Kedatangan Kairo menemui Frans kakak ipar Dinda jelas saja membuat lelaki itu terkesiap, Frans membawa Kairo duduk diluar area kantor disebuah coffe shop lalu dia membuat Kairo menceritakan semua dari mulai awal hingga akhirnya.
Frans dibuat terbelalak, adik iparnya si ceria, tertutup dan super manja itu mengalami pernikahan bersama Kairo lelaki dewasa dan seorang duda beranak 1. Frans dibuat shock bertubi-tubi yang mana Dinda juga berbohong pada keluarga Kairo tentang dia yang sebatang kara.
Frans memaklumi itu, Dinda mungkin takut kejadiannya sama seperti mereka dulu, tapi dia menunda-nunda membuka kebenaran malah menumpuk masalah lain, Ya Dinda seperti yang juga Frans ketahui sudah akan dijodohkan dengan Redy anak dari teman sang Mama tapi apakah Kairo tahu ini?
Sepertinya tidak.
Wajah Kairo tampak gusar ia memijat pelipisnya melihat pada Frans, “Saya tidak tahu apakah dengan datang menemui, Orang tua Dinda, Mamanya bisa menerima ini, selain pernik
Nancy menjemput Dinda dan Edgar disebuah mall atas perintah Frans, dimana Redy pun tidak mengerti apa yang terjadi Dinda tiba-tiba menangis sejadi-jadinya disana, hingga akhirnya Redy pun harus pergi tanpa penjelasan.Semua begitu kacau Dinda tidak lagi bisa berkata-kata apapun selain menangis, dia merasa dirinya memalukan, jelas sekali dia salah, dia jahat, dia yang membuat hancur dan kacau, dia terus maju namun dalam langkahnya yang salah, dalam beberapa hal yang tidak cepat ia putuskan dan menjadi masalah lebih besar lain.Nancy merasa begitu iba atas yang terjadi pada adiknya namun dia tidak bisa turut campur jauh atas apa yang diputuskan Kairo selain meminta Dinda untuk meminta maaf sedalam-dalamnya pada Kairo, jika bisa diperbaiki maka perbaikilah, jika Kairo tidak bergerak atas putusannya, Ya... mungkin itu sudah jalannya.Edgar yang tidak mengerti sedari tadi berjongkok didepan Dinda, sedari awal kenal Dinda dia sudah menjadi orang yang begitu peka
Dua setengah tahun kemudian.Pengadilan negri Bandung kelas 1 AIni sudah ketiga kalinya Dinda berada disini, bukan bekerja atau menjalani sidang sebuah kasus, melainkan mewakilkan atasannya untuk hadir dalam sidang permasalahan internal perusahaan, terkait dengan seorang staff yang melakukan sabotase demi keuntungan pribadi. Dia yang lulusan arsitek bukan menjadi seorang arsitek melainkan memilih bidang lain untuk ia jalani, Dinda bekerja disebuah perusahaan manufakture menjadi seorang staff disana.Dinda kembali lagi ke kota Bandung, ia rasa kota ini lebih baik, lebih nyaman untuknya yang juga masih punya tugas terbaik, menemani hari senja sang mama.Dinda sudah lama berhasil melewati kesedihan itu, bayangan itu, selepas Kairo memberikan mobil, uang juga rumah, Dinda sudah meminta sang kakak mengembalikannya. Namun sepertinya rumah itu benar tidak ditempati entah kemana pemiliknya.Kata Melana Kairo tidak pernah terlihat lagi disana, rumah
Kairo mendengkus,...“Bagaimana kamu dan dia?” Percakapan mereka berlajut, Kairo bersikap biasa saja melihat pada Dinda.“Dia?” Dinda kembali melihat pada Kairo. Sosok yang sungguh ia rindukkan namun mendadak semenyebalkan ini.“Ya... dia— pria yang dijodohkan Mama kamu, semuanya baik-baik saja ‘kan?”Dinda mengendikkan bahunya acuh, dia tahu Redy sekarang bahkan sudah menikah dan sudah akan mempunyai anak, tapi buat apa juga membahas ini, Kairo pasti hanya ingin tahu saja lalu ingin mengejeknya mungkin jika perjodohan itu gagal.“Kenapa? Haruskah saya menjelaskan?”Kairo terlihat menunggu jawaban itu masih bersikap angkuh, “Ya tidak, bukan urusan saya juga....” ia mencebikkan bibirnya seperti mencibir Dinda.Adinda pun tertawa, sejujurnya sakit hati dengan ucapan Kairo tapi buat apa dia sakit hati harusnya biasa saja mereka memang bukan siapa-siapa lagi.“Ya
