Beranda / Romansa / HASRAT CINTA PERTAMA / Part 6 : Ternyata Jadi Istri Kedua

Share

Part 6 : Ternyata Jadi Istri Kedua

Penulis: Desma Limb
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-13 21:14:48

 Diana duduk termenung menatap bunga-bunga mawar yang bermekaran di depan jendela kamarnya. Sudah seminggu ia mengurung diri di kamar. Kepergian Rey begitu mengguncang perasaannya. Apalagi setelah mendengar semua rahasia yang disembunyikan dengan rapi oleh sang suami selama pernikahan mereka. Padahal tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Diana benar-benar mengutuk kebodohannya selama ini. 

 “Mas Rey … kenapa kau sakiti aku seperti ini, Mas ….” Air mata membasahi pipi mulusnya. Isak tangisnya kembali terdengar kala mengingat laki-laki yang sudah mengambil semua cinta yang ada di hatinya. Diana masih saja merasa tidak percaya akan semua kenyataan ini. Bagaimana pun juga ia mencoba untuk berdamai dengan apa yang sudah terjadi, tetapi hatinya masih saja terasa sakit, menyesak seluruh rongga di dadanya.

 Suara ketukan di pintu kamarnya tidak membuat Diana menoleh dari tatapannya yang masih terpaku pada kupu-kupu yang beterbangan di sekitar tumbuhan mawar kesayangannya.

 “Maaf, Bu, ada tamu mencari Ibu.” Suara Tuti—asisten rumah tangganya yang bicara dari balik pintu akhirnya membuat Diana menoleh.

 “Siapa?” tanyanya serak.

 “Katanya teman Ibu waktu kuliah.”

Dengan malas Diana bangkit dari duduknya. Ia merapikan sedikit wajah sembabnya di depan kaca rias. Lalu melangkah dengan lunglai keluar kamar. Setibanya di ruang tamu, Diana terpaku menatap sesosok pria yang juga sedang menatapnya dengan senyum lembut di bibir tipisnya.

 “Denny? Kamu kok tahu rumahku di sini?” tanya Diana sembari duduk di kursi depan sang tamu yang tak diundang itu.

 “Kamu ‘kan pernah kasih tahu waktu itu, kalau rumahmu dekat dari jalan masuk depan sana.”

 “Oh ….”

 “Aku turut berduka cita ya, Na,” ucap Denny pelan setelah sesaat ruang tamu itu senyap tak ada suara.

 “Kamu tahu darimana, Den?” Diana bertanya dengan mata sembabnya yang kembali mengembun.

 “Dari Riska. Kemarin kami bertemu di plaza mulia.”

 “Makasih ya, Den. Kamu sudah datang ke sini.” Diana menjawab pelan sembari mengusap matanya pelan.

 “Aku hanya ingin melihat kondisimu, Diana. Kamu sudah jauh lebih kurus dibanding dua minggu lalu kita bertemu.” Denny menatap iba wajah wanita yang terlihat pucat.

 Diana tidak menjawab, hanya airmatanya yang kemudian menetes kembali di pipinya yang pucat.

 “Sudah cukup kesedihanmu itu, Diana. Kamu harus kuat,” ujar Denny tidak tahan melihat wajah cantik itu terlihat layu dan pucat. Ingin rasanya ia memeluk tubuh wanita yang sedang berduka cita itu. 

 “Seandainya kamu tahu apa yang sudah Mas Rey lakukan terhadapku, mungkin kau akan tertawa, Den,” ucap Diana dalam hati. Ia sangat malu terhadap pria yang sangat mencintai dan memujanya sejak dulu itu. Yang dengan teganya ia tinggalkan karena tertarik oleh Rey yang lebih dewasa dari mereka.

 “Kok sepi, Na. Anak-anakmu pada ke mana?” tanya Denny mengalihkan pembicaraan.

 “Mereka sedang di rumah ibuku sejak tadi pagi.”

 “Oh ya, gimana kabar orang tuamu, Na?”

 “Mereka baik-baik saja.”

 “Seandainya kamu bersedia, ingin rasanya aku mengajakmu keluar mencari udara segar, Na.” Denny menatap Diana penuh harap. Ia ingin menghibur hati wanita yang masih sangat ia sayangi hingga kini.

 “Maaf, Den. Aku hanya ingin istirahat di rumah.”

