Beranda / Romansa / HASRAT CINTA PERTAMA / Part 2 : Budak Cinta

Share

Part 2 : Budak Cinta

Penulis: Desma Limb
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-25 16:15:28

Diana baru akan merebahkan tubuhnya di pembaringan berukuran besar yang ada dalam kamarnya, ketika ponselnya di atas nakas berbunyi. Dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. 

“Mungkin Mas Rey yang telpon,” pikir Diana buru-buru mengambil ponselnya.

Namun, ternyata itu panggilan dari Denny, sang mantan yang siang tadi ditemuinya di mall.

“Hallo ... ada apa telpon malam-malam, Den?" tanya Diana pelan.

[Iseng aja! Hm ... aku tebak pasti suamimu belum pulang, 'kan?]

“Kok, kamu tahu?” tanya Diana seperti orang bodoh.

[Ya, tahulah. Kalau ada suamimu, mana berani kamu mengangkat teleponku, iya, 'kan?]

“Kamu mau apa, Den? Mau terus mengejekku?” tanya Diana ketus ketika terdengar Denny tertawa geli.

[Maaf, Diana. Aku tidak bermaksud begitu, aku hanya ingin bertemu kamu lagi besok siang, bisa 'kan?]

“Buat apa, Den? Aku tuh udah istri orang dan beranak empat, untuk apa kamu masih mau menemuiku?”

[Karena aku tahu kamu gak bahagia, Diana.]

“Siapa bilang? Aku bahagia, kok.”

[Jangan bohong! Aku sangat mengenal dirimu, Diana. Dua tahun lamanya kita dulu pacaran, sebelum kamu pergi dengan laki-laki itu.]

“Denny! Itu sudah masa lalu. Eh, udah dulu, ya? Sepertinya suamiku udah pulang.” Diana ingin memutus pembicaraan mereka begitu didengarnya suara langkah kaki menuju kamarnya.

[Ok, pokoknya besok jam dua siang, kamu aku tunggu di kafe depan pintu masuk mall tadi.]

Malah Denny yang langsung menutup pembicaraan mereka sebelum Diana sempat menjawabnya. Bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka dari luar.

Diana buru-buru menyelipkan ponselnya ke bawah bantal di samping ia duduk.

“Kok belum tidur?” tanya Reynaldi yang melihat sang istri masih duduk di ranjang mereka.

“Nungguin kamu, Mas. Kok mancing ikan sampe malam begini. Cantik gak ikannya?” sindir Diana dengan hati cemburu. Jangan-jangan suaminya bukan memancing ikan, tapi memancing wanita cantik.

“Ngawur kamu! Udah, tidur aja duluan. Aku mau mandi dulu.” Reynaldy dengan acuh langsung menuju kamar mandi di ruangan itu.

Diana menatap punggung suaminya dengan mulut seksinya maju dua centi.

“Mas ....” Diana meraba dada kekar sang suami yang baru merebahkan diri di sampingnya setelah selesai mandi. Air hangat yang mengguyurnya tadi membuat Reynaldi langsung mengantuk.

“Hem ... aku lelah, mau tidur dulu, besok pagi aja mainnya.” Reyhan membalikkan tubuhnya, memunggungi sang istri.

“Huh, siapa juga yang mau ngajak main,” gerutu Diana yang kemudian ikut membalikkan tubuhnya, memunggungi sang suami. Rey tersenyum samar mendengar gerutuan sang istri dengan mata yang terpejam. Tidak lama kemudian terdengar dengkuran halusnya.

Diana tidak bisa terlelap, malah bayangan wajah Denny yang semakin tampan dan keren hadir di pelupuk matanya, membuatnya terus mengingat laki-laki yang ditinggalkannya begitu saja dulu, karena terpikat oleh Reynaldi yang lebih dewasa dan mapan.

“Apa besok aku temui aja si Denny di mall, ya? Aku harus bilang padanya langsung, agar jangan menghubungi aku lagi. Ntar kalau Mas Rey tahu, bisa berabe jadinya,” pikir Diana resah.

