Rey meremas ujung bawah bajunya. "Aku sudah tidak tahan lagi untuk mengatakan semua ini," batin Rey.
Rey terlihat antusias sekali saat Naina mengajaknya untuk bermain bersamanya sekali lagi. Satu kali lagi mereka bermain dengan pasir yang dibasahi air asin.
**********
"Bibi, aku sudah tidak tahan lagi untuk memendam semua ini," ucap Rey.
Bi Sri berdiri dari kursi dan mendekat ke Rey. "Semua orang sudah tidur. Jika itu keputusanmu, maka baiklah. Besok kita akan mengatakannya. Dengan mengambil keputusan itu berarti kamu sudah siap dengan konsekuensinya."
"Iya, Bi aku siap apa pun itu. Aku benar-benar tertekan. Begitu pula dengannya."
Rey menyuruh Naina untuk duduk dan kini dia mulai bercerita sedetail mungkin. Tak ada satu peristiwa pun yang terlewatkan diceritakannya soal kejadian kala itu.Naina terdiam setelah selesai mendengar perkataan Rey. Dia masih merasa kecewa dengan Rey, karena telah meragukan cintanya."Bahkan ketika aku tidak mengetahui siapa dirimu saat masih menyamar, aku masih merasakan kamu itu adalah Rey. Sekecil itu kah, api cintamu?" tanya Naina dengan tertunduk menahan rasa sakit.Rey mengangkat dagu Naina dan berkata, "Tidak. Aku terlalu emosional, karena pada saat itu semuanya sangat membingungkan dan secara tiba-tiba."Sorot mata Naina terlihat tajam menatap Rey. Dia masih geram lantaran cintanya yang diragukan. Naina berdiri dan melangkah menjauh dari Rey."Aku bahkan tidak tau siapa itu Alex. Ingat ini. Aku masih marah kepadamu, dan aku mau agar kamu bisa mencairkan hatiku. Jika tidak, aku tidak akan kembali kepadamu dan biarkan aku hi
"Tidak mungkin! Itu sangat mustahil !" bentak Bara."Bara, dengarkan aku dulu," ucap Kina lewat telepon. Kina memejamkan mata sebentar menahan rasa kesalnya.Belum selesai dengan perkataannya, Bara sudah memutuskan sambungan teleponnya.Kina menghela napas perlahan menghadapi Bara yang terlihat semakin kacau. Dia melemparkan ponselnya di atas kasur dan duduk bersandar di kursi."Aku tau Bara. Kamu tidak bisa menyembunyikan hal apa pun dariku," ucap Kina.Dia melangkah mendekati jendela dan membuka gorden. Di luar hujan turun dengan lebat. Perlahan sebuah lekukan bibir yang indah terbentuk. Dia pun menutup gorden dan kembali ke atas kasur.Kamar Kina tidak begitu besar dan begitu kecil, tetapi di dalamnya barang-barang tersusun dengan rapi dan apik. Kina adalah orang yang sangat rajin dan juga bersih. Dia tidak bisa melihat hal yang berantakan. Terkadang, dia juga kesal dengan penampilan Bara yang kadang-ka
"Sampai kapan pun aku akan selalu mencintainya. Jika aku bisa menemukan seseorang yang jauh lebih baik dari dirinya, maka aku siap untuk melupakan dirinya dan hidup bersama orang lain," batin David sambil berjalan masuk ke dalam Rumah. "Sampai sekarang pun, aku masih belum bisa menemukan mata yang lebih indah dibandingkan mata milikmu.""David! Tunggu aku!" teriak Rose mengejar David."Rose!" teriak Mama Rose.Rose tidak menggubris teriakan mamanya itu. Sedari tadi Mama Rose hanya bisa bersabar mengelus dada menyaksikan drama yang dilakukan oleh David tadi.Tak puas dengan penolakan yang dilakukan David, Rose bersikeras untuk tetap merayu David supaya mau menikah dengannya. Bagaimana Rose bisa mele
Pukul 10.00 Bibi Sri menerima panggilan dari David."Beneran, Bi! Di mana Rey?" balas David."Bibi nggak tau. Tadi pagi Naina sama Rey pergi nggak tau ke mana. Mentang-mentang udah tau semuanya, pacaran mulu.""Cepat, Bi! Sekarang Joy di rumah sakit. Kak Bara juga udah ada di sini.""Iya David ... Jangan buat bibi tambah panik."**************Naina tidur di atas pangkuan Rey. "Jika orang yang kita kenal melihat kita, mungkin mereka akan menduga bahwa kita mempunyai hubungan gelap," celetuk Naina.Sedari tadi Rey terus me
Keesokan paginya, hari-hari berjalan seperti biasa bagi Alex. Tak ada yang spesial dan tak ada yang aneh. Dia sangat kesal, lantaran Naina tidak mau ikut pulang bersamanya kembali ke rumah. Selain itu, dia juga merasa dongkol, karena Naina yang tak mau sekamar dan selalu dekat-dekat dengan supirnya itu, alias Rey.Alex memijat kepalanya dengan pelan. Dia duduk di kursi ruang kerjanya dengan rileks. Tak lama kemudian, Alex mendengar ada suara gaduh. Alex menyatukan alisnya."Duh ... Bisa nggak, sih. Sehari ... Aja hidupku tenang," kesal Alex.Tiba-tiba seorang banci bertubuh tinggi masuk ke dalam ruang kerjanya. Sontak Alex terkejut dan berteriak. "Eh ... Ngapain kamu di sini?! Siapa kamu?!" Alex bersembunyi di balik kursi.
