“Buk, Bapak dapat tawaran proyek besar” ucapnya memberi tahu sang istri dengan antusias.Sumi yang duduk sambil menyesap the hangat menoleh sekilas, dan kembali focus menatap taman bunga yang baru di pangkasnya.“Sudah lah, Pak. Kita ini sudah tua. Jalan saja sudah rada susah, harus pake tongkat kemana-mana, masih saja ngurusin bisnis dan proyek, lebih baik kita duduk santai saja! Toh semuanya juga ada yang ngatur, uang bulanan juga tak pernah absen dari anak kita Baskoro. Lebih baik Bapak pension saja!”“Tetapi ini sebuah proyek yang menggiurkan Sumi, kau akan kecipratan juga kalau proyek ini berjalan dengan baik nantinya.”“Terserah Bapak saja! Lagipula tampa proyek tersebut hidup kita sudah makmur, kalau kurang uang buat besarin usaha lagi, ya Cuma tinggal minta sama si Baskoro. Dia ‘kan yang sudah memegang semua kendali atas semua kekayaan Laksmi yang di turunkan besan kita yang sudah lama meninggal” jelas Sumi.Rian membenarkan, tetapi nominal yang didapat setiap bulannya sunggu
“Tuan, Pak Baskoro datang kesini, ke rumah Pak Rian dan Buk Sumi.” Seseorang informan Ednan yang menyamar menjadi salah satu pembantu di rumah pasangan lansia tersebut memberi tahukan kepada Tuannya.“Bagus, aku ingin mendegar apa yang mereka bahas! Apa kamu sudah menempelkan penyadap suara di berbagai sisi rumah besar itu sesuai perintahku?” Tanya Ednan di seberang ponselnya.Gadis tersebut refleks mengangguk, “Sudah Tuan, seperti perintah anda!”Ednan tersenyum dan langsung mematikan ponsel pintarnya, kini dia dan beberapa orang kepercayaannya tengah berkumpul di rumah Jack. Sekarang, kediaman Jack sudah beralih fungsi menjadi markas dadakan mereka.Mereka menyimak semua obrolan orang tua dan anak tersebut, Ednan tersenyum miring.“Mau menggadai rumah warisan Kakekku? Jangan harap! Kali ini, akan ku pastikan kalian benar-benar hancur!” gumamnya.Ednan mengepalkan tangannya dengan kuat, salah satu kebiasaannya ketika sedang marah.“Rio, hack akun Bank milik Rian, cari tahu berapa nom
Leon dan Jack pergi untuk menjalankan perintah yang di berikan oleh Ednan, merka kini berada di sebuah perusahan desainer yang cukup besar di bandung. Mereka memperhatiakan bahkan merekam tansaksi Hana dengan pemilik perusahaan tersebut.Kenapa mereka bisa masuk dengan mudah? Apa kalian lupa, bahwa jack adalah informan yang berbakat? Tentu saja, soal penyamaran dialah ahlinya. Jangankan menyamar menjadi salah satu pekerja di perusahaan tersebut, dia bahkan pernah menyamar jadi pemulung dan orang gila untuk mendapatkan informasi se akurat mungkin untuk Tuan mudanya.Kini pandangan Jack berubah sepenuhnya kepada Ednan, dia yang awalnya menilai Ednan sebagai Tuan muda yang arogan dan kejam, sekarang memaklumi semua sikap Ednan, apalagi saat mendengar cerita Rio yang mengatakan Bundanya hampir mati di tangan Ayahnya sendiri Cuma gara-gara harta yang bukan miliknya. Bahkan Kakek Nenek Ednan harus meregang nyawa ditangan menantunya sendiri.“Bukankah ini tidak setimpal? Seharusnya Tuan memb