 “Oke … baiklah, kalau begitu aku pamit pulang dulu, ya?” Denny langsung berdiri dari duduknya.

“Maaf, sekali lagi, Den. Aku tidak bermaksud mengusirmu,” ucap Diana tidak enak hati.

 “Aku tahu, Diana. Kebetulan aku juga ada janji sama teman sebentar lagi.” Denny melemparkan senyum menawannya.

 “Oh, kirain kamu buru-buru pulang karena ucapanku tadi.” Diana berusaha untuk tersenyum.

 “Gak kok, ya, udah. Kamu istirahat lagi deh, jangan lupa makan, nanti malah kamu sakit kalau terus menerus bersedih kayak gitu,” nasehat Denny. Diana menatap haru mantan kekasihnya yang tidak berubah sedikitpun perhatiannya.

 Diana mengantar Denny ke teras, ia melambaikan tangan begitu lelaki gagah itu berlalu dengan mobilnya.

***

 “Mas Ivan, kamu pasti tahu tentang Mbak Rinda, istri pertamanya Mas Rey ‘kan? Kalian sama-sama kuliah di Surabaya dulu,” tanya Diana begitu Ivan duduk di depan meja kerjanya kini. Ruangan kerja almarhum suaminya dulu.

 “Hm … maaf, Diana. Aku gak mau masuk dalam urusan rumah tangga kalian,” jawab Ivan pelan. “Apalagi sekarang Rey sudah gak ada, lebih baik kita lupakan saja yang sakit-sakit, kenang saja bagian yang indah-indah, agar kamu bisa kuat menghadapi masa depan nanti.”

 Diana terdiam mendengar ucapan sahabat sekaligus orang kepercayaan suaminya di perusahaan yang sekarang menjadi tanggung jawabnya kini.

 “Iya, Mas. Terima kasih atas nasehatnya. Aku harap Mas Ivan juga bisa membimbing aku untuk meneruskan perusahaan Mas Rey ini ke depannya.” Diana mengulas senyum manisnya untuk pria yang juga masih betah menduda setelah bercerai dengan istrinya setahun yang lalu.

 “Jangan khawatir, Diana. Aku juga tidak mau perusahaan yang kami rintis bersama ini akan hancur, perusahaan ini juga masa depan aku sendiri,” balas pria berwajah keturunan Arab itu dengan tersenyum lembut, menatap janda sahabatnya yang cantik jelita.

 “Oh iya, jam berapa Pak Bram mau datang ke sini?” Ivan mengalihkan topik pembicaraan. Ia tidak mau berlama-lama satu ruangan dengan wanita cantik yang duduk di hadapannya itu.

“Hm … sekitar jam dua belas siang, Mas. Nanti sekalian saja kita makan siang bersama di luar, kalau Mas Bram datang.”

 “Oke deh, ada yang perlu ditanyakan lagi gak? Kalau gak ada aku permisi dulu, ada janjian sama buyer nih,” tanya Ivan sambil menegakkan tubuhnya dari sandaran kursi, bersiap-siap mau berdiri.

 “Udah gak ada sih, Mas. Makasih ya, sudah datang ke sini.” Diana mengulas senyum manisnya.

 “Sama-sama, Bu.” Ivan pun membalas dengan tersenyum tipis.

 “Eh, tetap panggil namaku aja deh, Mas,” protes Diana tertawa geli. Baru kali ini ia bisa tertawa setelah dua minggu hanya kedukaan yang dirasakannya. Hari ini memang hari pertama ia datang ke kantor peninggalan suaminya yang meninggal dua minggu yang lalu.

 “Kamu ‘kan atasanku sekarang.” Ivan ikut terkekeh.

 “Terserah kamu lah, Pak Ivan.” Diana menimpali dengan mamanggil Ivan dengan sebutan resmi di kantoran.

 “Nah, itu udah cocok, panggil Ibu dan Pak,” ucap Ivan sambil berdiri dari duduknya dengan tersenyum lebar.

***

 “Mulai hari ini jabatan Direktur di perusahaan ini dipegang oleh Ibu Diana Angelina dan Pak Ivan Sanjaya menempati posisi sebagai General Manager.” Bramantyo Yahya—kakak tertua dari almarhum Reynaldi menyampaikan di hadapan para manager dan kepala divisi yang bertempat di ruangan meeting yang diadakan sekitar pukul dua siang.

