“Lo tidur sama pria lain di belakang gue? Iya?” Kaisar langsung bertanya pada Luna begitu mereka tiba di apartemen, tentunya setelah mengantar Mama Dahlia pulang ke rumah utama. Kaisar menatap Luna dengan wajah datar. Dia tidak pernah tidur dengan istrinya itu. Lalu, kenapa dokter tidak mengatakan Luna masih perawan kalau bukan wanita itu diam-diam tidur sama pria lain?Yang ditanya tampak tersenyum miris. “Kalau iya, kenapa? Kamu mau marah sama aku?” Alih-alih marah seperti yang dibilang Luna, Kaisar malah tergelak hebat, sampai dadanya bergoncang. “Pintar juga lo ya? Tadinya gue pikir, bakalan ketahuan sama mama dan dapat amukan beliau. Bagus deh.” Kaisar menyengir lebar tanpa merasa bersalah sama sekali, kemudian melenggang masuk kamar. Gerah. Ia harus mandi guna menyegarkan tubuh. “Begitu aja? Kamu nggak marah aku tidur dengan pria lain? Aku susah payah mikirin ini semua, sampai menyewa seorang pria untuk nidurin aku, kamu malah ketawa dan bilang bagus? Dasar! Nggak punya hati
Kaisar sudah tampil ganteng, duduk di sofa sambil berselonjoran kaki. Kegemarannya kalau buka sosial media adalah melihat-lihat foto wanita seksi, meskipun semuanya kelihatan sama saja. Semua wanita itu pasti sudah pernah ditiduri oleh bermacam pria hidung belang. Bukan Kaisar tidak tahu. Berbeda dengan Sweety-nya yang masih polos dan malu-malu tapi sangat menggemaskan. Ah, memikirkan Nara, Kaisar jadi kangen dengan gadis itu. Sedang apa dia sekarang ya? Apa dia sudah bisa jalan? Ck. Kaisar menekan icol call untuk memanggil nomor yang diberi nama Sweety tersebut, senyum senantiasa tersungging di bibirnya membayangkan bagaimana gadis itu akan mengomelinya karena membuatnya tak bisa jalan. Namun, hingga panggilan ketiga, tidak ada jawaban dari Sweety, bahkan operator wanita di dalam talian mengatakan kalau Sweety-nya sedang berada dalam panggilan lain. Seketika itu juga, senyum di wajah tampan Kaisar sirna, berganti menjadi masam. Ponselnya ia remas kuat, bersamaan dengan giginya y
“Pokoknya nenek nggak mau tau, kamu jangan mau tergoda apalagi berhubungan sama si Kaisar itu. Dia udah punya istri, nanti yang ada kamu dibilang merebut suami orang, apa sih sebutannya?” Nenek Ratih tampak mengingat-ingat sebutan apa untuk wanita yang kerjanya merebut suami orang. Nenek pernah mendengar itu dari ibu-ibu yang bergosip saat berbelanja di tukang jual sayur keliling. Jangan sampai cucunya jadi bahan gosip ibu-ibu rempong itu. “PELAKOR?” celetuk Nara.“Nah, itu! Nenek nggak mau kamu dicap sebagai pelakor. Malu-maluin. Apalagi sampai digosipin sama ibu-ibu nanti bisa nyebar satu komplek, tahu sendiri ibu-ibu di sini gimana mulutnya kalau ngomongin aib orang. Kayak diri sendiri nggak punya aib aja.”Omelan nenek tadi malam terus terngiang di kepala Nara. Siapa juga sih yang mau jadi pelakor? Kaisar aja yang kelewatan genit jadi orang. Udah punya istri juga masih aja ngelirik gadis lain. Nara bisa mengomel seperti itu seolah kejadian malam kemarin tak pernah terjadi. Lalu
