Waduh, gimana nih?
Tatiana mengaduk-aduk milkshake strawberry yang berada di hadapannya tanpa minat. Bahunya terkulai lesu, menyadari tingkah bodohnya. Kepanikannya tadi menyebabkan dirinya menjadi tontonan anak kelas lain. Khoiron sempat memintanya tenang sebelum secara lembut mengusirnya karena pria itu harus mengajar.Setelah itu Tatiana ingat jika dirinya memiliki kelas. Ia sudah mencoba mengejar keterlambatannya, tapi tetap saja diusir dan dirinya berakhir menjadi penghuni cafetaria fakultasnya.“Mending gue tidur nggak sih tadi di rumah?” gerutunya dengan tangan bergerak menusuk-nusukan sedotan di dalam gelasnya.Mendadak Tatiana menyesal karena tak menuruti saran suaminya. Percuma saja ia berangkat kalau ujung-ujungnya tidak bisa absen, lebih baik membolos dan menghabiskan waktunya dengan tidur panjang.“Karma gue ngelawan Mas Khoir, kali yak?!” gumamnya sebelum menyeruput sisa minumannya.Kesendirian Tatiana tidak berlangsung lama sebab seorang pemuda menghampirinya. “Hai, Ti. Gue boleh gabung?!
“PAK KHOIR?! BAPAK APAIN, TIANA?!”Thomas berteriak. Pria itu mengikuti langkah keduanya. Rasa sukanya terhadap Tatiana membuatnya mengkhawatirkan diri wanita itu. Ia dihantam kesadaran usai terdiam beberapa saat setelah serangan dosennya.Namun tampaknya kesadarannya yang timbul menghilangkan kesadarannya yang lain. Sepertinya Thomas lupa jika tangis Tatiana mungkin berasal dari tingkah sembrononya.“Ngapain lo teriakin suami gue?!” Garang, Tatiana menatap mantan kekasihnya dengan mata berkilat layaknya petir ditengah derasnya hujan.“Dia buat lo nangis, Titi.”“Lo yang bikin gue nangis, Tolol!” Sembur Tatiana, terengah-engah. Air matanya seketika berhenti mengalir.“Bahasanya, Dek.”Tatiana mengeram karena teguran Khoiron. Sempat-sempatnya sang suami menegurnya. Pada situasi sekarang ini halal hukumnya memaki si otak udang Thomas.“Udah nggak usah diurusin. Kita ke kelas Mas aja.”Tatiana sempat melayangkan jari tengahnya untuk Thomas. Awas saja pemuda itu. Dirinya akan mengadukan p
“Gue nggak mau ikut, Tiana!”“TIANA!”Brandon terus memberontak. Ia tidak ingin ikut pada agenda penjemputan adik ipar sahabatnya. Ia sadar diri, sebagai makhluk berbelalai, dirinya lemah akan gadis-gadis cantik.“Lo mau pengaruhin gue kan?!”“Apaan dah! Negative thinking mulu perasaan. Gue nggak segila itu buat ngajakin lo pindah agama keleus! Indonesia negara demokrasi,” sembari memutar bola matanya, Tatiana menyelipkan seringaian di wajahnya. Tangannya terus menarik kerah kemeja Brandon, setengah menyeret sang sahabat.Dibelakang mereka, Khoiron hanya bisa pasrah mengikuti keduanya. Ia cukup terkejut ketika sang istri berkata Zahra sudah hampir sampai di Jakarta. Setahunya adiknya akan sampai esok hari. Ia memang tak sempat membuka-buka ponsel sehingga tak mengetahui perubahan armada yang digunakan adiknya.“Gue kenal lo, ya! Lo manusia paling licik sedunia! Lepasin gue, Ti!”“Hais! Lebay! Gue percaya iman lo sekuat besi baja! Banyak cewek cantik bin yang nggak lo seriusin karena b
Holly Molly Shit!Orang tuanya sudah gila. Mereka tidak tertolong. Pertanyaan macam apa itu?Menjadi mualaf?!Pindah agama maksudnya kan?! Secara saat ini mereka bukan seorang muslim. Umumnya kata mualaf merujuk pada seseorang yang bukan beragama islam masuk ke dalam agama tersebut. Brandon bisa mencernanya begitu. Otaknya tidak bodoh-bodoh amat walau sering nge-hang.“Nggak usah bercanda, Mah. Sumpah bercandanya nggak lucu. Sini Brandon bantuin Mama minta maaf ke Tuhan!” Brandon membantu sang mama membuat tanda salib setelah mengucapkan permohonan maaf-nya.“Ih, kamu, mah!” Desah sang mama. “Mama cuman tanya ke kamu. Kalau kamu nggak sependapat jangan begitu dong, Brandon.”“Abisnya Mama aneh-aneh. Mama kena cuci otak siapa? Biar Brandon gebukin tuh orang. Sembarangan aja ngajak-ngajak Mama!”Mohon maaf— Mamanya ini merupakan kristiani yang taat sekali. Ia tidak memakan daging babi, tidak pula melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama yang mereka anut. Disaat sang mama ingin berubah
