Sudah dua puluh menit lamanya, Shawn dan Oliver berdiri akibat hukuman dari Dominic. Dua bocah laki-laki itu nampak tak bergeming sama sekali dari tempat mereka. Seharusnya, Shawn sudah tak lagi menjalani hukuman, karena Dominic menghukum Shawn hanya berdiri selama dua puluh menit saja. Akan tetapi, nampaknya Shawn masih tak mau duduk. Mungkin Shawn menemani Oliver yang dihukum selama tiga puluh menit berdiri. Kini Shawn tidak lagi menyalahkan Oliver. Pasalnya, Oliver sudah mendapatkan hukuman dari Dominic. Itu yang membuat Shawn tak mau lagi mengungkit-ungkit kejadian tadi.“Shawn … Oliver …” Camelia melangkah menghampiri Shawn dan Oliver, sambil membawakan dua piring yang berisikan pasta carbonara dan juga salmon panggang. Tadi dikala Shawn dan Oliver tengah menjalani hukuman, Camelia membuatkan makanan untuk Shawn dan Oliver. Camelia yakin pasti Shawn dan Oliver lapar. “Ya, Bibi?” Shawn dan Oliver menjawab sapaan Camelia. Camelia tersenyum. “Ayo duduk. Aku membuatkan makanan unt
“William, apa yang kau pikirkan?” Marsha melangkah menghampiri sang suami yang berdiri di balkon kamar. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu, memberikan cangkir yang berisikan teh pada sang suami. Sebelum masuk ke dalam kamar, Marsha sengaja membuatkan secangkir teh hangat untuk suami tercinta. “Terima kasih.” William menerima cangkir yang berisikan teh hangat itu, dan meminumnya perlahan. “Aku memikirkan tentang putramu yang selalu membuat masalah.” William melanjutkan ucapannya. Nada bicara pria paruh baya itu dingin dan tersirat menahan kesal. “Putraku?” Kening Marsha mengerut dalam. Detik itu juga otak Marsha langsung bekerja. “Maksudmu Dominic?” tanyanya yang memiliki dugaan kuat, yang di maksud oleh William adalah Dominic. “Siapa lagi yang sering membuat masalah?” William membalikan ucapan Marsha. “Ck! Jadi sekarang kau mengakui kalau Dominic hanya anakku? Bukan lagi anakmu?” Marsha mendelik tajam, menatap kesal William. Jika biasanya, William marah kalau dirinya h
Dominic dan Camelia melangkah masuk ke dalam ruangan di mana William dan Marsha berada. Terlihat tatapan William dan Marsha menatap Dominic dan Camelia begitu lekat. Tatapan yang tersirat jelas bahwa mereka sedang mengintrogasi. Jika biasanya Marsha langsung mencium dan memeluk Dominic, setiap kali melihat Dominic, kali ini Marsha menunjukan sikap yang berbeda. Marsha hanya menatap dingin putranya itu. Bagaimana pun, Marsha kecewa karena putranya telah berbohong. “Paman … Bibi …” Camelia menyapa penuh sopan pada William dan Marsha. “Kau masih memanggilku dan suamiku dengan sebutan itu? Bukankah aku sudah memintamu untuk memanggilku dan suamiku dengan sebutan Mommy dan Daddy?” Marsha membalikan sapaan Camelia, dengan perkataan yang tegas. Camelia menggigit bibir bawahnya pelan. “M-maafkan aku, Bi … maksudku, Mommy.” Buru-buru, Camelia meralat panggilannya. Memang, Camelia ingat perkataan Marsha tempo hari yang meminta dirinya memanggil Marsha dan William dengan sebutan Mommy dan
