Home / Fantasi / Guardians of Shan / Evergreen sang Guardian – 3

Share

Evergreen sang Guardian – 3

Author: Kiprang Novel
last update Last Updated: 2021-11-06 12:51:22

Dia cekik leher vampir itu. Diangkatnya hingga wajah mereka bertatapan.

Dia benamkan kukunya yang tajam ke dada wanita itu, darah dan jantung muncrat mengotori tangannya. Dia empaskan ke tanah. Membiarkan darah membanjiri jasadnya. Setelah beberapa saat, barulah aku ingat namanya. Sosok yang selama ini kami tunggu.

"Nemesis!" Gadis berambut hitam berlari menghampiri. Rambut hitamnya berkibar hingga ke punggung, meski sedang diikat. Dia melirik jasad tadi.

Wanita yang baru saja digigit gemetar sambil memegang lehernya. Darah mengotori leher dan pakaian, wajahnya memucat.

Pria pucat itu meliriknya.

Wanita itu terkesiap. "Kamu ... "

Dia pegang kepala wanita tadi. Mata merahnya menatap lurus ke jiwa malang korbannya. Aku tidak bisa mendengar bisikan pria pucat itu. Setelah berbisik, dia biarkan wanita itu berlari.

"Tangkap dia!"

Seruan itu lan

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Guardians of Shan   Evergreen sang Guardian – 4

    "Setan!" latah Gill. Dia berlindung di belakangku, menjadikanku sebagai tameng.Dari jendela, tampak pria berambut hitam agak bergelombang dengan mata merah menyala. Tatapannya begitu dingin, selaras dengan wajah pucatnya. Tunggu ..."Kamu ... Pangeran?" Pria itu mengerutkan kening.Kudengar suara Arsene yang berdiri di samping kirinya. "Ya, Monsieur Killearn. Kami juga pelindungnya.""Maaf, aku kira kalian musuhku," ujarnya."Kamu salah satu Guardian?" Gill memberanikan diri mendekat.Dia mengiakan. "Aku Nemesis Killearn.""Arsene Perrier." Arsene memperkenalkan diri lalu menunjuk Gill. "Thomas Gillmore.""Salam kenal, Mister Perrier dan Mister Gillmore," balas Nemesis dengan nada tenang. "Kedatangan kalian sangat tidak terduga."Dari logatnya, sedikit berbeda dibandingkan kedua pria yang kukenal. Dia jelas bukan berasal

    Last Updated : 2021-11-06
  • Guardians of Shan   Evergreen sang Guardian – 5

    "Jika besok kita mencari Zahra, kepada siapa kita titipkan Remi dan Michelle?" tanya Arsene."Aku sarankan kalian titipkan pada sesama Guardian," ujar Nemesis. "Kalian melupakan satu rekan kita yang masih menetap di Girvort.""Evergreen?" Arsene bersedekap. "Kamu yakin, Monsieur?""Kalung mereka percaya, kenapa tidak?"***Rumah Evergreen sama megahnya dengan Gill. Bedanya, halaman depan tidak dihiasi tumbuhan atau kolam kecil, justru hanya gerbang dan jalan masuk. Di situlah, Arsene dan Nemesis langsung menitipkan kami padanya."Hati-hati." Itulah pesan Arsene sebelum melepas kepergianku.Tentu saja aku waspada. Belum sempat menoleh untuk pamit, mereka telah pergi.Depan kami, seorang wanita pucat menyapa. "Tuan sudah menunggu kalian."***

    Last Updated : 2021-11-09
  • Guardians of Shan   Evergreen sang Guardian – 6

    Dahan raksasa membelah jarak antara kami. Tidak ada yang terluka, semua hanya mundur selangkah atau malah terduduk.Evergreen berdiri di depan sementara kami berdiri terpaku.Terlihat jelas dari wajah mereka, jika Evergreen tidak asing lagi. Mereka diam seribu bahasa sambil menunduk, kecuali seorang wanita yang malah menatapnya sinis."Apa maumu?!" seru si wanita pucat dengan kesal. Kalau kuperhatikan, rambutnya cokelat tua sementara matanya kuning. "Kamu menyuruh kami ke sini untuk bu–""Tunduk!" titahnya.Rangkaian sulur mengikat kedua tangan wanita itu lalu menarik paksa ke tanah, yang membuatnya tampak seolah-olah membungkuk.Dia masih saja berani. "Kamu yang–"Dia mendapat teguran dari pria di sampingnya. "Hei, jangan terlalu keras!"Wanita itu diam saja. Aku kenal pria yang ternyata kenalannya, A

