“William, apa yang kau pikirkan?” Marsha melangkah menghampiri sang suami yang berdiri di balkon kamar. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu, memberikan cangkir yang berisikan teh pada sang suami. Sebelum masuk ke dalam kamar, Marsha sengaja membuatkan secangkir teh hangat untuk suami tercinta. “Terima kasih.” William menerima cangkir yang berisikan teh hangat itu, dan meminumnya perlahan. “Aku memikirkan tentang putramu yang selalu membuat masalah.” William melanjutkan ucapannya. Nada bicara pria paruh baya itu dingin dan tersirat menahan kesal. “Putraku?” Kening Marsha mengerut dalam. Detik itu juga otak Marsha langsung bekerja. “Maksudmu Dominic?” tanyanya yang memiliki dugaan kuat, yang di maksud oleh William adalah Dominic. “Siapa lagi yang sering membuat masalah?” William membalikan ucapan Marsha. “Ck! Jadi sekarang kau mengakui kalau Dominic hanya anakku? Bukan lagi anakmu?” Marsha mendelik tajam, menatap kesal William. Jika biasanya, William marah kalau dirinya h
Dominic dan Camelia melangkah masuk ke dalam ruangan di mana William dan Marsha berada. Terlihat tatapan William dan Marsha menatap Dominic dan Camelia begitu lekat. Tatapan yang tersirat jelas bahwa mereka sedang mengintrogasi. Jika biasanya Marsha langsung mencium dan memeluk Dominic, setiap kali melihat Dominic, kali ini Marsha menunjukan sikap yang berbeda. Marsha hanya menatap dingin putranya itu. Bagaimana pun, Marsha kecewa karena putranya telah berbohong. “Paman … Bibi …” Camelia menyapa penuh sopan pada William dan Marsha. “Kau masih memanggilku dan suamiku dengan sebutan itu? Bukankah aku sudah memintamu untuk memanggilku dan suamiku dengan sebutan Mommy dan Daddy?” Marsha membalikan sapaan Camelia, dengan perkataan yang tegas. Camelia menggigit bibir bawahnya pelan. “M-maafkan aku, Bi … maksudku, Mommy.” Buru-buru, Camelia meralat panggilannya. Memang, Camelia ingat perkataan Marsha tempo hari yang meminta dirinya memanggil Marsha dan William dengan sebutan Mommy dan
Marsha membawa Camelia ke kamar tamu di mansion Dominic. Tampak jelas raut wajah wanita paruh baya itu memendung rasa kesal mendalam. Marsha tak menyangka putra bungsunya benar-benar mengambil kesempatan akan sifat polos Camelia. Sungguh, mengingat itu semua membuat Marsha semakin emosi dan kesal pada putra bungsunya itu. “Mom, kenapa Mommy membawaku ke sini?” tanya Camelia polos dan penuh sopan, kala dirinya dan Marsha sudah duduk di ranjang. Marsha menghela napas dalam. “Ada hal yang harus Mommy bicarakan padamu, Camelia.” “Apa itu, Mom?” Manik mata abu-abu Camelia, menatap hangat Marsha. “Camelia, sudah berapa kali kau memiliki kekasih?” tanya Marsha ingin tahu kehidupan pribadi Camelia. “Hanya Dominic saja, Mom. Aku tidak pernah dekat dengan pria mana pun. Sejak dulu aku homeschooling. Aku juga tidak memiliki banyak teman,” jawab Camelia pelan. Marsha terdiam sebentar mendengar jawaban Camelia. Sekarang Marsha paham kenapa Camelia benar-benar polos. Ternyata memang ruang lin
