"Nes, tolong cabut laporan kamu." Pesan Mas Rama melalui pesan chat. Dan aku tidak membalas pesan itu.Ayah macam apa mas Rama? Anaknya disiksa dia diam saja.Setengah jam berlalu, akhirnya mas Rama menelpon aku."Nes, kenapa gak kamu balas pesan aku?" Tanyanya di seberang sana."Pesan apa?" Tanyaku pura-pura tidak tahu."Tolong cabut laporan kamu di kantor polisi. Kasian ibu dan Sinta malam ini mereka mendekam di penjara. Akibat laporan kamu. Gak nyangka kamu bisa setega itu." Bukannya sadar orang tuanya bersalah, malah aku yang dituduh tega menjebloskan ibu dan adiknya ke penjara. Manusia macam apalah si Rama itu."Oh jelas aku tega dong." Jawabku sekenanya. Enak saja main cabut laporan, sementara anakku masih trauma, entah bagaimana cara menyembuhkan traumanya itu."Gak nyangka kamu bisa sejahat itu terhadap keluargaku." Sekarang aku yang dituduh jahat, jadi ibu dan adiknya apa namanya? Manusia yang tidak pernah instropeksi diri."Hei kadal. Jahat mana adikmu yang sudah menganiaya
"Kenapa rupanya kalau aku janda hah? Masalah buat kamu? Apa status janda aku, merugikan kamu?" Mendengar hinaan yang keluar dari lelaki yang telah menjandakan aku, seketika emosi ini naik ke ubun-ubun. Aku tidak menyangka jika mulut mas Rama bisa selemes itu, kayak kotoran sapi. Dia yang dulu selalu menghargai wanita, sekarang malah sebaliknya."Nes, Mas lihat, emosi kamu semakin tidak terkendali. Kenapa bisa begitu, Dek?" Tanya mas Rama seraya menatap dengan tatapan penuh makna. Seakan aku ini wanita yang haus belaian sehingga akan tunduk dengan tatapan genitnya itu. Dasar lelaki buaya. Udah mempunyai istri banyak, masih saja kurang."Bukan urusanmu. Kau itu bukan siapa-siapa aku. Aku tidak butuh perhatianmu. Keluar kau dari rumah ini!" Hardik aku seraya menunjuk ke arah pintu yang terbuka dari tadi, memberi isyarat supaya lelaki yang tidak tahu malu itu pergi dari hadapanku."Sabar, Nes. Makanya menikahlah biar bisa terkontrol emosi. Sudah lama 'kan, kamu gak menyalurkan hasrat. Mas
"Bang, saya mau bercerai dengan Sinta." Aku sangat kaget mendengar pernyataan Romi, suami Sinta yang berkeinginan untuk menceraikan adik semata wayang yang sangat aku sayangi."Kenapa harus bercerai? Jika kalian punya masalah 'kan bisa dibicarakan baik-baik. Apa kesalahan adik saya, biar saya nasehati dia. Yang penting kalian jangan bercerai." Aku menasehati Romi. Kakak mana, mau melihat adiknya yang sangat disayangi tiba-tiba dicerai oleh suaminya? "Tidak bisa, Bang. Keluarga besar saya malu mempunyai menantu seperti Sinta. Apalagi mereka mendengar berita bahwa ibu dan Sinta menganiaya Niken yang tidak lain adalah darah dagingnya. Kami malu, Sinta dan ibu masuk penjara. Ibu saya juga sangat malu dan beliau tidak tahu mau menjawab apa saat rekanan, teman bisnisnya bertanya akan hal itu." beber Romi membuat aku menaruh dendam kepada Agnes.Terlalu besar efek laporan dia bagi keluarga ku. Aku hanya bisa memandang lelaki memakai baju kaos putih itu, yang masih berstatus adik ipar dengan
"[Cabut laporan atau kamu tidak akan melihat Niken lagi!]"Aku sangat kaget membaca pesan dari nomor yang tidak ku kenal.Tubuhku seketika gemetar, kaki ini sudah tidak sanggup lagi menapak di lantai. Seakan luruh persendianku membaca pesan tersebut.Namun aku sangat yakin bahwa yang menculik Niken adalah mas Rama.Segitunya dia untuk membebaskan ibu dan adiknya, sampai-sampai anak kandungnya sendiri di korbankan.Aku berlari mencari keberadaan kak Ayu. Tadi katanya mau menjemput Niken di sekolah. Kaki ini terus melangkah ke kamar untuk mencari keberadaan wanita berkulit putih itu. Ternyata kak Ayu sudah siap-siap mau berangkat ke sekolah."Kak ... Niken, Kak." Kak Ayu menoleh sesaat ke arah aku. Dia sibuk memakai pelembab tabir surya di sekitar wajah dan juga tubuhnya."Kenapa Niken, Nes." Tanya kak Ayu. Kak Ayu berhenti sebentar aktivitasnya."Ini ..." dengan tangan gemetar kusodorkan ponsel ke tangan kak Ayu. Seketika wajah kak Ayu berubah pucat setelah membaca isi chat tersebut.
