Beberapa saat setelah menelpon mertuanya, Dewo langsung pamit pergi. Inginnya dia segera membawa orangtua Agnia ke rumah sakit agar dia bisa segera beristirahat di rumah bersama dua putrinya. Sejujurnya hatinya masih sangat sakit jika melihat wajah istrinya. Walau hubungannya dengan Sri sudah terjadi jauh sebelum dia mengenal Agnia, tetap saja dia tak mau mengakui bahwa dirinya sendiri juga sudah mengkhianati wanita itu. Rasanya saat ini memandang wajah cantik yang selalu dipujanya itu membuatnya ingin muntah saja. Roda empatnya pun kini bergerak cepat meninggalkan rumah sakit. Semakin cepat pergi, semakin baik. Dia akan menjemput anak-anaknya, kemudian mertuanya. Setelah itu, dia akan mengajak dua anak itu pulang bersamanya. "Biar saja orangtuanya yang menjaganya," ucapnya dalam hati. Meski ada sedikit keraguan jika nanti Agnia tidak akan bisa menjaga omongannya di depan kedua orangtuanya, tapi Dewo tetap memilih untuk meninggalkannya. Toh, dia sudah mengancam wanita itu unt
Selama ini Dewo mengira Aqilla hanyalah anak polos yang tidak menyadari saat Ibunya pernah diperlakukannya dengan kasar. Dewo memang tahu, kalau Aqilla dan Naya telah beberapa kali melihat saat dirinya sedang berbuat kasar pada istrinya itu. Namun Dewo tidak terpikir kalau anak-anak seusia mereka sudah dikatakan cukup mengerti dengan hubungan buruknya dengan sang Istri. "Ka-Kamu pernah mukulin Agnia, Wo? Apa benar itu yang dibilang Aqilla?!" Suara Ibu mertuanya terdengar meninggi.Dewo bungkam di belakang kemudi. Dia benar-benar bingung harus menjawab apa.“Dewo! Kenapa kamu diam saja? Jawab ibu!" Ibunda Agnia terlihat mulai emosi, sementara sang suami di sampingnya terlihat bingung harus berbuat apa. Dewo diam bukan tanpa alasan, melainkan sedang berpikir keras mencari alasan untuk membela diri dan mengalihkan tuduhan Aqilla. Dia tentu tidak mau sampai orang tua Agnia mengetahui tabiat buruknya. "Ee …." Saat Dewo merasa sudah mendapatkan alasan yang tepat, sebuah senyuman terkem
"Pulang ... kerumah Ibu?" Dewo mengulang perkataan Ibu mertuanya, seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Pikiran buruk Dewo mulai muncul. Sekarang ia jadi yakin kalau Ibunya Agnia menyadari ada yang tidak beres dengan anaknya. Seharusnya memang Dewo tidak meremehkan insting seorang Ibu pada anaknya. "Iya Wo, biar Agnia nanti ibu dan bapak yang rawat dulu. Kamu juga nggak perlu mengantar. Kami bisa pesan taksi saja besok. Kamu jaga anak-anak saja dulu," ucap wanita baya itu. "Ehmm … tapi, Bu." Dewo terlihat bingung. Digaruknya kepalanya berkali-kali, tapi sepertinya ibu mertuanya tak begitu memperhatikan. Justru Agnia yang langsung paham dengan kegelisahan suaminya itu."Kamu nggak perlu khawatir, Mas. Paling aku cuma sebentar di rumah ibu. Kalau sudah membaik, aku akan langsung pulang," ujarnya dengan mata langsung menusuk manik mata sang suami. Ada rasa puas melihat Dewo gelisah dan takut seperti itu. Itu artinya, masih ada hal yang ditakuti oleh lelaki itu dalam hi
