Pov Rama"Ibu, kapan datang? Kok Rama gak tau Ibu disini? Sudah makan?" Aku berjalan mendekati wanita yang telah melahirkan aku ke dunia ini. Meraih tangannya dan mencium dengam takzim."Ibu barusan saja sampai, Nak. Ibu sudah makan tadi di rumah. Kamu sendiri apa sudah makan?" Aku menjawab dengan hanya mengangguk saja dan setelah itu aku juga ikut duduk bersebelahan dengan ibu."Rama, katanya kamu sudah rujuk sama wanita udik itu ya?" Pertanyaan ibu membuat aku terkejut dan mata ini menoleh ke arah Vita. Sungguh pandai dia mengarang cerita. Kenapa baru sekarang aku menyadari jika istri ku ini bukan wanita baik-baik. Licik dan tidak tahu diri. Berbuat kesalahan tapi tidak pernah mau intropeksi diri."Mas kok diam saja? Apa benar yang dikatakan ibu barusan, Mas." Sekarang Sinta ikut meneror aku dengan berjuta pertanyaan yang membuat aku pusing untuk menjawabnya. Bagaimana aku bisa menjawab sementara yang mereka tanyakan itu tidak benar sama sekali."Rama kamu kok diam, Nak. Berarti ben
"Masuk ya, sayang?" ujarku lembut seraya menarik lembut wanitaku untuk masuk ke kamar.Vita mengikuti saja ajakanku untuk masuk ke kamar tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.Ia berbaring di ranjang dengan menghadap ke arah dinding."Adek masih marah sama Mas?" Tanyaku. Aku ikut berbaring disebelah Vita seraya memeluknya dari belakang."Hmm ..." sahutnya singkat.Aku pun mulai mengelus perut Vita dengan lembut. Perlahan kuberikan sentuhan-sentuhan halus di tubuhnya. Semakin lama hasratku semakin bergejolak. Hasratku meminta lebih dari itu."Sayang ..." panggilku penuh kelembutan seraya menyentuh wajah cantik Vita."Ada apa, Mas?" tanya Vita dengan suara yang lembut mendayu-dayu. Mendengar suaranya saja membuat jantungku ingin lepas rasanya.Ingin rasanya aku tuntaskan segera hasratku yang sudah lama tidak terpenuhi. Vita sering menolak ajakan untuk bermesraan dengan alasan yang menurut aku sangat tidak masuk akal."Mas, rindu." ujarku seraya mengecup pucuk kepalanya.Tiba-tiba Vita ban
"Mas Rama? Apa kabar." sapa seorang wanita. Aku mencari asal suara itu. Karena suasana club yang temaram jadi pandangan tidak begitu jelas terlihat dengan mata ini. Tetapi suara itu seperti tidak asing di telingaku."Mas Rama ...." panggilnya lagi seraya menepuk bahuku membuat diri ini terkesiap. Ya Tuhan. Mimpi apa aku semalam. Engkau mempertemukan kembali diri ini dengan wanita yang pernah mengisi relung hati di masa-masa sekolah dulu. "Siska? Ngapain kamu disini?" tanyaku penasaran. Wanita baik-baik seperti Siska bukan disini tempatnya. "Hmmm ... aa ku ... aa ku." jawab Siska terbata-bata."Pulang sana. Disini bukan tempatmu. Kamu tidak pantas berada di tempat penuh dengan orang-orang jahat." Aku sok menasehati padahal aku sendiri lebih dari bajingan. Tapi itu semua karena keadaanlah yang membuat aku begini."Aku mau mencari suamiku, Mas!" jawab wanita itu seraya mendudukkan diri bersebelahan dengan kursi yang aku tempatk saat ini. Dia semakin nampak cantik diusia yang tidak muda
"Biar aku antar pulang, ya? Jam segini tidak baik kamu masih berada di club. Mas takut kamu dianggap wanita tidak benar sama lelaki hidung belang. Tuh lihat lelaki yang sedang duduk dipojokan sana, dari tadi Mas perhatikan dia terus melirik kamu, Sis." ucapku sambil menunjuk ke arah lelaki berkaos navy yang sedang duduk di pojokan seraya memegang botol minuman. Seketika Sinta juga memalingkan wajahnya ke arah lelaki tersebut dan kulihat raut wajah ketakutan terukir di wajahnya."Boleh, Mas. Antarkan saja aku pulang. Untuk apa berlama-lama disini malah bikin aku semakin gila.""Tapi Mas janji ya. Janji untuk mencari tahu keberadaan Mas Rendi. Ini fotonya." pinta Siska seraya merogoh tasnya dan mengeluarkan selembar foto dan segera aku meraihnya. Kutelisik foto tersebut, sepertinya diri ini pernah melihat lelaki yang berstatus suami Siska tetapi aku tidak ingat dimana."Iya. Kamu tenang saja. Ayo aku antarkan pulang. Malam semakin larut, banyak setan bergentayangan malam-malam begini."
