Dean berjalan menyusuri taman kota, entah kenapa hari ini dia merasa sangat bosan. Pekerjaan yang biasa dia lakukan mampu dia selesaikan dengan cepat. Hingga membuat dia tidak punya lagi kegiatan dan berakhir dengan duduk sendirian di taman.
Sena sebenernya mengajak dia untuk pergi bersama. Namun Dean menolak, dia tidak mau mengganggu waktu berduaan Sena dan Harry. Bagaimanapun mereka hanya punya sedikit waktu untuk bersama, karena Harry harus memberikan waktunya untuk Sion juga.
Ngomong-ngomong tentang Harry, Sena dan Sion mereka bertiga punya hubungan yang cukup rumit. Sena dan Harry sudah menikah 2 tahun lalu karena perjodohan. Namun sebelumnya Harry sudah memiliki kekasih yaitu Sion dan dia tidak mau meninggalkan Sion begitu saja, hingga berakhirlah mereka menjalani kisah cinta segitiga. Sena tahu tentang Sion, namun Sion tidak tahu apapun tentang Sena.
Setiap kali teringat dan memikirkan tentang itu, Dean selalu mendecih kesal. Dia tidak habis pikir dengan kedua sahabatnya itu, Harry yang begitu terang-terangan tentang hubungannya, dan Sena yang sok kuat dengan merelakan suaminya bersama orang lain. Padahal Dean tahu dengan benar baik Harry maupun Sean mereka saling menyukai.
Sebuah bola tiba-tiba saja melayang dari kejauhan dan menghantam kepala Dean dengan tidak indahnya. Membuat lamunan pemuda berumur 27 tahun tersebut berhamburan dan digantikan dengan aduh-an karena nyatanya benturan tersebut cukup keras.
"Astaga kak, maafkan aku. Aku tidak sengaja." seorang anak remaja yang diduga pelaku dari kejadian tersebut meminta maaf kepada Dean.
Dean mengambil bola tersebut dan memberikannya pada anak itu. "Berhati-hatilah disini tempat umum, jika bola tadi mengenai anak-anak atau orang tua itu bisa berbahaya."
"Iya kak, sekali lagi aku minta maaf." Anak itu sedikit membungkuk hormat pada Dean. Sementara Dean hanya membalasnya dengan senyuman tipis.
"Woody apa yang kau lakukan disini?" tiba-tiba suara seseorang menginterupsi kegiatan mereka.
Merasa namanya dipanggil, anak itu menengok kearah sumber suara begitupun dengan Dean, dia ikut melihat siapa yang berbicara.
"Ah kak Nara, Woody sedang meminta maaf pada kakak ini." Woody menunjuk kearah Dean.
"Kenapa? Apa kau berbuat salah? Atau pria ini yang mengganggumu lebih dulu? Katakan pada kakak," Nara memutar tubuh Woody agar menghadap kearahnya. Sedangkan Dean hanya menghela nafas panjang.
"Tidak kak. Woody yang salah," Woody menggeleng pelan. "Tadi Woody menendang bola terlalu keras dan mengenai kepala kakak ini." setelah mengatakan kalimat itu Woody menggigit bibirnya karena gugup takut dimarahi.
Nara memicingkan matanya. Menatap Woody dengan lekat guna mencari tahu apakah anak dihadapannya ini berbohong atau tidak.
Melihat interaksi Nara dan Woody tiba-tiba saja Dean ikut membuka suara. "Jika kau tidak mempercayainya, sebaiknya lihat saja dahiku. Kurasa akan membekas, karena benturan nya cukup keras." Dean menunjuk dahinya.
Nara mengamati wajah Dean dengan lekat, dilihatnya dahi pria itu memang merah dan sedikit benjol. Saking asiknya mengamati wajah Dean yang menurut Nara cukup tampan ralat sangat tampan, tatapan Nara dan Dean pun akhirnya bertemu. Keduanya menatap dengan intens mencari sesuatu makna dibalik tatapan satu sama lain. Merasa tatapan Dean semakin tajam, Nara segera mengalihkan pandangannya dan menghindari kontak mata dengan pria itu.
"Sial dia sangat tampan." umpat Nara dalam hatinya.
"Dahimu benjol. Aku akan mengobatinya." Nara segera mendudukkan dirinya di samping Dean.
"Woody, kau sudah minta maafkan?" Woody mengangguk. "Kalau begitu, pergilah ke bibi dan ajak anak-anak yang lain untuk segera makan."