Narendra terdiam sejenak. Untuk sesaat dia terlihat sangat serius memikirkan sesuatu. Hingga tak lama kemudian, pikirannya terjeda oleh suara teriakan Rani dari seberang. "Re, Kamu masih disana kan? Dengerin aku ngomong nggak?" "Iya, denger. Ya udah aku bareng kamu deh ke sana. Wait ya, kamu tunggu aku jemput," katanya. Narendra pikir, mungkin jika dia pergi bersama Rani, Agnia tidak akan bisa menolak kedatangannya. Lagipula, seandainya ada suami wanita itu di sana, situasinya pasti akan baik-baik saja karena ada Rani bersamanya. Walau begitu, ada hal yang membuat Narendra kemudian jadi bertanya-tanya. Mengapa Agnia pulang ke rumah orang tuanya? Mungkinkah hubungannnya dengan suaminya kini makin tak baik? Karena rasa penasarannya itu, dia pun makin bersemangat untuk mencari jawaban atas semua pertanyaan di kepalanya. Narendra bertekad untuk segera mencari tahu. ***Setelah lebih dari satu jam, lelaki yang ditunggunya baru datang. Narendra dengan mobil mewahnya seperti bias
"Re …." Suara itu nyaris tak keluar dari mulut Agnia saking kagetnya. Matanya langsung beralih pada Rani yang justru hanya senyum-senyum saja menatapnya. Padahal saat itu, jelas sekali terlihat bagaimana pucatnya wajah Agnia. Dia panik, bagaimana kalau Dewo sampai tahu Narendra mengunjunginya di rumah orangtuanya?"Tadi Narendra lagi main ke rumahku, jadi aku ajak sekalian ke sini, Ni. Nggak apa-apa kan?" Seolah tahu kekhawatiran sahabatnya, Rani pun segera membuka suara. Raut wajahnya begitu ceria, seolah tak ada hal yang perlu dicemaskan dengan kedatangannya dengan Narendra saat itu. "Oh iya Ni, Nak Narendra sama Rani tadi bawain ini buat kamu." Ibunda Agnia menyela perbincangan itu dengan masuk kembali ke dalam kamar, membawa 2 paperbag dan menaruhnya di atas meja kamar anaknya. Agnia menghela nafas berat dan langsung menatap kembali lelaki yang sedang berdiri di belakang sahabatnya dengan gelengan kepala tak mengerti. Ayahnya muncul membawakan dua tamunya kursi portable untuk
"Mas, ada apa?" Agnia yang kaget dengan kedatangan suaminya yang tiba-tiba langsung bertanya. Namun rupanya, sedikit pun Dewo tak menggubris pertanyaan istrinya. Lelaki itu bahkan sama sekali tak mau menatap ke arahnya. Ibunda Agnia yang mengikuti langkah tergesa lelaki itu ke dalam kamar, terlihat begitu panik. Sementara suaminya yang juga mengikuti di belakang pun tak kalah gelisah. "Ada apa ini, Wo?" tanya lelaki baya itu penasaran."Dimana? Dimana tasnya?!" teriak lelaki itu sembari berkeliling ke tiap sudut kamar. Sepertinya tas milik Agnia lah yang sedang dia cari.Agnia yang makin bingung dengan tingkah suaminya hanya bisa saling pandang dengan ayahnya. "Sebenarnya kamu lagi nyari apa, Wo?" Kali ini ibunda Agnia yang bertanya."Apa kalian semua budeg?!" Teriakan itu tak hanya mengagetkan dua orang tuanya, namun juga Agnia yang masih tampak lemah di atas tempat tidurnya. Dewo yang dikenal ayah dan ibu Agnia sebagai sosok suami yang pendiam dan ayah yang sayang pada anak-anakn
Di sepanjang perjalanan, pasangan suami istri itu membisu. Dewo memacu laju roda empatnya dengan cepat di jalanan yang lumayan lengang menuju rumahnya tanpa bicea sepatah kata pun. Hanya satu tujuannya saat itu. Dia bisa segera memberi pelajaran pada istrinya yang begitu berani menerima kedatangan lelaki bernama Narendra itu di rumah orang tuanya. ***Dua jam yang lalu sepulang kantor, dia langsung menuju ke rumah Sri. Saat tiba di sana, Naya dan Aqilla sudah menunggunya di ruang tamu rumah utama Sri di bagian belakang warung makan. Dewo memang sengaja meminta bantuan Sri untuk menjemput dua putrinya itu sepulang sekolah. Setelah menjemput Naya dan Aqilla, Sri mengajak dua putri Dewo itu mampir ke mall sebentar untuk berjalan-jalan. Dengan cara itu, setidaknya dia bisa mengalihkan perhatian Naya dan Aqilla dari pertanyaan membosankan tentang jam berapa ayah mereka pulang dari kantor. Dewo yang hari itu mendapat pekerjaan mendadak dari atasannya, rupanya tak bisa berkutik kala Agnia