Ini gila. Luna tak bisa menepis bayangan Aldo dalam benaknya sedetikpun setelah kejadian malam itu. Setiap sentuhan yang pria muda itu berikan pada tubuhnya menimbulkan sensasi yang nikmat dan membakar gairahnya. Ia dibuat klimaks berkali-kali. “Aldo, kenapa dia sangat ahli? Apa dia sudah sering meniduri wanita?” Luna jadi susah berkonsentrasi membuat rancangan gaunnya. Kejadian malam itu berputar-putar di kepalanya tanpa diminta. Bagaimana dia mendesah kenikmatan setiap kali Aldo menghujam miliknya dengan sangat dalam, bagaimana tubuhnya mengejang saat gelombang dahsyat itu menerjang. Segalanya terasa nikmat. Kenikmatan yang tak pernah diberikan Kaisar padanya. Tok tok tok. Bunyi ketukan pintu ruang kerjanya membuat Luna menarik kembali kesadarannya, ia tak boleh terlihat bengong di depan karyawannya. Apalagi bengong karena urusan ranjang. “Ya, masuk aja. Nggak dikunci kok.” seru Luna lantang. Luna tak pernah mengira kalau yang masuk adalah Aldo. Pikirnya, setelah kejadian mengg
“Ga, udah berapa lama ya kita pacaran?” Saat mengantar kepulangan Rega ke depan pintu pagar tadi, Nara bertanya seperti itu pada pria yang masih berstatus pacarnya. Nara berusaha untuk menelan kembali pertanyaannya itu yang sudah mengantung di lidah, tapi kepalanya terus mendesak agar segera menuntaskan. Ya, Nara sedang membandingkan antara Rega dan Kaisar. Kenapa Rega tak pernah menciumnya, sedangkan Kaisar begitu bernafsu padanya. Padahal sesama pria, tapi kenapa mereka berbeda? Kenapa Rega lebih sopan padahal seharusnya Rega yang melakukan itu padanya karena mereka pacaran. Kenapa malah Kaisar? Yang bahkan sudah memiliki istri? Pikiran Nara berkecamuk. Belum lagi soal Kaisar yang abangnya Rega, belum lagi Kaisar yang sudah memiliki istri. Luna juga sangat baik untuk disakiti. “Kira-kira setahunan lebih. Kenapa emangnya? Lo mau bikin perayaan anniversary? Boleh tuh.” Rega cekikikan sendiri membayangkan jika tebakannya soal anniversary itu benar, sebelum dilihatnya raut wajah Nar
Nara masih benci sama gue bahkan setelah enak-enak berdua kemarin malam? Sebenarnya dia punya perasaan nggak sih sama gue? Kaisar yang sedang memakai sendiri dasinya di depan cermin kedapatan melamun. Otaknya tak bisa lepas dari Nara seolah ada lem UHU yang membuat gadis itu menempel di sana. Kenapa gadis itu seolah menjauhinya? Gue harus ke rumahnya lagi. Kaisar membatin kemudian mempercepat merapikan pakaiannya. Luna yang sedang menyiapkan sarapan, bahkan tak sempat menawarkan pada Kaisar, suaminya keburu pergi. Kaisar memacu mobilnya kencang, biar cepat sampai ke rumah Nara. Sejujurnya, dia sedikit khawatir, apa mungkin Nara masih sakit karena neneknya bilang cucunya itu tak enak badan. Apa dia minum obat herbal dari gue? Kaisar tampak mengetik pesan untuk Nara. Dia tak bisa cuma menunggu, belum tentu juga Nara yang akan keluar, bagaimana kalau neneknya? Kaisar juga khawatir wanita tua itu seperti tak menyukainya. Di meja makan berbentuk segi empat itu, Nara sedang sarapan sen
Yang Nara khawatirkan benar-benar kejadian. Sang nenek, mengintip dari tirai jendela saat Kaisar menciumnya. “Apa itu barusan? Pria bernama Kaisar itu mencium Nara?” Nenek Ratih shock, satu tangan menutup mulutnya, yang satunya lagi memegang dada, tapi detik berikutnya yang dia lihat adalah cucunya menampar keras pipi Kaisar. Nenek sedikit bernafas lega. Bukankah itu artinya Nara tidak suka akan ciuman itu? Artinya Nara tidak menyukai si Kaisar? Jadi ceritanya, nenek menyadari kehadiran Kaisar di depan pagar rumahnya. Wanita tua itu sengaja tidak mau membukakan pintu, apalagi mempersilakan masuk. Dia tak ingin Kaisar mengganggu cucunya lagi. Akan tetapi, saat dia mengecek ke depan, baik Nara dan mobil Kaisar tidak ada di sana. Apa Nara pergi dengan Kaisar? Ah, nenek jadi khawatir lagi. ***Tanpa Nara sadari, ada Elsa yang sedang mencari tempat parkir untuk sepeda motornya saat Nara keluar dari mobil Kaisar. Gadis itu tertawa puas, seolah dia pu
