Tidak. Dugaan Nara salah besar. Kaisar tidak meninggalkannya setelah mendapatkan tubuhnya, buktinya pria itu keluar dari kamar mandi dengan wajah jauh lebih segar. Fyuuuh. Nara menghembus nafas lega dan memaksakan sebuah senyuman. “I—iya. Gue udah bangun, tapi gimana ini? Gue mungkin nggak bisa jalan.” Nara menunjuk sekujur tubuh lebih tepatnya kakinya di balik selimut yang kesusahan digerakkan.“Nggak apa-apa kok, Sweety. Pertama kali emang gitu. Ayo biar gue bantuin lo mandi.” Kaisar jalan mendekat lalu merangkak naik ke ranjang king size yang menjadi saksi percintaan panas mereka pertama kali. “A—APA?” Bola mata Nara bulat seperti bola pimpong mendengar tawaran Kaisar. Nggak deh. Malu. Dia sontak menyilang kedua tangan di dada. Seolah tahu isi kepala Nara, Kaisar terkekeh geli. “Nggak usah malu. Gue udah lihat semuanya kok.”Nara terlempar pada kejadian beberapa waktu tadi, saat ia dengan Kaisar melakukan adegan panas. Kedua tangannya erat memegang ujung selimut hingga batas da
“Loh, Kamu masih di rumah? Memangnya nggak ke kampus?”Nara terlonjak kaget begitu suara neneknya berseru dari arah pintu. Duh, nenek, bikin jantung cucunya mau copot aja. Gadis yang rambutnya masih awut-awutan itu mengelus dada. Nara yang juga kaget bisa bangun kesiangan mengarahkan kepalanya ke jam dinding yang sudah menunjuk pukul 10 pagi. Semua gara-gara tadi malam dia tak bisa nyenyak tidur, sekalinya nyenyak sudah hampir pagi, jadi deh Nara tidur lagi sampai baru bangun sekarang. “Nara nggak ke kampus dulu hari ini, Nek.” jawab Nara dengan suara memelas, padahal dia tak bermaksud menunjukkan rasa sakitnya pada nenek, tapi mau bagaimana lagi? Begitu kenyataannya.“Kenapa? Kamu nggak enak badan ya? Berarti dugaan nenek tadi malam bener dong. Kamu sakit apa? Biar nenek beli obatnya.”Dugaan? Maksud nenek? Nara terbengong untuk beberapa saat. “Jadi kamu sakit apa? Nenek mau balik lagi ni ke warung.”Nara refleks menggeleng membuat nenek Ratih bingung. Melihat wajah bingung nenekn
“Kok lama banget hilangnya sih? Yang ada nanti nenek malah ngira yang macam-macam. Masa digigit nyamuk bisa berhari-hari. Gara-gara Kaisar nih. Sialan!” Nara, gadis itu mematut wajah terkhususnya bagian leher hingga dadanya yang memerah yang menjadi bukti nyata pergumulan panasnya bersama Kaisar. Mau dihapus bagaimana pun tetap saja ada, mau didempul pakai bedak setebal apapun, malah kelihatan kalau dia sengaja mendempul lehernya. Nanti malah ketahuan sama nenek. Kan Nara jadi pusing. Mau menelpon Kaisar dan mengomeli pria itu, ih malas banget. Dikira pria itu Nara kangen padanya. Tahu sendiri Kaisar kan gila. Nara menaruh kembali ponsel di tangannya ke atas nakas tapi kemudian urung karena ada notifikasi panggilan dari Cantika. Tadi dia dengar sih suara ponselnya menjerit beberapa kali, tapi dia masih malas. “Apa gue telpon aja dia ya? Pasti dia kepo banget ini. Sebelum dia ngira yang aneh-aneh, mending gue bilang aja lagi sakit. Beres.”Tut... Tut... Tut... Tak butuh waktu lama