Beberapa menit Dinda membiarkan lama tubuh mereka saling mendekap, bahkan Kairo menempelkan wajahnya miring pada dada Dinda merasakan nyaman seperti ini, Dinda pun memberi usapan lembut pada punggung lalaki itu lalu pada rambutnya mencoba memberikan ketenangan.Hingga Dinda pelan sekali berusaha memulai bertanya lagi, “Apa yang terjadi sama kamu, Mas, tidak bisakah saya mengetahuinya.”Kairo tidak meresepon, helaan nafasnya terdengar berat lelaki itu malah memejam tampak sangat merasa nyaman didada Dinda. Dinda menatap wajah itu lamat-lamat hidung yang tinggi, bulu mata lentik, rahang yang penuh rambut-rambut halus, sejenak Dinda diam hingga ia tidak bisa menolak dorongan dari dirinya mengecup pada puncak kepala lelaki itu.Dinda merasakan sesuatu yang berat tengah terjadi pada Kairo, “Kamu jangan seperti ini Mas, kamu bukan seperti kamu, ceritakan apa yang terjadi Mas...mungkin saya bisa bantu kamu.”Kairo menarik nafasnya lagi se
Berkali-kali rekan Dinda dikantor menghubungi sebab Dinda mendadak hilang dan Beny mencarinya, ponselnya sudah puluhan kali bergetar namun Dinda tidak mendengarnya hingga akhirnya benda pipih itu jatuh ke lantai membuat suara jatuh yang kuat dan membangunkan keduanya. Dinda terjaga dengan terkesiap, tubuhnya yang polos tanpa sehelai benangpun masih memeluk nyaman Kairo yang sama polos dengan dia. “Oh Tuhan! Sudah pukul berapa? Kenapa ketiduran sih! Aduh Adinda.” Dinda segera turun dari ranjang memunguti semua pakaiannya yang tergeletak begitu sangat panik segera berlari masuk kedalam kamar mandi. Kairo pun demikian dia segera bangkit sang papa mungkin tengah mencarinya saat ini. Dan benar saja saat dia membuka ponselnya sudah banyak sekali sang papa menghubunginya, Kairo segera ikut bergegas ke kamar mandi ia mengetuk pintu. “Sebentaaaar! saya mandi!” Teriak Dinda. Kairo tidak ingin menunggu ia liat kunci kamar mandi tergantung a
“Mas— lepasin saya kamu jangan seperti ini, ini bahaya buat saya!.” Tatap Dinda sebal Kairo yang masih terus bersikeras menahan tangannya. “Kamu penentang bahaya, jangan pura-pura lupa.” Kairo semakin mempererat tangn Adinda. “Orlin…mba Orlin…” Lihat Dinda ke pintu masuk seolah panik. Kairo pun tertawa, “Tidak adakah yang lebih basi dari itu?” Sungguh Dinda pun mengumpat kesal, Kairo memang seperti ini sedari dulu dia susah untuk dikelabui sebab dialah ahlinya gombal dan mengelabui, sejurus kemudian Dinda yang sudah kehabisan akal pun menghitung detik waktu dan… ia pun menggigit. “ADINDA!” Pekik Kairo, segera Dinda berlari melepaskan diri, ia mengendikkan bahunya acuh melihat lagi kebelakang membiarkan Kairo mengaduh kesakitan. “Kamu sakit jiwa Mas…” Tidak lama Dinda kembali, Kairo yang digigit Dinda pun kembali nyatanya dia tidak melakukan apapun pada pakaiannya yang ternoda, Kairo hanya mengusap-usapnya membuatnya semakin mel
Kairo pergi begitu saja setelah membuatkissmarkdan mengucapkan kepada Dinda meminta bantuan membawa Edgar kembali, Dinda yang tadi untuk bernafas saja begitu sulit, seketika menghembuskan lega nafasnya, sungguh sekarang menyeramkan sekali sikap Kairo. Memang sudah dari dulu lelaki itu bersikap dinguin namun sekarang dinginnya lebih arogant.Dinda bergegas keluar dari gudang lalu pergi ke toilet sebelum masuk keruangannya, rambutnya kini berantakan, tubuhnya juga berkeringat sebab gudang tadi begitu panas dan pengap. Dan lihatlah Kairo sungguh kurang ajar sekali dia memberi bekas tanda dilehernya begitu jelas yang mana mau tidak mau Dinda harus mengancing kemejanya agar tidak memperlihatkan bekas kiss mark itu.“Kamu sakit Kairo, Arghhh!”Dinda melihat pada arloji di tangannya, ia sudah telat beberapa menit Dinda pun segera keluar dan berlari masuk kedalam ruangannya, beberapa mata melihat ke arah Dinda yang masuk, sungguh Dinda t
Setelah hampir 2 jam lebih pertemuan pun berakhir, mereka keluar dari gedung perusahaan itu, Dinda berjalan didepan sementara Beny dan Kairo masih dibelakang membincangi kembali beberapa hasil meeting, Dinda enggan beriringan takut Kairo lagi dan lagi melakukan hal-hal anehnya.Hingga sampai diparkiran mobil Dinda masuk kedalam mobil menyapa supir kantor yang melamun disana. “Hey pak, Pak An... bengong mulu Pak!” Kejuti Dinda.“Eh mba Dinda sudah selesai ya?”“Ayo buruan balik.” Dinda berangsur masuk kedalam mobil merapikan barang-barangnya.Tidak lama Beny pun naik membuat Dinda melihat keluar, Beny kembali menggunakan mobil kantor lalu Kairo kemana? Apakah membujuk tunangannya itu setelah keributan itu.Sekelebat rasa panas menyerang dadanya, dia berla