    Last Updated : 2021-11-09
  • Guardians of Shan   Evergreen sang Guardian – 7

    Aku terpaku. Tidak tahu harus berbuat apa. Membiarkan darah mereka mengotori lantai dan pakaian. Menyaksikan Evergreen membunuh semua orang selain kamu berdua.Evergreen membunuh mereka dengan pedang bersimbol singa. Benda itu menari selagi memenggal leher dan menusuk jantung mereka. Habis sudah sekitar dua puluh pelayan. Mayat bergelimpangan sementara Kepala Pelayan berdiri dengan gemetar seperti kami.Evergreen terengah-engah di antara mayat pelayannya. Ia melirik Kepala Pelayan. "Aku lelah. Siapkan kasurku!"Wanita malang itu bergegas ke kamar majikannya. Tidak perlu menunggu, dia selesai dan membungkuk hormat ke majikannya."Kasur Anda siap, Tuan."Evergreen melirik kami dan tersenyum. "Ayo, tidur. Jangan begadang!"Tanpa ditanya lagi, aku bergegas ke kamar kosong yang sudah disediakan. Kamar Michelle ada di sebelah kiriku sementara Evergreen tidur di seberang. Tapi, k

    Last Updated : 2021-11-16
  • Guardians of Shan   Evergreen sang Guardian – 8

    "Safar al-Khidir?" Evergreen mengerutkan kening. "Kenapa tidak asing bagiku?""Ia seorang raja dari Aibarab," tutur Nemesis. "Zahra mengaku sebagai putri Kerajaan Zabuz dan Aibarab.""Ah, jadi ada raja dan putri jin di Aibarab?" tanya Evergreen. "Ketahuilah, aku juga sering berurusan dengan jin."Seluruh tatapan tertuju padanya. Hening mencekam, saling lirik, menunggu. Tiada yang berani bersuara."Berurusan dengan jin?" tanya Gill polos."Aku bisa melihat mereka meski tanpa izin," ujar Evergreen."Makhluk macam apa kau?" Nemesis mengangkat sebelah alis."Kamu tidak terlihat seperti sosok yang kauucapkan," timpal Arsene. "Kamu bukan penyihir."Evergreen memutar bola mata, seolah itu sering ditanyakan. "Aku John Evergreen dari Ezilis Selatan. Kehidupan nyata dan gaib tiada bedanya bagiku. Aku dilahirkan di kerajaan yang tak terlihat."

    Last Updated : 2021-11-16
  • Guardians of Shan   Evergreen sang Guardian – 9

    "Akram memberi tahu?" tanya Evergreen memastikan."Ya, dia salah satu teman penaku. Um, seseorang yang memperkenalkannya padaku, dulu sekali," balas Gill terdengar polos. "Dia sempat mengirim surat kalau keluarganya hendak pindah ke Ezilis Utara sebulan sebelum keruntuhan."Evergreen bergumam, suaranya malah terdengar gemetar. "Kenapa ... Dia tidak bilang?""Apa?"Evergreen menarik napas. "Tidak ada. Hanya masalah pribadi."Ia lanjutkan langkah. Kami ikuti dengan bingung. Aku tahu Evergreen pasti berhubungan dengan keluarga Wynter. Reaksinya tadi membuatku yakin ia bisa saja merasa dikhianati oleh mereka. Kendati selamat saat keruntuhan."Kamu kenal keluarga Wynter selain Akram?" tanyaku pada Gill."Aku kenal beberapa," jawabnya. "Tapi, hanya Akram yang paling dekat. Itu pun hanya sebatas teman pena.""Dia sahabat masa kecilmu?"