“Akh—” Camelia meringis kala Dominic memberikan tanda merah di dadanya. Pria itu mengisap puncak dada Camelia, layaknya bayi yang kelaparan. Pun tanda merah yang diberikan Dominic tak hanya satu, melainkan sangat banyak. Dada Camelia sudah penuh akibat kissmark yang Dominic ciptakan. Rasa perih, geli, nikmat semua melebur menjadi satu. “Dominic, pelan. Sakit—” Camelia meremas pelan rambut Dominic. Kepala pria itu tengah berada di dadanya. Beberapa kali Camelia merintih kesakitan, tapi tetap Dominic tak mau melepaskan. Bahkan ujung puncak dada Camelia sampai digigiti oleh Dominic. “Akh, Dominic—” Dada Camelia membusung. Matanya terpejam, menahan rasa perih. Lalu, perlahan, kuluman yang Dominic ciptakan mulai melembut. Ringisan perih itu tergantikan dengan desahan nikmat. Dominic melepaskan kuluman itu. Lantas, mensejajarkan wajahnya di wajah Camelia. “Masih ingin memberitahu orang lain tentang aku yang tak ingin memakai pengaman, hm?” bisiknya di depan bibir Camelia. Camelia mengge
“William, kenapa Dominic dan Camelia belum turun juga?” Marsha menatap William yang duduk di sampingnya. Wanita paruh baya itu kini bersama dengan sang suami, tengah duduk di kursi meja makan, menunggu Dominic dan Camelia turun. “Tunggulah sebentar lagi,” jawab William seraya menyesap teh di tangannya. Jika biasanya, William itu kesal dan marah, kali ini William berusaha lebih tenang. Marsha menghela napas dalam. “Awas saja kalau Dominic berbuat yang aneh-aneh pada Camelia. Aku akan memberikan hukuman pada anak nakal itu!” Marsha mendengkus sebal. Putra bungsunya memang paling sulit diatur. “Kau sekarang tahu kan, kenapa aku sering kesal padanya?” William membalikan ucapan Marsha. Pasalnya, selama ini Marsha selalu membela Dominic. Marsha mendecakan lidahnya pelan. Tatapannya menatap jengkel sang suami, yang menyudutkan dirinya. Memang, Marsha akui selama ini dirinya selalu membela Dominic. Tapi itu semua karena sang suami pun sudah keterlaluan. “Maaf, kami terlambat.” Dominic da
Camelia menggigiti kukunya, dengan raut wajah yang menunjukan kecemasan. Sudah sejak tadi, Camelia menunggu Dominic masuk ke dalam kamar, tapi nyatanya Dominic tak kunjung datang. Padahal Camelia sudah sangat ingin sekali mengajukan pertanyaan pada Dominic. Ya, setelah makan malam, Camelia segera masuk ke dalam kamar. Begitupun dengan William dan Marsha—yang sudah masuk ke dalam kamar mereka. Harusnya, dijam seperti ini Camelia sudah tidur pulas. Tapi, sayangnya Camelia tak bisa tidur, karena Dominic belum kembali dari ruang kerja pria itu. Terakhir, Camelia bertanya pada pelayan, dan pelayan itu mengatakan Dominic masih berbicara dengan Eldon. Entah hal apa saja yang Dominic bicarakan dengan Eldon. Banyak dugaan muncul di benak Camelia, tapi Camelia tak bisa menduga-duga kalau belum menanyakan kepastian pada Dominic. “Dominic, kenapa lama sekali?” gumam Camelia seraya mendudukan tubuhnya ke ranjang. Gadis itu sedikit tak sabar menunggu Dominic. Sepanjang makan malam berlangsung, h
“Dominic, ingat pesan Mommy, kau jangan macam-macam. Jangan berani kau lukai hati Camelia. Kau juga tidak boleh bersikap egois pada Camelia. Satu hal yang paling utama adalah kau wajib bertanggung jawab. Jika kau berani berbuat, maka kau harus berani bertanggung jawab.” Marsha memberikan nasihat pada putra bungsunya itu. Nada bicara Marsha lembut tapi penuh ketegasan, yang tak mau dibantahkan. Wanita paruh baya itu kini bersama dengan William serta Dominic dan Camelia di depan pintu. Pagi ini Marsha dan William sudah harus pulang. Mereka tidak bisa berlama-lama tinggal di rumah Dominic, karena Marsha dan William pun masih memiliki kesibukan yang tak bisa mereka tinggalkan.“Ya, Mom. Kau sudah mengatakan itu ribuan kali.” Dominic menjawab dengan nada datar, menahan sedikit kesal. Bukan tak mau mendengarkan pesan sang ibu, tapi ibunya itu sudah mengingatkannya berkali-kali. Sampai telinga Dominic jengah mendengar ucapan ibunya itu. “Ck! Anak nakal, berani kau mengatakan itu pada Mommy