"Baik kak. Kakak tidak akan ikut?" tanya Woody sebelum pergi.
"Kakak akan menyusul." jawab Nara sambil tersenyum manis. Membuat Dean betah memandangi nya.
"Kemarilah, lebih dekat." panggil Nara pada Dean dengan menepuk tempat kosong di sampingnya.
"Kita sudah duduk satu kursi. Kenapa juga harus lebih dekat." jawab Dean cuek.
"Aku sudah bilang akan mengobatimu. Jadi cepat kemari biar lebih cepat selesai dan aku bisa pergi dari sini." Nara berbicara dengan ketus dan membuat Dean mengernyitkan dahinya.
"Kau tidak perlu melakukannya. Aku tidak akan menuntutmu."
"Aku melakukannya bukan karena peduli. Aku hanya tidak ingin adikku merasa bersalah padamu." Nara mengambil obat ditasnya dan segera berdiri menghadap Dean.
Posisi mereka sekarang berhadapan dengan Nara yang berdiri diantara kedua kaki Dean yang sedang duduk. Nara mengobati dahi Dean yang benjol dan sedikit terluka itu, beruntung dia selalu membawa kotak P3K kemanapun. Alasannya karena dia selalu pergi dengan anak-anak. Dan anak-anak rentang sekali terluka saat sedang bermain.
Dean menatap Nara dari bawah. Ditatap nya wajah manis itu dengan begitu lekat. "Pantas saja aku seperti mengenalmu." ucapnya dalam hati.
"Baiklah sudah selesai. Aku akan pergi sekarang." Nara segera kembali kesamping Dean dan membereskan barang-barangnya.
"Terima kasih." ucap Dean dengan tulus tidak lupa dengan senyuman yang menghiasi wajah tampannya. Nara yang melihatnya seketika tertegun. Senyuman Dean berbahaya untuk jantungnya.
"Tidak masalah, lagipula itu karena Woody." jawab Nara masih dengan acuh, padahal jantungnya sejak tadi sudah berdetak kencang.
"Nara, kau sudah selesai?" tiba-tiba sebuah suara mengagetkan mereka.
"A-ah bibi. Iya bi aku sudah selesai." Nara menghampiri Dean yang berada tidak jauh dari mereka berdua.
"Kalau begitu ayo kita pergi. Anak-anak tidak mau makan tanpamu." Sarah menggenggam tangan Nara.
"Baiklah bibi. Ah iya, saya permisi dulu tuan, semoga cepat sembuh." pamit Nara kepada Dean. Sarah yang berada di samping Nara juga ikut pamit dengan menganggukan kepala dan tersenyum kearah Dean. Sementara Dean hanya membalas dengan anggukan kepala juga.
"Aku menemukanmu."
✿✿✿✿✿
"Astaga Dion, ini apa lagi hah?" Wina yang baru saja memasuki ruangan Dion dibuat terkejut karena seisi ruangan yang sangat berantakan. Semua benda yang semula berada di atas meja kerja Dion kini berpindah kelantai dengan tidak beraturan, hancur dan berserakan.
Dion masih diam dikursinya, tatapannya kosong dan raut wajahnya merah penuh amarah. Dia juga tidak mengindahkan ucapan Wina sama sekali.
"Hanya ada 2 alasan yang bisa membuatmu sekacau ini. Yang pertama keluarga, dan yang kedua Nara." tebak Wina dengan yakin.
Dion menatap Wina dengan tajam. "Dan kali ini keduanya. Kau selalu menebaknya dengan benar sialan!" Dion mendesis pelan.
Wina yang sudah terbiasa menghadapi sifat buas Dion yang kasar hanya mendesah pelan. "Kali ini kenapa lagi?"
Dion melemparkan foto keluarganya kearah pintu dan membuat figura yang tidak bersalah itu pun hancur tidak berbentuk lagi.
"Berhenti melempar barang-barangmu brengsek. Kau akan membuat semua orang dikantor mendatangi ruangan ini." Wina menampar wajah tampan milik atasannya dengan berani.
"Sialan kau berani sekali." Dion bangun dari tempat duduknya dan menghampiri Wina dengan penuh amarah. Belum sempat dia melayangkan sebuah pukulan kearah perempuan itu, dengan tiba-tiba Wina menyambar bibir Dion membuat Dion dengan refleks menurunkan tangannya.
