Sementara itu di rumah Sri, dari pagi wanita itu terlihat gelisah dan sama sekali tak fokus dengan Semua aktivitas di sekelilingnya. Dewo sulit sekali dihubungi. Dia pun tak membalas puluhan pesan yang dikirimkannya untuk lelaki itu. Kenyataan bahwa Dewo telah mengabaikannya dan kemungkinan akan meninggalkannya makin membuat Sri bahkan tak sempat berpikir untuk melakukan hal lain selain memberi pelajaran untuk lelaki itu. Apalagi saat berulang kali dia mencoba menelepon dan sama sekali tak mendapat tanggapan darinya.Atun adalah satu-satunya orang yang ada dalam benak Sri kala dirinya sedang tak bersama Dewo. Maka siang itu, dia segera menghubungi sahabatnya untuk datang.Atun, seperti biasa, begitu bersemangat saat mendapat panggilan dari Sri. Bagi wanita bertubuh tambun itu, tak jadi soal jika dirinya harus mendengarkan omelan-omelan dan keluhan sahabatnya asalkan dia pulang dengan lembaran uang dari Sri. Dan benar saja. Sesampai di warung, wanita itu tak merasa heran lagi saat di
Tiga gadis kecil berlari masuk ke dalam rumah mewah Celine setelah menghambur keluar dari mobil yang berhenti di pelataran. "Granny! Granny!" Teriakan mereka memanggil sang nenek langsung membuat meriah rumah yang biasanya terkesan begitu serius itu. Sementara di luar rumah, para satpam dan dua orang asisten rumah tangga Celine menyambut kedatangan putri-putri majikannya yang datang masing-masing tanpa suami mereka itu. "Bagaimana keadaan mami?" tanya Jennifer pada Irma beberapa saat usai turun dari mobil mewah yang menjemput dia, adiknya, dan anak-anak mereka dari bandara. "Dari kemarin mengurung diri di kamar, Non. Belum mau makan apa-apa," jelas Irma. "Sebenarnya apa yang terjadi sih, Ir?" Kali ini Gloria yang bertanya. "Bisa jelaskan pada kami dulu sebelum kami temui mami?" lanjutnya. "Jadi gini, Non. Maafkan saya sebelumnya, bukan maksudnya ingin mengganggu ketenangan Non Jenny sama Non Glori. Tapi saya khawatir sama kondisi Nyonya. Sejak Pak Narendra pergi meninggalkan rum
“Mami ngapain sih pakai ngurung diri di kamar segala? Irma bilang dari kemarin Mami juga nggak mau makan kan?” Celine mengajak anak-anaknya masuk ke dalam kamar setelah menyuruh para asistennya kembali ke pekerjaannya masing-masing. Gloria masih terlihat terisak saat ketiganya mulai mendudukkan diri di atas kasur berukuran Super King Celine yang sangat mewah dan mahal.“Sudah Ji, jangan nangis terus dong,” kata sang kakak yang merasa terganggu dengan suara isakan adiknya. Rupanya dia sedang membutuhkan ketenangan dan konsentrasi untuk berbicara dari hati ke hati dengan ibunya.“Biarkan saja adikmu menangis, Jen. mami malah senang kok melihat kalian sedih gini.” Celine justru terkekeh sembari membelai lembut rambut anak bungsunya. “Kok gitu sih, Mi?” Lagi-lagi Jennifer mengerutkan dahinya keheranan. “Sudah lama mami nggak lihat kalian mengkhawatirkan mami. Selama ini mami lihat hidup kalian bahagia-bahagia saja sampai kadang-kadang lupa menanyakan kabar mami kan?” sindir Celine, wal
“Maaf Pak, ada tamu untuk Anda atas nama Ibu Jennifer dan Ibu Gloria. Apakah Bapak berkenan bertemu?” Seorang petugas penerima tamu mengabarkan pada Narendra lewat telepon internal kedatangan anak-anak tirinya ke apartemen. Narendra memang tak sembarangan memberikan alamat tempat tinggal barunya di apartemen itu pada siapapun. Hanya orang-orang tertentu saja, seperti pengacaranya dan orang-orang kepercayaannya yang tahu persis berapa nomor apartemennya. Dia pun berpesan pada petugas untuk mengabarinya lebih dulu jika ada orang yang mengaku sudah membuat janji dengannya dan ingin bertemu. Saat mendengar nama Jennifer dan Gloria disebut, sebenarnya Narendra sangat kaget. Dalam ingatannya, dua anak tirinya itu bahkan bisa dihitung dengan jari berapa kali pernah berbincang dengannya. Meskipun Narendra sangat memaklumi akan hal itu, sebenarnya sebagai manusia biasa dirinya ingin juga dihargai sebagaimana orang yang lebih tua pada umumnya.“Suruh tunggu aku di kafe. Aku akan temui mereka