"Minumlah, biar hatimu sedikit tenang." Satu tangan ini menyodorkan segelas kopi bekas aku minum tadi. Satu tangan lagi berusaha menenangkan dengan membelai lembut bahu Siska."Maafkan aku sudah menyusahin kamu, Ram. Sebenarnya aku malu tetapi apa yang harus aku lakukan? Semua orang menyalahkan aku. Mereka semua memojokkan aku." suara tangisan Siska semakin terdengar menyiksa pendengaran ini."Aku tidak pernah merasa dirusuhin kok, Sis. Kalau ada masalah. Ceritalah. Aku siap mendengarkan. Barangkali dengan bercerita kamu sedikit lega." Kini kami saling berhadapan.Wanita ini yang dulunya ceria tetapi sekarang nampak begitu hancur dan tidak berdaya. Siska yang selalu memberikan aku semangat hidup tapi sekarang dia sendiri seperti gak bersemangat dalam menjalani hidupnya."Mas Rendi menikah lagi karena aku tidak bisa memberikan dia keturunan. Sial banget jadi wanita. Padahal belum tahu siapa diantara kami berdua yang mandul. Kenapa aku yang harus jadi tersangka disini? Apalagi sang mert
Karena nafsu yang sudah berada diubun-ubun aku melumat bibirnya pelan dan tidak ada penolakan dari Siska. Dia semakin ganas. Kami berdua bagaikan singa yang sedang kelaparan. Bergumul berbagi peluh di rumah Siska.Disaksikan hujan dan petir, kusentuh inci demi inci tubuh yang sebenarnya haram untuk aku sentuh. Mencoba memuaskan satu sama lain, tidak ingat dosa atas perbuatan menjijikkan dan memalukan ini.Setelah hasratku tertunaikan aku terkulai lemas. Napas Siska pun masih terengah-engah. Segera memakai kembali baju yang sudah terlepas dari tubuhnya tadi. Wanita manis itu mulai merapikan kembali rambutnya yang sempat berantakan dan segara menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang sudah ternodai olehku tadi.Biarpun dibersihkan dengan sabun termahal sekali pun tetapi noda itu tidak akan pernah bersih dalam diri kami berdua.Berduaan dengan yang buka mahram memang benar-benar sangat besar bahayanya. Pantas saja agama sudah mewanti-wanti jangan mendekati zina. Jangan berdua
Sebelum pulang ke rumah aku sudah mandi terlebih dahulu di rumah Siska. Aku tidak ingin membawa bekas dosa yang melekat di tubuh ini ke rumah kami.Walau aku ketahui, Vita tidak akan peduli jika suaminya telah melakukan perbuatan hina itu. Yang ada dalam pikirannya hanya duit dan duit saja.Dia tidak pernah mau tahu apa akibat hasrat seorang suami yang tidak bisa disalurkan. Dan sekarang aku sudah terjurumus ke dalam dosa zina yang sangat dimurkai Allah dan itu semua karena ulah Vita yang telah menolak melayani disaat hasratku sudah di ubun-ubun.Pintu rumah kubuka dengan pelan. Ternyata istriku tidak mengunci pintu utama. Apakah dia sengaja tidak menguncinya karena menunggu aku pulang atau dia lupa? Ataukah dia sengaja menjebak aku? Entah kenapa aku sudah tidak bisa pecaya lagi sama Vita. Diri ini merasa asing apalagi saat melihat Vita menggoda Raka. Seakan aku ini hanya suami bayangan bagi dia. Ruang tamu sudah gelap. Lampu ruang tamu ternyata dimatikan. Dengan bantuan senter yang
Perceraian Siska tiga bulan sudah berlalu. Berarti masa iddahnya sudah selesai. Dan sekarang aku dan Siska sedang mempersiapkan pernikahan kami secara sederhana saja yang penting sah di mata agama.Walaupun hanya pernikahan siri aku harus tampil sempurna. Memakai baju kemeja putih dengan celana hitam. Tak lupa, sebuah topi tersemat di kepala ini. Sejenak kupandangi diri di balik cermin.'Aku tidak menyangka jalan hidupku akan seperti ini. Menikah sampai tiga kali. Dan Ini pernikahanku yang ketiga. Apakah ini pernikahanku yanag terakhir atau akan ada pernikahan yang kesekian? Tapi hati ini berharap semoga saja ini yang terakhir.Aku pun tidak ingin kawin cerai - kawin cerai. Seandainya Vita tidak bersikap seperti itu, mungkin aku akan tetap setia padanya. Salahkah diri ini jika mencari wanita lain? Apa aku salah jika aku berpaling?' batinku bertanya.Entahlah. Jalani saja sandiwara hidup ini.Aku berangkat ke rumah Siska hanya ditemani kawan kerja yang sekarang ikut bergabung dengan b