Wina mencium Dion dengan kasar dan tergesa-gesa. Dilumatnya bibir Dion yang sejak tadi hanya diam saja. Tidak ada penolakan namun juga tidak ada pergerakan yang berarti. Tidak mau menyerah, Wina menekan tengkuk Dion untuk memperdalam ciuman mereka. Dan dengan tiba-tiba Dion meraih pinggangnya untuk semakin menempel dengannya. Diangkatnya tubuh kurus dan mungil itu kedalam pangkuannya, Wina dengan refleks melingkarkan kedua kakinya dipinggang Dion. Ciuman mereka pun semakin memanas. Kali ini Dion bahkan sudah mendominasi dengan berutal.
Entah sejak kapan mereka pindah ke sofa, kali ini Wina sudah duduk dipangkuan Dion dengan baju yang sudah berantakan. Kedua kancing kemeja bagian atas tubuh Wina sudah terlepas.
"Aku mengingnkanmu Win!" bisik Dion dengan suara yang berat.
"S-sebaiknya kita berhenti Dion," Wina berusaha menghentikan Dion. Mereka sama-sama sadar, namun nafsu sudah mengambil alih kesadaran mereka. Meski bibir Wina berkata tidak, namun tubuhnya tetap menikmati semua perlakuan Dion padanya.
Sedangkan diluar ruangan tampak seorang laki-laki dan seorang perempuan tengah berbincang.
"Hallo Mike, apa kak Dion ada didalam? Sejak tadi aku menghubunginya tapi tidak dijawab." Nara baru saja tiba dikantor kekasihnya. Dan kini dia sedang bertanya kepada salah satu model di agensi Dion yang merupakan teman dekat mereka yaitu Mike.
"Aku rasa ada karena sejak tadi tidak ada yang meninggalkan kantor." jawab Pria tampan itu.
"Ah begitu ya. Baiklah kalau begitu aku akan langsung masuk ke ruangannya saja."
•
••- TBC -
With Love : Nhana
Nara berjalan dengan santai menuju ruangan kekasihnya. Sudah beberapa hari ini dia tidak bertemu dengan Dion. Dion juga belakangan ini sangat susah dihubungi. Oleh karena itu dia memutuskan untuk mengunjungi kantor Dion tanpa sepengetahuannya untuk memberikan kejutan pada kekasihnya itu.Pintu lift terbuka tepat berada di sebrang ruangan Dion. Namun langkah Nara tiba-tiba terhenti kala matanya menangkap sosok pemuda manis tengah berdiri tak jauh dari pintu."Felix, kak Felik?" panggil Nara yang baru saja keluar dari lift."A-ah N-Nara," mata Felix melotot tak percaya saat melihat Nara lah yang berjalan menghampirinya.Felix dengan segera mempercepat langkah kakinya agar lebih dulu menghampiri Nara."Ha-hai Nara, kenapa kesini?" Felix berkata dengan gugup. Dengan tubuh tingginya
"Ibu, aku ingin menikahi Wina," ucap Nanda yang membuat Yona menghentikan segala aktivitasnya."Apa maksudnya Nanda?""Aku sedang meminta restu mu bu," Nanda berbicara dengan serius."Kenapa harus Wina?""Supaya tidak ada yang pergi dari rumah ini," Nanda menggenggam tangan ibunya. "Aku tahu ibu sangat sedih ketika mendengar Nara akan segera menikah.""Bukan begitu Nanda, pernikahan itu tidak didasari oleh hal seperti itu. Ibu mau kamu menikahi seseorang yang kamu cintai, bagaimanapun pernikahan itu jangka panjang, untuk
Wina membuka tirai kamar apartemennya dengan perlahan. Sinar matahari yang masih belum tinggi mulai menampakan diri seiring dengan terbukanya tirai tersebut.Perempuan berusia 25 tahun itu menatap lurus kedepan, sebuah helaan nafas berat terdengar berkali-kali menemani dirinya menyambut pagi. Pikirannya menerawang jauh, mengingat semua hal yang terjadi dalam hidupnya semenjak bertemu Nara dan keluarganya."Haruskah aku sejauh ini?" gumamnya pelan. Wina membenarkan bathrobe nya yang sedikit turun dan memperlihatkan pundak mulusnya. "Nara--Hah, kau seharusnya tidak serakah.""Wina, kenapa membuka tirainya? Kau mengganggu tidurku." tegur seseorang yang masih bergelut dengan selimut hangatnya."Ini sudah siang Dion," Wina berbalik dan menatap Dion ya
"Aku tahu kau brengsek kak, tapi ya jangan pegang-pegang tangan kakak ku juga!" Nara nyelonong masuk keruangan Dion, menghiraukan tatapan terkejut dari kedua orang yang sedang saling tatap itu."Eh? Nara bukan begitu," jawab Wina yang refleks melepaskan genggaman Dion. Sebelum Nara datang, Dion tengah meminta maaf kepada Wina atas kejadian tadi malam dan sekaligus memintanya untuk kembali merahasiakan perbuatan mereka."Hm, apapun yang kau pikirkan, aku dan Wina tidak seperti itu sayang," ucap Dion yang kini sudah berdiri dan memeluk Nara."Memangnya apa yang ku pikirkan?" dengus Nara."Kali saja kau berpikir yang tidak-tidak," Dion mengusap kepala Nara dan mencium bibirnya sekilas."Mau makan siang denganku?" ajak Dion yang langsung dijawab anggukan kepala oleh Nara.