Bik Marni yang saat itu sedang menyiangi tanaman-tanaman hias di halaman villa, kaget saat melihat mobil sport Narendra berhenti di depan pagar. Wanita tua itu langsung bergegas menuju ke pagar untuk membukakan pintu gerbangnya.“Loh Bapak, sendirian saja? Nggak sama Nyonya?” tanyanya dengan panik. Lalu buru-buru mengikuti langkah cepat Narendra menuju ke dalam rumah. “Ada siapa di dalam?” tanya lelaki itu dengan nada geram sambil terus melangkah menuju ruang tamu.“Tidak ada siapa-siapa tuh, Pak. Apa Bapak butuh sesuatu?” Bik Marni makin kebingungan dengan ulah Narendra yang terus berjalan berkeliling memeriksa setiap ruangan di villa itu. “Bapak nyari apa, Pak? Biar saya bantu,” kata wanita itu lagi. Tapi Narendra tetap tak menggubrisnya. Hingga saat akhirnya dia tak menemukan apa yang dia cari di seluruh penjuru villa, lelaki itu baru berhenti.“Dimana Celine menyekapnya?” tanyanya kemudian pada wanita yang berdiri gemetaran di depannya. Bik Marni rupanya kecapekan mengikuti langk
Bik Marni baru bisa bernafas lega saat mobil Narendra benar-benar tak terlihat lagi dari depan villa biru. Sejujurnya, saat melihat lelaki itu datang ke tempat itu, jantungnya nyaris copot. Ucapannya saat menanyakan kenapa Narendra datang tak bersama dengan Celine rupanya hanya basa-basinya saja, karena wanita tua itu tentu sudah tahu bahwa majikannya sedang dalam proses perceraian saat ini. Itulah kenapa dia yakin bahwa kedatangan Narendra ke tempat itu pastilah ada hubungannya dengan wanita yang pernah disekap oleh majikannya di villa. Maka tak heran jika dirinya jadi panik dan ketakutan kalau kalau lelaki itu akan mengamuk saat mengetahui bahwa wanita simpanannya sudah tak ada lagi di sana. Satu keberuntungan Bik Marni adalah bahwa tas selempang wanita yang disekap itu ternyata masih utuh. Bahkan sempat dilihatnya ponsel yang awalnya ingin dijual oleh Agus _ suaminya - ternyata masih ada di dalamnya. Dia tak bisa membayangkan apa jadinya jika ponsel itu jadi dijual oleh suaminya.
Narendra sedikit kaget saat sampai di lobby apartemen dan seorang petugas memberitahunya bahwa seseorang sedang menunggu di salah satu sudut. Celine melambaikan tangan saat lelaki itu menoleh ke arahnya. Lelaki itu pun hanya bisa menarik nafas panjang melihat itu. Niatnya ingin beristirahat dan memikirkan langkah selanjutnya menemukan Agnia usai bertemu dengan Rani, justru disambut dengan tamu yang sedang tak diinginkannya. “Ada apa, Celine?” Tanpa basa basi, dia pun menghampiri tempat istrinya duduk dan ikut mendudukkan diri di depannya. Celine mengernyitkan dahi melihat Narendra tak sedikitpun berminat mengajaknya masuk ke dalam ruang apartemennya. Dari gerak-geriknya, terlihat lelaki itu seperti enggan berbicara denganya.“Sibuk sekali ya kamu?” sindir Celine. “Sudah ketemu apa yang kamu cari di villa?” Lalu wanita itu pun mulai terkekeh.Narendra perlahan memperhatikan sekeliling. Setelah dirasa tak ada seorang pun yang memperhatikan mereka berdua, dia pun mencondongkan badan leb
Setelah menemukan Agnia, sebenarnya Alfa sudah menawarkan untuk mengantar wanita itu pulang ke rumahnya. Namun rupanya Agnia masih belum siap untuk kembali ke kotanya. Akhirnya Alfa memutuskan mengajaknya tinggal sementara di rumahnya, dengan konsekuensi bahwa jika sampai polisi menemukan wanita yang telah dilaporkan hilang oleh keluarganya itu di rumahnya, dia lah yang akan dijadikan tersangka. Tapi bahkan Alfa sama sekali tak memberitahukan kemungkinan terburuk itu pada Agnia. Hal terpenting baginya saat ini hanyalah bagaimana wanita itu merasa nyaman setelah beberapa hari mengalami hal yang membuatnya trauma. Hari kedua di rumah Alfa, pagi itu Agnia sudah rapi dengan pakaiannya. “Aku mau pulang hari ini, Al,” katanya tiba-tiba saat bergabung dengan Alfa dan Roni di ruang makan. Alfa memang sengaja mengajak serta Roni untuk tinggal di rumahnya juga selama Agnia tinggal bersamanya. Hal itu dilakukannya hanya untuk menjaga agar tak timbul prasangka buruk di lingkungan tempat tinggaln