"Kenapa kamu teriak gitu? Kamu mau menantang suamimu, hah?!" Dewo tak kalah keras berteriak pada istrinya. Bahkan kali ini lelaki itu mulai merangkak naik ke atas tempat tidur mendekati Agnia yang sudah dalam posisi duduk. Namun Dewo kaget, saat tangan Agnia tiba-tiba meraih cepat lampu hias dari atas nakas di samping tempat tidur dan mengangkatnya tinggi-tinggi, bersiap untuk melemparkannya pada lelaki yang makin bergerak mendekat padanya itu.Dewo sampai refleks mundur saking terkejutnya. "Kamu mau apa? Jangan macam-macam!" ancamnya balik. Namun Agnia seolah tak takut lagi dengan itu. "Kamu yang jangan macam-macam, Mas! Sudah cukup ya kamu perlakukan aku seperti binatang. Kamu nggak punya perasaan, Mas. Aku ini istrimu. Tapi apa? Apa selama ini kamu pernah benar-benar menganggapku seperti itu?" Wanita itu seolah sudah tak peduli hal apa yang bisa saja terjadi padanya jika berani melawan Dewo seperti itu. Dia sepertinya sudah abai dengan keamanan dirinya sendiri. Yang ada di pikir
Rani menatap sahabatnya yang duduk bersandar di sampingnya dengan kebingungan. Tangannya bahkan masih terasa gemetar usai membaca berita itu. Namun kondisi Agnia yang terlihat masih begitu lemah membuatnya ragu. Sayangnya, kebingungan Rani terbaca oleh Agnia yang sedang menoleh ke arahnya. “Kenapa, Ran?” tanyanya, masih dengan suara parau. “Eh, ehmm nggak kok, Ni. Nggak apa-apa,” jawabnya terbata. Meski dalam kondisi terpuruk, Agnia tentu tak tega melihat muka pucat pasi sahabatnya itu. Dia pun kemudian menggeser posisi duduknya, lalu berusaha memegang kening Rani. “Apa kamu sakit?” tanyanya. “Kalau memang nggak kuat, kamu pulang saja nggak apa-apa, Ran. Ada bapak ibu dan adik-adik Mas Dewo di sini. Mereka bisa menemaniku,” lanjutnya. Rani menggeleng. Dalam kondisi seperti itu, tentu saja Rani lebih memilih untuk tinggal bersama dengan Agnia dibanding beristirahat di kontrakan sendirian. Meski begitu, Rani masih belum ingin menceritakan kondisinya saat ini pada sahabatnya. “Aku ng
Roda empat Narendra melaju makin cepat di depan mobil polisi yang mengejarnya. Celine ingin terus mempertahankan kecepatannya demi tak tertangkap oleh polisi-polisi yang mengejarnya itu, sementara Narendra yang berusaha sekuat tenaga menghentikan wanita itu justru membuat gerak mobil jadi semakin tak tentu arah. “Cel, berhenti Celine!” Narendra makin panik. Ditambah lagi, suara sirine mobil polisi yang meraung raung di belakang mereka dan orang-orang di jalanan yang nyaris semuanya berhenti menyaksikan kejadian itu seolah menelanjangi keduanya. Narendra terus berteriak menyuruh Celine untuk menghentikan mobilnya. Sementara tangannya berusaha sebisa mungkin menghentikan Celine. Namun hal itu justru membuat Celine kehilangan fokus. Laju mobil pun semakin tak terkendali. Celine yang panik, bahkan tak sempat berpikir untuk menghentikan saja mobil itu dan menyerahkan dirinya pada pihak berwajib. “Diam kamu! Bisa diam nggak sih! Kamu justru bikin aku nggak fokus, Narendra!” kata wanita