 “Kami dari jajaran Direksi mengharapkan semoga perusahaan ini tetap berjalan lancar dan berkembang seperti ketika masih dipimpin oleh almarhum adik saya dulu. Saya harap Bapak dan Ibu semua juga tetap terus bekerja dengan baik dan bersungguh-sungguh.” Bram melanjutkan pidatonya. Gayanya yang tegas sama persis seperti gayanya Rey kala memimpin meeting dengan para karyawannya.

 Diana pun kemudian memberikan salam perkenalannya kepada manager-manager perusahaan yang hadir di ruangan meeting tersebut. Penampilannya yang cantik dan keren membuat beberapa pria di ruangan itu menatap kagum. Ditambah lagi dengan gaya bicaranya yang pintar dan berkelas. Bram dan Ivan pun merasa puas akan performance dari penerus Direktur di perusahaan tersebut.

Bab terkait

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 7 : Direktur yang Mempesona

    Hari-hari terus berjalan dan dilewati Diana tanpa terasa. Rasa kehilangannya terhadap sang suami juga sedikit demi sedikit bisa berkurang. Apalagi kesibukan barunya sebagai Direktur di perusahaan peninggalan suaminya itu, bisa mengalihkan kesedihan dan kedukaannya atas kepergian Reynaldi. Diana tidak terlalu mencampuri ke dalam operasional perusahaan, ia percaya Ivan mampu menangani semua yang berhubungan dengan pengembangan perusahaan baik di dalam perusahaan maupun di lapangan. Diana hanya mengawasi dari segi keuangan dan menanda-tangani semua surat-surat penting yang dibutuhkan oleh perusahaan.Tiga bulan pun berlalu. Selama itulah Diana melewati malam-malam sepinya sendiri. Meskipun terlambat mengetahui bahwa suaminya ternyata juga milik wanita lain, tetapi Rey selama ini juga selalu ada di sisinya setiap malam. Alasan ke luar kota pun juga tidak pernah lama. Sekarang Diana baru sadar, mungkin ketika sang suami pamt ke luar kota adala

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 8 : Mendadak Dilamar

    Beberapa saat Diana tidak bisa berkata apa-apa. Sungguh tak disangkanya, Denny akan melamarnya seperti ini. Wanita yang baru menjanda selama tiga bulan itu hanya diam terpaku menatap lelaki yang juga tengah menatapnya tajam. Ia kemudian mengerjapkan mata dan menelan saliva yang tiba-tiba terasa seret di tenggorokan. “Sepertinya kamu butuh minum, Na.” Denny dengan tersenyum menuangkan coca cola soft drinks yang di atas meja ke dalam gelas kosong yang memang sudah disediakannya untuk sang pujaan hati. “Nih, minumlah,” ujar Denny sembari menyodorkan gelas bertangkai lancip itu.Diana menyambut gelas itu, kemudian meneguknya sedikit. “Hm … jadi bagaimana dengan lamaranku tadi? Masa iddahmu ‘kan sudah berakhir, aku ingin menjadi suamimu secepatnya,” lanjut Denny to the point. “Den … kamu sudah pikirkan masak-masak belum? Aku tuh janda dengan anak empat lho? Bagaimana dengan tanggapan orang tuamu nanti? Teman-temanmu?” ceca

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 9 : Jauh dari Restu

    Akhir pekan itu Denny pulang ke rumah orang tuanya di Balikpapan. Jaraknya hanya sekitar dua jam saja dari kota Samarinda. Dua atau tiga kali sebulan, Denny selalu mengunjungi ibu dan kedua adik perempuannya di kota kelahirannya itu. Denny tiba sekitar pukul tujuh malam di rumah orang tuanya. Sang ibu langsung mengajak putra kesayangannya itu makan malam berdua. Kedua adik perempuan Denny kebetulan sedang tidak berada di rumah pada saat itu. “Ma, ada yang ingin aku bicarakan sama Mama,” ucap Denny ketika mereka usai makan malam. Ia ingin segera meminta restu dari ibunya untuk menikahi Diana. “Wah, kebetulan nih, Den. Mama juga ada yang mau dibicarakan sama kamu,” jawab Yanny—sang ibu dengan wajah berseri-seri. “Mengenai apa, Ma?” Denny balik bertanya begitu melihat ibunya yang lebih antusias ingin bicara sesuatu dengannya. “Kamu ingat gak sama Susana putrinya Tante Ning, tetangga kita dulu waktu tinggal di dekat Se

