Home / Fantasi / Guardians of Shan / Naga dari Kikiro – 8

Share

Naga dari Kikiro – 8

Author: Kiprang Novel
last update Last Updated: 2021-09-22 08:55:00

✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵

“Itukah?”

“Itu mereka!”

Kami disambut dengan kerumunan begitu tiba di Desa Embi. Mereka berdiri depan rumah masing-masing seolah menunggu sedari tadi. Aku menunduk, takut akan tatapan tajam itu.

“Itu Oruko-san!” Ada yang berseru.

Takeshi terus melangkah dalam wujud naga. 

"Mana rubah itu?"

Hayya yang menyahut. "Sudah mati."

“Kamu tidak melindunginya, he?” sahut seseorang. “Kamu ini penyihir! Gunakan sihirmu!”

Hayya diam saja. Aku turut merasa tidak enak. Tidak mampu membalas ucapan mereka. Bibir Hayya gemetar sambil menggenggam erat rambut Takeshi.

“Sudah,” ujar Takeshi. “Kyoki berhasil kubunuh, kita aman untuk sementara.”

“Kamu terluka parah,” sanggah seseorang. “Apa anak itu belum juga tahu masa lalunya? Dia bahkan nyaris membunuhmu untuk kedua kalinya–”

&ld

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Guardians of Shan   Naga dari Kikiro – 9

    ✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Aku paham mengapa meragukan tindakan kami tadi. Mengapa tidak? Tanaman indah yang menghiasi kuil kini harus hancur lebur akibat tanganku. Yang tersisa hanyalah semak belukar yang acak-acakan."Itu ... Aku terburu-buru." Aku menunduk.Takeshi menghela napas. "Tidak apa-apa." Ia memang tidak marah, tapi aku masih merasa bersalah.Aku menunduk, membiarkannya menatap tanaman malang itu. Telingaku siap mendengar omelan dan hinaan.Takeshi mendehem, "Kita perlu ke Aibarab besok.""Untuk apa?""Selain membeli bunga baru, juga berdagang," jelas Takeshi. "Lagipula, Mariam ingin aku menemuinya di sana."Atau dia yang ingin menemuinya?Aku tahu, ia juga ingin menemui Count Wynter yang juga kakak tirinya, Pangeran Zayd. Kuharap aku akan bertemu Mariam di sana."Lanjutkan tidur kalian," ujar Takeshi. "Besok kita ke sana."***"Ayo, Lian!" Hayya menarik tanganku yang masih

    Last Updated : 2021-09-23
  • Guardians of Shan   Naga dari Kikiro – 10

    ✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Hening seketika.Mata kuning Safir terus menatapku, membuatku bimbang. Aku salah tanya? Dia tahu siapa aku? Kalaupun tahu, apa ruginya bagiku? Lagipula, urusannya dengan Mariam sudah selesai sejak dia dibebaskan, bukan?Idris menepuk bahuku. "Ah, Kaira, kau harus bersabar menunggunya pulang."Aku nyaris lupa untuk menyamar. Namun, tampaknya dia tidak keberatan jika aku bertanya. Bukankah Mariam atau Hiwaga sosok terkenal di Aibarab? Sama halnya dengan Idris?"Sosok yang dimaksudnya bernama Hiwaga," ujar Idris. "Dia seorang Pemburu Sihir seperti Oruko Takeshi dari Kikiro.""Pemburu Sihir?" Safir memastikan. "Terakhir kulihat dia kabur bersama gadis berambut hijau dari sini. Nisma binti Wynter mengejar mereka dengan pasukan mayat hidup.""Lalu?" Idris kembali bertanya. "Kamu menolongnya?"Safir mengangkat sebelah alis. "Kaukira aku ini apa? Dia nyaris membunuhku dulu, kami tidak memiliki hubungan spesial.