Dominic memejamkan mata singkat seraya memijat keningnya. Pria itu menyandarkan punggungnya di kursi dengan raut wajah yang sedikit kacau. Banyak hal yang Dominic pikirkan, hingga mengusik ketenangannya. Pun hal yang Dominic pikiran itu telah membuat hari-harinya buruk. Akan tetapi, Dominic tetap harus menampilkan wajah pura-pura tidak terjadi apa pun, di hadapan Camelia dan keluarganya. Dominic tak mau sampai ada orang yang mencurigainya. Sejak dulu, Dominic memang sangat amat tertutup, sekalipun pada keluarganya sendiri. Itu alasan kenapa keluarganya tidak tahu sama sekali tentang dirinya. Dominic lebih banyak diam. Bahkan setiap kali ada acara keluarga, Dominic lebih memilih duduk menyendiri seraya menikmati alkohol. Dominic mengentuk-ngetuk mejanya menggunakan telunjuk kokohnya. Sepasang iris mata cokelat Dominic, berkilat tajam, memikirkan sesuatu. Laporan Eldon kemarin, membuat Dominic tak bisa tenang. Dominic sudah tak sabar untuk menghabisi Burke dengan tangannya sendiri. R
Pemberitaan tentang Camelia di media semakin meluas. Nama Camelia kian melambung akibat rekaman suaranya yang menjadi trending pertama. Tak sedikit media yang selalu ingin mewawancarai Camelia. Memang, sejak di mana Camelia banyak sekali dikenal publik, Dominic membatasi Camelia berinteraksi pada media. Pasalnya, Dominic tak ingin Camelia kelelahan. Usia kandungan Camelia yang sudah mulai besar membuat Dominic sangat memilih-milih apa yang Camelia lakukan dan tak dilakukan. Jika ditanya, maka Camelia pun tak pernah mengira akan berada di titik sekarang. Camelia seperti berada di dalam dunia mimpi. Memiliki suami yang luar biasa hebat, dan karir yang cemerlang. Hari demi hari, Camelia selalu lewati dengan penuh kebahagiaan. Tak pernah sedikit pun Camelia mengeluh, karena hidupnya sekarang memang sudah berkelimpahan dengan berkat kebahagiaan. Dan hari ini akan menjadi hari di mana yang mengukir sejarah. Untuk pertama kalinya Camelia akan turun di konser penghargaan musik. Ya, jelas
Hari berganti hari. Usia kandungan Camelia sudah memasuki enam belas minggu—yang mana Camelia sudah memasuki trimester kedua. Perut Camelia semakin membesar. Setiap kali orang melihat Camelia pasti menduga kalau Camelia tengah hamil tujuh bulan. Wajar saja, selain hamil kembar, Camelia juga hobby sekali makan. Setiap jam, Camelia selalu lapar. Jadi tak heran kalau melihat tubuh Camelia sekarang lebih berisi dari sebelumnya. Weekend ini, Camelia akan turut serta dalam konser penghargaan musik. Hidup Camelia sehari-hari memang kerap masuk dapur rekaman suara. Hamil, sama sekali tidak menghalangi Camelia dalam meraih impiannya. Pun Dominic sangat mendukung apa pun hal positive yang dilakukan Camelia. Tentunya, Camelia tetap dalam pengawasan ketat dokter kandungan. Sekalipun, Dominic membebaskan Camelia untuk berkarir tetap saja Dominic sangat menjaga ketat Camelia. Makanan yang Camelia makan saja wajib dari chef terbaik, dan tidak boleh sembarangan. Dominic memang ingin memberikan yang