Tak lagi memperdulikan Celine, Narendra bergegas turun ke lantai bawah. Lelaki itu berjalan cepat menuju dimana mobilnya terparkir. Namun karena merasa belum selesai dengan Narendra, Celine mengejar hingga ke tempat parkir. Dorong mendorong kasar pun terjadi. Narendra yang yang ingin cepat pergi ke rumah Agnia merasa sangat terganggu dengan kehadiran Celine yang terus ingin mengajaknya bicara. Sementara itu, Celine yang masih merasa punya urusan dengan lelaki itu pun tak mau tinggal diam. Berulang kali dia menutup kembali pintu mobil yang dibuka oleh Narendra. Karena kesal dengan ulah Celine, Narendra akhirnya menghentikan niatnya untuk segera pergi. Dia kembali menutup kembali pintu mobilnya dengan kasar, kemudian berdiri berkacak pinggang di depan sang istri. “Mau kamu apa sih?! Kamu nggak lihat aku mau pergi? Aku juga punya urusan, Celine. Nggak bisa terus terusan meladeni tingkah konyolmu yang kekanak-kanakan kayak gini.”Melihat Narendra makin marah, Celine justru juga bertam
Rani akhirnya menemukan sebuah rumah kontrakan kecil yang langsung dibayarnya selama setahun ke depan. Sebenarnya bisa saja dia menyewa sebuah apartemen yang pastinya lebih nyaman daripada kontrakan yang dipilihnya saat itu. Tapi mengingat sudah tak ada lagi lelaki yang mensupport finansialnya saat ini, Rani memilih untuk berhemat sampai nanti dia mendapatkan sumber penghasilan lainnya lagi. Memikirkan kondisinya yang berbalik seratus delapan puluh derajat dari yang sebelumnya, Rani jadi teringat dengan nasib malang yang juga sedang menimpa sahabatnya. Untuk itulah, hari itu dia memutuskan untuk kembali mengunjungi Agnia di rumah sakit. Namun sesampainya di sana, Rani dibuat shock dengan telah berkumpulnya semua keluarga besar Agnia yang seolah sedang bersiap menghadapi sesuatu buruk yang akan terjadi. Dan benar saja, beberapa saat setelah kedatangan Rani, dokter akhirnya menyampaikan berita bahwa Dewo benar-benar telah pergi meninggalkan mereka semua. Tangis yang pecah dari Agnia
Di tengah tengah kebingungannya, Rani hanya teringat pada Agnia. Tapi saat taksi yang membawanya menuju rumah sahabatnya itu baru sampai setengah perjalanan, dia seperti baru tersadar bahwa keputusannya untuk pergi ke rumah Agnia adalah salah. Bagaimana mungkin dia berpikir untuk menumpang tinggal di rumah sahabatnya itu jika saat ini saja Agnia sedang mengalami kesulitan yang bahkan jauh lebih berat dibanding dirinya. “Nggak jadi, Pak. Saya turun di sini saja. Saya akan ganti ongkosnya,” katanya kemudian pada si driver taksi online yang ditumpanginya. Rani pun kemudian turun, lalu memutuskan untuk duduk sebentar di sebuah bangku taman untuk memikirkan apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Kembali ke rumah orang tuanya adalah hal yang jelas tidak mungkin dilakukannya. Selain karena keduanya sudah meninggal dunia, rumah itu kini juga telah diambil alih keluarga kakaknya yang sangat membencinya karena ketidakpeduliannya pada keluarga besar. Ternyata selama ini dia merasa hidupnya b
Wanita yang biasanya sangat patuh dan penurut pada Rani itu tak menampakkan gentar sedikitpun. Bahkan dia juga berani membalas saat mantan istri dari majikannya itu menampar pipinya berulang kali. “Saya sudah berusaha menjadi asisten yang baik, tapi kelakuan Anda sudah sangat keterlaluan. Anda mengkhianati suami Anda sendiri di rumahnya. Itu sama saja Anda membuang kotoran Anda di tempat makan yang telah diberikan majikan Anda. Sekarang lebih baik Anda pergi. Karena walaupun sampai menangis darah pun, Bapak tidak akan pernah memaafkan Anda,” kata wanita itu setengah mengancam. Mendengar kata-kata sang mantan pembantu, niat Rani untuk meminta maaf pada mantan suaminya pun urung sudah. Sepertinya memang benar apa yang dikatakan oleh mantan asisten rumah tangganya itu, suaminya tentu tak akan sudi lagi menerima permintaan maafnya mengingat dirinya bukan lah satu satunya wanita yang dia miliki. Rani mengutuk kebodohannya sendiri karena ternyata selama ini karena memilih untuk menerima
