Bik Marni baru bisa bernafas lega saat mobil Narendra benar-benar tak terlihat lagi dari depan villa biru. Sejujurnya, saat melihat lelaki itu datang ke tempat itu, jantungnya nyaris copot. Ucapannya saat menanyakan kenapa Narendra datang tak bersama dengan Celine rupanya hanya basa-basinya saja, karena wanita tua itu tentu sudah tahu bahwa majikannya sedang dalam proses perceraian saat ini. Itulah kenapa dia yakin bahwa kedatangan Narendra ke tempat itu pastilah ada hubungannya dengan wanita yang pernah disekap oleh majikannya di villa. Maka tak heran jika dirinya jadi panik dan ketakutan kalau kalau lelaki itu akan mengamuk saat mengetahui bahwa wanita simpanannya sudah tak ada lagi di sana. Satu keberuntungan Bik Marni adalah bahwa tas selempang wanita yang disekap itu ternyata masih utuh. Bahkan sempat dilihatnya ponsel yang awalnya ingin dijual oleh Agus _ suaminya - ternyata masih ada di dalamnya. Dia tak bisa membayangkan apa jadinya jika ponsel itu jadi dijual oleh suaminya.
Narendra sedikit kaget saat sampai di lobby apartemen dan seorang petugas memberitahunya bahwa seseorang sedang menunggu di salah satu sudut. Celine melambaikan tangan saat lelaki itu menoleh ke arahnya. Lelaki itu pun hanya bisa menarik nafas panjang melihat itu. Niatnya ingin beristirahat dan memikirkan langkah selanjutnya menemukan Agnia usai bertemu dengan Rani, justru disambut dengan tamu yang sedang tak diinginkannya. “Ada apa, Celine?” Tanpa basa basi, dia pun menghampiri tempat istrinya duduk dan ikut mendudukkan diri di depannya. Celine mengernyitkan dahi melihat Narendra tak sedikitpun berminat mengajaknya masuk ke dalam ruang apartemennya. Dari gerak-geriknya, terlihat lelaki itu seperti enggan berbicara denganya.“Sibuk sekali ya kamu?” sindir Celine. “Sudah ketemu apa yang kamu cari di villa?” Lalu wanita itu pun mulai terkekeh.Narendra perlahan memperhatikan sekeliling. Setelah dirasa tak ada seorang pun yang memperhatikan mereka berdua, dia pun mencondongkan badan leb
Setelah menemukan Agnia, sebenarnya Alfa sudah menawarkan untuk mengantar wanita itu pulang ke rumahnya. Namun rupanya Agnia masih belum siap untuk kembali ke kotanya. Akhirnya Alfa memutuskan mengajaknya tinggal sementara di rumahnya, dengan konsekuensi bahwa jika sampai polisi menemukan wanita yang telah dilaporkan hilang oleh keluarganya itu di rumahnya, dia lah yang akan dijadikan tersangka. Tapi bahkan Alfa sama sekali tak memberitahukan kemungkinan terburuk itu pada Agnia. Hal terpenting baginya saat ini hanyalah bagaimana wanita itu merasa nyaman setelah beberapa hari mengalami hal yang membuatnya trauma. Hari kedua di rumah Alfa, pagi itu Agnia sudah rapi dengan pakaiannya. “Aku mau pulang hari ini, Al,” katanya tiba-tiba saat bergabung dengan Alfa dan Roni di ruang makan. Alfa memang sengaja mengajak serta Roni untuk tinggal di rumahnya juga selama Agnia tinggal bersamanya. Hal itu dilakukannya hanya untuk menjaga agar tak timbul prasangka buruk di lingkungan tempat tinggaln
Dewo terkejut pagi itu saat mendapat telepon dari nomor tidak dikenal setibanya di kantor. Ragu, dia pun akhirnya mengangkat panggilan setelah diamatinya nomor tersebut sepertinya merupakan nomor keluaran lama. “Ya, selamat pagi,” sapanya sedikit dengan nada formal.“Pak Dewo?” tanya orang di seberang. Dewo pun langsung mengiyakan. Setelahnya, Alfa segera menceritakan maksudnya menelpon suami Agnia pagi itu. Bagai mendapat air di tengah gurun pasir, Dewo bahkan tak menyangka dia bisa sebahagia itu saat mengetahui kabar istrinya telah ditemukan dalam keadaan selamat. Hingga tak butuh lama untuknya memutuskan segera menghubungi mertuanya, mengabarkan berita gembira itu. “Kamu serius, Wo? Lalu sekarang dimana anakku?” Suara Bu Wira terdengar hampir menangis usai Dewo menjelaskan tujuannya menelepon. “Tenang dulu, Bu. Sekarang, Ibu minta bapak untuk siap-siap. Aku akan ijin dulu ke kantor. Kita akan jemput dia hari ini,” ujarnya penuh semangat.“Baik, Wo. Kita ajak anak-anak sekalian y