Baskoro kembali ke Bandung saat mendengar kabar bahwa butik orang tuanya telah hangus terbakar, bahkan uang yang di kirim sudah dibelikan gaun-gaun terbaru dan mahal, sayangnya gaun tersebut juga di lalap api sebelum digantung dimanaekin dan di pamerkan kepada orang-orang.“Bas bagaimana? Ibu sama Bapak sudah tak punya apa-apa lagi? Hanya rumah ini! Ibu mau minta separuh uang hasil pegadaian rumah kamu itu!” rayu Sumi.Sedangkan Rian kini harus di rawat di rumah sakit karena struk, dia kepikiran hebat dengan banyaknya masalah akhir-akhir ini hingga membuat darahnya naik sangat drastis dan berakhir struk.“Buk, aku juga gak pegang uang!”“Hallah! Sama orang tua sendiri kok pelit? Kamu gak kasian sama Bapak? Dari mana Ibu mau punya uang untuk bayar administrasi rumah sakit ini?”“Buk, Bas sudah cari sertifikat rumah tersebut, tetapi gak ada! Bas sampek memukul Laksmi karena tak kunjung memberikan sertikat tersebut. Bas sudah kehilangan perusahaan besar tersebut, sesuai kesepakatan yang
Rian dan Sumi masih bergeming meski sudah menerima uang tersebut, rasanya enggan pergi dari rumah besar yang selama ini menjadi tempat bernaung mereka berdua.“Rumah ini sudah saya berikan kepada Jeny, dia lebih pantas mendapatkannya dari pada kalian!”Jeny melongo tak percaya dengan ucapan Ednan.Sumi memandang mantan pembatunya tak suka.“Kenapa kamu kasih rumah besar ini kepadanya? Perempuan itu tidak berhak atas rumah saya! Oh .. atau jangan-jangan kalian memiliki hubungan khusus?” tuduh Sumi.“Turunkan nada suara anda Nyonya, anda tidak berhak tau tentang saya dan semua orang-orang terdekat saya,”“Tetapi jika anda sangat penasaran, saya akan memberikan sebuah kebenaran! Jeny memiliki seorang gadis kecil yang sangat manis, usianya baru menginjak 5 tahun,”Ednan beranjak dari duduknya dan menghampiri pasangan tersebut.“Dan hal konyolnya, gadis kecil itu adalah Adik kandung saya!”Sumi dan Rian terkejut.“Ya, anda bisa menyimpulkan bukan? Jeny adalah korban Baskoro! Bukan hanya Je
“Kekejamanku menurun darimu, Ayah! Tetapi sayangnya aku masih punya nurani sedangkan anda tidak!”“Apa maksudmu? Jangan bertindak kurang ajar kepada Ayah! Jangan melewati batasannmu!”“Aku sudah melewati batasanku sejak dulu, Ayah. Ayah saja yang tak sadar!”Baskoro melihat surat cerai ditangannya dan langsung tersenyum menyeringai.“Kau ingin menggugat cerai diriku ‘kan Laksmi? Mana penanya? Aku akan segera mendatangani surat ini.”Ednan langsung melempar pena yang selalu dia bawa kemana-mana kepada Baskoro, Melia hanya melihat interaksi orang-orang dewasa di sekitarnya. Instingnya mengatakan dia hrus diam dan jangan banyak tingkah, dia hanya harus tetap duduk di pangkuan Ibunya, Ibu yang telah lama ia rindukan.“Sudah! Hahaha .. aku ‘tak merasa rugi bercerai denganmu, toh asset mu yang dulu banyak sekarang sudah tidak ada lagi! Sudah habis! Kamu hanalah orang miskin sekarang!” ucapnya sambil melempar kembali surat itu kehadapan Laksmi.Mereka tertawa serempak, membuat Baskoro bingun
Lamunan Azam buyar kala seseorang menepuk pundaknya lembut, dia menoleh kemudian tersenyum saat Kalana sudah berdiri tepat di belakangnya.“Kenapa nyusulin Abang?”Kalana menggeleng “Ini sudah malam, sebaiknya Abang pulang, lagi pula ngapain Abang sendirian di sini?”Azam menoleh kesekitar, memang dirinya tengah duduk sendirian di tempat tersebut.Azam bergegas menggandeng tangan Kalana untuk kembali pulang meninggalkan tempat favorit dirinya dan Rendi kala melepas penat.***“Lana .. Kalana!” panggil Azam.“Ais .. ono opo toh Zam? Berisik ini, Ibu mau sholat jadi keganggu” tegur wanita paruh baya yang sudah lengkap dengan mukenanya.“Eh, maaf Buk, hem .. lihat Kalana?”“Kalana masih Ibu suruh ke rumah Pak Cik mu, si Syawal, buat nganterin gula dan tepung, buat acara rewangan si Tika yang bentar lagi nikah, kau ini sudah hampir setahun menikah tapi ‘tak bisa lepas sama istrimu barang semenit. Sana kau bantu-bantu juga di sana,”“Ini sebenarnya mau ngajak Kalana kesana, tetapi dia suda