    Last Updated : 2021-11-16
  • Guardians of Shan   Menuju Kebenaran – 1

    Aku dilempar ke tempat yang jauh lebih aneh. Tanah luas namun begitu hitam dan lembab. Sekelilingku dipenuhi gundukan tanah dan tulang belulang, belum lagi di bawahnya penuh dengan cacing."Oh, ada Pangeran.""Atau makanan untuk kita berdua.""Ish, Delina! Kita tidak makan manusia.""Tapi, boleh, Delisa. Abi bilang tidak masalah.""Kepalamu! Kalau Abi keberatan, tidak wajib artinya."Aku melihat dua gadis kembali berdiri di depanku dari kejauhan. Keduanya menyeringai dengan wajah imut. Ya, aku berani bilang mereka manis kendati ucapan berbanding terbalik dengan penampilan.Mereka memiliki postur dan penampilan yang sangat mirip ; rambut sepinggang dikepang satu, dengan poni dijepit penjepit rambut berbentuk bulan sabit. Keduanya mengenakan pakaian sama, polos putih dengan rok pendek hitam serta celana panjang hingga menutupi seluruh kaki.

    Last Updated : 2021-11-17
  • Guardians of Shan   Menuju Kebenaran – 2

    Gill refleks melempar sesuatu ke arahnya.Dur...!Ledakan kecil tadi membuat kepala itu hancur lebur dan menyebar mengotori sekitar. Gill melindungiku dari kekacauan tadi hingga jaketnya ikut kotor.Gill menatapku dengan sorot ngeri. "Gila! Apa itu?!""Apa-apaan?" tanyaku merujuk pada benda yang dilemparnya."Biasa, mainan anak-anak." Gill memamerkan bola-bola kecil mirip petasan. Seingatku, petasan tidak sampai menghancurkan sebuah kepala bahkan sampai bagiannya berpencar ke mana-mana."Kamu ini sebenarnya apa?" tanyaku."Aku Pengalih-Rupa," jelas Gill. "Yah, cukup lemah.""Ti-tidak masalah," balasku spontan. "Kamu baru saja melindungiku dari ... Kepala."Gill bergidik. "Aku benci kepala tanpa badan, atau badan tanpa kepala.""Aku juga," balasku, berniat menenangkannya."Kepala,"

    Last Updated : 2021-11-21

Latest chapter

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu - 10

    Kedatangannya Elya tidak kusangka akan sepagi ini. Aku ingat kebiasaan Robert yang bangun lebih awal, barangkali mereka biasa berjanji bertemu sepagi ini. Namun, pagi ini kulihat Robert tampak mengantuk. Saat aku dititipkan di Kapel, tidak kutanyakan langsung saat itu apa yang dia kerjakan di luar sana. Sepertinya melelahkan.“Dia sedang tidur,” jawabku, tidak ada niat membangunkan Robert. Namun, aku rasa Elya bisa menunggu. Toh, gadis itu tahu pasti jadwal kerja Robert, dia biasanya juga tidak akan lama beristirahat setelah terbangun sejenak tadi. Baru hendak kutawari untuk masuk, Elya serahkan tas kecil yang melingkari pinggangnya padaku. Dia melangkah mundur. “Baik, titip pesan padanya jika nanti malam aku akan ke sini lagi.” “Kamu tidak mau menunggu?” Aku bertanya. Ingin rasanya tahu apa yang mereka berdua lakukan, kekuatan yang katanya “mengutak-atik bagian tubuh” masih tergiang dalam pikiranku. Apa gerangan yang Robert rencanakan? Apa ada kaitannya dengan cairan yang biasa dia

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 9

    Membangun peradaban baru. Belum pernah terpikir jika para Guardian ingin mencapainya, tidak pula aku menduga. Kukira tujuan kami hanya bisa bertemu kembali, memulai hidup bersama seperti keluarga lainnya hingga kembali ke pelukan alam. Jika tidak akan terlahir kembali setelahnya.Elya memandangku, matanya terpaku, menunggu aku membalas, tapi aku tidak tahu jawabannya. Jika saja seorang Guardian di sini, dia pasti bisa menjawab.“Ah, Elya.” Suara tak terduga dari Frederic menyelamatkanku dari pertanyaan tadi. “Sudah lama tidak ke sini. Di mana keluargamu?”“Sedang jalan-jalan,” jawab Elya. “Kamu datang sedikit tepat waktu, aku dan Levi baru saja membahas soal kerajaan awan karena langit-langit ini.”Frederic melayangkan pandangannya pada lukisan itu. “Benarkah? Kami memilih awan karena itu mengingatkan kami akan kehidupan setelah ini,” komentarnya. “Kamu ingat sesuatu?”“Ya, Abi pernah membahas soal kerajaan di atas awan dan mengaku ingin kembali ke sana.” Elya menatapku. “Sayng sekali

