“Tatiana..”“Ya, Pak?!” Respon Tatiana, berdiri ketika dosen yang mengajarnya melambaikan tangan. Ia berjalan menghampiri sang dosen, menanyakan apa gerangan yang membuat pria paruh baya itu memanggilnya.“Mas Sahrul bilang, kamu katanya diminta buat hadap Bu Dekan.”“Ada apa ya, Pak?”Dosen terbaik yang pernah Tatiana kenal itu menggelengkan kepalanya, “Bapak kurang paham, Tatiana. Kamu pastikan dulu sana. Tenang saja, absensi kamu, Bapak akan tulis kehadirannya,” ucapnya memberikan kelonggaran. Pada nyatanya Tatiana memang hadir meski sepuluh menit harus keluar dari kelas.“Bawa tas kamu, Tatiana. Perintahnya begitu.”Psikologi 03 itu kembali ramai oleh bisikan. Mereka bertanya-tanya, mengapa Tatiana sampai harus menghadap ke ruangan orang nomor satu di fakultas mereka. Jika mengenai absensi dimana satu minggu Tatiana tidak hadir, rasanya sangat tak mungkin. Mereka bukan lagi anak sekolahan yang diurusi sebegitu detailnya. Angka kumulatif perihal absensi baru dapat terlihat nanti se
“Adeknya cantik, Dek.”“Thanks, Mas. Aku emang secantik itu. Nggak perlu diomong!” Tatiana melakukan gerakan mengipas di depan wajahnya, tapi sedetik kemudian kepercayaan dirinya dibungkam, tergantikan pipi merah sebab rupanya bukan dirinya yang Khoiron maksud.“Adeknya yang itu, Sayang, yang pake bando telinga Hello Kitty,” tunjuk Khoiron pada sosok gadis kecil, mungkin kisaran usia lima tahunan, yang tengah memakan es krim diseberang meja milik mereka.‘Aaak!! Pengen renang ke laut selatan biar dimakan Nyi Roro sama anak buahnya!’ Jerit hati Tatiana, merasa malu berkat terlalu over confident. Ia tidak fokus karena sedari tadi banyak gadis-gadis memperhatikan Khoiron. Sepertinya ia harus minum air mineral yang banyak.Demi mengembalikan kerja otaknya, Tatiana menyambar botol di atas mejanya. Ia meneguknya secara tak sabaran. Hitung-Hitung mengalihkan rasa malu yang bersarang di dalam dirinya.“Kapan ya kita buat anak selucu itu, Dek?”Byur!!— Sakit sekali. Tatiana tersedak. Air di ker
“Assalamualaikum.”Suara dua laki-laki yang baru saja pulang dari masjid itu membuat Tatiana melompat menuruni sofa. Ia berteriak memanggil nama suaminya sembari berlari ngepot. “Mas Khoiiirrr!!”Buk!!Seperti mobil yang kehilangan fungsi rem, tanpa aba-aba Tatiana menabrakan tubuhnya pada Khoiron sampai sang suami terhuyung ke belakang.“Tiana ngagetin. Suami pulang langsung diseruduk gitu.”Gadis yang disebut melakukan kebiasaan seekor sapi itu, memutar kepalanya yang menempel di dada Khoiron. “Ssstt! Papa jangan cemburu. Tiana ngelakuin ini demi kemaslahatan pernikahan kita.”Mendengarnya Khoiron dan Januar menyerngitkan alis dengan mata saling menatap.“Mas ayo kita ke kamar. Adek mau kasih Mas jatah.”Khoiron terbelalak. Seluruh wajahnya merona dengan pipi dan daun telinga yang memerah. Istrinya mengatakan sesuatu yang vulgar di depan sang papa mertua.“Ya Allah, Tiana. Agresif banget. Masih sore ini, makan malam juga belum,” ucap Januar menggelengkan kepala. Ia mengerti jika hub