Marsha membawa Camelia ke kamar tamu di mansion Dominic. Tampak jelas raut wajah wanita paruh baya itu memendung rasa kesal mendalam. Marsha tak menyangka putra bungsunya benar-benar mengambil kesempatan akan sifat polos Camelia. Sungguh, mengingat itu semua membuat Marsha semakin emosi dan kesal pada putra bungsunya itu. “Mom, kenapa Mommy membawaku ke sini?” tanya Camelia polos dan penuh sopan, kala dirinya dan Marsha sudah duduk di ranjang. Marsha menghela napas dalam. “Ada hal yang harus Mommy bicarakan padamu, Camelia.” “Apa itu, Mom?” Manik mata abu-abu Camelia, menatap hangat Marsha. “Camelia, sudah berapa kali kau memiliki kekasih?” tanya Marsha ingin tahu kehidupan pribadi Camelia. “Hanya Dominic saja, Mom. Aku tidak pernah dekat dengan pria mana pun. Sejak dulu aku homeschooling. Aku juga tidak memiliki banyak teman,” jawab Camelia pelan. Marsha terdiam sebentar mendengar jawaban Camelia. Sekarang Marsha paham kenapa Camelia benar-benar polos. Ternyata memang ruang lin
“Akh—” Camelia meringis kala Dominic memberikan tanda merah di dadanya. Pria itu mengisap puncak dada Camelia, layaknya bayi yang kelaparan. Pun tanda merah yang diberikan Dominic tak hanya satu, melainkan sangat banyak. Dada Camelia sudah penuh akibat kissmark yang Dominic ciptakan. Rasa perih, geli, nikmat semua melebur menjadi satu. “Dominic, pelan. Sakit—” Camelia meremas pelan rambut Dominic. Kepala pria itu tengah berada di dadanya. Beberapa kali Camelia merintih kesakitan, tapi tetap Dominic tak mau melepaskan. Bahkan ujung puncak dada Camelia sampai digigiti oleh Dominic. “Akh, Dominic—” Dada Camelia membusung. Matanya terpejam, menahan rasa perih. Lalu, perlahan, kuluman yang Dominic ciptakan mulai melembut. Ringisan perih itu tergantikan dengan desahan nikmat. Dominic melepaskan kuluman itu. Lantas, mensejajarkan wajahnya di wajah Camelia. “Masih ingin memberitahu orang lain tentang aku yang tak ingin memakai pengaman, hm?” bisiknya di depan bibir Camelia. Camelia mengge
“William, kenapa Dominic dan Camelia belum turun juga?” Marsha menatap William yang duduk di sampingnya. Wanita paruh baya itu kini bersama dengan sang suami, tengah duduk di kursi meja makan, menunggu Dominic dan Camelia turun. “Tunggulah sebentar lagi,” jawab William seraya menyesap teh di tangannya. Jika biasanya, William itu kesal dan marah, kali ini William berusaha lebih tenang. Marsha menghela napas dalam. “Awas saja kalau Dominic berbuat yang aneh-aneh pada Camelia. Aku akan memberikan hukuman pada anak nakal itu!” Marsha mendengkus sebal. Putra bungsunya memang paling sulit diatur. “Kau sekarang tahu kan, kenapa aku sering kesal padanya?” William membalikan ucapan Marsha. Pasalnya, selama ini Marsha selalu membela Dominic. Marsha mendecakan lidahnya pelan. Tatapannya menatap jengkel sang suami, yang menyudutkan dirinya. Memang, Marsha akui selama ini dirinya selalu membela Dominic. Tapi itu semua karena sang suami pun sudah keterlaluan. “Maaf, kami terlambat.” Dominic da
Camelia menggigiti kukunya, dengan raut wajah yang menunjukan kecemasan. Sudah sejak tadi, Camelia menunggu Dominic masuk ke dalam kamar, tapi nyatanya Dominic tak kunjung datang. Padahal Camelia sudah sangat ingin sekali mengajukan pertanyaan pada Dominic. Ya, setelah makan malam, Camelia segera masuk ke dalam kamar. Begitupun dengan William dan Marsha—yang sudah masuk ke dalam kamar mereka. Harusnya, dijam seperti ini Camelia sudah tidur pulas. Tapi, sayangnya Camelia tak bisa tidur, karena Dominic belum kembali dari ruang kerja pria itu. Terakhir, Camelia bertanya pada pelayan, dan pelayan itu mengatakan Dominic masih berbicara dengan Eldon. Entah hal apa saja yang Dominic bicarakan dengan Eldon. Banyak dugaan muncul di benak Camelia, tapi Camelia tak bisa menduga-duga kalau belum menanyakan kepastian pada Dominic. “Dominic, kenapa lama sekali?” gumam Camelia seraya mendudukan tubuhnya ke ranjang. Gadis itu sedikit tak sabar menunggu Dominic. Sepanjang makan malam berlangsung, h