Tatiana membuka matanya bahkan sebelum Khoiron membangunkan wanita itu. Alam bawah sadarnya bekerja tanpa perlu Tatiana setting terlebih dahulu.Perempuan itu mendudukan dirinya. Menggosok kedua matanya sebelum memanggil sang suami, “Mas.” Kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya, tapi samar-samar gendang telinganya menangkap suara Khoiron yang tengah melantunkan ayat suci.“Allahumarhamni bilquran. Waj'alhu lii imaaman wa nuuran wa huda wa rohmah1,” ucap Khoiron menutup sesi bacaannya dengan sebuah do’a yang biasa dirinya panjatkan seusai membaca Al Quran.Khoiron bangkit lalu menyimpan kitab sucinya ke dalam rak khusus yang dirinya beli.“MasyaAllah.. Mas nggak mimpi ini, Sayang?!” lontar Khoiron takjub dengan apa yang dirinya lihat. Laki-laki itu mendekati sang istri di ranjang dan memberikan ciuman di atas keningnya.“Kok udahan bacanya? Gara-Gara aku panggil?”Khoiron menggeleng pelan, “memang sudah selesai, Dek. Kebetulan pas Adek manggil sudah ketemu huruf ain,” jelas Khoiron ya
Fajar yang begitu indah. Khoiron sampai tak dapat berhenti mengucapkan kalimat syukur di dalam hati. Ia pulang dengan perasaan senang. Kepulangannya dari tempat peribadatan disambut hangat oleh sang istri tercinta. Secangkir kopi tersaji diatas meja ruang keluarga.Awalnya Khoiron hampir tidak percaya tatkala melihat Tatiana duduk di kursi pos penjagaan. Ketika membuka pintu gerbang dirinya dibuat terkejut, begitu pula dengan sang ayah mertua.Katanya istrinya itu sedang menunggu kepulangannya. Dia sedikit merajuk dikarenakan mereka pulang lebih lambat dari pagi-pagi sebelumnya. Setelah merajuk sang istri malu-malu, menyampaikan hal yang membuatnya berbunga-bunga.Ya— secangkir kopi yang kini berada ditangannya. Uap panas tidak lagi mengepul. Jika saja ia tahu istrinya sudah bersusah payah, ia pasti tidak berbincang dengan bapak-bapak di masjid. Bergegas pulang agar bisa menikmati hidangan dari tangan sang istri.“Jadi cuman Khoir aja yang kamu buatin, Ti? Papa nggak?!”“Kan itu tugas
Di kediaman Khoiron— tepatnya pada sebuah rumah joglo yang disebut sebagai ndalem, Kyai Dahlan tengah berseru senang. Ia memandangi layar ponselnya yang tengah menampilkan potret cucu menantu kesayangannya.“Assalamualaikum, Nduk,” sapa Kyai Dahlan, senang.‘Mbaaah..’Kyai Dahlan terkekeh. Pria paruh baya itu selalu menyukai keceriaan cucu menantunya. “Salamnya Mbah belum dijawab,” ucapnya mengingatkan. Ia yakin sedang tidak ada Khoiron di dekat Tatiana.‘Ya Allah, Tiana lupa, Mbah. Saking senengnya telepon, Mbah.’ Di kamarnya Tatiana menepuk keningnya. ‘Waalaikumsalam, Mbah. Maaf Tiana telat jawabnya, hehe..’ Cengiran lalu menghiasi layar ponsel tua milik Kyai Dahlan.“Ada apa, Nduk? Tumben telepon Mbahnya?”Anak nakal ini pasti memiliki kepentingan sehingga menghubunginya. Tatiana hampir tak pernah meneleponnya. Mereka bersinggungan ketika Khoiron tengah menelepon menantunya. Dari sanalah mereka bercengkrama untuk beberapa waktu.‘Tiana mau curhat, Mbah. Eh, maksudnya cerita. Iya..’