“Selamat pagi Adeknya Mas. Sudah bangun?!”Tatiana menarik naik selimut yang membungkus dirinya. Menyembunyikan wajah semerah darah miliknya.Tatiana malu karena teringat dengan percintaan mereka semalam. Karena demi apa pun, mereka telah melakukannya. Ia sudah tak lagi gadis ingusan“Kok ditutup selimut mukanya, Dek?!”“Mas..” rengek Tatiana semakin memerah di dalam selimut. Ia bisa mendengar tawa renyah Khoiron.‘Semalem gue malu-maluin banget astaga!’ rutuknya, setelah sadar.Sungguh kesadaran diri yang terlambat datang hadirnya. Mereka bahkan sempat membersihkan tubuh untuk shalat subuh sebelum sepenuhnya beristirahat di atas pembaringan. Seharusnya Tatiana menyadari tingkahnya mengajak Khoiron ena-ena tanpa sebuah basa-basi.“Tidur lagi, Sayang. Kamu baru bobok sekitar satu jam-an. Hari ini libur aja ya.. Sebelum berangkat nanti Mas siapin air anget buat Adek berendem.”Eh, loh! Kok mau ditinggal— pikir Tatiana. Cepat-Cepat kepalanya menyembul keluar. Khoiron sepertinya sudah man
Bugh!“Emang Anjing lo, Ti!”Khoiron kaget saat kepala istrinya dipukul. Ia tidak menyadari dari mana arah sahabat sang istri tiba, tiba-tiba saja laki-laki itu sudah berada disamping Tatiana, lalu mendaratkan pukulan.“Apa yang kamu lakukan ke istri saya, Brandon?!” Sentaknya, kasar. Tangannya yang semula memegang sendok bubur ayam menggebrak meja, menimbulkan suara keras dan beberapa botol yang terjatuh dari posisinya.Sebagai suami saja ia tidak pernah memukul sang istri. Mungkin hanya sekedar sentilan dan tepukan lemah, begitu pun dengan orang tua istrinya, Khoiron sangat yakin Tatiana tak pernah menerima tindak kekerasan. Papa dan mama mertuanya sangat menyayangi putri mereka.“Eh, Pak, Pak! Maaf! Saya reflek liat muka ngeselin istri, Pak.” Pekik Brandon, takut melihat kemarahan di wajah dosennya. “Ti bantuin dong, ini kan gara-gara lo juga,” ucapnya agar Tatiana mau membantunya. Ia sudah kepalang emosi karena dibully oleh sang sahabat.“Hihi, udah, Mas.” Pinta Tatiana menarik len
Tatiana mengaduk-aduk milkshake strawberry yang berada di hadapannya tanpa minat. Bahunya terkulai lesu, menyadari tingkah bodohnya. Kepanikannya tadi menyebabkan dirinya menjadi tontonan anak kelas lain. Khoiron sempat memintanya tenang sebelum secara lembut mengusirnya karena pria itu harus mengajar.Setelah itu Tatiana ingat jika dirinya memiliki kelas. Ia sudah mencoba mengejar keterlambatannya, tapi tetap saja diusir dan dirinya berakhir menjadi penghuni cafetaria fakultasnya.“Mending gue tidur nggak sih tadi di rumah?” gerutunya dengan tangan bergerak menusuk-nusukan sedotan di dalam gelasnya.Mendadak Tatiana menyesal karena tak menuruti saran suaminya. Percuma saja ia berangkat kalau ujung-ujungnya tidak bisa absen, lebih baik membolos dan menghabiskan waktunya dengan tidur panjang.“Karma gue ngelawan Mas Khoir, kali yak?!” gumamnya sebelum menyeruput sisa minumannya.Kesendirian Tatiana tidak berlangsung lama sebab seorang pemuda menghampirinya. “Hai, Ti. Gue boleh gabung?!