Tangan suaminya yang tiba-tiba memeluknya dari belakang, membuat Diana sadar dari memikirkan laki-laki lain. Ia membalikkan tubuh menghadap sang suami. Ujung jemarinya mengusap halus garis wajah tampan yang berhiaskan cambang tipis yang tercukur rapi. Wajah Reynaldi tampak tenang dengan dengkuran yang halus. Tangannya masih memeluk tubuh Diana dengan erat. Diana tersenyum getir. Hanya dalam kondisi tidak sadar, Rey akan melakukan hal romantis itu terhadap tubuh langsing miliknya.

“Mungkin kau pikir aku hanya sebuah guling, Mas,” bisik Diana sembari menyembunyikan wajahnya di dada sang suami, memeluk lelaki tercintanya. Tidak lama kemudian ia pun tertidur pulas.

***

"Siang nanti aku mau ke Berau, mungkin sekitar seminggu. Ada teman yang ngajak nambang di sana,” ujar Reynaldy saat sarapan pagi bersama istri dan kedua anaknya yang akan berangkat sekolah. Keduanya masih di taman kanak-kanak.

“Lama banget seminggu, Mas. Pasti aku susah nahan rindu ntar.” Diana menatap suaminya dengan netra yang tiba-tiba mengembun.

“Ah, kamu kayak ABG aja, masa udah tujuh tahun berlalu masih juga rindu-rinduan.” Reynaldi tertawa geli melihat istrinya yang sejak awal mereka menikah sangat terobsesi padanya. Bahkan hampir tiap hari istri cantiknya itu meminta jatah batin padanya, gak ada bosan-bosannya. Kadang Rey heran dengan kecanduan istrinya yang tidak berubah sejak mereka menikah.

“Jadi Mas gak pernah merasa rindu sama aku ya, saat berjauhan?” Diana bertanya dengan sedih. Meski suaminya sering pergi ke luar kota, tapi hanya dua-tiga hari saja. Ia pasti akan sangat merindukan suaminya itu nanti, walaupun selama berada di rumah pun Rey juga tidak terlalu memperhatikannya. Laki-laki itu hanya sibuk dengan rokok dan ponselnya di teras rumah mereka sampai tengah malam.

“Duh, males deh, pagi-pagi bahas hal yang gak penting kayak gini. Diana-Diana, udah anak empat juga, kok masih membahas cinta dan rindu. Udah, sana, anterin Tian sama Kevin! Ntar telat lagi sekolahnya.” Reynaldi tanpa peduli dengan perasaan istrinya, membawa gelas kopinya ke teras. Ia pasti akan merokok lagi di sana.

Airmata Diana hampir saja luruh, jika Tian, putri sulungnya tidak menyentuh tangannya.

“Maa, kakak udah selesai sarapannya.” Sang putri cantiknya menatap dengan wajah polos.

“Oh iya, Sayang. Pinter anak mama. Hm … Kevin, ayo cepatan habisin makanannya.” Diana berusaha menghilangkan rasa sedihnya atas sikap sang suami. Ia kemudian sibuk mempersiapkan keperluan sekolah kedua anaknya. Pekerjaan rutin yang ia lakukan setiap hari. Mengantar dan menjemput kedua anaknya itu sekolah. 

Tidak ada sopir pribadi di rumah mereka. Suaminya bilang, anak-anak itu lebih aman kalau diantar oleh salah satu orang tuanya. Diana pun dengan senang hati melakukannya, karena ia tidak punya kegiatan lain selain mengawasi keempat anak-anak mereka. Apalagi ada dua orang babysitter yang membantu mengurus dua anaknya yang lebih kecil. Untuk urusan mengurus rumah juga ada Mbak Tuti--Asisten Rumah Tangganya. Hidup yang sudah sempurna sebenarnya. Namun, hanya satu yang kurang, yaitu waktu dan perhatian dari suaminya.