“Dominic, ingat pesan Mommy, kau jangan macam-macam. Jangan berani kau lukai hati Camelia. Kau juga tidak boleh bersikap egois pada Camelia. Satu hal yang paling utama adalah kau wajib bertanggung jawab. Jika kau berani berbuat, maka kau harus berani bertanggung jawab.” Marsha memberikan nasihat pada putra bungsunya itu. Nada bicara Marsha lembut tapi penuh ketegasan, yang tak mau dibantahkan. Wanita paruh baya itu kini bersama dengan William serta Dominic dan Camelia di depan pintu. Pagi ini Marsha dan William sudah harus pulang. Mereka tidak bisa berlama-lama tinggal di rumah Dominic, karena Marsha dan William pun masih memiliki kesibukan yang tak bisa mereka tinggalkan.“Ya, Mom. Kau sudah mengatakan itu ribuan kali.” Dominic menjawab dengan nada datar, menahan sedikit kesal. Bukan tak mau mendengarkan pesan sang ibu, tapi ibunya itu sudah mengingatkannya berkali-kali. Sampai telinga Dominic jengah mendengar ucapan ibunya itu. “Ck! Anak nakal, berani kau mengatakan itu pada Mommy
Beberapa bulan berlalu … Praha, Republik Ceko. Bangunan kastil kuno di Praha diselimuti oleh salju. Musim dingin di Praha tak mengurangi keindahan bangunan kuno kastil yang terkenal di Praha. Praha adalah ibu kota Republik Ceko yang terkenal memiliki bangunan kastil kuno yang memukau. Tak heran jika banyak pengunjung yang berdatangan ke kota yang indah itu. “Dionte, Dominus. Jangan jauh-jauh mainnya. Nanti kalian hilang.” Camelia berseru mengingatkan kedua anak laki-laki kembarnya. Raut wajah Camelia sedikit kesal karena Dionte dan Dominus begitu asik bermain salju. Padahal Camelia sangatlah cemas takut terjadi hal buruk pada kedua anak laki-lakinya itu. “Mereka akan baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir.” Dominic membelai pipi Camelia menenangkan sang istri. Ya, kini Dominic tengah mengajak istri dan anak-anaknya berlibur di Republik Ceko. Camelia menghela napas dalam. “Aku hanya takut kalau anak-anak kita hilang, Dominic. Mereka bayi beruang kesayanganku.” Dominic tersenyum
Bayi mungil cantik begitu tenang berada di dalam pelukan Camelia. Air mata haru bahagianya pun terjatuh. Pipi bulat merah persis seperti tomat. Rambut tebal. Bayi perempuan Camelia dan Dominic itu lahir dengan sempurna dan sangat cantik. Selama proses melahirkan, Camelia benar-benar tak mendapatkan kesulitan. Dominic begitu siaga berada di sisi Camelia. Tak bisa diungkapkan oleh kata, betapa bahagianya Camelia dan Dominic atas kelahiran anak perempuan mereka. Saat ini di ruang rawat VVIP, telah dihadiri oleh keluarga besar Camelia dan keluarga besar Dominic. Tentu Dionte dan Dominus pun sudah datang menyambut adik mereka. Sejak tadi bahkan Dionte dan Dominus nampak sangat girang melihat adik mereka telah lahir. “Dominus adikku cantik sekali seperti boneka.” Dionte bertepuk tangan riang. “Dia adikku juga, Kak.” Dominus melipat tangan di depan dada, menatap jengkel Dionte. Dominic tersenyum sambil mengusap-usap puncak kepala kedua putranya. “Dia adik kalian. Ingat, kalian harus me