“PAK KHOIR?! BAPAK APAIN, TIANA?!”Thomas berteriak. Pria itu mengikuti langkah keduanya. Rasa sukanya terhadap Tatiana membuatnya mengkhawatirkan diri wanita itu. Ia dihantam kesadaran usai terdiam beberapa saat setelah serangan dosennya.Namun tampaknya kesadarannya yang timbul menghilangkan kesadarannya yang lain. Sepertinya Thomas lupa jika tangis Tatiana mungkin berasal dari tingkah sembrononya.“Ngapain lo teriakin suami gue?!” Garang, Tatiana menatap mantan kekasihnya dengan mata berkilat layaknya petir ditengah derasnya hujan.“Dia buat lo nangis, Titi.”“Lo yang bikin gue nangis, Tolol!” Sembur Tatiana, terengah-engah. Air matanya seketika berhenti mengalir.“Bahasanya, Dek.”Tatiana mengeram karena teguran Khoiron. Sempat-sempatnya sang suami menegurnya. Pada situasi sekarang ini halal hukumnya memaki si otak udang Thomas.“Udah nggak usah diurusin. Kita ke kelas Mas aja.”Tatiana sempat melayangkan jari tengahnya untuk Thomas. Awas saja pemuda itu. Dirinya akan mengadukan p
“Gue nggak mau ikut, Tiana!”“TIANA!”Brandon terus memberontak. Ia tidak ingin ikut pada agenda penjemputan adik ipar sahabatnya. Ia sadar diri, sebagai makhluk berbelalai, dirinya lemah akan gadis-gadis cantik.“Lo mau pengaruhin gue kan?!”“Apaan dah! Negative thinking mulu perasaan. Gue nggak segila itu buat ngajakin lo pindah agama keleus! Indonesia negara demokrasi,” sembari memutar bola matanya, Tatiana menyelipkan seringaian di wajahnya. Tangannya terus menarik kerah kemeja Brandon, setengah menyeret sang sahabat.Dibelakang mereka, Khoiron hanya bisa pasrah mengikuti keduanya. Ia cukup terkejut ketika sang istri berkata Zahra sudah hampir sampai di Jakarta. Setahunya adiknya akan sampai esok hari. Ia memang tak sempat membuka-buka ponsel sehingga tak mengetahui perubahan armada yang digunakan adiknya.“Gue kenal lo, ya! Lo manusia paling licik sedunia! Lepasin gue, Ti!”“Hais! Lebay! Gue percaya iman lo sekuat besi baja! Banyak cewek cantik bin yang nggak lo seriusin karena b
“Ibu..”Tatiana mengangkat kedua tangannya ke atas.Tidak, tidak!— Ia tidak akan terpengaruh dengan raut memelas suami tercintanya. Pria itu harus merasakan betapa spektakulernya kelakuan anak mereka saat menginginkan sesuatu.‘Enak aja! Bikinnya bareng-bareng, masa bagian puyengnya, Ibu yang paling banyak.’ Dumel Tatiana, membantin.“Mau ini, Ayah! Mas Adnan mau ini.” Keras kepala Adnan dengan menunjuk satu unit mobil yang sedang dipamerkan pada lantai dasar sebuah Mall ternama di Jakarta.Tatiana terkekeh sembari memalingkan wajahnya. Biarlah ia berdosa. Namun wajah frustasi suaminya sangatlah menghibur jiwa emak-emaknya.“Beliin! Mas Adnan mau punya mobil yang pintunya 2, Ayah.”“Ya Allah, Mas.. yang pintunya 4 kan udah punya.”“Kan empat, nggak dua!” Ngeyel Adnan, membalas kata-kata sang ayah.“Mas..”“Enggak dalem!” potong anak itu menolak panggilan Khoiron.Khoiron menatap lembut kedua mata putranya yang membola. “Kok begitu jawab ke Ayahnya, Mas?” Sama seperti tatapannya, suara
Mendekati pukul lima sore hari, Tatiana, Adnan dan Soraya— ketiganya tampak rapi, berjajar pada halaman luas kediaman mereka.Barisan vertikal yang ketiganya bentuk itu, merupakan pemandangan yang sehari-harinya akan terlihat jika saja tidak turun hujan kala hari hari kerja berlangsung.Di dalam barisan itu, ketiganya akan melakukan sebuah penghormatan besar kepada dua orang terkasih yang telah rela menghabiskan waktunya untuk bekerja keras agar mereka dapat hidup enak.Mereka akan menunggu kepulangan para pencari nafkah. Menyambut keduanya dengan senyum hangat supaya seluruh lelah yang merajai diri mereka sirna.Dalam hal ini, tradisi itu dibentuk setelah si kecil Adnan terlahir ke dunia. Sebuah kebiasaan kecil yang pada akhirnya terus dipertahankan dan menjadi rutinitas harian yang keberadaannya tak pernah ditinggalkan oleh Tatiana dan mamanya.“Itu mobil Ayah.” Seru Adnan, gembira. “Opa sama Ayah pulang, ye-ye-ye-ye!” Anak itu melompat kegirangan, merasa tak sabar untuk menyambut a
Tatiana tak pernah berhenti dibuat istighfar oleh atraksi anak laki-lakinya. Si kecil yang kini menginjak usia 5 tahun itu mempunyai banyak sekali tingkah. Kulit di dadanya mungkin sudah menipis saking seringnya dibelai secara mandiri karena kelakuan membagongkannya.“Ibu nyerah, Mas Adnan!” Tatiana mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ia menyerah, mengibarkan benderah putih ke angkasa.Ayah anak itu baru saja pergi beberapa menit yang lalu, dan si kecil sudah kembali berulah.Adnan memang sangat tahu caranya menguji batas kesabaran ibunya. Dia mencari momen terbaik saat satu-satunya manusia yang ditakutinya tak lagi berada di rumah.“Mas, Ya Allah! Ikan koinya Ibu loh, mati itu ntar Mas!” lontar Tatiana, lemas tak bertenaga.Tatiana pikir dengan dirinya menyatakan kekalahkannya, putranya akan berbaik hati untuk hengkang dari kolam kesayangannya. Namun ternyata, ia salah. Anak itu tetap melanjutkan kegiatan merusuhnya.“Mas Adnan baik loh, Ibu. Mas kan lagi bantu ikan koinya Ibu napas.