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 8

    Ucapan gadis itu membuatku diam. Memang para Guardian telah menjagaku dari segala bahaya. Namun, aku dan mungkin juga kakakku, Kyara, tidak tahu mengapa kami dijaga selain karena kami pewaris takhta Kerajaan Shan selama ini. Tidak seperti mereka, kami tidak ingat apa pun, hanya ikut alur yang para Guardian tuntun untuk kami.Tidak disangka ada lagi seseorang di taman. Dia berdiri di bawah naungan pohon yang jadi pusat taman, tepatnya berseberangan denganku. Rambutnya biru dengan garis-garis hitam menghiasi beberapa helai, sementara iris mata hitam, kulitnya pun sepucat anak-anak panti. Ciri-ciri anak panti yang sangat pucat membuatku ragu pada asal usul mereka. Orang Danbia memiliki kulit putih sedikit kemerahan, tak terkecuali Robert. Sementara orang Ezilis juga putih, tapi tidak sampai tampak janggal seperti anak-anak panti itu. Namun, aku belum pernah melihat gadis itu di panti dan dia tidak juga terlihat seperti orang-orang dari negeri yang kutahu.Tanganku terangkat perlahan mesk

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 7

    "Pergi saja ke Kapel. Kau tidak boleh keluar dari sana sampai aku jemput." Hanya itu ucapan Robert yang aku ingat begitu waktu sekolah berakhir. Alih-alih berdiri depan sekolah bersama teman sebaya menunggu dijemput, aku langsung melangkah menuju tempat yang dia maksud. Lokasi Kapel memang tidak jauh, hanya sekitar satu jalan dari sekolahku dan itu masih berada di antara jalanan umum. Barangkali karena ini Robert membiarkanku berjalan seorang diri. Meski beberapa kesempatan–seperti Guardian lainnya–dia tidak ingin aku menjauh darinya, untuk kali ini dia mempercayakan seseorang untuk menjagaku. Kalung ini bersinar saat berada di dekat pria itu, dia pun tahu aku tanggungjawabnya. Aku teruskan langkah dengan boneka kelinci berian Arsene, untungnya tidak ada teman sekelas yang mengambilnya. Dia bisa menemaniku jika suasana Kapel ternyata begitu sunyi.Keadaan Kapel, seperti biasanya, tidak begitu ramai. Lebih terlihat beberapa orang lewat dengan pakaian yang sama seperti Frederic kenakan

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 6

    "Apa?" Aku tentu heran mendengarnya. Waktu itu juga belum paham maksud dari kata "pemusnah massal" itu sendiri. Aku mulai berpikir keras akan suatu hal yang belum kupahami. Spontan saja kutanyakan persis seperti yang kupikirkan. "Pemusnah apa? Apa itu 'massal'?""Ah, lupakan, aku hanya bergurau," Ekspresi muka Robert tidak menunjukkan apa pun yang membuatnya tampak sedang bercanda, dia terlihat serius seperti biasa."Tapi, apa itu 'massal'?" Aku bersikeras ingin tahu, hati berdebar menerka maksud yang kucari.Robert berdecak pelan. "Dalam jumlah yang banyak."Aku terdiam. Kata "senjata pemusnah massal" berarti senjata yang dapat menghancurkan sesuatu dalam jumlah yang banyak. Jantungku terasa berhenti berdetak untuk sesaat. Kalimat yang baru kupelajari tadi terdengar menakutkan. "Kenapa Robert bilang begitu?" Aku protes, tidak menutupi kalau pelindungku ini memberi kesan seram sejak awal.Robert menghela napas, menggeleng pelan. "Tidak ada."Kali ini, aku mendadak jadi penasaran. Tida

