namun sayangnya sepasang suami istri yang baru saja menikah itu masih bergelung dengan nyaman di tempat tidurnya.Sarah yang baru saja memasuki apartemen anaknya sangat maklum ketika dirinya tiba namun tidak ada tanda-tanda kehidupan karena sang pemilik apartemen beserta istrinya masih belum terjaga.Dengan senyum cerahnya Sarah memulai aktivitas pagi dengan membuatkan sarapan untuk anak dan menantunya. Setelah menyelesaikan kegiatannya, Sarah menunggu pemilik apartemen dengan ditemani berita pagi.Pagi ini, headline news masih dipenuhi oleh berita tentang pernikahan anaknya. Tanpa disadari ujung bibirnya terangkat dan membentuk lengkungan sempurna. "Kau benar-benar sudah dewasa sekarang," gumam Sarah saat berita tersebut menyorot putranya, Dean dan menantunya, Nara.Tiba-tiba senyumannya luntur begitu sosok Daniel yang berdiri di samping Dean ikut tersorot kamera. Sarah termenung dan mengingat kembal
Pesta pernikahan yang dinanti-nanti oleh seluruh penjuru kota pun akhirnya tiba, sepasang pengantin yang baru saja mengucap janji suci itu pun kini tengah sibuk menyalami tamu undangan yang terus berdatangan tanpa jeda. Raut kebahagian jelas terlihat dari kedua mempelai. Wajah tampan dan cantik mereka tidak henti-hentinya menyunggingkan senyuman hangat yang hanya sekali lihat pun orang akan tahu betapa bahagianya mereka. Dean sudah jelas pasti sangat bahagia, dan Nara yang perlahan mulai membuka hati untuk Dean pun tentu merasakan kebahagian yang sama walau mungkin tak sebesar Dean. Daniel dan Siwon juga tidak kalah sibuk. Sejak acara dimulai mereka terus mengobrol dengan beberapa kolega bisnisnya. Berbeda dengan mereka, Yona justru sibuk mencari seorang perempuan yang tadi datang bersamanya. Seorang perempuan yang justr
Hari ini tepat sebulan setelah insiden kehamilan Wina terungkap. Bersamaan dengan itu Wina dan Dion pun telah resmi menikah. Sedangkan Nara dan Dean yang rencananya akan menikah tiga minggu lalu terpaksa harus menunda pernikahan mereka dikarenakan Nara yang jatuh sakit. Sehingga pernikahan mereka baru akan dilaksanakan tiga hari mendatang. Seluruh persiapan sudah dilakukan dengan matang. Mengingat pernikahan ini akan menjadi pernikahan yang cukup besar dan mewah karena selain menyatukan kedua keluarga besar juga sekaligus menyatukan kedua perusahaan terbesar di negara mereka. Semua perhatian tertuju kepada mereka, baik keluarga maupun media. Surat kabar dan juga berita tidak henti-hentinya memuat tentang pernikahan Nara dan juga Dean. Akibat dari pemberitaan tersebut, baik Nara maupun Dean jadi kesulitan untuk pergi kema
Suasana hening menyelimuti kedua insan yang tengah duduk berhadapan menikmati sarapan. Setelah pengakuan semalam, tiba-tiba saja suasana menjadi canggung. Nara yang malu dengan kejadian semalam, dimana ia dan Dean berciuman serta pengakuan dari Dean membuatnya mau tak mau terus menghindari tatapan pemuda itu.Nara merasa malu, entahlah dia sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba bersikap seperti anak remaja yang baru saja jatuh cinta, padahal jelas sekali dia baru saja patah hati. Dean berkali-kali melirik kearah Nara dari ekor matanya. Senyumnya diam-diam terus terukir dengan hangat di wajah tampan itu. Ah, Nara yang tengah malu-malu seperti itu terlihat sangat menggemaskan dimata Dean. Untuk memecah keheningan yang sudah berlangsung sekitar satu jam lamanya, akhirnya Dean membuka percakapan. "Ra, hari ini
"Bibi sedang a-- pa?" perkataan Nara sejenak terjeda saat pandangannya menatap kehadiran sosok lain selain Sarah.Kedua orang yang tengah memasak itu pun sontak membalik tubuhnya menghadap sumber suara."Oh Ra, kau sudah bangun?" Sarah menghentikan aktivitasnya dan tersenyum kearah Nara."Nara/Kak," ucap Nara dan pemuda di samping Sarah bersamaan. Sedangkan Sarah hanya mengernyitkan keningnya."K-kak sedang apa disini?" tanya Nara sedikit terbata."Kalian sudah saling mengenal?" tanya Sarah bingung.
4 jam sebelumnya..... Nara dan Dion pergi ke kediaman keluarga Siwon dengan maksud untuk memberitahu hubungan mereka kepada kedua orang Nara dan membujuk mereka untuk membatalkan perjodohan nya dengan Dean.Setelah sampai di sana, Nara berjalan dengan antusias dan bahagia dia bahkan sesekali bersenandung sambil terus mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ah tidak lupa dengan tangannya yang masih bertautan dengan tangan Dion. Keduanya sepertinya sudah benar-benar yakin dengan keputusan mereka.Dion yang melihat kelakuan Nara pun hanya tersenyum. Dia tahu kekasihnya itu sangat bahagia. Dion tidak menyangka kalau Nara benar-benar ingin bersamanya.