Perlahan namun pasti seorang pemuda tampan terus mengecek jam tangannya berulang kali. Sejak tadi pandangan matanya juga terus mengarah kearah pintu sambil sesekali menikmati minuman dinginnya. Terlihat dengan jelas bahwa dia sedang menunggu seseorang.Setelah hampir 30 menit lamanya, akhirnya orang yang ditunggu nya pun tiba, terlihat dari senyuman yang mulai terukir diwajah tampannya."Maafkan aku kak, aku terlambat." ucap perempuan yang baru datang itu dengan nafas sedikit tersengal. Sepertinya dia baru saja berlari untuk sampai di cafe ini."Tidak apa-apa, duduklah Wina." Nanda mempersilahkan perempuan tadi untuk duduk, yang ternyata adalah Wina, adik angkatnya."Ada apa kak? Tumben sekali mengajak bertemu diluar," Tanya Wina to the point. Seperti biasa, Wina tidak pernah basa-basi terlebih dahulu."Ada hal penting yang harus aku katakan," Nanda menatap Wina dengan serius, membuat Wina sedikit mengernyitkan d
Setelah acara makan malam dan obrolan ringan di meja makan, Dean berpamitan kepada wanita disampingnya untuk segera pulang karena jam sudah menunjukan pukul 11 malam."Sebaiknya kau menginap saja, ini sudah sangat larut," terlihat raut khawatir dari wanita tersebut."Maafkan aku. Aku tidak ingin besok ayah memborong ku dengan banyak pertanyaan," Dean tersenyum lembut."Ayah mu itu selalu saja begitu, berbuat sesukanya dan mengatur mu," dengus wanita itu.Dean terkekeh pelan. "Aku hanya bisa menurutinya, lagipula dia juga selalu memperlakukanku dengan baik.""Meski dia keras tapi dia memang benar-benar mencintaimu dengan tulus. Buktinya sampai sekarang kau hidup dan tumbuh dengan sangat baik."Dean yang semula berniat pulang, kini malah menidurkan kepalanya di pah
"Vin ayolah, aku tahu kau sangat menyukai musik.""Iya Ra, tapi sepertinya sekarang aku tidak bisa. Kau tahu sendiri aku sibuk dengan urusan cafe ini.""Aku akan membantumu di cafe tapi kau benar-benar harus mau menerima tawaranku. Yah Vin ya, ayolah," Nara merengek dan berusaha membujuk Yuvin."Ada apa sebenarnya, kenapa kau sangat ingin aku bekerja dengan Dion?" Yuvin mengalihkan pandangannya kepada Nara dengan serius."Tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa sayang saja dengan kesempatan yang ada. Agensi Dion sedang butuh penyanyi sekaligus model untuk acara perusahaannya, dan aku pikir ini
Nanda berjalan menuju balkon kamar, membuka tirai dan kemudian memilih untuk menikmati hangatnya sinar matahari pagi. Lengkungan bibir menghiasi wajah tampannya, entah apa yang membuat dia bahagia, yang jelas sejak bangun dari tidur senyuman itu hampir tidak pernah luntur dari wajahnya.Berbeda dengan Nanda, si pemilik kamar justru tampak menikmati paginya dibawah selimut tebal yang hampir menutupi seluruh bagian tubuhnya. Tidurnya nampak tidak terganggu sama sekali dengan kehadiran Nanda dan juga matahari yang semakin meninggi.Nanda memutar tubuhnya untuk menghadap pada sosok yang masih bergelung ditempat tidur itu, senyuman kembali terukir diwajahnya dan kali ini tampak begitu lebar. "Cantik," gumamnya pelan.EungghhTerdengar suara erangan kecil dari sosok yang sejak tadi menjadi objek perhatiannya. Perlahan mata itu terbuka, menampakkan kedua iris matanya yang tampak kesusahan menyesuai
Pasca kejadian yang menimpa istrinya, Dean diam-diam melihat CCTV tanpa sepengetahuan Nara untuk memastikan jika adik brengseknya benar-benar tidak melakukan hal dapat menyakiti isrtinya.Dean menemukan rekaman dimana Dion terlihat memaksa untuk mencium Nara yang menyebabkan istrinya itu menangis hingga jatuh terduduk. Dean tentu saja menggeram marah. Tangannya terkepal kuat dan garis rahangnya mengeras. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya dia memiliki kebencian dan keinginan untuk baku hantam selain dengan Dion, dan itu terjadi setelah Nara hadir di hidupnya. Dari sini saja kita bisa tahu seberapa besar arti Nara bagi Dean.Selain fakta tentang Nara, adalagi hal yang membuat Dean terhenyak. Dari CCTV yang Dean lihat, dia juga menemukan rekaman Dion yang sangat kasar kepada Wina. Dean tidak tahu apa yang dibicarakan mereka, tapi dari pergerakan meraka saja Dean sudah bisa menebak kalau Dion memperlakukan Wina dengan sangat buruk.