Kapan gue ngigau nyebutin nama Kaisar? Astaga! Kenapa gue nggak ingat sama sekali?“Nenek salah dengar kali. Kenapa juga Nara nyebut-nyebut nama pria gila itu.” tampiknya dengan bibir dicebikkan dan satu tangan mengibas udara kosong. “Pria gila? Berarti kamu memang kenal dengan seorang pria bernama Kaisar? Iya?” Tatapan nenek penuh selidik. Seperti benar-benar menaruh kecurigaan pada cucunya.Nenek terus merecoki Nara tentang siapa Kaisar sebenarnya dan ada hubungan apa mereka hingga gadis itu geram dan berakhir mengusir neneknya keluar dari kamar. “Nenek keluar aja deh. Nara mau istirahat dulu.”“Kamu belum makan siang loh.” Nenek mengingatkan bersamaan dengan itu perut Nara berbunyi seolah membenarkan. “Iya. Nanti Nara makannya. Sekarang lagi badmood.” ucapnya seraya menghentak kaki kuat ke lantai. Siap! Sial! Sial! Entah berapa kali sudah dia mengumpat sepanjang hari ini dikarenakan pria itu. Kenapa manusia bernama Kaisar itu harus ada di dunia ini sih? Kenapa juga takdir mempe
“Lo tidur sama pria lain di belakang gue? Iya?” Kaisar langsung bertanya pada Luna begitu mereka tiba di apartemen, tentunya setelah mengantar Mama Dahlia pulang ke rumah utama. Kaisar menatap Luna dengan wajah datar. Dia tidak pernah tidur dengan istrinya itu. Lalu, kenapa dokter tidak mengatakan Luna masih perawan kalau bukan wanita itu diam-diam tidur sama pria lain?Yang ditanya tampak tersenyum miris. “Kalau iya, kenapa? Kamu mau marah sama aku?” Alih-alih marah seperti yang dibilang Luna, Kaisar malah tergelak hebat, sampai dadanya bergoncang. “Pintar juga lo ya? Tadinya gue pikir, bakalan ketahuan sama mama dan dapat amukan beliau. Bagus deh.” Kaisar menyengir lebar tanpa merasa bersalah sama sekali, kemudian melenggang masuk kamar. Gerah. Ia harus mandi guna menyegarkan tubuh. “Begitu aja? Kamu nggak marah aku tidur dengan pria lain? Aku susah payah mikirin ini semua, sampai menyewa seorang pria untuk nidurin aku, kamu malah ketawa dan bilang bagus? Dasar! Nggak punya hati
Kaisar sudah tampil ganteng, duduk di sofa sambil berselonjoran kaki. Kegemarannya kalau buka sosial media adalah melihat-lihat foto wanita seksi, meskipun semuanya kelihatan sama saja. Semua wanita itu pasti sudah pernah ditiduri oleh bermacam pria hidung belang. Bukan Kaisar tidak tahu. Berbeda dengan Sweety-nya yang masih polos dan malu-malu tapi sangat menggemaskan. Ah, memikirkan Nara, Kaisar jadi kangen dengan gadis itu. Sedang apa dia sekarang ya? Apa dia sudah bisa jalan? Ck. Kaisar menekan icol call untuk memanggil nomor yang diberi nama Sweety tersebut, senyum senantiasa tersungging di bibirnya membayangkan bagaimana gadis itu akan mengomelinya karena membuatnya tak bisa jalan. Namun, hingga panggilan ketiga, tidak ada jawaban dari Sweety, bahkan operator wanita di dalam talian mengatakan kalau Sweety-nya sedang berada dalam panggilan lain. Seketika itu juga, senyum di wajah tampan Kaisar sirna, berganti menjadi masam. Ponselnya ia remas kuat, bersamaan dengan giginya y
“Pokoknya nenek nggak mau tau, kamu jangan mau tergoda apalagi berhubungan sama si Kaisar itu. Dia udah punya istri, nanti yang ada kamu dibilang merebut suami orang, apa sih sebutannya?” Nenek Ratih tampak mengingat-ingat sebutan apa untuk wanita yang kerjanya merebut suami orang. Nenek pernah mendengar itu dari ibu-ibu yang bergosip saat berbelanja di tukang jual sayur keliling. Jangan sampai cucunya jadi bahan gosip ibu-ibu rempong itu. “PELAKOR?” celetuk Nara.“Nah, itu! Nenek nggak mau kamu dicap sebagai pelakor. Malu-maluin. Apalagi sampai digosipin sama ibu-ibu nanti bisa nyebar satu komplek, tahu sendiri ibu-ibu di sini gimana mulutnya kalau ngomongin aib orang. Kayak diri sendiri nggak punya aib aja.”Omelan nenek tadi malam terus terngiang di kepala Nara. Siapa juga sih yang mau jadi pelakor? Kaisar aja yang kelewatan genit jadi orang. Udah punya istri juga masih aja ngelirik gadis lain. Nara bisa mengomel seperti itu seolah kejadian malam kemarin tak pernah terjadi. Lalu