“Aku ingin memperbaiki semuanya, Sayang.”Malam itu, setelah seluruh keluarga besar mereka meninggalkan rumah, Dewo dan Agnia nampak duduk di tepi ranjang Naya. Kedua anak mereka nampak sudah tertidur karena kelelahan dengan perjalanan panjang mereka hari itu.Dewo meraih tangan istrinya, lalu digenggamnya erat di pangkuan. “Aku serius, ingin memperbaiki rumah tangga kita,” ucapnya lagi. “Mas sudah pikirkan itu dengan matang?” Agnia bukannya tak percaya. Dia hanya ingin memastikan bahwa ucapan Dewo kali ini benar-benar bukan hanya kebohongan saja seperti sebelum-sebelumnya. “Beberapa hari hanya bersama anak-anak, rasanya ada yang kurang dalam hidupku. Sekarang aku tahu kalau ternyata aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Agnia. Tolong, jangan lanjutkan perceraian ini. Kasih kesempatan aku untuk memperbaiki semuanya,” ucapnya dengan penuh pengharapan. Agnia menatap suaminya dengan lekat beberapa saat sebelum akhirnya berucap. “Lalu bagaimana dengan wanita itu, Mas?”Dewo harus menarik na
“Loh Sri, kamu mau kemana?” Atun tergopoh-gopoh mengejar Sri hingga ke pelataran siang itu. Dirinya mendapati sang sahabat sudah berdandan rapi dan bersiap pergi tepat di saat dirinya memarkirkan motor maticnya di depan Rumah Makan.“Mau pergi. Kamu ngapain ke sini?” ujar Sri sedikit ketus. Sri sangat hafal dengan kebiasaan Atun yang datang untuk meminjam uang jika tiba-tiba muncul di rumahnya tanpa diundang. Itulah kenapa raut mukanya tampak tak bersahabat melihat wanita chubby itu mengejar-ngejarnya saat itu.“Lah, ada temannya datang kok nanyanya gitu sih, Sri?” Atun mencoba membercandai sang sahabat. Tapi Sri yang sedang terburu-buru saat itu rupanya tak terlalu berminat meladeninya. “Halah sudah, nggak usah basa basi deh. Mau pinjem uang lagi kan kamu?” Lagi-lagi Sri berkata dengan sangat sinis, membuat muka Atun langsung merah padam karena malu.“Kamu kok tahu aja sih, Sri? Kamu tuh ya, memang sahabatku yang the best. Bahkan selalu tahu sebelum aku bilang sepatah kata pun,” ra
Beberapa detik kemudian, Agnia dan dua anaknya baru ikut menyadari kehadiran orang asing di depan rumah mereka. “Itu kan Tante Sri,” ujar Aqilla tanpa dosa. Dewo yang segera tersadar, segera menoleh pada istrinya. Agnia butuh satu tarikan nafas panjang untuk kemudian menganggukkan kepala, mengisyaratkan pada suaminya untuk menemui wanita itu dan menanyakan apa maksud kedatangannya. Ragu, lelaki itu pun melangkah menuju pagar. Sementara Agnia mulai berdiri untuk menghampiri dua anaknya dan melanjutkan menyuapi mereka dengan semangkuk salad buah di tangannya. Sesekali dia menatap dengan sedikit kekhawatiran pada suaminya yang berjalan menghampiri wanita bernama Sri itu. “Kamu ngapain ke sini, Sri?” Dewo langsung bertanya dengan nada ketus saat sampai di tempat Sri berdiri.“Ngapain, kamu bilang? Masih juga kamu bertanya? Kamu nggak sadar apa yang sudah kamu lakukan padaku akhir-akhir ini?” Sri mendorong dada Dewo hingga lelaki itu hampir mundur dari tempatnya berdiri. Sri kemudian t
Saat mengikuti kembali istrinya masuk ke dalam rumah, Dewo masih diliputi kesal dengan kedatangan Sri. Agnia, yang sejak beberapa saat lalu melihat kesungguhan suaminya dalam meyakinkan dirinya bahwa hubungannya dengan Sri sepertinya memang sudah berakhir, mencoba mengendalikan diri untuk tak banyak bicara. Melihat suaminya langsung mendudukkan diri di sofa ruang tengah, Agnia langsung menuju ke dapur untuk mengambil setoples camilan dan dua gelas teh hangat.“Mirna bilang, dia itu wanita yang berbahaya,” katanya kemudian saat kembali ke ruang tengah dan ikut mendudukkan diri di samping sang suami.Dewo menggeser sedikit posisi duduknya untuk membuat tempat istrinya sedikit lega, untuk kemudian meraih gelas yang diulurkan sang istri dan berucap terima kasih. “Mirna hanya dengar gosip dari orang-orang saja, Sayang. Jangan khawatir. Dia tak akan mencelakai keluarga kita.”“Bukan khawatir, Mas. Tapi waspada itu perlu. Terkadang gosip itu ada karena sesuatu yang pernah terjadi sebelumny