Beberapa bulan kemudian. “Assalamualaikum, Papa pulang!” Suaran Kairo didepan pintu rumah menggema hingga keseluruhsisi rumah besar itu. Segera mungkin Adinda dan Edgar bersembunyi, mereka inginmemberikan Kairosurprisedi hari ulang tahunnya ini, Kairo merasa aneh biasanya saat dijam-jam dia akan pulang bekerja istri dan anak-anaknya sudah menunggunya didepan pintu namun hari ini tidak ada sambutan apapun. “Mamaaaa! Edgar…Putih…” Mereka pun tertawatertahanmendapati Kairo mencari mereka, namun Putihbayi5 bulanyang belum mengertiitubergemingmengeluarkan suara centilnya, “Papaa papa…” Ssssst…
Seminggu sudah usia baby putih, Adinda dan Kairo kini masih menempati kediaman orang tua Kairo menunggu rumah baru mereka sedikit direnovasi, Rumah keluarga Kairo bertambah ramai dengan kehadiran bayi mungil itu sebab sudah sejak Edgar seusia sekarang dan dan anak-anak dari Bella dan Jasmine sudah besar juga, lama sekali tidak ada kehadiran bayi dirumah keluarga itu.Putih menjadi sesuatu yang menggemaskan diperebutkan disana, dia merupakan cucu perempuan paling kecil dari 6 cucu Rifandhiya yang kebanyakan adalah anak laki-laki kecuali anak Jasmine cucu petama Rifandiya. Di pagi hari yang cerah dengan matahari yang terbilang tidak terlalu terik lelaki setengah abad ayah Kairo itu sedang berkeliling kediamannya menggendong Baby Putih sembari sedikit berjemur.Lelaki itu hampir tidak pernah melakukan hal seperti ini sebab dia menetap diluar kota sebelumnya dan jarang sekali banyak waktu bersama para cucunya, namun saat ini anak-anakanya sudah melarang d
Meninggalkan semua masalah yang ada dirumahnya Kairo, dan mendapatkan izin, Kairo segera membawa Adinda kerumah sakit, dengan supir dan pembantu yang menghantarkan Adinda dan Edgar Kesana tadi, Adinda benar-benar merasakan kesakitan yang teramat sedari tadi ia merasakannya hanya saja kepanikan hilangnya Kairo membuat dia menepiskan rasa sakit itu.Sampai di mobil terus saja bibir Adinda menggerutu sembari menahan sakit, memarahi suaminya sepanjang jaloan tidak berhenti.“Kamu kebangetan tahu nggak! Ini semua karena kamu,” Adinda meremasi tangan Kairo yang memeganginya mengelukan sakitnya.“Sayang tahan dulu marahnya, fokus dulu...oh Tuhan kamu sepertinya sudah pembukaan ini.” Pahma Kairo akan itu.“Kamu buat saya strees! Kamu tahu nggak sedari tadi saya sudah nahani sakit! Ceritain ada apa di
7 Bulan kemudian. Kemeriahan acara baby shower yang di adakan oleh keluarga Dinda juga Kairo begitu meriah di sebuah resto berbintang lima, seluruh keluarga besar menghadiri acara keluarga itu, bertemakan putih-putih, Kairo dan Adinda masih merahasiakan jenis kelamin anak kedua mereka dan memang tidak ingin membagikannya hingga lahiran nanti namun yang terpenting adalah perkembangannya cukup baik. Tidak ada yang perlu dikeluhkan kata Kairo sikap istrinyalah yang terlalu banyak keluhan dan maunya, setiap hari ada saja keinginan anehnya yang ia sebut dengan mengidam. Meminta suaminya bekerja dengan kemeja Bunga-bunga, makan es kelapa muda langsung dibawah pohonnya, berenang disebuah sungai, memancing ikan, yang paling menyebalkan adalah selalu pergi ke salon dan meminta suaminya ikut juga melakukan perawatan seperti dia. Lebih tepatnya hanya dibua
Sebuah pantai nan Indah dibagian timur Indonesia menjadi tempat Kairo dan Adinda honeymoon sekaligus baby Moon, perkembangan bayi dalam kandungan Adinda cukup baik, dia pun tidak mengalami gejala morning sickness yang parah hanya saja memiliki mood swing yang selalu aneh dan menyebalkan, kerap kali menangis tanpa sebab, marah kejelasan dan mencemburui yang bukan-bukan.Meninggalkan Edgar merupakan rasa yang sulit untuk Dinda, dia merasa kasihan dan tidak tega sebab Adinda sudah berjanji kemanapun mereka bertiga akan selalu bersama-sama namun sang mertua melarang itu, bagaimanapun keduanya butuh waktu untuk berduaan.Bagaimana pun Adinda adalah ibu baru yang harusnya menikmati waktu berduaan yang banyak bersama suaminya apa lagi hamil muda, termasuk diluar mengasuh Edgar demi kewarasan jiwa dan emosional tidak ada yang tahu dalam kondisi hamil Adinda mengalami keluhan yang tertahan.
