“Dindaaa!”
Kairo terjaga dari tidur siang setelah pergulatan panas terjadi, ia tidak melihat Dinda yang tadi memeluknya.
“Mas!” Dinda menyahut, ia engintip dari sebalik pintu kamar mandi kemudian, membuat Kairo yang sedang memakai celananya pun menoleh.
“Saya kira kamu pergi.”
Dinda menggigiti bibirnya ragu seakan ingin mengutarakan sesuatu, membuat Kairo mendekat ke pintu kamar mandi yang hanya dibuka sedikit sekali untuk Dinda mengeluarkan kepalanya, “Ada masalah? Semuanya baik-baik saja bukan?”
“Saya datang bulan, saya lupa beli pembalut.”
Kairo yang begitu khawatirnya tadi sebab kelepasan sesuatu pun bernafas lega, akhirnya ketakutannya berakhir, “Saya akan keluar membelinya, yang seperti apa?”
“Terserah yang penting pilih yang jenis untuk malam di warung depan kos-kosan ada Mas...” Dinda berucap ragu, menutup mulutnya,”Ma-maaf merepotk
Kairo menggandeng Dinda masuk kedalam rumah sang mama, ia membawanya masuk lewat samping, masih terdengar jelas disana suara-suara orang yang berkumpul tapi sepertinya hanya tinggal para anggota keluarganya saja yaitu adik-adiknya juga keluarga dari pihak tante Miranda saja.Dinda berhenti menarik tangan kairo, ini mungkin dia akan mengalami yang namanya sidang lagi seperti mereka tertangkap basah kala itu.“Takut Mas—“ Remasi Dinda lengan Kairo“Tenanglah, tidak akan terjadi apapun, Mama tidak semenyeramkan apa yang kamu bayangkan.”“PAPAA!!”Edgar berteriak diluar sana,”Kakak Dindaa!” Bocah kecil berhambur kepada Dinda membuat Dinda menangkapnya.“Edgar! Hey kamu kok cakep sekali sih? Siapa yang buat rambutnya begini jigrak-jigrak gini,” Dinda memeluk Edgar mengusap-usap kepala Edgar.“Edgar sendiri, Edgar keren kan?” Bocah kecil itu pun bersedekap dada me
Di sebuah universitas swasta ternama, Adinda masih mengikuti kelas Pak Edwin sudah 2 jam lebih ia duduk seperti tidak berpijak setelah tadi datang hampir telat sebab membantu sang mertua masak lalu Kairo menyinggahi rumah sakit dulu sebelum menghantarkannya, kepalanya kini berkelana kemana-mana. Materi apapun yang di jelaskan Pak Edwin seakan tidak ada yang masuk kedalam otaknya, struktur apapun itu yang dijelaskan seakan ia tidak mampu di cerna. Bersyukur di detik-detik terakhir saat diberikan contoh tugas ia cepat paham dan mengerti.“Ke kantin atau langsung pulang?” Tegur Nia rekan sebelah Dinda membuyarkan lamunannya yang lagi-lagi memikirkan banyak hal.Dinda melihat pada waktunya, dia ada janjian dengan Redy, laki-laki itu belum menghubungi Dinda harap dia tidak jadi datang menjemputnya, “Aku mau langsung pulang Ni.”“Cepet banget belum sore tahu, biasanya kamu ke kantin temui Melana.”“Eh iya apa kaba
Satu jam berlalu, Dinda sudah selesai menikmati makanannya, tangannya terus ia letakkan dibawah meja ia tidak ingin mengundang pertanyaan Redy tentang yang melingkar ditangannya.Dan nanti bisa membuat dia terpaksa menjawab dia memang punya pasangan, dia tidak ingin menjadi panjang jika mama Redy tahu lalu menceritakan pada sang mama.“Gimana makanannya? Tempatnya, suasananya?”Dinda mengulas senyuman terpaksa,“Hemm…lezat, nyaman hemmm— semuanya sangat perfect.” Lihat Dinda pada laki-laki diseberang mejanya.“Setelah ini mau duduk di rooftop sambil menikmati cocktail terbaik disini atau keluar tempat lain?”Dinda melirik pada waktunya, ia yakin Kairo sedang mencarinya saat ini. “Sepertinya lain kali aja deh Kak , sudah malam saya ada janji sama temen mau ambil tugas dirumahnya.”“Sekarang?”“Iya….” Dinda melihat pada Redy meyakinkan, “Maa
Kairo mengajak Dinda kekamar miliknya setelah merasakan angin diluar semakin kencang, Dinda pun melangkah ragu masuk ke kamar Kairo itu, sebuah kamar besar yang begitu rapi wangi, walau seorang pria kamar yang dimiliki Kairo sangatlah nyaman. Segala furniturenya tertata rapi, tidak ada satupun benda yang berantakan semuanya tersusun rapi ditempatnya, buku-bukunya, peralatan bekerjanya semuanya tersusun rapi disana, nuansa cream dan kayu-kayu mendominasi dikamar itu hingga walkin closet miliknya, terkesan simple tidak terlalu banyak barang namun cukup elegant dan mewah, sebuah sofa santai terletak satu disana menghadap pada televisi dan sebuah pot tumbuhan hias disana.“Ini kamar kita— kamar kamu, nanti kita pindahkan semua barang-kamu kesini, jika tidak suka kita bisa ubah, sesuait yang kamu mau.”Dinda mengedarkan pandangannya kesekitar dikamar besar itu, “Kamu tidur sendiri?”Kairo yang membuka pakaiannya berkerut dahi, “Mak