Camelia tak henti tersenyum sambil mengusap perut buncitnya. Ingatan Camelia mengingat perkataan ibu mertuanya yang mengatakan dirinya hamil bayi kembar. Hatinya bergetar dilingkupi kebahagiaan. Tentu, Camelia sangat senang jika bayi beruang yang ada di perutnya adalah kembar.Sejak awal, impian Camelia adalah memiliki banyak anak dari Dominic. Camelia ingin sekali mansionnya penuh dengan canda dan tawa dari anak-anaknya kelak. Sungguh, membayangkan itu semua, membuat Camelia terus melukiskan senyuman bahagia. “Camelia, apa kau sudah siap?” Dominic melangkah mendekat pada Camelia yang berada di kamar sambil menatap cermin. Camelia mengalihkan pandangannya, menatap Dominic yang mendekat padanya. “Sudah, Sayang. Tadi siapa yang menghubungimu?” tanyanya ingin tahu. Baru saja Dominic keluar, karena mendapatkan telepon. Akan tetapi, Camelia tidak tahu sang suami mendapatkan telepon dari siapa. “Irwin Leaman yang menghubungiku. Dia mengatakan konser penghargaan musik akan diadakan bulan
Kabar tentang Camelia telah rekaman suara, dan berhasil menjadi trending topic membuat keluarga Geovan kerap dimintai wawancara oleh wartawan. Hal ini kadang membuat seluruh anggota tanpa terkecuali cukup risih dengan kejaran para wartawan. Akan tetapi, keluarga Geovan nampak tetap mendukung Camelia. Walau tak dipungkiri, bisa dikatakan Camelia telah mengukir sejarah. Selama ini, belum pernah ada anggota keluarga Geovan yang masuk ke dalam dunia entertainment. Seluruh anggota keluarga selalu murni pengusaha. Hari berlalu begitu cepat. Dominic dan Camelia kini telah kembali ke kota yang menjadi tempat di mana mereka tinggali. Beberapa minggu berbulan madu di Spanyol, telah meninggalkan jutaan memori indah yang tak bisa diungkap oleh kata. Bukan hanya memori indah tentang mereka berdua, tapi memori di mana perjalanan karir Camelia dimulai. Siapa yang menyangka sosok yang terkenal memiliki jutaan kekurangan rupanya memiliki segudang talenta yang belum tentu dimiliki oleh orang lain.
Satu minggu sudah Dominic dan Camelia berbulan madu. Dua hari pertama Dominic dan Camelia menikmati waktu mereka berjalan-jalan di Madrid. Sekarang mereka berada di Barcelona menikmati keindahan kota terbesar kedua di Spanyol. Tiga hari lalu, setelah Camelia melakukan rekaman suara, dia belum mendapatkan info apa pun, karena proses masuk ke dalam kanal youtube tidak bisa langsung. Tentu selama berada di Barcelona, Dominic mengajak Camelia berjalan-jalan ke tempat romantis. Dominic mengalihkan perhatian Camelia agar tak terlalu memikirkan hasil dari test pasar yang akan dilakukan pihak PH tempo hari. Pun memang Dominic selalu mendukung apa pun yang Camelia lakukan. Jikalau, sang istri gagal tetap baginya Camelia telah melakukan yang terbaik. Plaza de España adalah tempat yang kini tengah Dominic dan Camelia kunjungi. Dua insan yang saling mencintai itu sudah datang ke Plaza de España menikmati indahnya pagi. Dominic memeluk pinggang Camelia menatap pemandangan indahnya bangunan yang
Langkah kaki Dominic dan Camelia sama-sama terhenti kala sosok pria berdiri menghalangi langkah mereka. Tampak Dominic dan Camelia menatap pria asing di hadapan mereka. Tinggi tubuh pria asing itu nyaris sama seperti tinggi tubuh Dominic. Hanya saja dari wajah pria asing itu sepertinya jauh lebih tua dari Dominic. “Kau siapa?” Dominic bertanya tanpa basa-basi. Sepasang iris mata cokelat gelap Dominic menatap dingin pria asing yang menghalangi langkahnya itu. “Irwin Leaman. Namaku Irwin Leaman. Maaf, apa benar kau Tuan Dominic Geovan?” Pria bernama Irwin Leaman tersenyum sopan ke hadapan Dominic. “Dari mana kau mengenalku?” Sebelah alis Dominic, penuh selidik. Dominic nampak seperti mengenal pria bernama ‘Irwin Leaman’, namun Dominic lupa. Irwin kembali tersenyum. “Aku pemilik Leaman Framont, salah satu Production House Di New York. Aku cukup sering bertemu dengan ayahmu.”Dominic terdiam sejenak mendengar apa yang dikatakan Irwin. Nama ‘Leaman Framont’, benar-benar tak asing di te