    Last Updated : 2021-09-24
  • Guardians of Shan   Naga dari Kikiro – 11

    ✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵ Aku mengenakan gaun hijau muda, rambutku disanggul dengan jepit turquoise berbentuk bunga melati. Aku dan kedua saudariku sengaja didandan mirip atas perintah Idris. Hayya mengenakan gaun biru muda sementara Azya berwarna putih dengan bando. Azya tidak mampu mengendalikan telinganya yang terus bergerak saking antusiasnya. Aku jadi ingat pesan Idris sebelum kami bersiap-siap. "Kamu cukup tersenyum dan menyambut tamu," ujar Idris. "Dan ingat, jika orang bertanya siapa kamu, jawablah ..." "Kaira binti Idris," balasku. "Binti itu artinya 'putri dari,' 'kan?" Idris mengangguk. "Bagus. Kamu hanya perlu duduk dan menyapa. Jangan mengobrol terlalu lama." "Iya, Tuan." Idris tersenyum. "Untuk di sini, kamu perlu memanggilku dengan peny

    Last Updated : 2021-09-25
  • Guardians of Shan   Naga dari Kikiro – 12

    ✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Aneh.Aku masih saja hidup.Terhirup bau busuk sekelilingku. Aku rupanya berada di perut ular tadi. Kenapa tidak hancur? Seharusnya aku sudah menyatu dengan darah dan akan keluar lagi dalam bentuk hina."Halo?"Suaraku menggema. Tidak ada yang membalas.Sekitarku gelap gulita. Aku hanya bisa melihat kegelapan dan meraba sambil merangkak. Dapat kurasakan perut kenyal ular itu bergesekan dengan tanah.Aku teringat sosok berambut putih beberapa saat sebelum ditelan hidup-hidup.Itu Mariam.Jelas Mariam.Rambut putih melambai di udara, kedua tangannya memegang sesuatu yang panjang seperti pedang, pakaiannya kini tampak baru dengan rok panjang. Tidak kusangka, kali ini dia memilih bertarung dengan rok alih-alih celana seperti sebelumnya."Halo?"Suaraku menggema. Kuharap ada yang membalas."Siapa di situ?!" Suara seorang gadis menyahut. Aku tidak mengenalnya."Aku Kai

    Last Updated : 2021-09-26
  • Guardians of Shan   Penyihir Hijau – 1

    ✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵ Aku didudukkan pada sebuah kursi empuk dekat singgasana kosong. Entah siapa yang menyuruh, aku disuruh duduk dan diam menunggu. Meski keadaan luar tampak genting, entah kenapa suasana di dalam istana tampak begitu tenang dan keributan hanya terjadi di luar. Seakan ancaman tersebut bukan apa-apanya. Aku tatap sekeliling. Istana ini didominasi warna keemasan, lengkap dengan ratna mutu manikam menghias lantai dan perabotan. Tidak tanggung, beberapa pedang yang tersusun di belakang singgasana sebelah kiriku tertata rapi dan bersinar berkat sejumlah batu mulia itu. Di antara pedang yang dijaja, ada di antaranya cukup menarik perhatianku. Sebuah pedang patah yang di bawahnya tertulis, "Hadiah dari Satria Sanjaya Purnama Tirta kepada Raja Safar al-Khidir" yang diukir dari lapisan emas pula. Kenapa pedang ini patah? Apa ini melambangkan hubungan raja itu kepada si pemberi? Di sebelah kanan singgasana raja itu, ada singg

    Last Updated : 2021-09-27
  • Guardians of Shan   Penyihir Hijau – 2

    ✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵«Zahra ~ Zabuz »Beberapa hari berlalu dengan sama, seorang abdi menceritakan tentang kedatangan pria itu lagi. Sosok yang senantiasa datang ke negeriku tanpa diundang maupun diizinkan. Alasannya selalu sama, menjemput rakyatnya yang tersesat di negeri Jin ini. Namun, ada pula karena alasan lain, yang menurut kami tidak masuk akal."Bagaimana bisa?" heran Umi. "Bukannya seluruh gerbang tertutup?"Abdi itu terdiam sejenak, suaranya memelan sekaligus gemetar. "Ia masuk lewat ... Celah di jendela rakyat.""Apa?!" Umi lantas menegakkan posisi duduk. "Di mana dia sekarang?""Kami mengejarnya," jawab abdi itu. "Ia ke sini untuk jemput rakyat Aibarab."Sebenarnya, kalau bukan rakyat Aibarab yang tersesat di sini, beberapa jin iseng kadang "mengajak" masuk lalu mengurung mereka. Biasanya untuk bersenang-senang atau tumbal, korban dari serangan jarak jauh–permainan klasik di Zabuz, berburu mangsa tanpa