Sementara itu di tempat lain, Narendra justru disibukkan dengan kecemburuan Rani yang tak jua Reda. Dia baru sadar sekarang bahwa sahabatnya itu kini sudah mulai tergila gila padanya, hingga harus merasa marah saat mendengar keinginannya untuk kembali mengejar Agnia. Narendra yang sore itu sudah kembali ke apartemennya bahkan harus disibukkan dengan chat panjang lebar Rani yang memaki makinya tentang rencananya sebelumnya. Namun bukannya bersedih dengan kelakuan Rani yang kolokan seperti anak kecil, Narendra justru makin berbangga bahwa ternyata dia bisa membuat sahabatnya itu bertekuk lutut juga padanya. Walaupun sebenarnya hal itu bukan hal yang diinginkannya. Seandainya saja yang tergila gila padanya itu adalah Agnia, mungkin ceritanya akan jadi lain. Tapi meski begitu, demi meredakan amarah Rani dan demi untuk membuat wanita itu terus tetap mau melayani semua keinginannya, Narendra terpaksa kembali menemui wanita itu malam harinya. Rani tentu saja terkejut melihat Narendra telah
“Ada orang yang nyari Ibu di luar.”Sri baru saja keluar dari kamar mandi sore itu saat seorang pembantu rumah tangganya menghampiri. “Siapa?” tanyanya dengan mengerutkan dahi. “Nggak tahu, Bu. Tapi katanya polisi," kata si pelayan. Wajah Sri langsung pucat pasi mendengar itu. Sejujurnya, dari pagi perasaannya sudah tidak karuan karena belum mendapat kabar apapun dari Atun tentang hasil dari aksi orang-orang bayarannya yang katanya berencana melaksanakan tugas mereka hari sebelumnya. Tapi ditunggu sampai sore hari, Atun sama sekali tidak memberinya kabar apapun. “Kamu balik ke depan sana. Bilang saja aku nggak ada. Kemana gitu,” kata Sri dengan nada bingung. “Baik, Bu.” Wanita berusia sekitar empat puluh tahunan itu pun langsung berlalu meninggalkan majikannya dan bergegas menemui dua tamu yang sedang menunggu di depan pintu rumah makan. “Tidak ada gimana, tadi katanya ada?” kata salah seorang diantara kedua lelaki berseragam itu usai mendengar penjelasan bahwa Sri tak ada di ru
Belum habis kesedihan dan ketakutannya dengan kondisi sang suami, Agnia harus dibuat shock oleh beberapa orang yang menyatroni rumahnya dengan senjata. Apalagi saat polisi kemudian menyatakan bahwa kemungkinan besar ketiga orang penyusup itu berniat untuk membunuhnya. Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Polisi mengaitkan apa yang terjadi dengan adanya racun yang dikirimkan pada Agnia yang justru mencelakai suaminya. Ditambah lagi dengan keterangan seluruh keluarga Agnia yang menceritakan kejadian saat dirinya diculik beberapa waktu sebelumnya. Polisi semakin kuat menduga bahwa target utama dalam rencana pembunuhan di keluarga itu tentu lah Agnia. Mendengar keterangan yang disampaikan pihak kepolisian, Agnia makin yakin bahwa Rani tidak mungkin terlibat dalam pengiriman kue beracun yang mengakibatkan Dewo sekarat. Mengingat sahabatnya itu, Agnia yang sedang dalam kondisi bingung dan karena selama ini dia lah satu satunya sahabat yang selalu bersedia mendengar segala keluh kesahnya, akhi