Kedatangan Kairo menemui Frans kakak ipar Dinda jelas saja membuat lelaki itu terkesiap, Frans membawa Kairo duduk diluar area kantor disebuah coffe shop lalu dia membuat Kairo menceritakan semua dari mulai awal hingga akhirnya. Frans dibuat terbelalak, adik iparnya si ceria, tertutup dan super manja itu mengalami pernikahan bersama Kairo lelaki dewasa dan seorang duda beranak 1. Frans dibuat shock bertubi-tubi yang mana Dinda juga berbohong pada keluarga Kairo tentang dia yang sebatang kara. Frans memaklumi itu, Dinda mungkin takut kejadiannya sama seperti mereka dulu, tapi dia menunda-nunda membuka kebenaran malah menumpuk masalah lain, Ya Dinda seperti yang juga Frans ketahui sudah akan dijodohkan dengan Redy anak dari teman sang Mama tapi apakah Kairo tahu ini? Sepertinya tidak. Wajah Kairo tampak gusar ia memijat pelipisnya melihat pada Frans, “Saya tidak tahu apakah dengan datang menemui, Orang tua Dinda, Mamanya bisa menerima ini, selain pernik
Nancy menjemput Dinda dan Edgar disebuah mall atas perintah Frans, dimana Redy pun tidak mengerti apa yang terjadi Dinda tiba-tiba menangis sejadi-jadinya disana, hingga akhirnya Redy pun harus pergi tanpa penjelasan.Semua begitu kacau Dinda tidak lagi bisa berkata-kata apapun selain menangis, dia merasa dirinya memalukan, jelas sekali dia salah, dia jahat, dia yang membuat hancur dan kacau, dia terus maju namun dalam langkahnya yang salah, dalam beberapa hal yang tidak cepat ia putuskan dan menjadi masalah lebih besar lain.Nancy merasa begitu iba atas yang terjadi pada adiknya namun dia tidak bisa turut campur jauh atas apa yang diputuskan Kairo selain meminta Dinda untuk meminta maaf sedalam-dalamnya pada Kairo, jika bisa diperbaiki maka perbaikilah, jika Kairo tidak bergerak atas putusannya, Ya... mungkin itu sudah jalannya.Edgar yang tidak mengerti sedari tadi berjongkok didepan Dinda, sedari awal kenal Dinda dia sudah menjadi orang yang begitu peka
Dua setengah tahun kemudian.Pengadilan negri Bandung kelas 1 AIni sudah ketiga kalinya Dinda berada disini, bukan bekerja atau menjalani sidang sebuah kasus, melainkan mewakilkan atasannya untuk hadir dalam sidang permasalahan internal perusahaan, terkait dengan seorang staff yang melakukan sabotase demi keuntungan pribadi. Dia yang lulusan arsitek bukan menjadi seorang arsitek melainkan memilih bidang lain untuk ia jalani, Dinda bekerja disebuah perusahaan manufakture menjadi seorang staff disana.Dinda kembali lagi ke kota Bandung, ia rasa kota ini lebih baik, lebih nyaman untuknya yang juga masih punya tugas terbaik, menemani hari senja sang mama.Dinda sudah lama berhasil melewati kesedihan itu, bayangan itu, selepas Kairo memberikan mobil, uang juga rumah, Dinda sudah meminta sang kakak mengembalikannya. Namun sepertinya rumah itu benar tidak ditempati entah kemana pemiliknya.Kata Melana Kairo tidak pernah terlihat lagi disana, rumah
Kairo mendengkus,...“Bagaimana kamu dan dia?” Percakapan mereka berlajut, Kairo bersikap biasa saja melihat pada Dinda.“Dia?” Dinda kembali melihat pada Kairo. Sosok yang sungguh ia rindukkan namun mendadak semenyebalkan ini.“Ya... dia— pria yang dijodohkan Mama kamu, semuanya baik-baik saja ‘kan?”Dinda mengendikkan bahunya acuh, dia tahu Redy sekarang bahkan sudah menikah dan sudah akan mempunyai anak, tapi buat apa juga membahas ini, Kairo pasti hanya ingin tahu saja lalu ingin mengejeknya mungkin jika perjodohan itu gagal.“Kenapa? Haruskah saya menjelaskan?”Kairo terlihat menunggu jawaban itu masih bersikap angkuh, “Ya tidak, bukan urusan saya juga....” ia mencebikkan bibirnya seperti mencibir Dinda.Adinda pun tertawa, sejujurnya sakit hati dengan ucapan Kairo tapi buat apa dia sakit hati harusnya biasa saja mereka memang bukan siapa-siapa lagi.“Ya