Ini gila. Luna tak bisa menepis bayangan Aldo dalam benaknya sedetikpun setelah kejadian malam itu. Setiap sentuhan yang pria muda itu berikan pada tubuhnya menimbulkan sensasi yang nikmat dan membakar gairahnya. Ia dibuat klimaks berkali-kali. “Aldo, kenapa dia sangat ahli? Apa dia sudah sering meniduri wanita?” Luna jadi susah berkonsentrasi membuat rancangan gaunnya. Kejadian malam itu berputar-putar di kepalanya tanpa diminta. Bagaimana dia mendesah kenikmatan setiap kali Aldo menghujam miliknya dengan sangat dalam, bagaimana tubuhnya mengejang saat gelombang dahsyat itu menerjang. Segalanya terasa nikmat. Kenikmatan yang tak pernah diberikan Kaisar padanya. Tok tok tok. Bunyi ketukan pintu ruang kerjanya membuat Luna menarik kembali kesadarannya, ia tak boleh terlihat bengong di depan karyawannya. Apalagi bengong karena urusan ranjang. “Ya, masuk aja. Nggak dikunci kok.” seru Luna lantang. Luna tak pernah mengira kalau yang masuk adalah Aldo. Pikirnya, setelah kejadian mengg
“Sweety, kayaknya gue harus cepat-cepat ke rumah lo deh, meluruskan masalah kita.”Sore itu, di saat Nara sedang nikmat-nikmatnya tidur karena tadi malam tak nyenyak, sebuah pesan dari Kaisar membuat matanya terbelalak sempurna. Nara melihat pesan seperti melihat setan. Sontak Nara terbangun, tidak membalas pesan Kaisar, tapi jemari lentiknya malah memulas ikon untuk menghubungi suami orang yang kini jadi kekasihnya itu. Ah, pokoknya rumit deh. Terdengar ponsel berdering samar-samar dari arah depan rumah, Nara sejenak berpikir, apa mungkin Kaisar berada di depan sana? Pria itu kan gila. Lalu, saat panggilannya diangkat, dering ponsel itu seketika berhenti. Nara semakin bergerak gelisah, melihat ke luar jendela kamar kalau-kalau yang dia pikir betulan terjadi.“Kai, jangan sekarang. Please!” Mohon Nara seraya memijat pelipisnya yang mendadak pening. Dia memang tak punya alasan yang tepat untuk meyakinkan Kaisar, tapi tidak juga ingin rahasia ini cepat terbongkar. Bagaimana reaksi n
Di kamarnya, Nara tak bisa tertidur, padahal sudah mandi, badannya yang lengket akibat permainan dengan Kaisar di mobil tadi kini kembali segar. Namun, otak dan perasaannya sekarang yang butuh penyegaran, karena terlalu sumpek memikirkan masalahnya dengan Rega dan Kaisar. Sebenarnya dengan Rega, Nara tak mempunyai masalah sedikitpun. Namun, hadirnya Kaisar membuat cintanya terhadap pemuda baik dan sopan itu oleng. Pesona Kaisar sangat sulit dielakkan.Gue harus curhat sama siapa? Siapa yang bisa mengerti perasaan gue sekarang? Apakah Cantika? Gadis itu bukan tidak pernah berpacaran setahu Nara. Nara mengusak-usak rambutnya hingga berantakan, saking kesalnya. Ia tak bisa tidur hingga azan subuh, barulah rasa kantuk itu datang membuatnya ketiduran sampai siang. Nenek Ratih saja bingung melihat cucunya tidak bangun. Beruntung hari ini minggu, tak perlu ke kampus. ———Esok harinya di kediaman orangtua Rega. Mama Dahlia, Papa Gunawan dan Kakek Widjaya sedang berada di meja makan untuk m