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 5

    "Ya, bilang saja begitu, mentang-mentang belum ada yang terbunuh." Robert mengucapkannya dengan nada mengejek. Entah mengapa tutur kata lembut dari temannya tidak mempengaruhi reaksinya. "Thomson." Dia sebut nama temannya itu dengan lembut, meski dapat kurasakan tekanan dari suaranya, tanda teguran halus. "Frederic." Robert sebut namanya seperti mendesis, menyebut nama dari temannya sekaligus membalas ucapannya barusan. Pria di depanku, yang kini akan kusebut sebagai Frederic, mempertahankan intonasi suara lembutnya. "Aku juga bertanggung jawab atas nyawanya. Percayalah, dia tidak akan menginjakkan kaki di sini." Di balik suaranya yang tenang, sorot matanya kian tajam, terus memandang ke arah Robert. Suasana kian canggung bagiku, terlebih melihat dua orang dewasa–pelindungku sendiri, kini tengah berada dalam perdebatan. Tampaknya tidak ada salah satu yang ingin mengalah, meski ada perbedaan dari cara menuturkan kata, tapi dapat kutebak masing-masing tetap ingin mempertahankan ke

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 4

    Barangkali ini kebiasaan yang aku terapkan pada setiap Guardian, saat kami melangkah bersama, kupastikan kami selalu berdampingan. Namun, karena tubuh mereka lebih besar dariku, aku merasa lebih aman bernaung di bawah bayangan mereka. Seperti itulah yang aku lakukan bersama Robert saat ini. Tangan para Guardian selalu begitu besar dibandingkan punyaku, sehingga ketika bergandengan semua jariku tetap tidak sanggup meraih seluruh tangan mereka. Selagi melangkah, pandangan Robert lurus ke depan, sesekali pandangan kami bertemu tanpa reaksi, memastikan tidak terpisah barang sesaat.Langkah kami tertuju pada kapel, tempat yang bernuansa paling tenang di kota Anamsel sejauh ini, walau hanya sedikit tempat yang aku kunjungi di kota. Jumlah orang yang keluar masuk dari kapel masih terbilang sedikit, menambah kesan keheningan yang mendukung aura ketenangan yang dipancarkan. Para petugasnya ramah, apalagi mereka yang sering menerima barang berian dari Robert tadi, semua mengenakan pakaian biru

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 3

    Malam itu terasa berbeda lantaran aku kini berbaring di kasur dengan Robert di sisiku. Cahaya remang dalam kamar membuat suasana hening terasa damai, meski di saat yang sama diliputi hawa dingin menusuk hingga ke tulang, membuatku menenggelamkan diri dalam selimut selagi memandang pelindungku yang entah mengapa memilih untuk membaringkan badan di atas selimut. Robert memandang langit-langit, mata cokelatnya bergerak mengamati sekeliling kamar, tenggelam dalam pikiran sejenak sebelum akhirnya bersuara."Hal pertama yang kuingat di Shan itu, saat itu aku menghadap Raja sebagai hadiah dari sang Ratu." Robert memulai ceritanya, pandangannya masih fokus memandang langit-langit. Cahaya lampu tidur yang menjadi satu-satunya penerang memantul di matanya.Tanganku masih menggenggam erat selimut, menyimak ucapannya. "Hadiah?" Terkesan aneh karena yang kutahu, hadiah itu biasa berwujud benda mati.Robert mengiakan, masih terus memandang ke atas. "Sang Ratu memberi Raja hadiah berupa aku, dengan

  • Guardians of Shan   Hadiah sang Ratu – 2

    Bunyi keras kembali menyentak keheningan. Bersamaan dengan lantai kayu yang menampar wajahku saat kehilangan keseimbangan. Langsung saja aku terduduk, menatap sosok yang baru saja membuatku jatuh.Tangan besar itu meraih rambutku. Aku menjerit ketika terseret lagi. Sesuatu hendak memangsaku di hari pertama musim dingin ini. Aku menendang-nendang tanah, berupaya melawan meski tiada hasil.Terdengar bunyi daging terpotong, refleks membuatku terpaku, mengira serangan itu tertuju padaku. Tangan yang mencengkeram kepalaku mulai melemah. Aku terjatuh ke lantai, begitu kaki menyentuh lantai, segera aku merangkak menjauh."Pangeran!" Di saat itu juga tubuhku terasa terangkat. Tercium bau khas yang kukenal. Kumpulan aroma wangi yang berasal dari minuman maupun racikan yang selama ini menghias rumah baruku. Dia berdiri di depan, kedua tangan terulur siap meraihku. Segera aku mendekapnya agar tidak terjatuh. Jelas sudah siapa itu, dia pasti langsung keluar begitu melihat bayangan makhluk tadi.

DMCA.com Protection Status