Bab terkait

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 3 : Mantan Pacar yang Menggoda

    Denny melambaikan tangannya begitu melihat Diana yang berjalan masuk ke dalam kafe. Wanita itu terlihat sangat menawan dengan rambut panjangnya yang diwarnai pirang, kacamata berlensa coklat menghiasi wajah cantiknya yang putih bersih. Siapa yang menyangka di pinggang ramping itu pernah melahirkan empat orang anak.“Sorry, Den. Nidurin anak-anak dulu, repot kalau harus membawa mereka.” Diana menghenyakkan body aduhainya di kursi kafe paling pojok yang dipilih Denny.“Gak apa-apa, aku juga baru tiba kok,” jawab Denny sambil tersenyum tipis. Padahal ia sudah satu jam menunggu di kafe itu.“Kamu mau makan apa, Diana?” Denny menyodorkan buku menu makanan ke hadapan Diana.“Aku pesan minuman aja deh, barusan habis makan di rumah.”“Jus alpukat?”“Kamu masih aja ingat sama minuman kesukaanku?” senyum Diana memamerkan gigi

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-25
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 4 : Kejutan yang Tragis

    “Denny? Kamu juga datang?” Diana berusaha untuk tenang dari pesona sang mantan yang dulu sangat jauh berbeda. Kini sosok Denny benar-benar berbeda. Tidak pecicilan dan berantakan seperti saat mereka masih pacaran masa kuliah dulu.“Aku juga alumni kampus kita ‘kan?” tegur Denny dengan senyum smirk-nya.“Hm … iya, sih. Soalnya reuni tahun-tahun lalu kamu gak pernah datang.”“Belum tertarik, baru kali ini kepengen datang.”“Pasangannya mana, nih? Kok laki-laki setampan kamu datang sendiri,” goda Diana berusaha menghilangkan kekakuan antara mereka.“Udah ada kamu ‘kan yang jadi pasanganku malam ini, buktinya kamu juga datang sendiri.” Denny tertawa lebar hampir seperti mengejek.Diana bingung mau menjawab apa, untung saja matanya melihat Riska datang menghampiri.&l

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-25
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 5 : Rahasia Sang Suami

    “Bu, ada apa? Kok Ibu bisa pingsan begini?” Bau minyak kayu putih yang menyengat di hidungnya membuat Diana pelan membuka matanya. Terlihat Santi--babysitter anaknya serta si bungsu yang menangis menjerit dalam troly-nya, mungkin karena sang pengasuh masih sibuk menyadarkan Diana.Sesaat kemudian Diana bangkit dari tidurnya dan mulai menangis lagi, begitu teringat akan berita kecelakaan suaminya tadi. Setelah cukup tenang, ia meraih ponsel yang tergeletak jatuh di lantai. Diana memencet kembali nomor terakhir yang menghubunginya tadi.[Hallo, Bu? Anda tidak apa-apa?]“Dimana sekarang suami saya, Pak?” tanya Diana langsung tanpa menjawab pertanyaan dari polisi yang masih memegang ponsel suaminya.[Sudah dibawa ke Rumah Sakit AW Syahrani Samarinda, Bu, karena menurut penumpang yang selamat, alamat mereka di kota Samarinda.]“Memangnya ada penumpang yang selamat, Pak?&rdqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-25
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 6 : Ternyata Jadi Istri Kedua

    Diana duduk termenung menatap bunga-bunga mawar yang bermekaran di depan jendela kamarnya. Sudah seminggu ia mengurung diri di kamar. Kepergian Rey begitu mengguncang perasaannya. Apalagi setelah mendengar semua rahasia yang disembunyikan dengan rapi oleh sang suami selama pernikahan mereka. Padahal tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Diana benar-benar mengutuk kebodohannya selama ini.“Mas Rey … kenapa kau sakiti aku seperti ini, Mas ….” Air mata membasahi pipi mulusnya. Isak tangisnya kembali terdengar kala mengingat laki-laki yang sudah mengambil semua cinta yang ada di hatinya. Diana masih saja merasa tidak percaya akan semua kenyataan ini. Bagaimana pun juga ia mencoba untuk berdamai dengan apa yang sudah terjadi, tetapi hatinya masih saja terasa sakit, menyesak seluruh rongga di dadanya.Suara ketukan di pintu kamarnya tidak membuat Diana menoleh dari tatapannya yang masih terpaku pada kupu

