“Tuan, Pak Baskoro datang kesini, ke rumah Pak Rian dan Buk Sumi.” Seseorang informan Ednan yang menyamar menjadi salah satu pembantu di rumah pasangan lansia tersebut memberi tahukan kepada Tuannya.“Bagus, aku ingin mendegar apa yang mereka bahas! Apa kamu sudah menempelkan penyadap suara di berbagai sisi rumah besar itu sesuai perintahku?” Tanya Ednan di seberang ponselnya.Gadis tersebut refleks mengangguk, “Sudah Tuan, seperti perintah anda!”Ednan tersenyum dan langsung mematikan ponsel pintarnya, kini dia dan beberapa orang kepercayaannya tengah berkumpul di rumah Jack. Sekarang, kediaman Jack sudah beralih fungsi menjadi markas dadakan mereka.Mereka menyimak semua obrolan orang tua dan anak tersebut, Ednan tersenyum miring.“Mau menggadai rumah warisan Kakekku? Jangan harap! Kali ini, akan ku pastikan kalian benar-benar hancur!” gumamnya.Ednan mengepalkan tangannya dengan kuat, salah satu kebiasaannya ketika sedang marah.“Rio, hack akun Bank milik Rian, cari tahu berapa nom
Leon dan Jack pergi untuk menjalankan perintah yang di berikan oleh Ednan, merka kini berada di sebuah perusahan desainer yang cukup besar di bandung. Mereka memperhatiakan bahkan merekam tansaksi Hana dengan pemilik perusahaan tersebut.Kenapa mereka bisa masuk dengan mudah? Apa kalian lupa, bahwa jack adalah informan yang berbakat? Tentu saja, soal penyamaran dialah ahlinya. Jangankan menyamar menjadi salah satu pekerja di perusahaan tersebut, dia bahkan pernah menyamar jadi pemulung dan orang gila untuk mendapatkan informasi se akurat mungkin untuk Tuan mudanya.Kini pandangan Jack berubah sepenuhnya kepada Ednan, dia yang awalnya menilai Ednan sebagai Tuan muda yang arogan dan kejam, sekarang memaklumi semua sikap Ednan, apalagi saat mendengar cerita Rio yang mengatakan Bundanya hampir mati di tangan Ayahnya sendiri Cuma gara-gara harta yang bukan miliknya. Bahkan Kakek Nenek Ednan harus meregang nyawa ditangan menantunya sendiri.“Bukankah ini tidak setimpal? Seharusnya Tuan memb
Baskoro kembali ke Bandung saat mendengar kabar bahwa butik orang tuanya telah hangus terbakar, bahkan uang yang di kirim sudah dibelikan gaun-gaun terbaru dan mahal, sayangnya gaun tersebut juga di lalap api sebelum digantung dimanaekin dan di pamerkan kepada orang-orang.“Bas bagaimana? Ibu sama Bapak sudah tak punya apa-apa lagi? Hanya rumah ini! Ibu mau minta separuh uang hasil pegadaian rumah kamu itu!” rayu Sumi.Sedangkan Rian kini harus di rawat di rumah sakit karena struk, dia kepikiran hebat dengan banyaknya masalah akhir-akhir ini hingga membuat darahnya naik sangat drastis dan berakhir struk.“Buk, aku juga gak pegang uang!”“Hallah! Sama orang tua sendiri kok pelit? Kamu gak kasian sama Bapak? Dari mana Ibu mau punya uang untuk bayar administrasi rumah sakit ini?”“Buk, Bas sudah cari sertifikat rumah tersebut, tetapi gak ada! Bas sampek memukul Laksmi karena tak kunjung memberikan sertikat tersebut. Bas sudah kehilangan perusahaan besar tersebut, sesuai kesepakatan yang
Rian dan Sumi masih bergeming meski sudah menerima uang tersebut, rasanya enggan pergi dari rumah besar yang selama ini menjadi tempat bernaung mereka berdua.“Rumah ini sudah saya berikan kepada Jeny, dia lebih pantas mendapatkannya dari pada kalian!”Jeny melongo tak percaya dengan ucapan Ednan.Sumi memandang mantan pembatunya tak suka.“Kenapa kamu kasih rumah besar ini kepadanya? Perempuan itu tidak berhak atas rumah saya! Oh .. atau jangan-jangan kalian memiliki hubungan khusus?” tuduh Sumi.“Turunkan nada suara anda Nyonya, anda tidak berhak tau tentang saya dan semua orang-orang terdekat saya,”“Tetapi jika anda sangat penasaran, saya akan memberikan sebuah kebenaran! Jeny memiliki seorang gadis kecil yang sangat manis, usianya baru menginjak 5 tahun,”Ednan beranjak dari duduknya dan menghampiri pasangan tersebut.“Dan hal konyolnya, gadis kecil itu adalah Adik kandung saya!”Sumi dan Rian terkejut.“Ya, anda bisa menyimpulkan bukan? Jeny adalah korban Baskoro! Bukan hanya Je