    Last Updated : 2021-09-28
  • Guardians of Shan   Penyihir Hijau – 3

    ✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Selama Putri Zahra bertutur, aku habiskan malam dengan makanan beserta penutupnya. Belum pernah aku nikmati makan sebanyak ini.Zahra kembali bercerita.***Pada suatu malam, Khidir menjenguk ke kamar Zahra. Ia mengajak gadis itu mengobrol sebentar. Tepat di paviliun ini.Mereka menatap bulan purnama yang bersinar terang di tanah Aibarab. Baru kali ini Zahra melihat langit malam jernih bertabur bintang."Indah, bukan?" tanya Khidir.Zahra menatapnya lalu mengiakan. Indah nian baginya.Khidir menarik napas. "Kamu kesepian?"Zahra paham kalau pria ini merasa terlalu jauh darinya, padahal mereka bisa bertemu setiap malam sementara pagi hingga petang Khidir akan berdiam diri di tempatnya. Meski ia sesekali minta kedatangan Zahra untuk menambah aura, entah apa itu."Tidak." Zahra menjawab dengan sangat pelan, masih ada jarak antara mereka.Khidir lalu duduk dan minum. Sesekali

    Last Updated : 2021-09-29
  • Guardians of Shan   Penyihir Hijau – 4

    ✵────────┈⊰✵⊱┈────────✵Idris menepuk bahuku. "Ayo, kita pulang."Khidir menatap kami. "Ini giliranku, kalian istirahatlah."Apa maksudnya?Mariam lekas-lekas mengenggam tanganku. "Aku pengasuhnya sekarang. Tugas kalian sudah selesai, terima kasih."Dia lalu menarikku menjauh. Membiarkan Idris menatap kami dengan heran.Padahal dulu Mariam yang tampak keberatan dan bicara seakan tidak sabar menyerahkanku pada para pria ini.Idris tampak menyusul. Masih dengan wibawa para bangsawan demi menjaga martabat, meski Mariam jelas tengah menusuknya di depan seorang raja."Mariam," ucap Idris. "Kamu tidak ingin beristirahat di rumahku barang sebentar?""Kamu punya?" balas Mariam."Rumahku di Aibarab ada tiga," ujar Idris. "Silakan mau pilih yang mana."Mariam hanya menjawab. "Carikan yang paling jauh darimu.""Kalian ini." Kini Khidir yang mendekat sambil berkacak pinggang. "Tidak perlu repot-repot, aku

    Last Updated : 2021-09-30

Latest chapter

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu - 10

    Kedatangannya Elya tidak kusangka akan sepagi ini. Aku ingat kebiasaan Robert yang bangun lebih awal, barangkali mereka biasa berjanji bertemu sepagi ini. Namun, pagi ini kulihat Robert tampak mengantuk. Saat aku dititipkan di Kapel, tidak kutanyakan langsung saat itu apa yang dia kerjakan di luar sana. Sepertinya melelahkan.“Dia sedang tidur,” jawabku, tidak ada niat membangunkan Robert. Namun, aku rasa Elya bisa menunggu. Toh, gadis itu tahu pasti jadwal kerja Robert, dia biasanya juga tidak akan lama beristirahat setelah terbangun sejenak tadi. Baru hendak kutawari untuk masuk, Elya serahkan tas kecil yang melingkari pinggangnya padaku. Dia melangkah mundur. “Baik, titip pesan padanya jika nanti malam aku akan ke sini lagi.” “Kamu tidak mau menunggu?” Aku bertanya. Ingin rasanya tahu apa yang mereka berdua lakukan, kekuatan yang katanya “mengutak-atik bagian tubuh” masih tergiang dalam pikiranku. Apa gerangan yang Robert rencanakan? Apa ada kaitannya dengan cairan yang biasa dia

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 9

    Membangun peradaban baru. Belum pernah terpikir jika para Guardian ingin mencapainya, tidak pula aku menduga. Kukira tujuan kami hanya bisa bertemu kembali, memulai hidup bersama seperti keluarga lainnya hingga kembali ke pelukan alam. Jika tidak akan terlahir kembali setelahnya.Elya memandangku, matanya terpaku, menunggu aku membalas, tapi aku tidak tahu jawabannya. Jika saja seorang Guardian di sini, dia pasti bisa menjawab.“Ah, Elya.” Suara tak terduga dari Frederic menyelamatkanku dari pertanyaan tadi. “Sudah lama tidak ke sini. Di mana keluargamu?”“Sedang jalan-jalan,” jawab Elya. “Kamu datang sedikit tepat waktu, aku dan Levi baru saja membahas soal kerajaan awan karena langit-langit ini.”Frederic melayangkan pandangannya pada lukisan itu. “Benarkah? Kami memilih awan karena itu mengingatkan kami akan kehidupan setelah ini,” komentarnya. “Kamu ingat sesuatu?”“Ya, Abi pernah membahas soal kerajaan di atas awan dan mengaku ingin kembali ke sana.” Elya menatapku. “Sayng sekali