Para pelayan nampak tengah sibuk membawakan barang-barang milik Dominic dan Camelia masuk ke dalam mobil. Tak hanya barang-barang saja, tapi beberapa cemilan khusus juga wajib dibawa. Tentu, karena Camelia tak bisa menahan lapar. Camelia kerap mengemil setiap satu jam sekali atau dua jam sekali. Seperti yang Camelia kerap katakan dirinya tengah hamil bayi beruang, jadi wajar saja kalau Camelia mudah sekali lapar. “Dominic, kenapa kita tidak naik mobil saja ke Barcelona? Kalaiu menggunakan mobil hanya memakan waktu tidak sampai enam jam, Dominic,” kata Camelia yang ingin menuju ke Barcelona lewat darat. Camelia sedang enggan lewat udara. Terlebih Madrid ke Barcelona tidaklah jauh. Ya, sesuai dengan janji Dominic, hari ini Dominic akan mengajak Camelia ke Barcelona. Hanya saja tadi malam Camelia meminta ke Barcelona lewat jalur darat. Itu adalah permintaan konyol yang tak mungkin Dominic setujui. “Camelia Madrid ke Barcelona memakan waktu hampir enam jam. Kau pasti akan kelelahan,” u
Camelia memejamkan mata seraya merentangkan kedua tangannya, menikmati udara sore di hutan. Tak menampik, Camelia merindukan moment di mana dirinya dan Dominic menikmati bersama di hutan waktu dulu. Kala itu Camelia masih menjadi tawanan Dominic. Siapa yang sangka kalau dalam sekejap semuanya berubah. Camelia jatuh cinta pada pria yang menyandera dirinya. Kalau orang dengar pasti akan berpikir dirinya sudah tak waras. Tapi inilah fakta yang ada. “Kau di sini rupanya.” Dominic memeluk pinggang Camelia dari belakang, membenamkan wajahnya di leher istrinya itu. Sedari tadi Dominic mencari keberadaan sang istri, malah ternyata istrinya ada di belakang rumah menikmati udara sore hari yang menyejukan. Camelia tersenyum saat Dominic memeluknya dari belakang. Camelia memeluk tangan Dominic sambil berkata, “Sayang, dulu pertama kali kau membawaku ke hutan, aku sangat takut, tapi sekarang berbeda. Memang, aku masih sedikit takut, tapi sudah jauh lebih baik. Buktinya tadi aku bisa dekat denga
Madrid, Spain. Camelia menatap hamparan jalanan kota Madrid dari dalam mobil. Camelia tersenyum hangat. Rasanya sudah lama dirinya meninggalkan kota kelahirannya. Padahal Camelia belum meninggalkan Madrid sampai satu tahun, tapi nampaknya Camelia sudah sangat merindukan kota kelahiran dan kota di mana dirinya dibesarkan. Madrid menjadi kota di mana Camelia menyimpan jutaan kenangan. Kenangan indah, dan kenangan tidak menyenangkan ada di kota itu. Namun, sekalipun ada kenangan tidak menyenangkan, Camelia tetaplah sangat bahagia. Karena Madrid pun mempertemukannya dengan belahan jiwanya. “Camelia, apa kau ingin kita langsung ke pemakaman ibu dan saudara kembarmu?” tanya Dominic seraya membelai pipi Camelia. Camelia mengangguk. “Ya, aku ingin ke makam mereka sekarang, Sayang. Aku merindukan mereka.” Dominic mengecup kening Camelia, menyetujui keinginan sang istri tercinta. Ya, baru saja mendarat di Madrid, Dominic pun langsung menawarkan pada Camelia untuk mengunjungi makam. Sepanja