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 7 : Direktur yang Mempesona

    Hari-hari terus berjalan dan dilewati Diana tanpa terasa. Rasa kehilangannya terhadap sang suami juga sedikit demi sedikit bisa berkurang. Apalagi kesibukan barunya sebagai Direktur di perusahaan peninggalan suaminya itu, bisa mengalihkan kesedihan dan kedukaannya atas kepergian Reynaldi. Diana tidak terlalu mencampuri ke dalam operasional perusahaan, ia percaya Ivan mampu menangani semua yang berhubungan dengan pengembangan perusahaan baik di dalam perusahaan maupun di lapangan. Diana hanya mengawasi dari segi keuangan dan menanda-tangani semua surat-surat penting yang dibutuhkan oleh perusahaan.Tiga bulan pun berlalu. Selama itulah Diana melewati malam-malam sepinya sendiri. Meskipun terlambat mengetahui bahwa suaminya ternyata juga milik wanita lain, tetapi Rey selama ini juga selalu ada di sisinya setiap malam. Alasan ke luar kota pun juga tidak pernah lama. Sekarang Diana baru sadar, mungkin ketika sang suami pamt ke luar kota adala

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 8 : Mendadak Dilamar

    Beberapa saat Diana tidak bisa berkata apa-apa. Sungguh tak disangkanya, Denny akan melamarnya seperti ini. Wanita yang baru menjanda selama tiga bulan itu hanya diam terpaku menatap lelaki yang juga tengah menatapnya tajam. Ia kemudian mengerjapkan mata dan menelan saliva yang tiba-tiba terasa seret di tenggorokan. “Sepertinya kamu butuh minum, Na.” Denny dengan tersenyum menuangkan coca cola soft drinks yang di atas meja ke dalam gelas kosong yang memang sudah disediakannya untuk sang pujaan hati. “Nih, minumlah,” ujar Denny sembari menyodorkan gelas bertangkai lancip itu.Diana menyambut gelas itu, kemudian meneguknya sedikit. “Hm … jadi bagaimana dengan lamaranku tadi? Masa iddahmu ‘kan sudah berakhir, aku ingin menjadi suamimu secepatnya,” lanjut Denny to the point. “Den … kamu sudah pikirkan masak-masak belum? Aku tuh janda dengan anak empat lho? Bagaimana dengan tanggapan orang tuamu nanti? Teman-temanmu?” ceca

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 9 : Jauh dari Restu

    Akhir pekan itu Denny pulang ke rumah orang tuanya di Balikpapan. Jaraknya hanya sekitar dua jam saja dari kota Samarinda. Dua atau tiga kali sebulan, Denny selalu mengunjungi ibu dan kedua adik perempuannya di kota kelahirannya itu. Denny tiba sekitar pukul tujuh malam di rumah orang tuanya. Sang ibu langsung mengajak putra kesayangannya itu makan malam berdua. Kedua adik perempuan Denny kebetulan sedang tidak berada di rumah pada saat itu. “Ma, ada yang ingin aku bicarakan sama Mama,” ucap Denny ketika mereka usai makan malam. Ia ingin segera meminta restu dari ibunya untuk menikahi Diana. “Wah, kebetulan nih, Den. Mama juga ada yang mau dibicarakan sama kamu,” jawab Yanny—sang ibu dengan wajah berseri-seri. “Mengenai apa, Ma?” Denny balik bertanya begitu melihat ibunya yang lebih antusias ingin bicara sesuatu dengannya. “Kamu ingat gak sama Susana putrinya Tante Ning, tetangga kita dulu waktu tinggal di dekat Se

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 10 : Galaunya Seorang Janda