Beberapa bulan kemudian. “Assalamualaikum, Papa pulang!” Suaran Kairo didepan pintu rumah menggema hingga keseluruhsisi rumah besar itu. Segera mungkin Adinda dan Edgar bersembunyi, mereka inginmemberikan Kairosurprisedi hari ulang tahunnya ini, Kairo merasa aneh biasanya saat dijam-jam dia akan pulang bekerja istri dan anak-anaknya sudah menunggunya didepan pintu namun hari ini tidak ada sambutan apapun. “Mamaaaa! Edgar…Putih…” Mereka pun tertawatertahanmendapati Kairo mencari mereka, namun Putihbayi5 bulanyang belum mengertiitubergemingmengeluarkan suara centilnya, “Papaa papa…” Ssssst…
Seminggu sudah usia baby putih, Adinda dan Kairo kini masih menempati kediaman orang tua Kairo menunggu rumah baru mereka sedikit direnovasi, Rumah keluarga Kairo bertambah ramai dengan kehadiran bayi mungil itu sebab sudah sejak Edgar seusia sekarang dan dan anak-anak dari Bella dan Jasmine sudah besar juga, lama sekali tidak ada kehadiran bayi dirumah keluarga itu.Putih menjadi sesuatu yang menggemaskan diperebutkan disana, dia merupakan cucu perempuan paling kecil dari 6 cucu Rifandhiya yang kebanyakan adalah anak laki-laki kecuali anak Jasmine cucu petama Rifandiya. Di pagi hari yang cerah dengan matahari yang terbilang tidak terlalu terik lelaki setengah abad ayah Kairo itu sedang berkeliling kediamannya menggendong Baby Putih sembari sedikit berjemur.Lelaki itu hampir tidak pernah melakukan hal seperti ini sebab dia menetap diluar kota sebelumnya dan jarang sekali banyak waktu bersama para cucunya, namun saat ini anak-anakanya sudah melarang d
Meninggalkan semua masalah yang ada dirumahnya Kairo, dan mendapatkan izin, Kairo segera membawa Adinda kerumah sakit, dengan supir dan pembantu yang menghantarkan Adinda dan Edgar Kesana tadi, Adinda benar-benar merasakan kesakitan yang teramat sedari tadi ia merasakannya hanya saja kepanikan hilangnya Kairo membuat dia menepiskan rasa sakit itu.Sampai di mobil terus saja bibir Adinda menggerutu sembari menahan sakit, memarahi suaminya sepanjang jaloan tidak berhenti.“Kamu kebangetan tahu nggak! Ini semua karena kamu,” Adinda meremasi tangan Kairo yang memeganginya mengelukan sakitnya.“Sayang tahan dulu marahnya, fokus dulu...oh Tuhan kamu sepertinya sudah pembukaan ini.” Pahma Kairo akan itu.“Kamu buat saya strees! Kamu tahu nggak sedari tadi saya sudah nahani sakit! Ceritain ada apa di
7 Bulan kemudian. Kemeriahan acara baby shower yang di adakan oleh keluarga Dinda juga Kairo begitu meriah di sebuah resto berbintang lima, seluruh keluarga besar menghadiri acara keluarga itu, bertemakan putih-putih, Kairo dan Adinda masih merahasiakan jenis kelamin anak kedua mereka dan memang tidak ingin membagikannya hingga lahiran nanti namun yang terpenting adalah perkembangannya cukup baik. Tidak ada yang perlu dikeluhkan kata Kairo sikap istrinyalah yang terlalu banyak keluhan dan maunya, setiap hari ada saja keinginan anehnya yang ia sebut dengan mengidam. Meminta suaminya bekerja dengan kemeja Bunga-bunga, makan es kelapa muda langsung dibawah pohonnya, berenang disebuah sungai, memancing ikan, yang paling menyebalkan adalah selalu pergi ke salon dan meminta suaminya ikut juga melakukan perawatan seperti dia. Lebih tepatnya hanya dibua
Sebuah pantai nan Indah dibagian timur Indonesia menjadi tempat Kairo dan Adinda honeymoon sekaligus baby Moon, perkembangan bayi dalam kandungan Adinda cukup baik, dia pun tidak mengalami gejala morning sickness yang parah hanya saja memiliki mood swing yang selalu aneh dan menyebalkan, kerap kali menangis tanpa sebab, marah kejelasan dan mencemburui yang bukan-bukan.Meninggalkan Edgar merupakan rasa yang sulit untuk Dinda, dia merasa kasihan dan tidak tega sebab Adinda sudah berjanji kemanapun mereka bertiga akan selalu bersama-sama namun sang mertua melarang itu, bagaimanapun keduanya butuh waktu untuk berduaan.Bagaimana pun Adinda adalah ibu baru yang harusnya menikmati waktu berduaan yang banyak bersama suaminya apa lagi hamil muda, termasuk diluar mengasuh Edgar demi kewarasan jiwa dan emosional tidak ada yang tahu dalam kondisi hamil Adinda mengalami keluhan yang tertahan.