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 8

    Ucapan gadis itu membuatku diam. Memang para Guardian telah menjagaku dari segala bahaya. Namun, aku dan mungkin juga kakakku, Kyara, tidak tahu mengapa kami dijaga selain karena kami pewaris takhta Kerajaan Shan selama ini. Tidak seperti mereka, kami tidak ingat apa pun, hanya ikut alur yang para Guardian tuntun untuk kami.Tidak disangka ada lagi seseorang di taman. Dia berdiri di bawah naungan pohon yang jadi pusat taman, tepatnya berseberangan denganku. Rambutnya biru dengan garis-garis hitam menghiasi beberapa helai, sementara iris mata hitam, kulitnya pun sepucat anak-anak panti. Ciri-ciri anak panti yang sangat pucat membuatku ragu pada asal usul mereka. Orang Danbia memiliki kulit putih sedikit kemerahan, tak terkecuali Robert. Sementara orang Ezilis juga putih, tapi tidak sampai tampak janggal seperti anak-anak panti itu. Namun, aku belum pernah melihat gadis itu di panti dan dia tidak juga terlihat seperti orang-orang dari negeri yang kutahu.Tanganku terangkat perlahan mesk

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 7

    "Pergi saja ke Kapel. Kau tidak boleh keluar dari sana sampai aku jemput." Hanya itu ucapan Robert yang aku ingat begitu waktu sekolah berakhir. Alih-alih berdiri depan sekolah bersama teman sebaya menunggu dijemput, aku langsung melangkah menuju tempat yang dia maksud. Lokasi Kapel memang tidak jauh, hanya sekitar satu jalan dari sekolahku dan itu masih berada di antara jalanan umum. Barangkali karena ini Robert membiarkanku berjalan seorang diri. Meski beberapa kesempatan–seperti Guardian lainnya–dia tidak ingin aku menjauh darinya, untuk kali ini dia mempercayakan seseorang untuk menjagaku. Kalung ini bersinar saat berada di dekat pria itu, dia pun tahu aku tanggungjawabnya. Aku teruskan langkah dengan boneka kelinci berian Arsene, untungnya tidak ada teman sekelas yang mengambilnya. Dia bisa menemaniku jika suasana Kapel ternyata begitu sunyi.Keadaan Kapel, seperti biasanya, tidak begitu ramai. Lebih terlihat beberapa orang lewat dengan pakaian yang sama seperti Frederic kenakan

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 6

    "Apa?" Aku tentu heran mendengarnya. Waktu itu juga belum paham maksud dari kata "pemusnah massal" itu sendiri. Aku mulai berpikir keras akan suatu hal yang belum kupahami. Spontan saja kutanyakan persis seperti yang kupikirkan. "Pemusnah apa? Apa itu 'massal'?""Ah, lupakan, aku hanya bergurau," Ekspresi muka Robert tidak menunjukkan apa pun yang membuatnya tampak sedang bercanda, dia terlihat serius seperti biasa."Tapi, apa itu 'massal'?" Aku bersikeras ingin tahu, hati berdebar menerka maksud yang kucari.Robert berdecak pelan. "Dalam jumlah yang banyak."Aku terdiam. Kata "senjata pemusnah massal" berarti senjata yang dapat menghancurkan sesuatu dalam jumlah yang banyak. Jantungku terasa berhenti berdetak untuk sesaat. Kalimat yang baru kupelajari tadi terdengar menakutkan. "Kenapa Robert bilang begitu?" Aku protes, tidak menutupi kalau pelindungku ini memberi kesan seram sejak awal.Robert menghela napas, menggeleng pelan. "Tidak ada."Kali ini, aku mendadak jadi penasaran. Tida