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 10 : Galaunya Seorang Janda

    Diana menatap lagi ponselnya untuk ke sekian kalinya. Sudah tiga hari berlalu, tidak ada kabar berita dari Denny sama sekali. Padahal Denny berjanji akan segera mengabarinya hari Senin kemarin sepulang dari Balikpapan. Namun, sampai hari Selasa ini tidak ada juga kabar samasekali dari pria yang beberapa hari lalu begitu ngotot ingin menikahinya.“Apa Denny marah gara-gara penolakanku beberapa hari yang lalu?” pikir Diana galau. Pikirannya kembali melayang pada kejadian di siang hari Jumat itu.Sebenarnya Diana sedikit menyesal dengan kejadian itu, serasa dirinya begitu murahan, tapi ia tetap harus mengakui bahwa aura memikat laki-laki itu begitu kuat. Ia tidak mampu menolaknya. Apalagi sudah tiga bulan ia tidak merasakan sentuhan yang memabukkan dari seorang laki-laki.Diana menghela napas sekali lagi. Ia menyandarkan tubuh pada sandaran kursi sambil menengadahkan kepala. Matanya terpejam. Kembali lagi, bayangan ti

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 11 : Diajak Nikah

    Diana kembali ke ruangannya di kantor. Seulas senyum hadir di bibirnya kala mengusap perutnya yang sedikit menyembul. Makan siang bersama pertamakalinya hanya berdua Ivan, pria yang melahap makanannya dengan nikmatnya itu, membuat Diana tanpa sadar ikut menghabiskan menu makan siangnya tak bersisa. Gulai kepala ikan yang dimakannya tadi benar-benar enak, ditambah dengan sikap Ivan yang mengajaknya mengobrol ini itu. Sangat berbeda dengan sikap pria itu kala mereka berada di kantor. Diana tidak mengira teman suaminya itu begitu menarik di luar kantor. Ia pun merasa nyaman ketika bersama Ivan yang dewasa dan menyenangkan.Suara dering ponselnya dari dalam tas, menyadarkan Diana dari memikirkan sosok Ivan. Terlihat nama yang memanggilnya itu ‘Teman Lama’. Ia belum menggantinya dengan nama Denny, sejak menyimpan nomor itu ketika pertama kali bertemu lagi empat bulan yang lalu.“Hallo ….” Diana menjawab pelan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 12 : Jalan yang Tertutup

    Rumah orang tua Diana baru saja sepi dari para kerabat yang datang menghadiri acara arisan keluarga yang mereka adakan usai waktu Magrib tadi. “Ibu, Ayah. Ada yang ingin aku bicarakan,” pinta Diana begitu hanya mereka bertiga yang tersisa di ruang tengah rumah orang tuanya. “Mengenai apa, Diana? Ada masalah di kantormu kah?” tanya sang ibu sambil menatap putri sulungnya. “Bukan masalah di kantor, Bu. Hm … ini mengenai Denny. Ibu masih ingat ‘kan sama dia? Teman dekatku waktu kuliah dulu yang beberapa kali datang ke rumah ini.” “Oh, iya, Ibu ingat kok, apalagi pas kamu nikah sama Rey dulu, dia ‘kan yang datang mabuk-mabukan ke pesta kalian?” Ratih tertawa kecil mengingat pemuda yang datang ke pesta pernikahan anak sulungnya itu. “Iya, Bu, dulu aku memang meninggalkannya dan lebih memilih Mas Rey. Hm … empat bulan lalu aku ketemu Denny lagi pas acara reunian di kampus. Setelah Mas Rey meninggal, Denny jadi seri

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-17
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 13 : Terus atau Putus?