    Diana menatap lagi ponselnya untuk ke sekian kalinya. Sudah tiga hari berlalu, tidak ada kabar berita dari Denny sama sekali. Padahal Denny berjanji akan segera mengabarinya hari Senin kemarin sepulang dari Balikpapan. Namun, sampai hari Selasa ini tidak ada juga kabar samasekali dari pria yang beberapa hari lalu begitu ngotot ingin menikahinya.“Apa Denny marah gara-gara penolakanku beberapa hari yang lalu?” pikir Diana galau. Pikirannya kembali melayang pada kejadian di siang hari Jumat itu.Sebenarnya Diana sedikit menyesal dengan kejadian itu, serasa dirinya begitu murahan, tapi ia tetap harus mengakui bahwa aura memikat laki-laki itu begitu kuat. Ia tidak mampu menolaknya. Apalagi sudah tiga bulan ia tidak merasakan sentuhan yang memabukkan dari seorang laki-laki.Diana menghela napas sekali lagi. Ia menyandarkan tubuh pada sandaran kursi sambil menengadahkan kepala. Matanya terpejam. Kembali lagi, bayangan ti

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16

Bab terbaru

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 83 : Kado Sebelum Pesta Pernikahan (TAMAT)

    “Istri saya hamil, Dok?” Willy bertanya kaget, ia tak menyangka kalau Vinda begitu cepat mengandung anaknya. Memang sih, sudah sebulan terakhir ini ia tak pernah lagi memakai pengamannya saat berhubungan dengan Vinda. Willy menoleh pada Vinda yang juga tampak terkejut mendengar ucapan sang dokter. Ia langsung memeluk tubuh istrinya, “Kamu hamil, Sayang.” “Iya, Mas. Aku senang sekali mendengarnya, Mas ….” Vinda balas memeluk suaminya dengan erat. Bahkan, tak lama kemudian terdengar isak tangisnya. Ia benar-benar sangat bersyukur bisa mengandung anak dari pria yang sangat dicintainya itu. “Untuk lebih jelasnya usia kehamilan Bu Vinda, saya buatkan surat rekomendasi ke dokter kandungan ya, Pak.” Suara dokter pria berusia sekitar empat puluhan itu terdengar bicara pada pasangan yang sedang berbahagia itu. “Jadi untuk obat-obatan serta vitamin, nanti akan dapat resep dari dokter kandungan.” “Baik, Pak. Kalau begitu kami pamit dulu,” ujar Willy sembari memb

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 82 : Restu Sang Ayah

    Willy mengandeng tangan Vinda menuju ruang makan. Kedua orang tuanya sudah menunggu di sana. “Akhirnya … mantu baru mama datang juga.” Eva langsung menyapa sang menantu dengan ceria, membuat Vinda yang begitu gugup sedikit tenang mendapatkan sambutan hangat dari ibu mertuanya. Vinda langsung menghampiri Eva, mencium tangan wanita paruh baya yang tadi malam juga sudah mengobrol dengannya via telepon genggam. “Iya, Bu. Maaf sudah menunggu.” “Gak apa-apa, Vin. Papa dan mama juga baru duduk di sini kok,” balas Eva sembari melirik suaminya yang tampak menatap tajam istri dari Willy itu. Eva tak peduli, ia kembali menatap pada sang menantu. “Vin, kamu harus biasakan panggil kami mama dan papa kayak Willy, ya?” Vinda menganggukkan kepalanya, ia kemudian melirik ayah mertuanya, berusaha menenangkan dirinya sebelum melangkah ke Hartono. Vinda mengulurkan tangan, ingin menyalami pria gagah berusia enam puluh lima tahun itu. Hartono melirik dingin tangan V