“Dindaa kenapa duduk dilantai semen seperti itu, itu dingin! Kenapa juga kamu makan nenas-nenas muda itu kamu nggak sayang anak kamu!” Hermita begitu marahnya saat ia lihat yang ditangan Adinda adalah potongan nenas muda, “Kalau Kairo tahu pasti kamu dimarahi!”Adinda terkesiap mendapatkan pekikkan dari Mama Kairo tersebut, ia begitu terperangah bahkan buah yang sudah di tangannya hendak masuk mulut pun menjadi jatuh, “Mama—““Ayo masuk kedalam,” Dengan menarik nafasnya Hermita mendekat pada Adinda lalu membantunya bangkit, Kini dia memang jauh lebih berisi dari sebelumnya dulu, “Widya bawain sedikit rujaknya untuk Dinda jangan kasih yang terlalu asam-asam apa lagi nenas itu tajam loh!” Hermita menuntun Adinda masuk kerumah.Para pekerja rumah disana saling berpandangan mereka tahu belakan
Pagi-pagi sekali Adinda bangun, ia segera mencari tas Kairo yang mana lelaki itu semalam membawa tespack untuk istrinya itu, Adinda segera bergegas turun mencari tas Kairo lalu segera kekamar mandi saat hari padahal masih gelap dan Kairo pun masih terlelap.Adinda memanjatkan doa ia mulai memasukan alat pemeriksaan itu pada urinnya dan ia pun menunggu sejenak hasilnya.Dinda merasakan jantung yang berpacu cepat, ia begitu deg-degan akan hasilnya menghitung detik waktu seperti yang ada tata cara pemakaian membuat beberapa detik saja terasa sangat lama.Hingga waktu yang ditunggu tiba, Adinda segera mengangkat hasil pada benda berbentuk digital itu dan hasilnya, seketika membuat dia berkaca-kaca.Adinda menangis, air matanya luruh, Adinda segera memeluk benda itueratdan bergegas keluar dari kamar mandi tidak sabar men
Hari beranjak sore, Adinda tengah menyiapkan makanan untuk keluarga kecilnya, sementara Kairo sedang berada diluar merapikan sedikit halaman kecil dirumah mereka dan Edgar bermain sepeda diluar sana.Tib-tiba saja dari pintu dapur Edgar muncul ia hendak kedapur untuk minum.“Ma!” Adinda terkesiap entah sejak kapan Edagr sudah disana, Ia yang sedang memasak kemudian menoleh melihat pada Edgar.“Ya sayang? Edgar bikin kaget ih!”Edgar pun sumringah tertawa lebar memperlihatkan gigi-gigi kelincinya, “Kata mama kalau manggilnya mama, nanti Edgar akan punya adik tapi mana adiknya.”Adinda seketika tertawa, “Hemm…Edgar sudah ingin punya adik?”“Kan mama bilang nanti Edgar kalau punya adik bisa punya tem
Setelah Adinda berhasil mengambil barang-barang milik Edgar secara paksa mereka pun segera pergi mencari penginapan, sebuah taksi sudah membawa ketiganya namun dalam keadaan yang bergitu histeris, Edgar menangis tidak berhenti ia begitu ketakutan terus meminta pada sang papa yang memeluknya agar mereka segera pulang ke Jakarta.Edgar merasa jika dia masih disana kemungkinan untuk kembali lagi bersama Renata cukup besar, “Papa Edgar mau pulang! Edagr mau pulang kerumah kita, Edgar nggak mahu kembali keLA! PAPA TOLONG!”Kairo menebak Renata pasti membuat Edgar tertekan hinga membuat dia seperti ini, “Tidak akan ada yang pernah bisa membawa Edgar dari papa, apa lagi mama Edgar.”Hiksss hiksss, “Edgar mau pulang…Edgar mahu pulang!”Adinda disebelah Kairo mencoba menena