Makan siang Nara dan Rega di cafetaria kampus, setelah cukup lama tidak makan bersama. “Wah, udah lama ya mbak dan mas-nya nggak makan siang bareng di sini. Kirain udah nggak bersama lagi, alias putus gitu. Hehe.” Basa-basi pekerja cafe yang membuat Nara dan Rega saling pandang dengan wajah tegang. Apaan sih? Nggak lucu. “Nggak dong, Mas. Kita lagi sibuk masing-masing aja, banyak tugas, hehe.” Rega menanggapinya dengan tertawa hambar, lalu pandangannya bertemu dengan Nara. “Kami berdua ini sehati, nggak bisa dipisahkan. Mas doain aja ya, biar langgeng sampai pelaminan.”Mas-mas pekerja cafe mengangguk tanda mendukung, tapi beberapa saat kemudian alisnya bertaut. “Berarti kemarin itu saya cuma salah lihat ya. Kirain saya, mbaknya makan siang di sini sama pria lain.”Waduh, mampus gue! Kenapa pakai ngomong segala sih ini mas pekerja cafe? Nara tidak tahu lagi, jantungnya seperti mau melompat keluar. Apa Rega bakal termakan omongan Mas-nya ya? Nara melirik Rega, berusaha bersikap ten
“Sweety, kayaknya gue harus cepat-cepat ke rumah lo deh, meluruskan masalah kita.”Sore itu, di saat Nara sedang nikmat-nikmatnya tidur karena tadi malam tak nyenyak, sebuah pesan dari Kaisar membuat matanya terbelalak sempurna. Nara melihat pesan seperti melihat setan. Sontak Nara terbangun, tidak membalas pesan Kaisar, tapi jemari lentiknya malah memulas ikon untuk menghubungi suami orang yang kini jadi kekasihnya itu. Ah, pokoknya rumit deh. Terdengar ponsel berdering samar-samar dari arah depan rumah, Nara sejenak berpikir, apa mungkin Kaisar berada di depan sana? Pria itu kan gila. Lalu, saat panggilannya diangkat, dering ponsel itu seketika berhenti. Nara semakin bergerak gelisah, melihat ke luar jendela kamar kalau-kalau yang dia pikir betulan terjadi.“Kai, jangan sekarang. Please!” Mohon Nara seraya memijat pelipisnya yang mendadak pening. Dia memang tak punya alasan yang tepat untuk meyakinkan Kaisar, tapi tidak juga ingin rahasia ini cepat terbongkar. Bagaimana reaksi n
Di kamarnya, Nara tak bisa tertidur, padahal sudah mandi, badannya yang lengket akibat permainan dengan Kaisar di mobil tadi kini kembali segar. Namun, otak dan perasaannya sekarang yang butuh penyegaran, karena terlalu sumpek memikirkan masalahnya dengan Rega dan Kaisar. Sebenarnya dengan Rega, Nara tak mempunyai masalah sedikitpun. Namun, hadirnya Kaisar membuat cintanya terhadap pemuda baik dan sopan itu oleng. Pesona Kaisar sangat sulit dielakkan.Gue harus curhat sama siapa? Siapa yang bisa mengerti perasaan gue sekarang? Apakah Cantika? Gadis itu bukan tidak pernah berpacaran setahu Nara. Nara mengusak-usak rambutnya hingga berantakan, saking kesalnya. Ia tak bisa tidur hingga azan subuh, barulah rasa kantuk itu datang membuatnya ketiduran sampai siang. Nenek Ratih saja bingung melihat cucunya tidak bangun. Beruntung hari ini minggu, tak perlu ke kampus. ———Esok harinya di kediaman orangtua Rega. Mama Dahlia, Papa Gunawan dan Kakek Widjaya sedang berada di meja makan untuk m