Holla, temen-temen.Setelah banyak merenung, Qey mohon maaf karena pada akhirnya, cerita Gus! I Lap Yuh! ini akan tamat sesuai dengan naskah aslinya.Keputusan ini diambil karena beberapa aspek, khususnya dari segi kesehatan Qey yang tampaknya tidak mumpuni untuk mengerjakan 3 on going sekaligus.Takutnya, seluruh karya termasuk judul ini malah akan terbengkalai nantinya. Jadi, Qey putuskan untuk hanya meng-uploud ekstra partnya saja dan mengurungkan niat untuk melangkah ke seasion 2-nya. Bagi pembaca baru, cerita ini sudah ada sequelnya, judulnya Pelet Cinta Lolita!, ya. Disitu menceritakan kisah cintanya Mas Adnan dengan Female Lead, Lolita. Bu Tatik & Ayah Khoir ada disana juga kok, jadi kangen kalian sama pasangan ini akan sedikit terobati nantinya.Segitu aja ya temen-temen. Mohon doanya untuk kesembuhan Qey. Semoga diakhir tahun ini, sakitnya Qey ditutup dengan penutupan tahun. Doain Qey sehat dan pulih sedia kala ya. Amin, Amin.Terima kasih atas perhatiannya, Semua.Salam Saya
Hai, semua. This is Qey.Kemarin saat Qey up chapter untuk ending, kebetulan ada kakak yang mengusulkan untuk dilanjutkan ke Season 2-nya. Untuk kakak-kakak yang lain bagaimana? Season 2-nya akan fokus ke Bu Tatik & keluarga kecilnya, termasuk Mas Adnan versi bocil ya. Karena untuk cerita Mas Adnan sendiri, versi dewasanya sudah ada tuh dijudul "Pelet Cinta Lolita." Kebetulan Mas Adnan tokoh utama prianya disana. Qey membutuhkan masukan sebelum akhirnya memutuskan apakah naskah chapter spesial yang ada akan tetap dijadikan chapter ekstra, atau digunakan untuk melanjutkan ke Season 2. Jadi, please komen ya semua. Terima kasih atas perhatiannya.