"Rumahnya sudah laku. Saya yang beli." Suara itu seperti pernah aku dengar tapi aku lupa siapa pemilik suara tersebut."Bagas?" Tanyaku. Antara percaya dan tidak, aku bisa berjumpa dengan sahabat lama. Ya dia adalah Bagaskara, sahabat aku semasa dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum. Dari kelas 1 Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum, aku selalu ditakdirkan satu kelas dengannya."Apa kabar, Nes?" Tanyanya seraya mengulurkan tangan kanan untuk bersalaman denganku. Setelah bersalaman Bagas mengambil kursi yang berada di dekatku, dan mendudukinya. Jarak antara kami berdua dipisah oleh meja tempat menyimpan minuman tang sudah di hidangkan oleh yang punya warung."Baik, Gas. Bagaimana cerita kamu bisa membeli rumah mantan suamiku?" Tanyaku penasaran. Tidak ada yang berubah dari lelaki berambut ikal tersebut. Mungkin yang berubah dia sekarang lebih putih dan bersih. Dan yang pastinya semakin ganteng. "Jadi Rama itu mantan kamu, Nes?" Bukan menjawab pertanyaanku, Bagas malah
"Ma, Niken ikut pulang sama Mama ya? Niken tidak mau ikut dengan Papa!" ucapnya lirih.Aku mencium pipi Niken secara bertubi-tubi. Hati ini sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan darah daging yang aku kandung selama sembilan bulan itu. Kudekap erat tubuh mungilnya dan tidak ingin kulepaskan lagi. "Iya, Nak. Niken pulang sama Mama ya? Besok kita berlibur ke mickey holiday ya sayang? Mama janji akan mengikuti semua keinginan kamu. Yang penting Niken jangan ninggalin Mama lagi ya, sayang?" Ujarku."Nanti Bude juga ikut ya, Nak. Kita berlibur bersama." Kak Ayu juga ikut menenangkan hati malaikat kecilku."Boleh, Bude. Besok kita sama Om Raka juga kan Ma?" Aku hanya mengangguk saja tanda setuju. Untuk sekarang, diri ini tidak berani menolak permintaan Niken. Lagian kalau pun Raka ikut berlibur, bagiku tidak ada masalah karena ada kak Ayu dan bang Imran yang ikut serta. Jadi pasti aman dari fitnah tetangga."Ayo pulang, Ma! Niken rindu masakan Mama." Niken bersemangat dan minta turun d
Saat ini jarum jam sudah menunjukkan di angka tujuh malam. Sebentar lagi aku akan ke club malam dikota sebelah bersama Andi dan Agus. Biasalah, kami akan melakukan transaksi disana. Kami akan menjual barang haram ini kepada pemilik club malam yang telah aku hubungi sebelumnya."Dek, Mas mau keluar sebentar, ya. Ada pekerjaan yang harus segera Mas selesaikan." Pamitku kepada Siska.Tidak lama kemudian Siska keluar dari kamar, istriku ini tidak pernah membiarkan suaminya keluar sendiri tanpa dia antar, sekurang-kurangnya sampai depan pintu."Mas sendirian? Apa perlu adek kawani?" Tanyanya seraya merapikan kemejaku yang sebenarnya sudah rapi dan tidak perlu untuk dirapikan lagi. Begitulah wanita bermata sendu itu, selalu saja memberi perhatian sekecil apapun kepadaku."Tidak perlu, Dek. Disana laki-laki semua. Mas gak mau istri Mas dilihat oleh lelaki lain," ujarku sambil mencubit lembut hidung mancung Siska."Tapi kata Mas nanti disana sendirian. Makanya Adek minta ikut. Mana yang bena
Belum sempat transaksi yang kami lakukan selesai, tiba-tiba satu mobil polisi mengepung rumah ini dan mereka sampai ke lokasi dengan sangat cepat, seolah-olah tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi di rumah ini."Jangan bergerak, kalian sudah dikepung." Petugas yang terlibat dalam penangkapan mengenakan seragam lengkap, dengan peralatan keamanan seperti rompi anti-peluru dan senjata api. Ekspresi wajah mereka serius dan fokus, menunjukkan kewaspadaan mereka terhadap situasi yang berbahaya."Kalau kalian melawan, kami tembak!"Kami merasakan udara menjadi dingin ketika pistol yang ditodongkan oleh polisi itu mengarah ke arah kami, seolah-olah sudah berada di ambang kematian."Angkat tangan kalian." Salah satu petugas mendekati dan memeriksa seluruh bagian tubuh ini. Tidak lama kemudian tangan ini sudah di borgolnya. Begitu juga yang terjadi pada kedua sahabatku."Sepertinya kita di jebak." Ujar Andi berbisik.Mata kami melihat ada sesuatu yang janggal dalam rumah ini."Bagas?