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 81 : Akhirnya Menikah

    “Aku akan ikut kamu pulang ke Semarang akhir bulan ini.” Willy merapikan rambut Vinda yang berantakan, usai permainan panas mereka barusan. Keduanya masih tidur berdempetan di sofa ruang tamu. “Aku ingin berkenalan dengan orang tuamu.”“Serius mau ikut, Mas? Kantor gimana? Masa kita pergi bersamaan?” Vinda menatap wajah tampan berkeringat itu dengan senyum bahagia di bibirnya.“Emangnya, kamu mau ke Semarang berminggu-minggu?” protes Willy sembari bangkit dari atas tubuh Vinda. Tanpa memberi aba-aba, tubuh yang masih terkulai lemas di sofa itu diangkatnya dan dibawa ke dalam kamar. “Cukup semalam aja di sana, kita berangkat Sabtu pagi, pulang lagi Minggu sore, okey?”“Cepat banget?” Vinda membulatkan matanya sembari memeluk erat leher kokoh Willy yang sedang membawanya menuju kamar.“Masa kamu tega biarin aku pulang duluan ke sini, sih? Aku ma

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 80 : Bertemu Calon Mertua

    Vinda refleks melihat jam tangannya mendengar ucapan Willy. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi lewat sepuluh menit. “Ehm … jam sembilan, Mas ada janji ketemu Pak Rocky di kantor, jadi sepertinya gak keburu mampir-mampir segala.”“Eh, iya, hampir aku lupa, gak mungkin juga kan? Kita hanya main setengah jam doang, masa celup sebentar langsung check out,” ucap Willy sembari memukul setir mobilnya sedikit kesal, padahal hasratnya sudah terasa sampai ke ubun-ubun membayangkan tubuh mulus Vinda yang tak pernah terasa bosan untuk dinikmatinya. “Kamu harus cepat-cepat jadi istriku, Vin. Biar tiap bangun tidur kita bisa olah raga dulu.”Vinda menyembunyikan senyum gelinya dengan rasa panas yang menjalar di wajahnya mendengar ucapan Willy yang gak ada remnya. Cewek itu memalingkan wajahnya ke jendela di sebelahnya, pura-pura memperhatikan orang-orang yang berjalan di trotoar.Akhirnya sepuluh menit

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 79 : Calon Mantu

    “Mama kenal banget kok, sama dia.” Willy menjawab dengan senyum yang terbit di ujung bibirnya. Terbayang wajah cantik Vinda dalam kepalanya. “Benarkah? Ayo, kasih tahu mama, Wil!” Eva bertanya penuh semangat. Baginya yang penting Willy mau segera menikah. Agar pikirannya bisa tenang. Ia sudah capek selalu mengkhawatirkan putra ketiganya itu. “Sabar, Ma? Nanti deh, dia pasti akan aku kenalkan secara resmi pada papa dan Mama sebagai calon istri aku.” Willy mendekatkan duduknya ke dekat sang ibu, lalu meraih tangan ibu yang sudah melahirkannya tiga puluh tiga tahun yang lalu itu. “Mama janji akan merestui siapa pun yang aku pilih untuk pendamping hidupku kan?” “Tentu saja, Wil. Mama percaya, pasti kamu memilihnya karena mencintai dia kan? Jadi untuk apa mama akan menghalangi kebahagiaan putra mama sendiri.” Eva menatap putra tercintanya dengan senyum tulus. “Makasih, Ma.” Willy mencium tangan ibunya penuh haru. Wan

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 78 : Kehadiran Prince

    Diana mengelus tangan kekar suaminya yang memeluk tubuh polosnya dengan erat dari belakang. Bibirnya tersenyum mendengar dengkuran halus Ivan dengan napas hangatnya yang terasa menerpa leher jenjang Diana. Setengah jam yang lalu, mereka baru saja selesai bertempur dalam kenikmatan. Ivan pun langsung tertidur pulas setelah itu, tapi Diana masih terbangun.Berlahan, Diana mendorong tangan besar Ivan, lalu berusaha melepaskan diri dengan sedikit susah karena perutnya yang sudah sangat membuncit. Di usia kehamilannya yang sudah sembilan bulan itu, aktivitas ranjangnya dengan sang suami tak pernah berkurang. Ivan malah semakin bergairah melihat sang istri dengan perut buncitnya. Mereka pun bermain aman dengan posisi yang juga sangat menyenangkan bagi Diana, posisi doggy style.Diana yang berhasil duduk di pinggir ranjang, lalu memasang piyama tidurnya yang tergeletak di atas ranjang, ia ingin membersihkan diri ke kamar mandi. Namun, saat ia ingin berdiri perutny