Tatiana, Khoiron dan Zahra— ketiga anak Adam itu saat ini tengah menunggu kedatangan Brandon. Sudah setengah jam Brandon izin pulang untuk membersihkan diri, tapi anak itu tidak kunjung menampakkan batang hidungnya.“Mas kita samper ke rumahnya aja, apa?! Pasti dia kabur, Mas!”Khoiron terkekeh. Tatiana benar-benar menggemaskan. Sejak kapan ada orang kaburnya ke rumah sendiri. Itu sih jelas definisi pulang, bukan melarikan diri.“Brandon harus ikut jalan-jalannya kita, Dek?” tanya Khoiron. Istrinya berencana mengajak sang adik berbelanja di pusat perbelanjaan. Mumpung Zahra sedang di Ibu Kota katanya. Jadi sekali-kali adiknya itu harus merasakan menjadi seorang anak metropolitan.Khoiron tentu tak bisa menolak. Istrinya yang cantik dan baik hati memiliki niat untuk menyenangkan sang adik. Kebaikan tersebut menjelaskan kepadanya, tentang seberapa dalam Tatiana ikut menyayangi adiknya.“Harus dong! Sahabat aku itu. Udah lama kita nggak jalan bareng. Kan kalau Mas ngajar, nggak boleh hang
“Ibu..”Tatiana mengangkat kedua tangannya ke atas.Tidak, tidak!— Ia tidak akan terpengaruh dengan raut memelas suami tercintanya. Pria itu harus merasakan betapa spektakulernya kelakuan anak mereka saat menginginkan sesuatu.‘Enak aja! Bikinnya bareng-bareng, masa bagian puyengnya, Ibu yang paling banyak.’ Dumel Tatiana, membantin.“Mau ini, Ayah! Mas Adnan mau ini.” Keras kepala Adnan dengan menunjuk satu unit mobil yang sedang dipamerkan pada lantai dasar sebuah Mall ternama di Jakarta.Tatiana terkekeh sembari memalingkan wajahnya. Biarlah ia berdosa. Namun wajah frustasi suaminya sangatlah menghibur jiwa emak-emaknya.“Beliin! Mas Adnan mau punya mobil yang pintunya 2, Ayah.”“Ya Allah, Mas.. yang pintunya 4 kan udah punya.”“Kan empat, nggak dua!” Ngeyel Adnan, membalas kata-kata sang ayah.“Mas..”“Enggak dalem!” potong anak itu menolak panggilan Khoiron.Khoiron menatap lembut kedua mata putranya yang membola. “Kok begitu jawab ke Ayahnya, Mas?” Sama seperti tatapannya, suara
Mendekati pukul lima sore hari, Tatiana, Adnan dan Soraya— ketiganya tampak rapi, berjajar pada halaman luas kediaman mereka.Barisan vertikal yang ketiganya bentuk itu, merupakan pemandangan yang sehari-harinya akan terlihat jika saja tidak turun hujan kala hari hari kerja berlangsung.Di dalam barisan itu, ketiganya akan melakukan sebuah penghormatan besar kepada dua orang terkasih yang telah rela menghabiskan waktunya untuk bekerja keras agar mereka dapat hidup enak.Mereka akan menunggu kepulangan para pencari nafkah. Menyambut keduanya dengan senyum hangat supaya seluruh lelah yang merajai diri mereka sirna.Dalam hal ini, tradisi itu dibentuk setelah si kecil Adnan terlahir ke dunia. Sebuah kebiasaan kecil yang pada akhirnya terus dipertahankan dan menjadi rutinitas harian yang keberadaannya tak pernah ditinggalkan oleh Tatiana dan mamanya.“Itu mobil Ayah.” Seru Adnan, gembira. “Opa sama Ayah pulang, ye-ye-ye-ye!” Anak itu melompat kegirangan, merasa tak sabar untuk menyambut a
Tatiana tak pernah berhenti dibuat istighfar oleh atraksi anak laki-lakinya. Si kecil yang kini menginjak usia 5 tahun itu mempunyai banyak sekali tingkah. Kulit di dadanya mungkin sudah menipis saking seringnya dibelai secara mandiri karena kelakuan membagongkannya.“Ibu nyerah, Mas Adnan!” Tatiana mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ia menyerah, mengibarkan benderah putih ke angkasa.Ayah anak itu baru saja pergi beberapa menit yang lalu, dan si kecil sudah kembali berulah.Adnan memang sangat tahu caranya menguji batas kesabaran ibunya. Dia mencari momen terbaik saat satu-satunya manusia yang ditakutinya tak lagi berada di rumah.“Mas, Ya Allah! Ikan koinya Ibu loh, mati itu ntar Mas!” lontar Tatiana, lemas tak bertenaga.Tatiana pikir dengan dirinya menyatakan kekalahkannya, putranya akan berbaik hati untuk hengkang dari kolam kesayangannya. Namun ternyata, ia salah. Anak itu tetap melanjutkan kegiatan merusuhnya.“Mas Adnan baik loh, Ibu. Mas kan lagi bantu ikan koinya Ibu napas.