Keadaan sudah normal seperti biasa pasca pernikahan Dean dan Nara. Tidak ada lagi pemberitaan atau apapun yang menghebohkan kedua keluarga besar Smitch dan Siwon. Dean juga sudah kembali beraktifitas di kantor, namun Nara masih cuti dikarenakan pekerjaannya sudah di handle semua oleh Sena.Dion dan Wina juga sama, mereka kembali bekerja namun sekarang mereka akan selalu pulang ke rumah utama. Sejak Nara dan Dean menikah, tak sekalipun Dion tidur di luar. Ia akan pulang, tak peduli seberapa larut malam pun itu. Bahkan jika sudah dini hari, Dion tetap pulang meski hanya sekedar untuk ganti baju dan sarapan bersama keluarganya. Tentu saja tujuannya hanya satu, yaitu melihat Nara.Nara merapihkan tempat tidurnya, dia merasa bosan karena di rumah besar ini jika siang hari hanya ada dirinya dan Zara, mertuanya. Namun Zara tidak seperti yang Nara kenal sebelumnya. Setelah menikah, Zara lebih sering berkata hal yang tidak enak di dengar t
Nara dan Dean baru saja memasuki mansion utama keluarga Smitch. Di sana, mereka disambut oleh maid dan keluarga besar mereka. Daniel, Zara, Dion, Wina dan juga Smitch kakek dari Dean dan Dion.Suasana didalam mansion cukup tegang, pasalnya aura Smitch dan Daniel yang berada dalam satu ruangan mampu membuat yang lain seketika hening. Seolah ada aura hitam tak kasat mata yang melingkupi ruangan tersebut.Dean menggandeng tangan Nara. Dan begitu sampai di hadapan Smitch, mereka berdua membungkuk hormat. "Cucu dan cucu menantu kakek, memberi salam," ucap Dean dengan tenang. Sementara Nara sedikit menggigit bibirnya karena gugup. Nara memang tidak terbiasa dengan sesuatu yang sangat formal, lebih tepatnya dia tidak menyukai segala sesuatu yang sangat terikat pada aturan. Smitch hanya membalas dengan sedikit anggukan, setelahnya dia membi
Pagi yang cerah untuk dilewatkan begitu saja, namun sayangnya sepasang suami istri yang baru saja menikah itu masih bergelung dengan nyaman di tempat tidurnya.Sarah yang baru saja memasuki apartemen anaknya sangat maklum ketika dirinya tiba namun tidak ada tanda-tanda kehidupan karena sang pemilik apartemen beserta istrinya masih belum terjaga.Dengan senyum cerahnya Sarah memulai aktivitas pagi dengan membuatkan sarapan untuk anak dan menantunya. Setelah menyelesaikan kegiatannya, Sarah menunggu pemilik apartemen dengan ditemani berita pagi.Pagi ini, headline news masih dipenuhi oleh berita tentang pernikahan anaknya. Tanpa disadari ujung bibirnya terangkat dan membentuk lengkungan sempurna. "Kau benar-benar sudah dewasa sekarang," gumam Sarah saat berita tersebut menyorot putranya, Dean dan menantunya, Nara.Tiba-tiba senyumannya luntur begitu sosok Daniel yang berdiri di samping Dean ikut tersorot kamera. Sarah termenung dan mengingat kembal
Pesta pernikahan yang dinanti-nanti oleh seluruh penjuru kota pun akhirnya tiba, sepasang pengantin yang baru saja mengucap janji suci itu pun kini tengah sibuk menyalami tamu undangan yang terus berdatangan tanpa jeda. Raut kebahagian jelas terlihat dari kedua mempelai. Wajah tampan dan cantik mereka tidak henti-hentinya menyunggingkan senyuman hangat yang hanya sekali lihat pun orang akan tahu betapa bahagianya mereka. Dean sudah jelas pasti sangat bahagia, dan Nara yang perlahan mulai membuka hati untuk Dean pun tentu merasakan kebahagian yang sama walau mungkin tak sebesar Dean. Daniel dan Siwon juga tidak kalah sibuk. Sejak acara dimulai mereka terus mengobrol dengan beberapa kolega bisnisnya. Berbeda dengan mereka, Yona justru sibuk mencari seorang perempuan yang tadi datang bersamanya. Seorang perempuan yang justr