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 77 : Pengakuan Cinta

    Willy membuka matanya pelan, ia mengumpulkan semua kesadarannya, mendapatkan dirinya yang terbaring di tempat yang ia sangat kenal. Dua atau tiga kali dalam seminggu ia selalu terbangun di sana setiap paginya.Willy menoleh pada seseorang yang tidur menempel di tubuhnya dalam selimut yang sama, bahkan kaki cewek itu terasa menimpa sebagian tubuhnya bagian bawah. Tangan itu pun memeluk perut polosnya dengan erat. Willy tersenyum, ia sudah hafal akan cara cewek itu tidur.“Ehm … Bapak udah bangun?” Vinda membuka matanya begitu merasakan sebuah ciuman hangat di keningnya. Senyum wanita cantik itu melebar begitu mendapatkan wajah tampan yang menatapnya penuh arti.“Bukan hanya aku yang udah bangun, kakimu juga membangunkan yang lain,” dengus Willy dengan suaranya yang berat dan seksi.“Oh, maafkan, kakiku yang selalu gak sopan ini.” Vinda baru menyadari bahwa kakinya masih nangkring di a

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 76 : Kerja Rangkap Sang Sekretaris

    “Vin, kamu jemput aku ke Tunjungan bentar.” Willy menghubungi Vinda--sekretarisnya begitu kepalanya terasa semakin berat. Ia telah mencoba untuk menyetir sendiri, tapi sepertinya ia tak bakal sampai di rumah jika terus memaksa membawa mobilnya itu pulang. Vinda turun dari ojek online begitu melihat mobil bosnya yang terparkir di jalan seberang plaza terbesar nomor dua di Kota Surabaya itu. Wanita bertubuh langsing itu mengetuk jendela mobil beberapa kali, sampai mengintip di jendela kaca sembari menutup kedua sisi wajahnya, agar ia bisa melihat sang bos di dalam mobil. Tak hilang akal, Vinda menghubungi Willy dengan ponselnya dan berhasil membuat Willy yang ketiduran di belakang kemudi bergerak bangun. Lalu, menoleh ke jendela mobil yang kembali diketuk oleh Vinda. Willy membuka pintu mobil dan keluar dengan sedikit sempoyongan, ia beralih duduk ke kursi penumpang di belakang kemudi. Vinda yang berdiri di dekat pintu mobil, kemudian langsung masuk dan dud

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 75 : Menyelesaikan Benang Kusut

    “Kamu?” Susana mendelik melihat pasiennya yang masuk pertamakali setelah usai jam istirahat adalah wanita yang telah menganggu rumah tangganya lima bulan yang lalu. “Hai … Dokter cantik? Apa kabar?” Elina dengan santai mengulurkan tangannya mengajak sang dokter berjilbab coklat muda itu bersalaman. Susana dengan enggan menerima uluran tangan wanita yang tampak sok akrab padanya. Ia tertegun begitu melihat ke tubuh wanita cantik yang mendatanginya itu. “Ka-kamu hamil lagi?” “Iya, dong … makanya saya ke sini, soalnya dulu saat pertama hamil, kan Dokter yang periksa. Jadi saya rindu, Dokter memeriksa kehamilan saya lagi.” Elina semakin senang mengganggu istrinya Denny itu. Ia berusaha menahan senyumnya. “Kamu hamil bukan dengan suami saya, kan?” Susana bertanya pelan. Hatinya langsung berkecamuk karena mengingat suaminya ke Samarinda lima bulan yang lalu yang ia yakini untuk menemui wanita yang ada di depannya saat ini. “Menurut Dokter bagaimana?

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status