    “Denny! Aku tidak akan menghalangi apa yang kau inginkan saat ini, tapi setelah ini aku tidak akan pernah mau menemuimu lagi,” ancam Diana begitu ada kesempatan buatnya untuk bicara di tengah-tengah aksi Denny di atas tubuhnya. Denny tertegun mendengar ancaman wanita yang sudah dibuatnya tidak berdaya. Berlahan ia melonggarkan jepitan tangannya di tubuh langsing Diana yang sudah terlihat pasrah tidur di atas jok mobil yang sudah direbahkan oleh laki-laki itu tadi. Tangannya pun kemudian kembali menarik tuas jok untuk menegakkan kembali sandarannya. Diana diam saja melihat Denny yang kemudian mengancingkan kembali baju yang dilepas paksa oleh pria itu tadi. “Maafkan aku, Na. Tadi temanku mengajak minum sebelum ketemu kamu. Aku benar-benar minta maaf ya, gak bisa kontrol emosiku barusan.” Denny mencium tangan Diana lama dengan napas yang masih terlihat memburu. Ia benar-benar sedang berusaha untuk tenang. “Aku mau pulang dulu, Den,” j

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-17
  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 14 : Bertemu Calon Mertua

    Denny menemui ibunya ke kamar. Terlihat sang ibu sedang melipat mukenanya, sepertinya baru saja selesai melaksanakan salat Zuhur. “Denny? Kamu pulang? Tumben?” Yanny bertanya dengan heran, karena biasanya jarang sekali sang putra pulang ke Balikpapan setiap minggu. “Iya, Ma. Aku ngajak Diana ke sini, mau kuperkenalkan sama Mama,” jawab Denny sembari menyalami dan mencium tangan ibunya. “Mama ‘kan sudah bilang tidak mau dia jadi menantu mama, kenapa lagi kamu ajak dia ke sini sih, Den?” Yanny bertanya dengan malas, bahkan kemudian ia menuju ranjangnya, bersiap untuk istirahat siang. “Ma … jangan gitu dong, Ma. Tolong temui Diana sebentar. Kami udah jauh-jauh dari Samarinda ke sini lho, Ma,” bujuk Denny menyusul duduk di samping mamanya. Ia lalu meraih tangan sang ibu dengan tatapan memohon. “Baiklah, mama hanya sekedar menghormati tamu yang datang ke rumah ini, bukan berarti mama setuju dia menjadi calon

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-17

Bab terbaru

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 83 : Kado Sebelum Pesta Pernikahan (TAMAT)

    “Istri saya hamil, Dok?” Willy bertanya kaget, ia tak menyangka kalau Vinda begitu cepat mengandung anaknya. Memang sih, sudah sebulan terakhir ini ia tak pernah lagi memakai pengamannya saat berhubungan dengan Vinda. Willy menoleh pada Vinda yang juga tampak terkejut mendengar ucapan sang dokter. Ia langsung memeluk tubuh istrinya, “Kamu hamil, Sayang.” “Iya, Mas. Aku senang sekali mendengarnya, Mas ….” Vinda balas memeluk suaminya dengan erat. Bahkan, tak lama kemudian terdengar isak tangisnya. Ia benar-benar sangat bersyukur bisa mengandung anak dari pria yang sangat dicintainya itu. “Untuk lebih jelasnya usia kehamilan Bu Vinda, saya buatkan surat rekomendasi ke dokter kandungan ya, Pak.” Suara dokter pria berusia sekitar empat puluhan itu terdengar bicara pada pasangan yang sedang berbahagia itu. “Jadi untuk obat-obatan serta vitamin, nanti akan dapat resep dari dokter kandungan.” “Baik, Pak. Kalau begitu kami pamit dulu,” ujar Willy sembari memb

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 82 : Restu Sang Ayah

    Willy mengandeng tangan Vinda menuju ruang makan. Kedua orang tuanya sudah menunggu di sana. “Akhirnya … mantu baru mama datang juga.” Eva langsung menyapa sang menantu dengan ceria, membuat Vinda yang begitu gugup sedikit tenang mendapatkan sambutan hangat dari ibu mertuanya. Vinda langsung menghampiri Eva, mencium tangan wanita paruh baya yang tadi malam juga sudah mengobrol dengannya via telepon genggam. “Iya, Bu. Maaf sudah menunggu.” “Gak apa-apa, Vin. Papa dan mama juga baru duduk di sini kok,” balas Eva sembari melirik suaminya yang tampak menatap tajam istri dari Willy itu. Eva tak peduli, ia kembali menatap pada sang menantu. “Vin, kamu harus biasakan panggil kami mama dan papa kayak Willy, ya?” Vinda menganggukkan kepalanya, ia kemudian melirik ayah mertuanya, berusaha menenangkan dirinya sebelum melangkah ke Hartono. Vinda mengulurkan tangan, ingin menyalami pria gagah berusia enam puluh lima tahun itu. Hartono melirik dingin tangan V