“Nara milik gue sekarang. Jadi gue minta, lo ikhlaskan aja dia, percuma juga saingan sama gue, karena lo sendiri yang akan sakit hati.”Kaisar membaca pesan yang dia kirim ke Rega yang sudah ada tanda centang dua, artinya Rega sudah membacanya. Senyum di bibirnya terbit, sama sekali tidak ada penyesalan. Lebih cepat Rega tahu malah lebih bagus, kan? Kaisar rupanya baru tiba di apartemen setelah mengantar Nara. Dia langsung meluru ke kamar mandi karena merasa tubuhnya lengket sisa permainan dengan Nara di mobil tadi tapi suara Luna menahan langkahnya. “Baru pulang kamu jam segini?” Kaisar menoleh pada istrinya. “Kenapa? Nggak masalah juga kan buat lo?”Kaisar tahu Luna juga sering pulang malam belakangan ini, pasti asyik bersama pria barunya. Entah siapa itu, Kaisar tak peduli, yang penting bebannya terhadap wanita itu sudah berkurang. Luna memilih caranya sendiri untuk mengatasi masalah mereka yang selalu dimintai momongan oleh kedua orangtua. Luna menggeleng pelan, memang tak mas
Setengah jam kemudian, mobil Kaisar memasuki komplek rumah Nara. Mereka yang tadinya saling berpegangan tangan, sontak terlepas, lebih tepatnya Nara melepasnya begitu melihat ada Rega yang menunggu di depan rumah. “Kai, berhenti di sini aja.” Mobil Kaisar pun berhenti agak jauh dari depan rumah Nara. Wajah Nara berubah tegang, karena kaget mendapati Rega ada di depan rumah malam hari begini. Apa Rega menunggu gue dari tadi? Begitu batinnya. Kaisar yang melihat itu, hanya tersenyum samar. Agak tidak suka sebenarnya melihat Rega datang menemui Nara, tapi mau bagaimana lagi, status Rega kini masihlah pacar Nara. Atau, perlukah dia bilang sama Rega kalau dia juga menginginkan Nara? Baru Nara hendak keluar dari mobil, Kaisar sekali lagi menarik tangannya.“Kenapa lagi, Kai?”Tidak menjawab, Kaisar malah menunjuk bibirnya, apalagi kalau bukan minta cium sebagai salam perpisahan. Meski malu-malu, Nara pun memajukan bibirnya lalu mengecup lembut bibir Kaisar. Kini, dia tak bisa mengelak
Nara yang ketahuan mengintip, seketika berlari masuk ke mobil. Dia tak boleh lama-lama menatap tubuh bidang dan polos milik Kaisar, otaknya bisa memikirkan hal yang jorok. Nara membawa tubuhnya mengumpet di jok belakang mobil itu, tapi Kaisar malah ikut masuk dan duduk di sebelahnya. Suasana hening, Kaisar tidak berbicara, tapi deru nafasnya terdengar tak beraturan. Nara berniat menenggelamkan wajahnya ke dalam jaket, ketika lengan kekar milik Kaisar mengangkat tubuhnya dengan posisi menghadap ke arah Kaisar sendiri, lalu mendudukkan tubuh Nara di atas perut yang keras. Astaga! Bukan di perut, lebih tepatnya di bagian bawah pusar, tempat tonjolan itu berada. Nara merasa aneh pada bagian bawahnya, padahal dia memakai celana jeans, tapi benjolan milik Kaisar itu seakan bisa menusuk-nusuk area kewanitaannya. Apa memang saat ini Kaisar sedang on? Jangan bilang kalau dia menginginkan itu di sini, di dalam mobil yang sempit seperti ini. Keduanya kini saling bertatapan lekat. Nara yang gu
Tangan Nara refleks menjitak jidat Kaisar saking geramnya. Duduknya yang memang sengaja agak mepet ke pintu, sampai dicondongkan ke depan ke arah Kaisar agar tangannya bisa mencapai bagian jidat itu. PUK.Nara baru menyadari kelakuannya saat tangan Kaisar mencegahnya dari menjitak jidat itu sekali lagi lalu beralih menggenggam tangannya. Seperti ada aliran listrik, Nara rasa tangannya seolah kesetrum. Untung tidak sampai kejang-kejang. Alih-alih marah, Kaisar malah terkekeh. Pasalnya, ini kali pertama Nara melakukan skinship terlebih dahulu padanya, yah walaupun adegannya pukul-pukulan bukan peluk-pelukan. “Ngomong gitu sekali lagi, gue minta turun dari mobil.” Ancam Nara setelah sekuat tenaga mengeluarkan suara dari mulutnya. Gugup sekali rasanya, apalagi satu tangannya masih digenggaman oleh Kaisar. Hangat sekali rasanya. “Ngomong yang mana? Nggak perlu ngenalin istri gue ke mereka atau ngomong kalau lo itu istri gue?” goda Kaisar seraya memandang genit Nara. “Turunin gue sekar