Rey menunduk sambil menahan tawa. Mereka berdua sangat suka saling menggoda satu sama lain. Padahal saat ini mereka sedang dalam masalah. Tetapi, lihatlah. Mereka terlihat begitu santai."Awas kamu, Rey!" batin Naina masih mendelik.Naina berdiri dan merapikan kursi yang ia duduki tadi. Matanya terus menatap Rey dengan tajam.Alex mendongak menatap Naina dan berkata, " Makananmu belum habis. Ada apa?""Aku udah kenyang. Aku mau tidur," ujar Naina mengelus-elus perutnya yang sudah dipenuhi oleh aneka ragam makanan."Ya udah. Yuk, aku antar ke kamar," ucap Alex. Dia berdiri dan hendak merangkul pinggang Naina yang ramping. Namun, Naina menggeser posisinya saat itu supaya tidak dirangkul. Dia merasa geli, jika harus dirangkul oleh Alex.Alex meluruskan tangannya di samping. Dia merasa Naina sepertinya tidak nyaman bersamanya. Lantas, dia pun merasa sedih dan kecewa."Oke, memang aku yang salah. Baiklah
Melihat kotak nasi berwarna hijau itu, Sella teringat akan sesuatu. Dia duduk di kantin dan kembali mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu.Pada saat itu, Rey masih dalam kondisi amnesia. Sella adalah perawat yang selalu menjaga dan merawat Rey semasa itu.Hampir setiap hari, Sella selalu pergi berkunjung ke rumah Pak Tua tempat di mana Rey singgah kala itu. Jarak Rumah Sella dari Rumah Pak Tua itu cukup dekat, hanya berjarak enam rumah saja.Hubungan keduanya berjalan dengan sangat baik dan mereka bersahabat. Sella juga sering bercerita tentang hari-harinya kepada Rey. Seperti, bagaimana perasaan dia, apa yang dia lakukan dan masih banyak lagi. Menurut Rey juga, Sella adalah sosok wanita yang sangat baik. Cara bicaranya pun terdengar lembut dan santun.Rey sangat mengagumi Sella, karena kecerdasan dan kebaikannya. Meskipun Rey dalam kondisi amnesia, kenakalannya tidak hilang begitu saja. Dia sangat suka mengganggu Sella dan t
Rey terlihat senang melihat Naina yang tenggelam dalam api cemburu. Matanya terlihat menyala-nyala dan tangannya mengepal. "Oke, kalau gitu nggak jadi. Terima kasih, Sella. Selamat bekerja," ucap Rey kepada Sella. Sella pun mengangguk dan masuk ke dalam ruangan Joy. Tiba-tiba, Rey teringat akan sesuatu. Kemudian, dia pun duduk di sebelah Naina menatapnya serius. "Na, aku sama David punya rencana," lirih Rey. Naina menatap Rey bingung. Suaranya terdengar begitu pelan, sehingga tak sampai di telinga Naina. Hal itu membuat Naina meminta Rey untuk mengulang katanya dengan lebih keras. "Hah? Besarin suaranya!" perintah Naina. Rey memutar kedua bola matanya. Kemudian, Rey mencondongkan tubuhnya ke depan Naina. Naina pun memundurkan kepalanya merasa tidak nyaman. "Terlalu dekat Rey, " kata Naina. "Ih! Jadi ..." lalu, Rey berbisik di telinga Naina. "Boleh juga. Kapan?" tanya Nai