“Dek, Abang dapat pekerjaan di Ibu Kota,”Kalana yang sedang melipat baju di kamar mereka hanya melirik.“Bagaiman?”“Kalau Abang mau kerja di sana ya monggo toh, aku gak akan menghalangi. Kalau Ibu mengijinkan.”“Justru Ibu nyuruh Abang buat nanyak sama kamu, Dek. Kalau kamu setuju kita berangkat setelah selesai acara nikahan anak Pak Cik Syawal.”“Kita? Loh Ibu bagaimana? Siapa yang jaga Ibu di sini?”“Ibu nyuruh kita berdua saja yang berangkat, kalau sendiri, Ibu gak mengizinkan. Di sini, Ibu bareng sama Syaiful katanya,”Kalana hany mengangguk pasrah.“Jadi bagaiman, Dek?” Tanya Azam lagi.“Abang pengen sekali ya kerja di Kota?”Azam mengangguk antusias.Kalana tidak menjawab, dia bangkit dari duduknya kemudian memasukkan baju-baju yang sudah ia lipat rapi ke dalam lemari di sudut kamar mereka.Kalana duduk di samping sang suami dan tersenyum manis ke arahnya.“Di sini Abang kerjanya gak nentu, Dek. Kamu tahu sendiri gimana kerjaan Abang selama ini ‘kan? Kadang ikut melaut, kadan
“Kamu sudah dua hari di sini, tetapi suamimu gak ada inisiatif sama sekali buat jenguk kamu!” Ucap Amira yang sengaja mengeraskan nada suaranya agar terdengar oleh Bapaknya sendiri yang tengah memangku Althaf.Kesal rasanya saat mengetahu dulu kalau adik perempuannya dijodohkan dengan laki-laki yang bahkan sama sekali tidak belajar agama, sedangkan adiknya lulusan terbaik di pondok pesantren tempat dia menuntut ilmu dahulu.Hanya karena laki-laki pilihan Bapak dan Ibunya adalah pemuda yang pekerja keras, sehingga tidak mungkin adiknya akan kekurangan katanya. Padahal rejeki, jodoh dan maut hanya Allah yang menentukan.Bapaknya yang mendengar itu hanya mengelus dada, seraya tersenyum kepada cucu laki-lakinya untuk menutupi rasa sesal yang menyelimut dalam diri.Nilam dan Amira keluar dari kamar, bergabung dengan sang Bapak yang tengah bermain dengan kedua cucunya.“Suami gak ada bilang apa-apa gitu?” Tanya Amira penasaran.Nilam menggeleng.“Gak ada inisiati buat lihat anaknya barang s
Nilam sudah mengirimi pesan sesaat setelah keluar dari rumah itu, tetapi hingga adzan dzuhur berkumandang pesan yang sudah ia kirimkan belum jua dibalas oleh suaminya.Nilam ‘tak ambil pusing, karena dirinya memang sedang tidak enak badan.Sesampainya di rumah orang tuanya, Nilam langsung beristirahat, sedangkan Althaf tengah bermain dengan Saga, keponakannya sendiri, anak tertua Amira.Sedangka Fila, anak bungsu dari Amira sedang ikut Ayahnya pergi, entah kemana. Nilam tak bertanya akan hal itu.Sekarang dia hanya focus untuk memulihkan tubuhnya kembali.“Nil, selama kau sakit, jangan menyentuh Althaf langsung. Kau peras saja Asinya lalu taruh di botol. Kalau nyentuh langsung takutnya nular. Apa lebih baik kakak beli susu formula dulu untuk sementara?” tanyanya meminta pendapat dari sang Adik yang tengah berbaring dengan kompres melekat didahinya.“Kalau dikasih susu formula takutnya nanti setelah aku sembuh Althaf malah gak mau sama Asi nya Kak” jawabnya lirih.Amira tampak berfikir