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 81 : Akhirnya Menikah

    “Aku akan ikut kamu pulang ke Semarang akhir bulan ini.” Willy merapikan rambut Vinda yang berantakan, usai permainan panas mereka barusan. Keduanya masih tidur berdempetan di sofa ruang tamu. “Aku ingin berkenalan dengan orang tuamu.”“Serius mau ikut, Mas? Kantor gimana? Masa kita pergi bersamaan?” Vinda menatap wajah tampan berkeringat itu dengan senyum bahagia di bibirnya.“Emangnya, kamu mau ke Semarang berminggu-minggu?” protes Willy sembari bangkit dari atas tubuh Vinda. Tanpa memberi aba-aba, tubuh yang masih terkulai lemas di sofa itu diangkatnya dan dibawa ke dalam kamar. “Cukup semalam aja di sana, kita berangkat Sabtu pagi, pulang lagi Minggu sore, okey?”“Cepat banget?” Vinda membulatkan matanya sembari memeluk erat leher kokoh Willy yang sedang membawanya menuju kamar.“Masa kamu tega biarin aku pulang duluan ke sini, sih? Aku ma

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 80 : Bertemu Calon Mertua

    Vinda refleks melihat jam tangannya mendengar ucapan Willy. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi lewat sepuluh menit. “Ehm … jam sembilan, Mas ada janji ketemu Pak Rocky di kantor, jadi sepertinya gak keburu mampir-mampir segala.”“Eh, iya, hampir aku lupa, gak mungkin juga kan? Kita hanya main setengah jam doang, masa celup sebentar langsung check out,” ucap Willy sembari memukul setir mobilnya sedikit kesal, padahal hasratnya sudah terasa sampai ke ubun-ubun membayangkan tubuh mulus Vinda yang tak pernah terasa bosan untuk dinikmatinya. “Kamu harus cepat-cepat jadi istriku, Vin. Biar tiap bangun tidur kita bisa olah raga dulu.”Vinda menyembunyikan senyum gelinya dengan rasa panas yang menjalar di wajahnya mendengar ucapan Willy yang gak ada remnya. Cewek itu memalingkan wajahnya ke jendela di sebelahnya, pura-pura memperhatikan orang-orang yang berjalan di trotoar.Akhirnya sepuluh menit

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 79 : Calon Mantu

    “Mama kenal banget kok, sama dia.” Willy menjawab dengan senyum yang terbit di ujung bibirnya. Terbayang wajah cantik Vinda dalam kepalanya. “Benarkah? Ayo, kasih tahu mama, Wil!” Eva bertanya penuh semangat. Baginya yang penting Willy mau segera menikah. Agar pikirannya bisa tenang. Ia sudah capek selalu mengkhawatirkan putra ketiganya itu. “Sabar, Ma? Nanti deh, dia pasti akan aku kenalkan secara resmi pada papa dan Mama sebagai calon istri aku.” Willy mendekatkan duduknya ke dekat sang ibu, lalu meraih tangan ibu yang sudah melahirkannya tiga puluh tiga tahun yang lalu itu. “Mama janji akan merestui siapa pun yang aku pilih untuk pendamping hidupku kan?” “Tentu saja, Wil. Mama percaya, pasti kamu memilihnya karena mencintai dia kan? Jadi untuk apa mama akan menghalangi kebahagiaan putra mama sendiri.” Eva menatap putra tercintanya dengan senyum tulus. “Makasih, Ma.” Willy mencium tangan ibunya penuh haru. Wan

