Rupanya tingkah nakal Narendra tak bisa sepenuhnya ditolak oleh Rani. Aneh rasanya memang, karena biasanya tak pernah ada getar-getar tak menentu selama ini kala wanita itu sedang berdua saja dengan Narendra. Bahkan sedikitpun tak pernah terpikir akan berbuat hal yang macam-macam dengan lelaki itu selama bertahun tahun dekat dengannya. Bisa jadi karena sebelumnya keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Bahkan Narendra yang aslinya memang mata keranjang tak pernah melihat Rani sebagai seseorang yang pantas untuk diajaknya berhubungan secara spesial. Entah apa yang sedang terjadi dengannya hari itu. Kemarahannya pada Agnia justru seperti menjadi pemicu hasrat terpendamnya selama ini yang coba diredamnya pada wanita itu, tapi tak lagi mampu dikendalikannya sekarang. Dan dia merasa Rani adalah orang yang tepat untuk melampiaskan semua itu. “Nggak mungkin, Re. Aku dan Agnia itu sahabatan. Aku nggak mungkin macam macam sama kamu.” Rani masih terus berusaha menyingkirkan dengan lembut
Beberapa hari setelah kejadian itu, kehidupan di keluarga Dewo terlihat semakin membaik. Sikap Dewo yang tak mengalami perubahan setelah kedatangan Narendra ke rumah mereka membuat Agnia semakin yakin bahwa lelaki itu tak lagi menyuruh orang untuk memata-matai setiap apa yang dilakukannya seperti sebelum mereka berbaikan dulu. Dewo pun semakin menampakkan keseriusannya untuk berubah. Waktunya jadi lebih banyak dihabiskan untuk keluarga. Tidak pernah sekalipun kini dia pulang kantor melebihi jam yang seharusnya. Bahkan setiap kali ingin mampir ke suatu tempat untuk melakukan sesuatu, dia selalu menyempatkan diri untuk menelpon istrinya dan berpamitan. Semua hal baik yang sangat membahagiakan bagi Agnia itu, masih ditambah lagi dengan support penuh dari seluruh keluarga besar keduanya. Kedua orang tua Agnia maupun Dewo, bahkan adik-adik Dewo yang merasa ikut senang dengan kembali berbaikannya kakak dan kakak ipar mereka, kini jadi sering berkunjung bergantian. Mirna apalagi, tiap kal
“Dengan Ibu Agnia?” Seorang lelaki muda berseragam lengkap sebuah jasa ekspedisi pengiriman instan sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Agnia sedikit mengerutkan dahi kala kemudian orang itu menyerahkan sebuah bingkisan berbentuk kotak berhias pita pada dirinya.“Tapi saya tidak sedang memesan apa-apa sepertinya, Pak. Bapak tidak salah amanat kan?” tanyanya pada sang kurir. Tangannya bahkan belum berani menyentuh bingkisan di depannya itu. “Sahabat Anda yang mengirimkan ini, Bu. Mohon diterima,” kata si kurir dengan sangat ramah. Mendengar kata sahabat, pikiran Agnia langsung tertuju pada Rani. Seingatnya, sudah hampir satu bulan dia tak lagi melihat atau bahkan berkomunikasi dengan sahabatnya itu lagi. Sejak kedatangannya dengan Narendra waktu itu, Agnia memang sudah tidak pernah lagi mendengar kabar dari Rani. Lalu bibirnya pun mulai tersenyum. Melihat tulisan nama toko kue paling terkenal di kota itu, membuat Agnia lantas berpikir bahwa Rani mungkin sedang ingin meminta maaf p
Agnia mengiring Naya dan Aqilla ke dalam kamar usai menyambut kedatangan suami dan dua anaknya itu pulang untuk membantu membersihkan diri dan mengganti pakaian.. Sementara itu, Dewo yang tergoda dengan aroma wangi khas kue favorit anaknya yang sudah dihidangkan istrinya di meja makan, langsung menuju ke wastafel untuk mencuci tangannya. Tak lama kemudian, lelaki itu sudah terlihat duduk di kursi makan sembari meneriakkan satu pertanyaan.“Ini kuenya ya, Sayang?”Mendengar pertanyaan suaminya, Agnia pun menyahut dengan cepat dari dalam kamar anak-anaknya. “Iya, Mas. Wanginya lebih enak kan ya dari biasanya?” Sang istri ganti bertanya. “Iya. Barusan masuk rumah tadi udah kecium loh. Lebih enak dari yang sering dibeli Naya nih kayaknya.”“Masa’, Yah?” Tak mau kalah dengan obrolan ayah dan ibunya, Naya yang baru separuh melepas pakaiannya pun menyembulkan kepala ke arah ruang makan. Dewo langsung menganggukkan kepalanya, sedangkan tangannya mulai memotong kue yang terhidang di depannya.
Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Mungkin itu yang tepat menggambarkan kesedihan Agnia saat. Belum lama mereguk kebahagiaan hidup berumah tangga dengan suaminya, Dewo kini harus terbaring tanpa daya di rumah sakit. Meski mendapat support penuh dari keluarga besarnya, namun kondisi Dewo yang ternyata lebih parah dari dugaannya, membuatnya sangat shock. Apalagi karena dia tahu bahwa salah satu penyebab dari kejadian yang menimpa suaminya itu adalah buah dari kecerobohannya. Agnia makin terpuruk kala dokter mengatakan bahwa memang benar ada racun yang sengaja dimasukkan oleh seseorang ke dalam tubuh suaminya lewat makanan yang diterimanya waktu itu. Keluarga besarnya bahkan sudah menghubungi polisi untuk melaporkan kasus tersebut. Polisi juga sudah membawa hasil pemeriksaan bahwa memang ada zat racun sangat berbahaya yang terkandung di dalam kue yang dikirimkan ke rumah Agnia beberapa hari sebelumnya itu. Kondisi Dewo yang hanya menunjukkan sedikit peningkatan di hari
Belum habis kesedihan dan ketakutannya dengan kondisi sang suami, Agnia harus dibuat shock oleh beberapa orang yang menyatroni rumahnya dengan senjata. Apalagi saat polisi kemudian menyatakan bahwa kemungkinan besar ketiga orang penyusup itu berniat untuk membunuhnya. Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Polisi mengaitkan apa yang terjadi dengan adanya racun yang dikirimkan pada Agnia yang justru mencelakai suaminya. Ditambah lagi dengan keterangan seluruh keluarga Agnia yang menceritakan kejadian saat dirinya diculik beberapa waktu sebelumnya. Polisi semakin kuat menduga bahwa target utama dalam rencana pembunuhan di keluarga itu tentu lah Agnia. Mendengar keterangan yang disampaikan pihak kepolisian, Agnia makin yakin bahwa Rani tidak mungkin terlibat dalam pengiriman kue beracun yang mengakibatkan Dewo sekarat. Mengingat sahabatnya itu, Agnia yang sedang dalam kondisi bingung dan karena selama ini dia lah satu satunya sahabat yang selalu bersedia mendengar segala keluh kesahnya, akhi
“Ada orang yang nyari Ibu di luar.”Sri baru saja keluar dari kamar mandi sore itu saat seorang pembantu rumah tangganya menghampiri. “Siapa?” tanyanya dengan mengerutkan dahi. “Nggak tahu, Bu. Tapi katanya polisi," kata si pelayan. Wajah Sri langsung pucat pasi mendengar itu. Sejujurnya, dari pagi perasaannya sudah tidak karuan karena belum mendapat kabar apapun dari Atun tentang hasil dari aksi orang-orang bayarannya yang katanya berencana melaksanakan tugas mereka hari sebelumnya. Tapi ditunggu sampai sore hari, Atun sama sekali tidak memberinya kabar apapun. “Kamu balik ke depan sana. Bilang saja aku nggak ada. Kemana gitu,” kata Sri dengan nada bingung. “Baik, Bu.” Wanita berusia sekitar empat puluh tahunan itu pun langsung berlalu meninggalkan majikannya dan bergegas menemui dua tamu yang sedang menunggu di depan pintu rumah makan. “Tidak ada gimana, tadi katanya ada?” kata salah seorang diantara kedua lelaki berseragam itu usai mendengar penjelasan bahwa Sri tak ada di ru
Sementara itu di tempat lain, Narendra justru disibukkan dengan kecemburuan Rani yang tak jua Reda. Dia baru sadar sekarang bahwa sahabatnya itu kini sudah mulai tergila gila padanya, hingga harus merasa marah saat mendengar keinginannya untuk kembali mengejar Agnia. Narendra yang sore itu sudah kembali ke apartemennya bahkan harus disibukkan dengan chat panjang lebar Rani yang memaki makinya tentang rencananya sebelumnya. Namun bukannya bersedih dengan kelakuan Rani yang kolokan seperti anak kecil, Narendra justru makin berbangga bahwa ternyata dia bisa membuat sahabatnya itu bertekuk lutut juga padanya. Walaupun sebenarnya hal itu bukan hal yang diinginkannya. Seandainya saja yang tergila gila padanya itu adalah Agnia, mungkin ceritanya akan jadi lain. Tapi meski begitu, demi meredakan amarah Rani dan demi untuk membuat wanita itu terus tetap mau melayani semua keinginannya, Narendra terpaksa kembali menemui wanita itu malam harinya. Rani tentu saja terkejut melihat Narendra telah