Holla, temen-temen.Setelah banyak merenung, Qey mohon maaf karena pada akhirnya, cerita Gus! I Lap Yuh! ini akan tamat sesuai dengan naskah aslinya.Keputusan ini diambil karena beberapa aspek, khususnya dari segi kesehatan Qey yang tampaknya tidak mumpuni untuk mengerjakan 3 on going sekaligus.Takutnya, seluruh karya termasuk judul ini malah akan terbengkalai nantinya. Jadi, Qey putuskan untuk hanya meng-uploud ekstra partnya saja dan mengurungkan niat untuk melangkah ke seasion 2-nya. Bagi pembaca baru, cerita ini sudah ada sequelnya, judulnya Pelet Cinta Lolita!, ya. Disitu menceritakan kisah cintanya Mas Adnan dengan Female Lead, Lolita. Bu Tatik & Ayah Khoir ada disana juga kok, jadi kangen kalian sama pasangan ini akan sedikit terobati nantinya.Segitu aja ya temen-temen. Mohon doanya untuk kesembuhan Qey. Semoga diakhir tahun ini, sakitnya Qey ditutup dengan penutupan tahun. Doain Qey sehat dan pulih sedia kala ya. Amin, Amin.Terima kasih atas perhatiannya, Semua.Salam Saya
Hai, semua. This is Qey.Kemarin saat Qey up chapter untuk ending, kebetulan ada kakak yang mengusulkan untuk dilanjutkan ke Season 2-nya. Untuk kakak-kakak yang lain bagaimana? Season 2-nya akan fokus ke Bu Tatik & keluarga kecilnya, termasuk Mas Adnan versi bocil ya. Karena untuk cerita Mas Adnan sendiri, versi dewasanya sudah ada tuh dijudul "Pelet Cinta Lolita." Kebetulan Mas Adnan tokoh utama prianya disana. Qey membutuhkan masukan sebelum akhirnya memutuskan apakah naskah chapter spesial yang ada akan tetap dijadikan chapter ekstra, atau digunakan untuk melanjutkan ke Season 2. Jadi, please komen ya semua. Terima kasih atas perhatiannya.