“Kekejamanku menurun darimu, Ayah! Tetapi sayangnya aku masih punya nurani sedangkan anda tidak!”“Apa maksudmu? Jangan bertindak kurang ajar kepada Ayah! Jangan melewati batasannmu!”“Aku sudah melewati batasanku sejak dulu, Ayah. Ayah saja yang tak sadar!”Baskoro melihat surat cerai ditangannya dan langsung tersenyum menyeringai.“Kau ingin menggugat cerai diriku ‘kan Laksmi? Mana penanya? Aku akan segera mendatangani surat ini.”Ednan langsung melempar pena yang selalu dia bawa kemana-mana kepada Baskoro, Melia hanya melihat interaksi orang-orang dewasa di sekitarnya. Instingnya mengatakan dia hrus diam dan jangan banyak tingkah, dia hanya harus tetap duduk di pangkuan Ibunya, Ibu yang telah lama ia rindukan.“Sudah! Hahaha .. aku ‘tak merasa rugi bercerai denganmu, toh asset mu yang dulu banyak sekarang sudah tidak ada lagi! Sudah habis! Kamu hanalah orang miskin sekarang!” ucapnya sambil melempar kembali surat itu kehadapan Laksmi.Mereka tertawa serempak, membuat Baskoro bingun
Lamunan Azam buyar kala seseorang menepuk pundaknya lembut, dia menoleh kemudian tersenyum saat Kalana sudah berdiri tepat di belakangnya.“Kenapa nyusulin Abang?”Kalana menggeleng “Ini sudah malam, sebaiknya Abang pulang, lagi pula ngapain Abang sendirian di sini?”Azam menoleh kesekitar, memang dirinya tengah duduk sendirian di tempat tersebut.Azam bergegas menggandeng tangan Kalana untuk kembali pulang meninggalkan tempat favorit dirinya dan Rendi kala melepas penat.***“Lana .. Kalana!” panggil Azam.“Ais .. ono opo toh Zam? Berisik ini, Ibu mau sholat jadi keganggu” tegur wanita paruh baya yang sudah lengkap dengan mukenanya.“Eh, maaf Buk, hem .. lihat Kalana?”“Kalana masih Ibu suruh ke rumah Pak Cik mu, si Syawal, buat nganterin gula dan tepung, buat acara rewangan si Tika yang bentar lagi nikah, kau ini sudah hampir setahun menikah tapi ‘tak bisa lepas sama istrimu barang semenit. Sana kau bantu-bantu juga di sana,”“Ini sebenarnya mau ngajak Kalana kesana, tetapi dia suda
“Dek, Abang dapat pekerjaan di Ibu Kota,”Kalana yang sedang melipat baju di kamar mereka hanya melirik.“Bagaiman?”“Kalau Abang mau kerja di sana ya monggo toh, aku gak akan menghalangi. Kalau Ibu mengijinkan.”“Justru Ibu nyuruh Abang buat nanyak sama kamu, Dek. Kalau kamu setuju kita berangkat setelah selesai acara nikahan anak Pak Cik Syawal.”“Kita? Loh Ibu bagaimana? Siapa yang jaga Ibu di sini?”“Ibu nyuruh kita berdua saja yang berangkat, kalau sendiri, Ibu gak mengizinkan. Di sini, Ibu bareng sama Syaiful katanya,”Kalana hany mengangguk pasrah.“Jadi bagaiman, Dek?” Tanya Azam lagi.“Abang pengen sekali ya kerja di Kota?”Azam mengangguk antusias.Kalana tidak menjawab, dia bangkit dari duduknya kemudian memasukkan baju-baju yang sudah ia lipat rapi ke dalam lemari di sudut kamar mereka.Kalana duduk di samping sang suami dan tersenyum manis ke arahnya.“Di sini Abang kerjanya gak nentu, Dek. Kamu tahu sendiri gimana kerjaan Abang selama ini ‘kan? Kadang ikut melaut, kadan
“Dek, sudah sampai” azam mengguncang lembut bahu Kalana yang ketiduran.Kalana tersenyum, tetapi sedetik kemudian senyumnya memudar karena yang dia lihat di depannya bukanlah pria yang selama ini dia rindukan. ‘tak ingin Azam berfikir aneh-aneh, dia kembali tersenyum dan mengangguk kepada laki-laki yang kini sudah sah menjadi suaminya.“Ayok turun, Dek.”Kalana mengikuti langkah suaminya yang lebih dulu turun. Azam dan Kalana melihat sekitar, kota yang ramai dan sesak degan orang-orang yang berlalu lalang.“Kita makan dulu, ya. Habis itu kita nyari kontrakan” ajak Azam sambil menggandeng tangan Mala menuju warteg terdekat.“Kenapa nyari kontrakan, Bang? Harusnya kita nyari kos dulu biar hemat.”“Enggak, Dek. Aabang sudah konfirmasi ke HRD perusahaan, dan Abang mulai magang besok sampai tiga bulan ke depan. Abang pikir lebih hemat kontrakan kecil yang cukup di kantong kita. Kalau kos, kita ‘kan harus bayar tiap bulan. Lebih baik merogoh kocek untuk sekali saja, lagi pula Abang punya ua