Arman bekerja dengan begitu keras, tidak peduli siang dan malam. Karena Vivi sendiri lepas tangan, padahal itu adaalah hutang orang tuanya juga. Vivi ‘tak mau ambil pusing akan hal itu. Sehingga Arman harus banting tulang sendiri untuk melunasi hutang Ayahnya, yang kini menjadi hutang di Bank.Arman berinisiatif meminjam uang di Bank dengan mengadai sertifikat rumah tersebut, awalnya Vivi menentang dengan keras karena takut rumah tersebut juga akan di sita oleh pihak Bank. Tetapi untungnya Arman bisa meyakinkan, sehingga hutang Ayahnya kepada rentenir lunas, tinggal hutang di Bank atas nama dirinya.Sehingga Vivi sangat membenci Nilam, karena baru beberapa hari menikah Bapak mereka meninggal dunia dan meninggalkan banyak hutang, begitu juga dengan Ibunya yang baru meninggal 2 bulan yang lalu, yang pada akhirnya harus membuat mereka hidup berdua beserta pasangan masing-masing, di rumah peninggalan orang tuanya tersebut.“Aku kakak tertua, aku adalah pengganti Ibu sekarang, karena bel
Tetapi tiba-tiba Althaf menangis dengan kencangnya. Membuat Nilam terperanjat kaget ia langsung menyudahi pekerjaannya dan berlari menuju kamarnya.Sesampainya di dalam kamar, Althaf tengan telentang seraya menangis dengan kencang, buru-buru menggendong sang buah hati, di telisiknya wajah Althaf dengan seksama, ternyata ada sedikit memar di dahinya.“Mbak, Althaf ini kenapa?” tanyanya kepada kakak Iparnya yang sedari tadi hanya diam melihat Althaf menangis tak henti-hentinya.“Ya, ini semua gara-gara kamu. Kalau punya anak di jaga! Masak di biarin di kamar sendirian!”“Aku lagi nyuci beras buat masak Mbak”“Hallah .. ya bawa saja si Althaf, kalau kamu bawa dia tadi, gak mungkin dia akan kejedot pintu saat aku mau masuk kamar kamu!”Althaf mulai tenang, anak kecil itu menyusu kepada Ibunya.“Mbak mau ngapain ke kamar aku?”“Ya terserah aku mau ngapai aja ke kamar kamu, toh ini masihh rumahku! Ya suka-suka aku lah!”Nilam menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar, percuma
“Nil, kamu harus menikah dengan lelaki pilihan Bapak dan Ibu!”Nilam hanya tertunduk lesu, pasalnya dirinya baru gagal bertunangan dengan pria pilihannya sendiri. Dulu dia sempat lolos dari perjodohan yang kedua orang tuanya tawarkan, karena menerima lamaran dari pria kenalan teman dekatnya. Tetapi siapa sangka, lelaki tersebut hanya mempermainkan perasaannya saja, padahal kedua orang tua masing-masing sudah mengetahui hubungan mereka.Dan kini, mau tidak mau, suka tidak suka, Nilam harus menerima perjodohan tersebut, lelaki yang dulu masih orang tuanya jodohkan kepadanya.Hingga pernikahan tanpa cinta pun terjadi, semua berjalan lancar sesuai kehendak kedua orang tuanya.“Kamu cepat hamil ya, cepat punya anak. Ibu sama Bapak ingin menggendong cucu dari kamu.” Ibunya berkata seraya menyerahkan jamu subur kepada Nilam yang kebetulan bertandang ke rumah orang tuanya.Padahal pernikahan keduanya baru berjalan 3 bulan, tetapi kedua orang tuanya sudah tidak sabar, dan memaksa Nilam untuk
Malam kembali datang, menyapa mereka yang ingin ketenangan.Yesa kembali berkumpul dengan saudaranya yang lain, saling bersenda gurau seperti biasanya.Tiba-tiba saja Mertuanya datang bersama seseorang yang tidak terlalu bisa dia kenali, karena kedua orang tuanya dan juga saudaranya yang lain untuk menyuruhnya kembali masuk ke dalam kamar.Yesa mendengarkan semua pembicaraan dan perdebatan diantara mereaka, karena memang kamarnya berada tepat di samping ruang tamu.“Kami meminta maaf atas nama Agam putraku”“Kami sudah memaafkannya, besan. Tetapi maaf, untuk kembali menjadi istri Nak Agam putri bungsu saya sudah tidak bisa, dan kami berhak memberinya keputusan atas dirinya sendiri.” Jelas sang Ayah sembari menangkupkan kedua tangannya pertanda memohon maaf.“Tidak bisakah mereka kembali seperti dulu?”Ayah dari Yesa menggeleng, “Tidak, maaf!” ucapnya tegas.Lelaki tersebut menghela nafas berat, dia harus terima jika keputusan yang diambil kali ini adalah memisahkan putranya dan sang