“Nara milik gue sekarang. Jadi gue minta, lo ikhlaskan aja dia, percuma juga saingan sama gue, karena lo sendiri yang akan sakit hati.”Kaisar membaca pesan yang dia kirim ke Rega yang sudah ada tanda centang dua, artinya Rega sudah membacanya. Senyum di bibirnya terbit, sama sekali tidak ada penyesalan. Lebih cepat Rega tahu malah lebih bagus, kan? Kaisar rupanya baru tiba di apartemen setelah mengantar Nara. Dia langsung meluru ke kamar mandi karena merasa tubuhnya lengket sisa permainan dengan Nara di mobil tadi tapi suara Luna menahan langkahnya. “Baru pulang kamu jam segini?” Kaisar menoleh pada istrinya. “Kenapa? Nggak masalah juga kan buat lo?”Kaisar tahu Luna juga sering pulang malam belakangan ini, pasti asyik bersama pria barunya. Entah siapa itu, Kaisar tak peduli, yang penting bebannya terhadap wanita itu sudah berkurang. Luna memilih caranya sendiri untuk mengatasi masalah mereka yang selalu dimintai momongan oleh kedua orangtua. Luna menggeleng pelan, memang tak mas
Setengah jam kemudian, mobil Kaisar memasuki komplek rumah Nara. Mereka yang tadinya saling berpegangan tangan, sontak terlepas, lebih tepatnya Nara melepasnya begitu melihat ada Rega yang menunggu di depan rumah. “Kai, berhenti di sini aja.” Mobil Kaisar pun berhenti agak jauh dari depan rumah Nara. Wajah Nara berubah tegang, karena kaget mendapati Rega ada di depan rumah malam hari begini. Apa Rega menunggu gue dari tadi? Begitu batinnya. Kaisar yang melihat itu, hanya tersenyum samar. Agak tidak suka sebenarnya melihat Rega datang menemui Nara, tapi mau bagaimana lagi, status Rega kini masihlah pacar Nara. Atau, perlukah dia bilang sama Rega kalau dia juga menginginkan Nara? Baru Nara hendak keluar dari mobil, Kaisar sekali lagi menarik tangannya.“Kenapa lagi, Kai?”Tidak menjawab, Kaisar malah menunjuk bibirnya, apalagi kalau bukan minta cium sebagai salam perpisahan. Meski malu-malu, Nara pun memajukan bibirnya lalu mengecup lembut bibir Kaisar. Kini, dia tak bisa mengelak
Nara yang ketahuan mengintip, seketika berlari masuk ke mobil. Dia tak boleh lama-lama menatap tubuh bidang dan polos milik Kaisar, otaknya bisa memikirkan hal yang jorok. Nara membawa tubuhnya mengumpet di jok belakang mobil itu, tapi Kaisar malah ikut masuk dan duduk di sebelahnya. Suasana hening, Kaisar tidak berbicara, tapi deru nafasnya terdengar tak beraturan. Nara berniat menenggelamkan wajahnya ke dalam jaket, ketika lengan kekar milik Kaisar mengangkat tubuhnya dengan posisi menghadap ke arah Kaisar sendiri, lalu mendudukkan tubuh Nara di atas perut yang keras. Astaga! Bukan di perut, lebih tepatnya di bagian bawah pusar, tempat tonjolan itu berada. Nara merasa aneh pada bagian bawahnya, padahal dia memakai celana jeans, tapi benjolan milik Kaisar itu seakan bisa menusuk-nusuk area kewanitaannya. Apa memang saat ini Kaisar sedang on? Jangan bilang kalau dia menginginkan itu di sini, di dalam mobil yang sempit seperti ini. Keduanya kini saling bertatapan lekat. Nara yang gu
Tangan Nara refleks menjitak jidat Kaisar saking geramnya. Duduknya yang memang sengaja agak mepet ke pintu, sampai dicondongkan ke depan ke arah Kaisar agar tangannya bisa mencapai bagian jidat itu. PUK.Nara baru menyadari kelakuannya saat tangan Kaisar mencegahnya dari menjitak jidat itu sekali lagi lalu beralih menggenggam tangannya. Seperti ada aliran listrik, Nara rasa tangannya seolah kesetrum. Untung tidak sampai kejang-kejang. Alih-alih marah, Kaisar malah terkekeh. Pasalnya, ini kali pertama Nara melakukan skinship terlebih dahulu padanya, yah walaupun adegannya pukul-pukulan bukan peluk-pelukan. “Ngomong gitu sekali lagi, gue minta turun dari mobil.” Ancam Nara setelah sekuat tenaga mengeluarkan suara dari mulutnya. Gugup sekali rasanya, apalagi satu tangannya masih digenggaman oleh Kaisar. Hangat sekali rasanya. “Ngomong yang mana? Nggak perlu ngenalin istri gue ke mereka atau ngomong kalau lo itu istri gue?” goda Kaisar seraya memandang genit Nara. “Turunin gue sekar