“Maksud kamu apa ngomong kayak tadi? Memangnya kamu tahu?” tanya Luna setelah aktivitas panas mereka selesai. Aldo tidak langsung menjawab, dia bangun memungut pakaiannya yang tercecer di lantai, setelahnya memakai kembali pakaian tersebut. “Kalau aku kasih tau, apa kamu bakal percaya?” Aldo menjawab pertanyaan Luna dengan pertanyaan. Sungguh membuat Luna kesal. Apa sebenarnya maksud Aldo? Dia benar-benar tahu atau sengaja memancing kemarahan aku? “Katakan saja, kalau kau tidak bilang, bagaimana aku akan percaya?”“Aku harap kamu jangan kecil hati begitu mengetahui faktanya.”Berkecil hati? Apa maksudnya karena wanita itu yang dipilih Kaisar sementara dia tidak? Ah, Luna makin penasaran, wanita seperti apa yang membuat luluh seorang Kaisar. “Jangan bertele-tele, Al. Kasih tahu cepat siapa orangnya!” Luna makin tak sabar, wajahnya mulai mengeras dan serius. “Dia cukup dekat dengan kalian.”“Maksud kamu dekat dengan aku dan Kaisar?” Luna makin tak paham. Siapa gadis yang dekat deng
“Lo jangan senang dulu. Gue masuk ke mobil lo karena minta segera diantar ke tempat kerja. Waktu gue dikit lagi, gue nggak mau telat.” Judes Nara, tidak mau Kaisar berpikiran macam-macam tentangnya. Dari ekor matanya, Nara bisa melihat wajah Kaisar yang tadi memerah karena menahan marah kini mulai bisa tersenyum menyeringai. Senang banget pasti. “Makasih ya, Sweety. Gue makin sayang deh sama lo.”Nara tak membalas, hanya menghela nafas. Dia hanya ingin cepat sampai ke toko dan bekerja. Menyibukkan diri dengan pekerjaan akan membuatnya lupa dengan Kaisar sejenak. Sesampainya di toko, rupanya sedang ada kehebohan. Nara yang baru masuk tidak tahu menahu tiba-tiba jadi pusat perhatian. Apa mereka membicarakan gue? “Nara, kok kamu nggak bilang sih, alamat pengiriman bunga itu adalah alamat rumah kamu?” Pak Baskoro datang dengan berseru membuat semua orang menatap ke arah Nara, seolah meminta penjelasan. “Cie... Cie... Cie...” Suara cengcengan itu terdengar dari teman kerja satu shift
“Can, Nara mana? Kok lo sendirian yang ke sini?” Cantika sungguh tidak menyangka kalau dia bertemu dengan Rega di kantin. Tahu begitu, dia akan sebisa mungkin menghindar. Lalu sekarang, apa yang harus dia jawab pada Rega? Nggak mungkin kan bilang Nara dibawa pergi oleh Kaisar. Cantika jadi bingung sendiri di tempatnya, matanya bergerak gelisah, memikirkan alasan yang masuk akal. “Hmm, itu, tiba-tiba dia dapat panggilan dari Om aku yang punya toko, katanya Nara disuruh datang ke toko lebih cepat. Iya begitu.” Cantika cukup senang karena otaknya bisa diajak kerja sama di saat genting begini. Semoga saja Rega percaya. Rega menatap Cantika, ingin tidak percaya, tapi masa gadis berjilbab ini bohong? Begitu kata hati Rega. Dia pun mengangguk sekenanya. “Oh, begitu ya.” Gurat wajahnya terlihat kecewa, seolah dunia bekerja sama tak mendukung untuknya berduaan dengan Nara. “Kalau gitu, lo mau ikut makan bareng gue nggak? Daripada sendirian.” Rega menunjuk meja kosong di depannya, yang se