“Dindaa kenapa duduk dilantai semen seperti itu, itu dingin! Kenapa juga kamu makan nenas-nenas muda itu kamu nggak sayang anak kamu!” Hermita begitu marahnya saat ia lihat yang ditangan Adinda adalah potongan nenas muda, “Kalau Kairo tahu pasti kamu dimarahi!”Adinda terkesiap mendapatkan pekikkan dari Mama Kairo tersebut, ia begitu terperangah bahkan buah yang sudah di tangannya hendak masuk mulut pun menjadi jatuh, “Mama—““Ayo masuk kedalam,” Dengan menarik nafasnya Hermita mendekat pada Adinda lalu membantunya bangkit, Kini dia memang jauh lebih berisi dari sebelumnya dulu, “Widya bawain sedikit rujaknya untuk Dinda jangan kasih yang terlalu asam-asam apa lagi nenas itu tajam loh!” Hermita menuntun Adinda masuk kerumah.Para pekerja rumah disana saling berpandangan mereka tahu belakan
Pagi-pagi sekali Adinda bangun, ia segera mencari tas Kairo yang mana lelaki itu semalam membawa tespack untuk istrinya itu, Adinda segera bergegas turun mencari tas Kairo lalu segera kekamar mandi saat hari padahal masih gelap dan Kairo pun masih terlelap.Adinda memanjatkan doa ia mulai memasukan alat pemeriksaan itu pada urinnya dan ia pun menunggu sejenak hasilnya.Dinda merasakan jantung yang berpacu cepat, ia begitu deg-degan akan hasilnya menghitung detik waktu seperti yang ada tata cara pemakaian membuat beberapa detik saja terasa sangat lama.Hingga waktu yang ditunggu tiba, Adinda segera mengangkat hasil pada benda berbentuk digital itu dan hasilnya, seketika membuat dia berkaca-kaca.Adinda menangis, air matanya luruh, Adinda segera memeluk benda itueratdan bergegas keluar dari kamar mandi tidak sabar men
Hari beranjak sore, Adinda tengah menyiapkan makanan untuk keluarga kecilnya, sementara Kairo sedang berada diluar merapikan sedikit halaman kecil dirumah mereka dan Edgar bermain sepeda diluar sana.Tib-tiba saja dari pintu dapur Edgar muncul ia hendak kedapur untuk minum.“Ma!” Adinda terkesiap entah sejak kapan Edagr sudah disana, Ia yang sedang memasak kemudian menoleh melihat pada Edgar.“Ya sayang? Edgar bikin kaget ih!”Edgar pun sumringah tertawa lebar memperlihatkan gigi-gigi kelincinya, “Kata mama kalau manggilnya mama, nanti Edgar akan punya adik tapi mana adiknya.”Adinda seketika tertawa, “Hemm…Edgar sudah ingin punya adik?”“Kan mama bilang nanti Edgar kalau punya adik bisa punya tem
Setelah Adinda berhasil mengambil barang-barang milik Edgar secara paksa mereka pun segera pergi mencari penginapan, sebuah taksi sudah membawa ketiganya namun dalam keadaan yang bergitu histeris, Edgar menangis tidak berhenti ia begitu ketakutan terus meminta pada sang papa yang memeluknya agar mereka segera pulang ke Jakarta.Edgar merasa jika dia masih disana kemungkinan untuk kembali lagi bersama Renata cukup besar, “Papa Edgar mau pulang! Edagr mau pulang kerumah kita, Edgar nggak mahu kembali keLA! PAPA TOLONG!”Kairo menebak Renata pasti membuat Edgar tertekan hinga membuat dia seperti ini, “Tidak akan ada yang pernah bisa membawa Edgar dari papa, apa lagi mama Edgar.”Hiksss hiksss, “Edgar mau pulang…Edgar mahu pulang!”Adinda disebelah Kairo mencoba menena