“Mas.. Zahra cantik ya?”Kepala Khoiron mengangguk, “iya, Dek,” ucapnya menjawab pertanyaan sang istri kepadanya.Pria itu meremas tangan Tatiana yang berada di dalam genggamannya, lalu kembali berucap, “tapi istri Mas ini, jauh lebih cantik.”Dibalik niqab yang dirinya kenakan, senyum seindah mekarnya bunga di musim gugur, menghiasi wajah Tatiana.“Mas ini! Zahra ratunya hari ini!” Tutur Tatiana, pura-pura menghardik Khoiron. Ia tidak ingin dibuat salah tingkah di momen bersejarah sahabat dan adik iparnya. Kalau pun ada kebahagiaan, seharusnya itu berasal dari acara penting mereka berdua. Bukannya dari hasil gombalan suaminya.Khoiron pun memalingkan wajahnya ke kanan. Ia menatap kedua manik Tatiana dalam. “Mas nggak mau bohong. Ibunya Mas Adnan wanita paling cantik. Ratunya Mas setiap hari.”“Uhuk!”Suara batuk dibelakang mereka menyadarkan Tatiana, jika saat ini keduanya tengah berada di dalam kerumunan santri-santri yang tengah menemani Zahra.“Ya Allah, Mas! Malu.”“Gus Khoir tern
Di dalam kamus Khoiron, ia tidak mengenal apa itu pamali. Pamali hanyalah sebuah culture yang keberadaannya terus dipertahankan dari tahun ke tahun. Namun ia tetap tidak bisa membawa Adnan pergi ke luar rumah terlalu lama. Bagaimana pun, usia Adnan masih beberapa hari. Daya tahan tubuhnya masihlah belum sekuat orang dewasa.“Adek, kita sepertinya nggak bisa bawa Mas Adnan ke kampus.”“Loh, kenapa Mas?”“Mas Adnannya masih kecil, Ibu. Pamernya ditunda saja dulu ya?”Tatiana adalah wanita yang mudah untuk diberikan pengertian. Istrinya mungkin sedikit keras kepala dalam beberapa hal, tapi dia bukan seseorang yang akan mengorbankan orang terkasih demi kesenangan pribadinya.“Mas Adnannya bisa sakit, Ibu. Urusan Brandon, biar ayah yang ngomong ke dia. Dia pasti nggak akan berani nakal.”“Nurut ya, buat Mas Adnan kecil kita.”“Kalau Ayah ngomong buat Mas Adnan, gimana Ibu bisa nggak nurut.” Tutur Tatiana sembari menyandarkan dirinya pada dada bidang Khoiron.Anaknya adalah sosok paling pen
“Mas Adnan, emang Ibu salah ya?”Tatiana menyangga kepalanya menggunakan tangan. Ia tidur menyamping, menatap putranya kesayangannya.“Jawab dong, Mas. Ibu nggak salah kan, ya?”Khoiron mengulum bibirnya. Istrinya sedang mencari pembenaran, hanya saja kepada orang yang salah.Apa yang istrinya harapkan dari seorang bayi mungil tak berdosa? Pembelaan?! Jelas Adnan belum bisa melakukannya. Putranya mereka masih tak memiliki daya untuk hal itu. Tunggu usianya bertambah, nanti Adnan akan dapat diajak berkomunikasi.“Adnan, mah! Ibu hopeless nih. Ayah juga ngambek ke Ibu. Ibu jadi nggak ada temennya, Mas.”“Kok bawa-bawa Ayah, Bu? yang ngambek bukannya Ibu, ya?”“Mas diem!”Lucu sekali istrinya. Dia yang mogok bicara pada semua orang, tapi malah mengaku menjadi pihak tersakiti. Mana mengelabui anak sendiri. Sungguh nakal!“Mas dianggurin nih?! Mentang-mentang sudah punya Mas Adnan sekarang.”“Aduh! Ada yang ngomong, siapa sih! Ganggu quality time aku sama anakku aja deh!”Khoiron terkikik.
“Uh, gemesinnya anak Ibu. Ibu pengen gepengin kamu, Dek.”Khoiron yang baru saja memasuki kamar, kontan berlari mendekati ranjang. “Adek! Istighfar! Jangan gepengin Adnan!” Ucap, pria itu panik. Gemasnya sang istri sungguh membahayakan. Masa anak sendiri mau dibuat gepeng.“Bercanda, Mas Khoir!”“Huh!” Khoiron melepaskan napasnya. Ia pikir istrinya serius ingin menggepengkan anak mereka.“Umi gimana, Mas? Udah dipanggilin dokter belum?”“Udah sadar kok..” Khoiron mendudukan dirinya disamping Tatiana. Tangannya yang besar menggenggam telapak kecil anak lelakinya. “Nggak sampai harus manggil dokter. Umi cuman kaget aja, Dek.”Jangan kan uminya, abinya kalau berada di kamar, pasti juga akan ikut pingsan. Ia tidak mengira kalau kenakalan istrinya sampai bisa membuat heboh satu komplek.“Hehe.. Mama dulu juga pingsan, Mas.” Cengir Tatiana. Mamanya sampai dilarikan ke rumah sakit saat rumahnya di demo. Akhirnya masalah diselesaikan oleh orang tua Brandon. Mereka hanya perlu mengganti mobil