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 78 : Kehadiran Prince

    Diana mengelus tangan kekar suaminya yang memeluk tubuh polosnya dengan erat dari belakang. Bibirnya tersenyum mendengar dengkuran halus Ivan dengan napas hangatnya yang terasa menerpa leher jenjang Diana. Setengah jam yang lalu, mereka baru saja selesai bertempur dalam kenikmatan. Ivan pun langsung tertidur pulas setelah itu, tapi Diana masih terbangun.Berlahan, Diana mendorong tangan besar Ivan, lalu berusaha melepaskan diri dengan sedikit susah karena perutnya yang sudah sangat membuncit. Di usia kehamilannya yang sudah sembilan bulan itu, aktivitas ranjangnya dengan sang suami tak pernah berkurang. Ivan malah semakin bergairah melihat sang istri dengan perut buncitnya. Mereka pun bermain aman dengan posisi yang juga sangat menyenangkan bagi Diana, posisi doggy style.Diana yang berhasil duduk di pinggir ranjang, lalu memasang piyama tidurnya yang tergeletak di atas ranjang, ia ingin membersihkan diri ke kamar mandi. Namun, saat ia ingin berdiri perutny

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 77 : Pengakuan Cinta

    Willy membuka matanya pelan, ia mengumpulkan semua kesadarannya, mendapatkan dirinya yang terbaring di tempat yang ia sangat kenal. Dua atau tiga kali dalam seminggu ia selalu terbangun di sana setiap paginya.Willy menoleh pada seseorang yang tidur menempel di tubuhnya dalam selimut yang sama, bahkan kaki cewek itu terasa menimpa sebagian tubuhnya bagian bawah. Tangan itu pun memeluk perut polosnya dengan erat. Willy tersenyum, ia sudah hafal akan cara cewek itu tidur.“Ehm … Bapak udah bangun?” Vinda membuka matanya begitu merasakan sebuah ciuman hangat di keningnya. Senyum wanita cantik itu melebar begitu mendapatkan wajah tampan yang menatapnya penuh arti.“Bukan hanya aku yang udah bangun, kakimu juga membangunkan yang lain,” dengus Willy dengan suaranya yang berat dan seksi.“Oh, maafkan, kakiku yang selalu gak sopan ini.” Vinda baru menyadari bahwa kakinya masih nangkring di a

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 76 : Kerja Rangkap Sang Sekretaris

    “Vin, kamu jemput aku ke Tunjungan bentar.” Willy menghubungi Vinda--sekretarisnya begitu kepalanya terasa semakin berat. Ia telah mencoba untuk menyetir sendiri, tapi sepertinya ia tak bakal sampai di rumah jika terus memaksa membawa mobilnya itu pulang. Vinda turun dari ojek online begitu melihat mobil bosnya yang terparkir di jalan seberang plaza terbesar nomor dua di Kota Surabaya itu. Wanita bertubuh langsing itu mengetuk jendela mobil beberapa kali, sampai mengintip di jendela kaca sembari menutup kedua sisi wajahnya, agar ia bisa melihat sang bos di dalam mobil. Tak hilang akal, Vinda menghubungi Willy dengan ponselnya dan berhasil membuat Willy yang ketiduran di belakang kemudi bergerak bangun. Lalu, menoleh ke jendela mobil yang kembali diketuk oleh Vinda. Willy membuka pintu mobil dan keluar dengan sedikit sempoyongan, ia beralih duduk ke kursi penumpang di belakang kemudi. Vinda yang berdiri di dekat pintu mobil, kemudian langsung masuk dan dud

  • HASRAT CINTA PERTAMA   Part 75 : Menyelesaikan Benang Kusut

    “Kamu?” Susana mendelik melihat pasiennya yang masuk pertamakali setelah usai jam istirahat adalah wanita yang telah menganggu rumah tangganya lima bulan yang lalu. “Hai … Dokter cantik? Apa kabar?” Elina dengan santai mengulurkan tangannya mengajak sang dokter berjilbab coklat muda itu bersalaman. Susana dengan enggan menerima uluran tangan wanita yang tampak sok akrab padanya. Ia tertegun begitu melihat ke tubuh wanita cantik yang mendatanginya itu. “Ka-kamu hamil lagi?” “Iya, dong … makanya saya ke sini, soalnya dulu saat pertama hamil, kan Dokter yang periksa. Jadi saya rindu, Dokter memeriksa kehamilan saya lagi.” Elina semakin senang mengganggu istrinya Denny itu. Ia berusaha menahan senyumnya. “Kamu hamil bukan dengan suami saya, kan?” Susana bertanya pelan. Hatinya langsung berkecamuk karena mengingat suaminya ke Samarinda lima bulan yang lalu yang ia yakini untuk menemui wanita yang ada di depannya saat ini. “Menurut Dokter bagaimana?

DMCA.com Protection Status