“Maksud kamu apa ngomong kayak tadi? Memangnya kamu tahu?” tanya Luna setelah aktivitas panas mereka selesai. Aldo tidak langsung menjawab, dia bangun memungut pakaiannya yang tercecer di lantai, setelahnya memakai kembali pakaian tersebut. “Kalau aku kasih tau, apa kamu bakal percaya?” Aldo menjawab pertanyaan Luna dengan pertanyaan. Sungguh membuat Luna kesal. Apa sebenarnya maksud Aldo? Dia benar-benar tahu atau sengaja memancing kemarahan aku? “Katakan saja, kalau kau tidak bilang, bagaimana aku akan percaya?”“Aku harap kamu jangan kecil hati begitu mengetahui faktanya.”Berkecil hati? Apa maksudnya karena wanita itu yang dipilih Kaisar sementara dia tidak? Ah, Luna makin penasaran, wanita seperti apa yang membuat luluh seorang Kaisar. “Jangan bertele-tele, Al. Kasih tahu cepat siapa orangnya!” Luna makin tak sabar, wajahnya mulai mengeras dan serius. “Dia cukup dekat dengan kalian.”“Maksud kamu dekat dengan aku dan Kaisar?” Luna makin tak paham. Siapa gadis yang dekat deng
“Lo jangan senang dulu. Gue masuk ke mobil lo karena minta segera diantar ke tempat kerja. Waktu gue dikit lagi, gue nggak mau telat.” Judes Nara, tidak mau Kaisar berpikiran macam-macam tentangnya. Dari ekor matanya, Nara bisa melihat wajah Kaisar yang tadi memerah karena menahan marah kini mulai bisa tersenyum menyeringai. Senang banget pasti. “Makasih ya, Sweety. Gue makin sayang deh sama lo.”Nara tak membalas, hanya menghela nafas. Dia hanya ingin cepat sampai ke toko dan bekerja. Menyibukkan diri dengan pekerjaan akan membuatnya lupa dengan Kaisar sejenak. Sesampainya di toko, rupanya sedang ada kehebohan. Nara yang baru masuk tidak tahu menahu tiba-tiba jadi pusat perhatian. Apa mereka membicarakan gue? “Nara, kok kamu nggak bilang sih, alamat pengiriman bunga itu adalah alamat rumah kamu?” Pak Baskoro datang dengan berseru membuat semua orang menatap ke arah Nara, seolah meminta penjelasan. “Cie... Cie... Cie...” Suara cengcengan itu terdengar dari teman kerja satu shift
“Can, Nara mana? Kok lo sendirian yang ke sini?” Cantika sungguh tidak menyangka kalau dia bertemu dengan Rega di kantin. Tahu begitu, dia akan sebisa mungkin menghindar. Lalu sekarang, apa yang harus dia jawab pada Rega? Nggak mungkin kan bilang Nara dibawa pergi oleh Kaisar. Cantika jadi bingung sendiri di tempatnya, matanya bergerak gelisah, memikirkan alasan yang masuk akal. “Hmm, itu, tiba-tiba dia dapat panggilan dari Om aku yang punya toko, katanya Nara disuruh datang ke toko lebih cepat. Iya begitu.” Cantika cukup senang karena otaknya bisa diajak kerja sama di saat genting begini. Semoga saja Rega percaya. Rega menatap Cantika, ingin tidak percaya, tapi masa gadis berjilbab ini bohong? Begitu kata hati Rega. Dia pun mengangguk sekenanya. “Oh, begitu ya.” Gurat wajahnya terlihat kecewa, seolah dunia bekerja sama tak mendukung untuknya berduaan dengan Nara. “Kalau gitu, lo mau ikut makan bareng gue nggak? Daripada sendirian.” Rega menunjuk meja kosong di depannya, yang se