Beberapa bulan berlalu … Camelia memakan ice cream, dengan posisi cup besar ice cream berada di atas perut buncitnya. Tampak Camelia begitu lahap memakan ice cream yang baru saja diantar oleh pelayan. Keuntungan hamil adalah Camelia bisa makan sepuasnya, tanpa peduli timbangan akan geser ke kanan. Ditambah, Dominic tak perlah mempermasalahkan bentuk tubuh Camelia. Itu kenapa membuat Camelia semakin suka makan. Usia kandungan Camelia saat ini memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Dokter mengatakan hanya tinggal menunggu hari, anak yang ada di kandungan Camelia akan segera lahir. Dan hal itu yang membuat Dominic tak sama sekali ke kantor. Dominic meminta asistennya yang mengurus pekerjaannya selama tak bisa datang ke kantor. Ngomong-ngomong, Camelia kini mengandung anak perempuan. Untuk kali ini Camelia tidak mengandung anak kembar. Akan tetapi, meski Camelia tak mengandung bayi kembar tetap saja berat badan Camelia naik drastis. Bagaimana tidak? Camelia memiliki hobby makan. Jadi waj
Sebuah restoran di New York dengan bangunan tiga lantai megah, sangat ramai didatangi oleh pengunjung. Para pelayan sejak tadi mondar-mandir sibuk karena harus mengantarkan makanan pesanan para pelanggan. Ya, Camelia ditemani oleh Dominic berada di restoran milik ayahnya. Tentu, restoran Martin Luciano bisa sebesar dan semegah sekarang, karena Dominic banyak membantu. Meskipun, Martin kerap menolak bantuan Dominic, namun Dominic memaksa Martin untuk menerima. Dominic selalu mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi Camelia. Bertahun-tahun Martin hidup di dalam penjara. Dominic tak ingin keluarga sang istri, harus hidup menderita lagi. Dan apa yang telah dilakukan Dominic berhasil. Martin mampu mengembangkan restorannya. Bahkan kini Martin memiliki empat restoran yaitu di New York, Las Vegas, Chicago, dan Los Angeles. “Sayang, aku tidak menyangka restoran Daddy akan seramai ini. Daddy benar-benar pintar mengolah restoran sampai berkembang pesat,” ujar Camelia seraya menyandarkan k
“Camelia, makanlah perlahan. Jangan terburu-buru seperti itu. Kau bisa tersedak kalau kau makan tidak pelan-pelan.” Dominic mengingatkan sang istri untuk makan perlahan. Ya, kini Dominic tengah membawa Camelia ke salah satu restoran Spanyol yang ada di Brooklyn. Setelah menemani Camelia bekerja; Dominic mengajak sang istri untuk makan bersama. “Iya, Sayang. Makanan ini enak sekali. Jadi aku terlalu lahap,” kata Camelia dengan riang, seraya menyantap makanan yang terhidang. Setelah bekerja, sepertinya membuat nafsu makan Camelia meningkat tajam. Lihat saja begitu banyak makanan yang telah dihabiskan olehnya. Dominic membelai pipi Camelia lembut. “Kalau kurang, kau bisa memesan apa pun yang kau inginkan. Aku senang melihatmu banyak makan.” Camelia tersenyum. “Ini sudah cukup. Oh, ya, Sayang. Tadi kau tidak marah pada Conan, ‘kan?”Dominic mengambil vodka yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. “Tidak, aku tidak marah dengannya, tapi aku kurang menyukai kau bernyanyi dengan penya
“Sayang, kalian jangan nakal. Kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma, oke?” “Siap, Mommy! Aku tidak nakal, tapi tadi Dominus makan banyak sekali cokelat sampai bajunya kotor, Mommy.” “Hey, Kak! Kau ini kenapa mengadukan pada Mommy!” Dominus tak terima. “Biar saja, kau tidak mau patuh pada Grandma. Padahal kan apa yang dikatakan Grandma benar. Kalau kau terlalu banyak makan cokelat nanti gigimu bolong, Dominus!” Dionte berseru memarahi suadara kembarnya yang kerap bersikap keras kepala. Dominus memang pencinta cokelat, setiap dilarang maka bocah laki-laki itu malah tak patuh. Hanya tertentu saja Dominus bisa patuh.“Ck! Kau menyebalkan sekali, Kak!” jawab Dominus jengkel sambil melipat tangan di depan dada. Bibir Dominus manyun ke depan, nampak begitu sangat menggemaskan.Camelia menghela napas dalam melihat dari layar ponsel; dua putra kembarnya malah bertengkar. Ya, di kala pagi menyapa hal yang dilakukan Camelia adalah melaukan panggilan video pada kedua putra kembarnya. Ten