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 5

    "Ya, bilang saja begitu, mentang-mentang belum ada yang terbunuh." Robert mengucapkannya dengan nada mengejek. Entah mengapa tutur kata lembut dari temannya tidak mempengaruhi reaksinya. "Thomson." Dia sebut nama temannya itu dengan lembut, meski dapat kurasakan tekanan dari suaranya, tanda teguran halus. "Frederic." Robert sebut namanya seperti mendesis, menyebut nama dari temannya sekaligus membalas ucapannya barusan. Pria di depanku, yang kini akan kusebut sebagai Frederic, mempertahankan intonasi suara lembutnya. "Aku juga bertanggung jawab atas nyawanya. Percayalah, dia tidak akan menginjakkan kaki di sini." Di balik suaranya yang tenang, sorot matanya kian tajam, terus memandang ke arah Robert. Suasana kian canggung bagiku, terlebih melihat dua orang dewasa–pelindungku sendiri, kini tengah berada dalam perdebatan. Tampaknya tidak ada salah satu yang ingin mengalah, meski ada perbedaan dari cara menuturkan kata, tapi dapat kutebak masing-masing tetap ingin mempertahankan ke

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 4

    Barangkali ini kebiasaan yang aku terapkan pada setiap Guardian, saat kami melangkah bersama, kupastikan kami selalu berdampingan. Namun, karena tubuh mereka lebih besar dariku, aku merasa lebih aman bernaung di bawah bayangan mereka. Seperti itulah yang aku lakukan bersama Robert saat ini. Tangan para Guardian selalu begitu besar dibandingkan punyaku, sehingga ketika bergandengan semua jariku tetap tidak sanggup meraih seluruh tangan mereka. Selagi melangkah, pandangan Robert lurus ke depan, sesekali pandangan kami bertemu tanpa reaksi, memastikan tidak terpisah barang sesaat.Langkah kami tertuju pada kapel, tempat yang bernuansa paling tenang di kota Anamsel sejauh ini, walau hanya sedikit tempat yang aku kunjungi di kota. Jumlah orang yang keluar masuk dari kapel masih terbilang sedikit, menambah kesan keheningan yang mendukung aura ketenangan yang dipancarkan. Para petugasnya ramah, apalagi mereka yang sering menerima barang berian dari Robert tadi, semua mengenakan pakaian biru

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 3

    Malam itu terasa berbeda lantaran aku kini berbaring di kasur dengan Robert di sisiku. Cahaya remang dalam kamar membuat suasana hening terasa damai, meski di saat yang sama diliputi hawa dingin menusuk hingga ke tulang, membuatku menenggelamkan diri dalam selimut selagi memandang pelindungku yang entah mengapa memilih untuk membaringkan badan di atas selimut. Robert memandang langit-langit, mata cokelatnya bergerak mengamati sekeliling kamar, tenggelam dalam pikiran sejenak sebelum akhirnya bersuara."Hal pertama yang kuingat di Shan itu, saat itu aku menghadap Raja sebagai hadiah dari sang Ratu." Robert memulai ceritanya, pandangannya masih fokus memandang langit-langit. Cahaya lampu tidur yang menjadi satu-satunya penerang memantul di matanya.Tanganku masih menggenggam erat selimut, menyimak ucapannya. "Hadiah?" Terkesan aneh karena yang kutahu, hadiah itu biasa berwujud benda mati.Robert mengiakan, masih terus memandang ke atas. "Sang Ratu memberi Raja hadiah berupa aku, dengan

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 2

    Bunyi keras kembali menyentak keheningan. Bersamaan dengan lantai kayu yang menampar wajahku saat kehilangan keseimbangan. Langsung saja aku terduduk, menatap sosok yang baru saja membuatku jatuh.Tangan besar itu meraih rambutku. Aku menjerit ketika terseret lagi. Sesuatu hendak memangsaku di hari pertama musim dingin ini. Aku menendang-nendang tanah, berupaya melawan meski tiada hasil.Terdengar bunyi daging terpotong, refleks membuatku terpaku, mengira serangan itu tertuju padaku. Tangan yang mencengkeram kepalaku mulai melemah. Aku terjatuh ke lantai, begitu kaki menyentuh lantai, segera aku merangkak menjauh."Pangeran!" Di saat itu juga tubuhku terasa terangkat. Tercium bau khas yang kukenal. Kumpulan aroma wangi yang berasal dari minuman maupun racikan yang selama ini menghias rumah baruku. Dia berdiri di depan, kedua tangan terulur siap meraihku. Segera aku mendekapnya agar tidak terjatuh. Jelas sudah siapa itu, dia pasti langsung keluar begitu melihat bayangan makhluk tadi.

DMCA.com Protection Status