“Nelfon siapa?” Tanya Agam tiba-tiba.Agam kembali ke kamar dan mendapati istrinya mendekatkan posel ke telinganya, pertanda sedang menpon seseorang.“Mbak Tya”“Buat apa?”“Minta di jemput, ‘kan kamu sendiri yang ngusir tadi!” Tanpa banyak bicara Agam langsung mengambil ponsel istrinya dan berlalu pergi begitu saja meninggalkan Yesa di kamar mereka sendirian.‘Pergilah dari sini, tinggalkan pria tak tahu diri seperti dirinya. Selagi kalian belum memiliki anak, kau harus hidup bebas Yesa. Jangan biarkan lelaki itu terus menindasmu!’Yesa menghela nafas, mau tidak mau dia harus pakai cara lain. Selama ini dia sudah cukup diam, toh mereka tidak memiliki anak untuk dipertahankan, lebih baik sendiri dari pada nelangsa dan makan hati tiap hari.Yesa membulatkan tekadnya untuk pergi dari kehidupan Agam. Dia akan pergi, dan harus pergi!Siang itu Yesa bersiap pergi dengan membawa beberapa helai bajunya yang ia sembunyikan di tas dagangannya.“Mau kemana kamu?” Tanya kakak Iparnya.“Mau ngan
“Dek, baju kamu kok begitu sih? Gak usah pake celana lah!”“Kenapa? setidaknya bajuku panjang sampai betis kok”“Iya aku gak suka! Ganti baju sana, nurut sama suami!”Yesa menurut, padahal sebentar lagi mereka akan berangkat kondangan ke rumah saudaranya. Sedari tadi malam Yesa sudah membantu di rumah saudaranya itu hingga larut, baru kembali pulang. Pagi-pagi juga begitu, hingga hari berganti siang, dan siang berganti sore, Yesa seharian itu membantu tanpa istirahat.Itu pun terkadang masih saja salah di mata orang-orang sekitarnya, entah karena sudah terhasut gunjingan Ipar atau mertuanya, atau memang orang-orang sana yang memang tidak suka atas apa yang dilakukan oleh Yesa. Padahal setahunya, dirinya tidak pernah berbuat masalah kepada orang lain.Yesa kembali menemui Agam dengan memakai gamis syar’I yang menurutnya terlalu kebesaran, tetapi begitulah. Apalagi dirinya di kenal dengan menantu dan Istri dari seorang Ustadz. Jadi dia harus bisa menjaga penampilannya sesantun mungkin
“Dia Lina, salah satu waninta yang ikut clup touring”“Harus ya, sampai meluk gitu?”“Memangnya kenapa? Toh hanya teman! Anak-anak di clup juga pada tahu kok kalau aku sudah menikah! Sudahlah jangan memperpanjang sesuatu yang tidak penting! Jangan berlebihan dalam menanggapi sesuatu!” ujarnya ketus.Agam melenggang pergi keluar dari kamarnya meninggalkan Yesa sendiri yang masih mematung di tempatnya.Apa katanya? Yesa berlebihan dalam menanggapi sesuatu? Lalu yang dilakukan selama ini kepada Yesa apa? Bukankah dia yang terlalu berlebihan? Sedangkan Yesa hanya bertanya saja! Yesa menghela nafas seraya menggelengkan kepalanya perlahan, dirinya pergi ke dapur untuk membuatkan makan siang atau sekedar kopi untuk suaminya yang baru pulang ke rumah setelah bepergian jauh.Yesa melihat di luar suaminya menerima sebuah paket yang cukup mahal baginya, tanpa berlama-lama lagi Agam langsung memasang besi tambahan yang kurir berikan tadi.“Dimodif lagi?” Tanya Yesa kemudian meletakkan kopi yang