Camelia berlari dengan air mata yang berlinang deras membasahi pipinya. Hati Camelia teramat sakit di kala Dominic membentaknya. Camelia memilih untuk pergi dari rumah, karena merasa sang suami tak lagi mencintainya. Namun, di kala Camelia hendak masuk ke dalam mobil; gerak Camelia terhenti saat Dominic langsung menarik kasar tangan Camelia. Camelia sempat berontak, tapi berujung sia-sia. Tenaga Camelia tidak mampu menyaingi Dominic. “Dominic lepaskan aku! Aku mau pergi saja! Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia sesegukan. Dominic menatap tajam Camelia. “Kau mau pergi ke mana, Camelia! Ini sudah malam! Berhenti berbicara konyol!” “Aku mau pergi ke tempat yang membuatku tenang. Kau sudah tidak mencintaiku lagi,” isak Camelia berusaha melepaskan cengkraman tangan Dominic. Tapi, alih-alih terlepas malah Dominic kian mencengkram kuat pergelangan tangan Camelia, hingga membuat Camelia merintih kesakitan. “Berani sekali kau pergi tanpa izin dariku, Camelia!” geram Dominic m
“Dominic, pemuda tadi lucu sekali. Dia mengkoleksi banyak fotoku, Dominic. Bahkan dia memiliki semua albumku. Aku senang sekali kalau ada yang menyukai karyaku.” Camelia berceloteh seraya menatap Dominic yang tengah melajukan mobilnya. Tampak Dominic hanya diam dan menatap lurus ke depan. Sorot mata Dominic tajam, menunjukan amarah tertahan. Camelia sama sekali tidak menyadari kalau Dominic marah. Dia malah memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar sang suami, di kala sudah selesai bercerita. Sejak dulu memang Camelia sangat bahagia setiap kali ada orang yang begitu mengagumi karyanya. Dalam dunia entertainment, memang pasti akan lovers dan haters, namun Camelia tak terlalu memedulikan jika ada yang membenci dirinya. Bisa dikatakan, jumlah haters yang dimiliki Camelia tak terlalu banyak. Orang jauh lebih mengagumi Camelia, karena sifat Camelia yang hangat dan ramah. Tak pernah sedikit pun, Camelia menolak ketika penggemar mengajak Camelia secara langsung untuk berfoto. Sifat
“Bye, Daddy, Bye, Mommy.” Dionte dan Dominus melambaikan tangan mereka pada Dominic dan Camelia. Raut wajah Dionte dan Dominus sumiringah bahagia. Dua bocah laki-laki itu dijemput oleh sopir dari William. William dan Marsha begitu merindukan Dionte dan Dominus. Itu kenapa menjemput dua anak laki-laki kembar Dominic dan Camelia. “Bye, Sayang. Jangan menyusahkan Grandpa dan Grandma kalian. Jangan nakal, Oke?” seru Camelia sambil melambaikan tangannya pada kedua putranya. “Oke, Mommy. Kami tidak akan nakal,” jawab Dionte dan Dominus serempak. “Patuhlah pada Grandpa dan Grandma kalian,” seru Dominic mengingatkan dua putra kembarnya, agar patuh. Dionte dan Dominus mengangguk patuh. “Siap, Daddy!” Kemudian, mobil yang membawa mereka mulai melaju meninggalkan halaman parkir mansion. Tampak Camelia terus melukiskan senyumannya. Memang, jika William dan Marsha berada di New York, pasti William dan Marsha akan menjemput Dionte dan Dominus.“Sayang, hari ini kau tidak bekerja?” tanya Cameli