“Mas.. Zahra cantik ya?”Kepala Khoiron mengangguk, “iya, Dek,” ucapnya menjawab pertanyaan sang istri kepadanya.Pria itu meremas tangan Tatiana yang berada di dalam genggamannya, lalu kembali berucap, “tapi istri Mas ini, jauh lebih cantik.”Dibalik niqab yang dirinya kenakan, senyum seindah mekarnya bunga di musim gugur, menghiasi wajah Tatiana.“Mas ini! Zahra ratunya hari ini!” Tutur Tatiana, pura-pura menghardik Khoiron. Ia tidak ingin dibuat salah tingkah di momen bersejarah sahabat dan adik iparnya. Kalau pun ada kebahagiaan, seharusnya itu berasal dari acara penting mereka berdua. Bukannya dari hasil gombalan suaminya.Khoiron pun memalingkan wajahnya ke kanan. Ia menatap kedua manik Tatiana dalam. “Mas nggak mau bohong. Ibunya Mas Adnan wanita paling cantik. Ratunya Mas setiap hari.”“Uhuk!”Suara batuk dibelakang mereka menyadarkan Tatiana, jika saat ini keduanya tengah berada di dalam kerumunan santri-santri yang tengah menemani Zahra.“Ya Allah, Mas! Malu.”“Gus Khoir tern
Di dalam kamus Khoiron, ia tidak mengenal apa itu pamali. Pamali hanyalah sebuah culture yang keberadaannya terus dipertahankan dari tahun ke tahun. Namun ia tetap tidak bisa membawa Adnan pergi ke luar rumah terlalu lama. Bagaimana pun, usia Adnan masih beberapa hari. Daya tahan tubuhnya masihlah belum sekuat orang dewasa.“Adek, kita sepertinya nggak bisa bawa Mas Adnan ke kampus.”“Loh, kenapa Mas?”“Mas Adnannya masih kecil, Ibu. Pamernya ditunda saja dulu ya?”Tatiana adalah wanita yang mudah untuk diberikan pengertian. Istrinya mungkin sedikit keras kepala dalam beberapa hal, tapi dia bukan seseorang yang akan mengorbankan orang terkasih demi kesenangan pribadinya.“Mas Adnannya bisa sakit, Ibu. Urusan Brandon, biar ayah yang ngomong ke dia. Dia pasti nggak akan berani nakal.”“Nurut ya, buat Mas Adnan kecil kita.”“Kalau Ayah ngomong buat Mas Adnan, gimana Ibu bisa nggak nurut.” Tutur Tatiana sembari menyandarkan dirinya pada dada bidang Khoiron.Anaknya adalah sosok paling pen
“Mas Adnan, emang Ibu salah ya?”Tatiana menyangga kepalanya menggunakan tangan. Ia tidur menyamping, menatap putranya kesayangannya.“Jawab dong, Mas. Ibu nggak salah kan, ya?”Khoiron mengulum bibirnya. Istrinya sedang mencari pembenaran, hanya saja kepada orang yang salah.Apa yang istrinya harapkan dari seorang bayi mungil tak berdosa? Pembelaan?! Jelas Adnan belum bisa melakukannya. Putranya mereka masih tak memiliki daya untuk hal itu. Tunggu usianya bertambah, nanti Adnan akan dapat diajak berkomunikasi.“Adnan, mah! Ibu hopeless nih. Ayah juga ngambek ke Ibu. Ibu jadi nggak ada temennya, Mas.”“Kok bawa-bawa Ayah, Bu? yang ngambek bukannya Ibu, ya?”“Mas diem!”Lucu sekali istrinya. Dia yang mogok bicara pada semua orang, tapi malah mengaku menjadi pihak tersakiti. Mana mengelabui anak sendiri. Sungguh nakal!“Mas dianggurin nih?! Mentang-mentang sudah punya Mas Adnan sekarang.”“Aduh! Ada yang ngomong, siapa sih! Ganggu quality time aku sama anakku aja deh!”Khoiron terkikik.
“Uh, gemesinnya anak Ibu. Ibu pengen gepengin kamu, Dek.”Khoiron yang baru saja memasuki kamar, kontan berlari mendekati ranjang. “Adek! Istighfar! Jangan gepengin Adnan!” Ucap, pria itu panik. Gemasnya sang istri sungguh membahayakan. Masa anak sendiri mau dibuat gepeng.“Bercanda, Mas Khoir!”“Huh!” Khoiron melepaskan napasnya. Ia pikir istrinya serius ingin menggepengkan anak mereka.“Umi gimana, Mas? Udah dipanggilin dokter belum?”“Udah sadar kok..” Khoiron mendudukan dirinya disamping Tatiana. Tangannya yang besar menggenggam telapak kecil anak lelakinya. “Nggak sampai harus manggil dokter. Umi cuman kaget aja, Dek.”Jangan kan uminya, abinya kalau berada di kamar, pasti juga akan ikut pingsan. Ia tidak mengira kalau kenakalan istrinya sampai bisa membuat heboh satu komplek.“Hehe.. Mama dulu juga pingsan, Mas.” Cengir Tatiana. Mamanya sampai dilarikan ke rumah sakit saat rumahnya di demo. Akhirnya masalah diselesaikan oleh orang tua Brandon. Mereka hanya perlu mengganti mobil