Hari ini tepat sebulan setelah insiden kehamilan Wina terungkap. Bersamaan dengan itu Wina dan Dion pun telah resmi menikah. Sedangkan Nara dan Dean yang rencananya akan menikah tiga minggu lalu terpaksa harus menunda pernikahan mereka dikarenakan Nara yang jatuh sakit. Sehingga pernikahan mereka baru akan dilaksanakan tiga hari mendatang. Seluruh persiapan sudah dilakukan dengan matang. Mengingat pernikahan ini akan menjadi pernikahan yang cukup besar dan mewah karena selain menyatukan kedua keluarga besar juga sekaligus menyatukan kedua perusahaan terbesar di negara mereka. Semua perhatian tertuju kepada mereka, baik keluarga maupun media. Surat kabar dan juga berita tidak henti-hentinya memuat tentang pernikahan Nara dan juga Dean. Akibat dari pemberitaan tersebut, baik Nara maupun Dean jadi kesulitan untuk pergi kema
Suasana hening menyelimuti kedua insan yang tengah duduk berhadapan menikmati sarapan. Setelah pengakuan semalam, tiba-tiba saja suasana menjadi canggung. Nara yang malu dengan kejadian semalam, dimana ia dan Dean berciuman serta pengakuan dari Dean membuatnya mau tak mau terus menghindari tatapan pemuda itu.Nara merasa malu, entahlah dia sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba bersikap seperti anak remaja yang baru saja jatuh cinta, padahal jelas sekali dia baru saja patah hati. Dean berkali-kali melirik kearah Nara dari ekor matanya. Senyumnya diam-diam terus terukir dengan hangat di wajah tampan itu. Ah, Nara yang tengah malu-malu seperti itu terlihat sangat menggemaskan dimata Dean. Untuk memecah keheningan yang sudah berlangsung sekitar satu jam lamanya, akhirnya Dean membuka percakapan. "Ra, hari ini
"Bibi sedang a-- pa?" perkataan Nara sejenak terjeda saat pandangannya menatap kehadiran sosok lain selain Sarah.Kedua orang yang tengah memasak itu pun sontak membalik tubuhnya menghadap sumber suara."Oh Ra, kau sudah bangun?" Sarah menghentikan aktivitasnya dan tersenyum kearah Nara."Nara/Kak," ucap Nara dan pemuda di samping Sarah bersamaan. Sedangkan Sarah hanya mengernyitkan keningnya."K-kak sedang apa disini?" tanya Nara sedikit terbata."Kalian sudah saling mengenal?" tanya Sarah bingung.
4 jam sebelumnya..... Nara dan Dion pergi ke kediaman keluarga Siwon dengan maksud untuk memberitahu hubungan mereka kepada kedua orang Nara dan membujuk mereka untuk membatalkan perjodohan nya dengan Dean.Setelah sampai di sana, Nara berjalan dengan antusias dan bahagia dia bahkan sesekali bersenandung sambil terus mencari keberadaan kedua orang tuanya. Ah tidak lupa dengan tangannya yang masih bertautan dengan tangan Dion. Keduanya sepertinya sudah benar-benar yakin dengan keputusan mereka.Dion yang melihat kelakuan Nara pun hanya tersenyum. Dia tahu kekasihnya itu sangat bahagia. Dion tidak menyangka kalau Nara benar-benar ingin bersamanya.